Refleksi Kosmologi Terhadap Pola Kampung Studi Kasus : Desa Bawömataluo, Nias Selatan

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Duha, (2012), Omon niha-Perahu darat di pulau bergoyang, Gunung sitoli,Museum Pusaka Nias.

Hadiwinoto,Dkk,(2008),Nias, Dari Masa lalu Ke masa depan,jakarta,badan pelestarian pusaka indonesia.

Joachim Freiherr von Brenner-Felsach (1890) Reise durch die unabhängigen Battak-lande und auf der Insel Nias, Wien, R. Lechener, 1890.

Pastor Johannes Maria Harmmerte, OFMCap. HiKAYA NADU , (Gunung Sitoli: Yayasan Pustaka Nias, 1995).

Pastor Johannes Maria Harmmerte, OFMCap. FAMATO HARIMAO , (Gunung Sitoli: Yayasan Pustaka Nias, 1995).

Pastor Johannes Maria Harmmerte, OFMCap. OMO SEBUA , (Gunung Sitoli: Yayasan Pustaka Nias, 1995).

Siahaan,Dkk.(1979) MONOGRAFI KEBUDAYAAN NIAS,Medan,Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

Sujarweni,(2014), Metodologi penelitian,Gava media,Jakarta,2014.

Sugiyono, (2006), Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Wijaya, YB. Mangun, Menuju Indonesia Serba Baru ,Jakarta: Sinar Harapan, 1998.

Wiradyana,(2010), Legitimasi Kekuasaan pada budaya nias,jakarta,Yayasan pusaka obor indonesia


(2)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipilih pada penelitian dengan judul “Refleksi Kosmologi Terhadap Pola Kampung (Studi kasus: Desa Bawömataluo,Nias Selatan)” adalah Jenis Penelitian Historis. Penelitian historis adalah penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan keadaan pada masa lalu secara objektif dan sistematis dengan cara mengumpulkan dan menganalisis dan mengevaluasi bukti-bukti untuk dibukti-buktikan kebenarannya setelah itu, kesimpulan dapat ditarik secara tepat oleh peneliti(Sinulingga, 2011).

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena pada subjek penelitian yang diperoleh dengan cara mendeskripsikan fenomena tersebut ke dalam bentuk kata dan menggunakan berbagai metode alamiah oleh (Moleong, 2005). Menurut Sugiyono (2008:14) pendekatan kualitatif menggunakan metode analisis yang berlandaskan pada filsafat post positivisme, digunakan untuk meneliti objek tertentu yang bersifat alamiah, dimana peneliti sebagai instrumen kunci.

3.2. Variabel Penelitian

Pada setiap penelitian pasti ditemukan banyak variabel yang ikut berperan dalam jalannya penelitian, namun tidak semua variabel perlu untuk dilibatkan. Oleh karena itu peneliti harus dapat mengidentifikasi variabel mana saja yang menjadi pokok permasalahan.


(3)

Menurut Sinulingga (2011), bahwa variabel merupakan objek penelitian yang menjadi titik perhatian pada penelitian.

Tabel 3.1 Variabel

Teori Interpretasi Variabel

Metode Pengumpul

an data Di dunia atas banyak

terdapat dewa-dewa. Diantaranya

dewa-dewa yang

terpenting adalah “Lowolangi” yang dianggap sebagai raja di dunia atas (Siahaan, 1979).

Di dunia atas memiliki banyak dewa-dewa.

Peran masing-masing dewa.

Studi dokumen, wawancaa.

Struktur yang ada pada kosmologis tersebut ditemukan juga pada penguasa wilayah seperti penguasa alam atas yaitu Lowalangi dan penguasa alam bawah yaitu

Kosmologi merefleksikan Struktur sosial.

Sistem atau struktur sosial masyarakat.

Studi dokumen, wawancaa.


(4)

Laturedanb. Selain itu juga ditemukan pada berbagai struktur organisasi sosial maupun struktur pada masyarakat

(Hadiwinoto, 2008)

(Sumber: Data pribadi, 2015)

3.5. Kawasan Penelitian

Kawasanpenelitian dilakukan di Desa Bawömataluo,Kecamatan Fanayama,Kabupaten Nias Selatan,Provinsi Sumatera Utara,Indonesia.

3.3. Sampel

Dalam penelitian kualitatif, pengambilan sampeldimaksudkan untuk memilah sebanyak mungkin informasi dari berbagai sumber. Hal ini bertujuan untuk merinci ciri khas yang ada. Selain itu pengambilan sampel juga dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi yang akan dijadikan acuan dari rancangan teori. Maka dari itu, dalam penelitian kualitatif tidak ada sampel yang acak, semua sampel telah ditentukan terlebih dahulu (purpossive sampling) (Moleong, 2005).

Sampel dalam penelitian ini dipilih melalui metode purpossive sampling, yang dimaksud dengan purpossive sampling adalah metode pengambilan sampel yang disengaja atau ditentukan dikarenakan sampel tersebut memenuhi kriteria


(5)

tertentu yang sebelumnya telah ditentukan (Sinulingga, 2011). Adapun kriteria sampelpada penelitian ini adalah:

 Denah Desa Bawömataluo.

3.4. Metoda Pengumpulan Data a) Wawancara

Wawancara merupakan proses memperoleh penjelasan untuk mengumpulkan informasi dengan menggunakan cara tanya jawab bisa sambil bertatap muka ataupun tanpa bertatap muka yaitu melalui media telekomunikasi antara pewancara dengan orang yang

diwawancarai,dengan atau tanpa menggunakan pedoman (Sujarweni,2014)

Wawancara dilakukan dengan cara mewawancarai narasumber yang dianggap memenuhi syarat. Narasumber dianggap mengetahui dan memahami informasi yang terkait dengan penelitian. Hal ini bertujuan untuk memperoleh data baik secara lisan ataupun tulisan, dokumen, gambar mengenai objek dan kawasan penelitian. Wawancara ini dilakukan dengan cara menyiapkan pertanyaan yang telah ditentukan sebelumnya. Pertanyaan yang diajukan dalam wawancara disusun secara sistematis.

b) Studi dokumen

Menurut sujarweni (2014) Studi dokumen merupakan metode pengumpulan data kualitatif sejumlah besar fakta dan data tersimpan


(6)

dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagian data berbentuk surat,catatan harian,arsip foto,hasil rapat,cenderamata,jurnal kegiatan dan sebagainya. Bahan dokumenter terbagi beberapa macam,yaitu otobiografi,surat-surat pribadi,buku atau catatan harian,memorial,klipping,dokumen pemerintah atau swasta, data di server dan fashdisk,data yang tersimpan di website,dan lain-lain.

Data jenis ini mempunyai sifat utama tak terbatas pada ruang dan waktu sehingga bisa dipakai untuk menggali informasi yang terjadi di masa silam.

c) Foto dan Survey Visual

Survey visual dilakukan untuk mengambil gambar dengan menggunakan media kamera. Tujuannya yaitu untuk mendapatkan gambaran nyata yang berkaitan tentang Penelitian.

d) Pemetaan dan Penggambaran.

Pada tahap ini dilakukan penggambaran ulang denah atau hal lain nya yang di anggap perlu untuk di gambar ulang padabangunan yang telah di survey. Hal ini bertujuan untuk memberikan gambaran lebih jelas mengenai kawasan ataubangunan yang di teliti.


(7)

3.6. Metoda Analisa Data

 Data dikelompokkan dan disaring mana data yang tidak lengkap atau tidak perlu.

 Data tentang kosmologi di analisis.

 Menganalisis refleksikan kosmologi terhadap sistem atau struktur sosial masyarakat.

 Menganalisis refleksi sistem atau struktur sosial masyarakat terhadap sistem pola kampung, dari hasil tersebut akan tergambarkan bagaiman kosmologi mempengaruhi pola kampung.


(8)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Deskripsi Desa Bawömataluo

Desa Bawömataluo adalah sebuah desa yang terbesar di nias selatan yang didirikan 1600 M oleh Laöwö. Laöwö mempunyai tiga keturunan yaitu saonigeho,ruyu dan manofu. Desa ini sejak awal pendiriannya mempunyai pola yang khas berupa bentuk silang empat. Di dalamnya terdapat tiga buah ewali yang dominan dan sebuah ndrölö,sehingga dapat di kenali sebagai huruf T (Joedodibroto,2008). Dulunya desa ini bernama Hilifanayama. Menurut catatan Joachim Freiherr von Brenner-Felsach, pada tanggal 5 Juni 5 Juni 1887, pada sebuah acara adat didesa tersebut, Hilifanayama diganti namanya menjadi Bawömataluo.

Gambar 4.1. Desa Bawömataluo. (Sumber: Data Pribadi, 2015)

Menurut Ariston manaö yang merupakan kepala desa dan tokoh adat di Desa Bawömataluo saat ini mengatakan; Sedikit penulis mengulas tentang history


(9)

terbentuknya Desa Bawomataluo. Dimana dahulu silam desa ini adalah wilayah perbukitan yang dikenal HiliFanayama artinya Gunung Fanayama. Struktur tanah yang amat subur tentu warga masyarakat Orahili yang bermukim disekitar bukit membuka lahan perkebunan dan mendirikan pondok tempat berteduh. Suatu hari ada ancaman serius dari Kampung Hilisimaetano bahwa akan terjadi pembakaran Kampung Orahili oleh serdadu Belanda, tentu masyarakat Kampung Orahili was-was mendengar berita itu. Sehingga secara serentak warga Desa Orahili berpindah tempat ke Barujō Sifaedo di perbatasan Lahusa Balaekha dan Gomo. Setelah beberapa tahun kemudian beberapa diantara mereka berpendapat, seandainya kita menetap di Barujō Sifaedo, akan besar kemungkinan aksen bahasa kita pasti akan mengikuti aksen Nias tengah “ Fakandrō “ itu tidak boleh terjadi sama kita, lebih baik kita berpindah dari tempat ini menuju Daro-daro Nina dekat antara Kampung Hili Nawalō dengan Hili Namōzaua. Beberapa lama saja mereka tinggal ditempat itu, Tuha Laowō mengeluh karna ditempat itu sama sekali tidak nampak laut untuk melihat pasang surut, Sehingga mereka sepakat untuk kembali ke Halambawa (nama salah satu pohon rindang yang ada ditempat itu) di Hili Fanayama (Gunung Fanayama kurang 1 km dari Kampung Orahili).

Desa Bawömataluo di bangun mulai dengan membuat ndrölö sobawawörö. Sobawawörö dalam bahasa nias memiliki pengertian dengan proses terjadinya perspektif paksaan,yaitu besar ukuran-jaraknya di bagian dan mengecil ukurannya di bagian ujung dipintu-pintu gerbang masuk desa. Pada masa lalu di ujung sobawawöro,yaitu kira-kira 200 meter di belakang omo sebua,kemudian di tanam hidup-hidup seorang manusia yang menggigit siutas tali. Tali tersebut di tarik


(10)

tegak lurus terhadap ndrölö soraya dan ndrölö löu. Ndrölö halamba‟a juga tega lurus tetapi tidak segaris dengan ndrölö tersebut. Tali tersebut di pergunakan sebagai alat dan pedoman untuk menyusun tata ruang desa,dibuat dari tumbuh-tumbuhan menjalar yang dinamakan ölia. Nama halamba‟a diambil dari nama tumbuh-tumbuhan yang banyak terdapat di sekitar ujung ndrölö desa tersebut. Löu dan soraya mempunyai arti arah-arah matahari terbit dan tenggelam. Ndrölö bagoa merupakan ewali yang baru dibangun setelah masa pendudukan jepang,kurang lebih tahun 1942. Bagoa adalah nama tanaman (semacam pandan) untuk bahan membuat topi yang banyak didapatkan di sekitar ndrölö desa tersebut (Joedodibroto,2008).

Setiap tahapan dari proses unit kerja pendirian desa selalu diadakan musyawarah dan mufakat dan secara adat akan disembelihnya berpuluh – puluh ekor babi untuk jamuan seluruh warga desa.

Dimasa lampau,pada rumah adat omo sebua,diadakan penggantian atap rumbia setiap sepuluh tahun sekali. Pada waktu itu diadakan pula pemilihan dan peresmian anggota si‟ulu-si‟ila yang baru untuk itu diadakanlah bakhele (upacara potong babi). Batu-batu (megalith) di depan bale yang diletakan menghadap ndrölö halamba‟a,merupakan batu-batu sebagai tempat si‟ulu-si„ila untuk mengadakan upacara tahunan yaitu membuka batu di bawah fusö banua yang berisi mangkuk minyak. Di pimpin oleh seorang ere,di tempat ini diadakan pula semacam upacara persembahan kepada daro-daro adujato yang bertujuan untuk mengusir penyakit menular yang melanda desa. Setelah upacara tersebut,desa kemudian dinyatakan tertutup selama delapan hari bagi kunjungan orang-otang


(11)

dari luar.desa ini dijaga siang dan malam oleh anggota masyarakat (lelaki dewasa) sebagai peronda (sana‟a) untuk keamanan terhadap pencurian maupun keselamatan terhadap kemungkinan bahaya kebakaran (Joedodibroto,2008). 4.2.Analisis Kosmologi Masyarakat Nias

Dari data yang dikumpulkan terlihat jelas bahwa banyak sekali perbedaan temuan atau pendapat tentang Kosmologi masyarakat nias. Namun harus di rangkum suatu kesimpulan tentang kosmologi masyarakat nias.

Adapun urutan kosmologi yang saya rangkum adalah : 1. Inada Samihara Luo atau Maha Sihai.

Pada zaman dulu, Masyarakat Nias beranggapan bahwa Inada Samihara Luo atau Maha Sihai adalah dewa yang tertinggi yang menciptakan alam semesta (universe), termasuk juga menciptakan dewa dan manusia.

2. Lowalangi

Di dunia atas banyak terdapat dewa-dewa. Diantaranya dewa-dewa yang terpenting adalah “Lowolangi” yang dianggap sebagai raja di dunia atas. Dewa-dewa ini disebut juga penguasa langit, memberi terang dan kehidupan bagi semua makhluk. Perkataan Lowalangi berasal dari: “Luo” artinya matahari, “belangi” artinya langit, yang artinya penguasa langit, pemberi terang hidup bagi semua makhluk.

3. Dewa-dewa

Merupakan banyak dewa yang memiliki peran yang berbeda-beda untuk tetap menjaga kelangsungan hidup. Dewa-dewa ini di percayai oleh


(12)

masyarakat nias. Ada pun dewa-dewa yang di percaya masyarakat nias adalah:

Madayo dan Faoha, adalah dewa kejahatan.

Nadowya, ialah dewa yang membuat tanaman dan membuat manusia mati.

Sacho, ialah dewa mendatangkan panas dan hujan.

Laeniliti, ialah dewa yang mendatangkan hujan dan embun pada malam hari.

Segelodano, ialah dewa lubang. Tuha Yangarefa, ialah dewalaut. Ba‟uwadano, ialah dewa bumi. Sibayawachi, ialah dewa padi.

Fauhesa, ialahdewa yang menghunigunung-gunangdanhutan yang banyakbinatangburuannya.

Luahagohulu, ialahdewa yang mendiamisungai-suangibesar. Anno, ialahdewaperang.

Loho, ialahdewaangintopan; namainibiasadisebut-sebutpadawaktu orang mengumpat.

Sigolodano, ialahdewa yang menghunigua-guaataulubang-lubang yang dalam. Falakhata, ialahdewa yang menghunipohon-pohonbesar

Bahelo, ialahdewababi yang membutuhkanpengorbananbabi.


(13)

Masyarakat juga percaya tentang adanya Dewi Silewe yang sering dianggap sebagai penghubung antara Lowalangi dan Laturadano.

5.

Hia Walangi Sinada dan saudara-saudaranya

Merupakan manusia pertama yang diturunkan dari langit ke dunia oleh sirao ayah mereka, Hia diturunkan paling terakhir . Hal ini juga di jelaskan dalam hoho turun nya leluhur:

Tidak lama kemudiandarilangitlahirlahZagoroZebua.

DialahHia yang diturunkansebagainenekmoyangpertama Yang diturunkanolehSirao

laditurunkandengantaliemas di Börönadu, SifalagöGomo

Disertaidenganberbagaibibittanaman, peralatanpertanian, berbagaiukuran

Kemudian kumpulah sembilan nenek untuk membuat aturan adat

6. Lature dano

Dewa “Lature Dano” (dewa alam bawah), yang sifatnya, sumber bahaya dan kerugian. Karena itu sangat ditakuti orang. Untuk mencegah jangan timbul amarah dewa itu, yang akibatnya mendatangkan kerugian dan bahaya bagi manusia, maka dilakukan berbagai pemujaan dan upacara. Dengan cara demikian mereka yakni bahwa mara bahaya tidak akan datang.


(14)

Gambaran atau Skema kosmologi masyarakat nias:

Gambar 4.2. Skema Kosmologi Nias. (Sumber: Data Pribadi, 2015)

4.3.Analisis Sistem Sosial Masyarakat Nias

Adapun urutan sistem sosial masyarakat nias yang saya rangkum adalah : 1. Balo Si‟ulu

Inada Samihara Luo atau Maha Sihai Pencipta

Lowalangi

Pemimpin para dewa-dewa dan dunia atas

Dewa-dewa

Para dewa yang memiliki peran berbeda-beda

Dewi silewe

Penghubung antara lowalangi dan lature dano

Hia dan saudara-saudaranya Penghuni pertama bumi atau leluhur

masyarakat nias

Lature dano Pemimpin dunia bawah.

Penghubung Dunia Atas

Dunia bawah

Bu mi/dunia


(15)

Balo Si'ulu adalah pencipta serta pendiri kamppung. Balo Si'ulu juga merupakanSi'ulu yang memerintah banua.

2. Si‟ulu

Si'ulu adalah golongan masyarakat yang memiliki kedudukan tertinggi dalam sebuah banua secara turun temurun. Mereka merupakan kaum bangsawan.

3. Si‟ila

Si'ila adalah kaum yang dianggap bijaksana dan ditunjuk oleh Si'ulu untuk menjadi teman diskusi dalam Orahu (musyawarah desa).si‟ila jugamemegang peranan aktif dalam penyelenggaraan acara dan upacara untuk kelangsungan komunitas desa, khususnya terkait dengan program-program aktivitas dan pemeliharaan norma dan hukum adat

4. Ere

Ere (pemuka agama kuno) dalam adat Nias. Berhubung sekarang Ini agama kuno Nias yang menyembah berhala (nadu) sudah sangat jarang dijumpai, maka kaum ere sekarang ini disebut dengan “orang pintar” seperti dukun dan semacamnya. Dalam mitos kosmologi orang Nias Ere adalah penyampai antara dewa atas dengan dewa bawah. Selain itu ere juga pintar berbicara masalah adat istiadat.

5. Sato

Sato merupakan masyarakat kebanyakan (rakyat biasa) dalam sebuah banua/perkampungan.

6. Sawuyu

Sawuyu (budak), kaum ini adalah golongan yang terendah. Mereka berasal dari orang-orang yang melanggar hukum dan tidak mampu


(16)

membayar denda yang dibebankan berdasarkan keputusan sidang badan musyawarah desa. Kemudian mereka ditebus oleh seseorang (biasanya dilakukan para bangsawan). Sejak itu mereka menjadi budak bagi bangsawan tersebut.

7. Binu

Adalagilapisansosial yang

terendahdalammasyarakatNiasyaitubinu.,MenuruttradisimasyarakatNiasda hulubinuadalahbudak yang kepalanyadipenggaluntukdijadikansembahan, ataumenjaditeman di dalamkuburjikaadaseorangbangsawan yang

meninggal.(J. Sonjaya, 2008). Binudigunakan,


(17)

Gambaran atau Skema sistem sosial masyarakat nias:

Gambar 4.3. Skema Sistem Sosial Masyarakat Nias. (Sumber: Data Pribadi, 2015)

Balo si‟ulu

Pendiri dan pemimpin kampung

Si‟ulu

Golongan bangsawan yang memiliki kedudukan tertinggi dalam sebuah

kampung.

Si‟ila

Kaum yg bijaksana Dan memiliki peran penting dalam sebuah kampung.

Ere

Orang yang memiliki kemampuan penghubung antara dewa atas dengan

dewa bawah.

Sato Masyarakat biasa

Sawuyu Budak

Binu

Lebih rendah dari sawuyu,yang kepalanya akan di penggal dalam acara


(18)

4.4.Analalisis Refleksi Kosmologi Nias Terhadap Sistem Sosial Masyarakat Nias.

Strukturkosmologismemiliki hubungan yang eratdenganstruktur yang adapadamasyarakat. Bentukstruktur sosial di masyarakat merupakan hasil refleksi dari kosmologi ataupun kepercayaan masyarakat nias. Refleksi kosmologi nias terhadap sistem sosial masyarakat adalah:

1. Inada samihara luo atau maha sihai

Masyarakat mempercayai bahwa Inada samihara luo atau maha sihai merupakan pencipta alama semesta. Hal ini di refleksikan dalam bentuk sistem sosial masyarakat nias yaitu “Balo Si‟ulu”. Balo si‟ulu merupakan pemimpin dan pendiri perkampungan masyarakat nias.

2. Lowalangi.

Lowalangi merupakan pemimpin dewa-dewa di dunia atas dan merupakan dewa terpentng di dunia atas. Hal ini di refleksikan dalam sistem sosial masyarakat nias yaitu “Si‟ulu”. Si'uluadalahgolonganmasyarakat yang memilikikedudukantertinggidalamsebuahbanuasecaraturuntemurun.

Lowalangi dan si‟ulu sama-sama merupakan golongan tertinggi. 3. Dewa-dewa

Dewa-dewa memiliki peran-peran yang berbeda-beda dalam kosmologi masyarakat nias. Hal ini di refleksikan pada „Si‟ila” dalam sistem masyarakat nias. Si‟ila terdiri dari beberapa orang yang memiliki peran penting dalam membantu si‟ulu dalam sebuah banua,begitu halnya juga dengan para dewa-dewa. Dewa-dewa mempunyai tugas dan peran masing-masing dalam menjalankan kehidupan.


(19)

4. Dewi silewe.

Dewi silewe merupakan penghubung penguasa dunia atas dan bawah antara lowalangi dan laturedano. Hal ini di refleksikan dalam sistem sosial masyarakat nias sebagai “Ere”. Ere merupakan kaum yang memiliki kempampuan menyampaikan sesuatu ke alam atas dan alam bawah. 5. Hia dan saudara-saudaranya.

Hia dan saudara-saudaanya merupakan manusia penghuni pertama bumi nias. Atau dengan kata lain hia dan saudara-saudaranya merupakan leluhur masyarakat nias. Hal ini di refleksikan pada “Sato” dalam sistem sosial masyarakat nias. sato merupakan masyarakat biasa yang hidup di dalam sebua perkampungan. Hia dan saudara-saudaranya merupakan manusia tulen,begitu juga halnya dengan sato.

6. Lature dano.

Lature dano atau dewa penguasa dunia bawah sering di gambarkan dengan sesuatu yang buruk dalam kepercayaan nias. Hal ini di refleksikan dalam sistem sosial masyarakat nias sebagai “Sawuyu dan Binu”. Karena Sawuyu dan Binu dalam masyarakat nias merupakan golongan yang paling rendah dan merupakan hal yang buruk jika seseorang menjadi Sawuyu ataupun Binu.


(20)

Gambaran atau Skema Refleksi Kosmologi Masyarakat Nias Terhadap Sistem Sosial Masyarakat nias:

DI REFLEKSIKAN SEBAGAI

Gambar 4.4. Skema Refleksi Kosmologi Nias Terhadap Sistem Sosial Masyarakat Nias.

(Sumber: Data Pribadi, 2015)

4.5.Analisis Refleksi Sistem Sosial Masyarakat Nias Terhadap Pola Perkampungan.

Masyarakat Bawömataluosangat menjaga dan melestarikan budaya mereka,itu terlihat hingga sampai saat ini mereka masih memiliki sistem sosial masyarakat yang masih dijalankan. Maka dari itu saya akan mencoba menganalisis bagaimana refleksi Sistem sosial masyarakat niasterhadap pola kampung Bawömataluo.

KOSMOLOGI Inada Samihara Luo atau

Maha Sihai Lowalangi Dewa-dewa Dewi silewe Hia dan saudaranya

Lature dano

SISTEM SOSIAL Balo si‟ulu

Si‟ulu Si‟ila Ere Sato Sawuyu


(21)

Adapun pembagian sistem sosial masyarakat niasdan ini juga berlaku pada masyarakat Bawömataluo, adalah:

1. Balo si‟ulu: Pemimpin sebuah kampung.

2. Si‟ulu: Bangsawan dalam sebuah banua atau kampung.

3. Si‟ila : Penasehat dan membantu Si‟ulu dalam mengambil sebuah keputusan.

4. Ere : Pemuka agama pada jaman dulu,yang memiliki kemampuan menyampaikan sesuatu kedunia atas dan bawah.

5. Sato : Masyarakat Biasa. 6. Sawuyu : Budak.

7. Binu: Budak yang kepalanya akan dipenggal untuk upacara tertentu. Dari beberapa golongan dalam sistem masyarakat nias, mereka memiliki tempat tinggal atau rumah masing-masing yang memiliki perbedaan baik dalam peletakan ataupun ukuran rumahnya. Dari hal tersebut akan terwujud sebuah pola kampung yang di refleksikan oleh sistem sosial masyarakat nias. Adapun denah perkampungan Bawömataluo seperti gambar berikut:


(22)

Gambar 4.5. Denah Desa Bawomataluo. (Sumber: Data Pribadi, 2015)

Keterangan:

1. Tangga masuk ke perkampungan.

2. Omo sebua atau Rumah Besar dalam sebuah kampung. 3. Bale atau tempat melaksanakan musyawarah.

4. Omo hada atau rumah adat nias.

*Sedangkan Lou,Raya,Halamba‟a,dan Mbagoa merupakan sebuah nama ndrolo atau lorong.

Pembagian tempat tinggal sesuai dengan golongan masing-masing adalah: 1. Balo siulu: Di Omo sebua, Rumah yang paling besar dalam sebuah

kampung.

2. Si‟ulu: Di omo hada namun ukuran nya lebih besar dari omohada biasanya.


(23)

4. Ere : Di omo hada. 5. Sato: Di omo hada.

6. Sawuyu: Tidak memiliki tempat tinggal, biasanya mereka tinggal di bagian bawah kolong rumah dimana mereka menjadi sawuyu atau budak. Tapi sawuyu juga bisa di letakan di bale untuk di adili.

7. Binu: Tidak memiliki tempat tinggal sama hal nya dengan sawuyu. Adapun gambaran pola kampung sesuai dengan status sosial masing-masing adalah:

Gambar 4.6. Pola kampung Sesuai status sosial. (Sumber: Data Pribadi, 2015)


(24)

Keterangan:

Tempat tinggal Balo si‟ulu atau pemimpin sebuah kampung.

Tempat tinggal Si‟ulu.

Tempat tinggal Si‟ila,Ere dan Sato Tempat musyawarah.

Dari hasil analisis diatas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa:

1. Sistem sosial masyarakat nias terlihat jelas direfleksikan dalam pola perkampungan.

2. Tempat tinggal Balo si‟ulu ataupun pemimpin sebuah kampung berada di tengah ataupun pusat sebuah kampung. Ini menunjukan bawah peletakan atau tempat tinggal di desa bawomataluo ini sesuai dengan golongan ataupun struktur sosial yang berlaku.

3. Tempat tinggal Golongan Si‟ulu atau bangsawan berada dekat atau mengelilingi tempat tinggal Balo si‟ulu. Ini menunjukan bahwa mereka merupakan kaum bangsawan dan tidak jauh dari lingkaran pemimpin kampung.

4. Golongan atau kaum Si‟ila, Ere dan sato berada di lingkaran sesudah kaum Si‟ulu. Ini menunjukan status si‟ulu lebih tinggi daripada mereka.

5. Sedangkan golongan atau kaum Sawuyu dan Binu tidak memiliki tempat tinggal.


(25)

BABV

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Setelah di lakukan nya survey dan menganalisa data-data yang di temukan,kesimpulan dari penelitian ini adalah:

A. Desa Bawömataluo adalah sebuah desa yang terbesar di nias selatan yang didirikan 1600 M oleh Laöwö. Laöwömempunyai tiga keturunan yaitu saonigeho,ruyu dan manofu. Desa Bawömataluo di bangun melalui banyak tahapan-tahapan dan faktor yang perlu di pertimbangkan. sebelum Bernama Desa Bawömataluo,dulunya bernama Hilifanayama.

B. Dari data yang dikumpulkan terlihat jelas bahwa banyak sekali perbedaan temuan atau pendapat tentang Kosmologi masyarakat nias. Namun harus di rangkum suatu kesimpulan tentang kosmologi masyarakat nias.

Adapun urutan kosmologi yang saya rangkum adalah :

7. Inada Samihara Luo atau Maha Sihai.

8. Lowalangi 9. Dewa-dewa 10.Dewi silewe

11.Hia Walangi Sinada dan saudara-saudaranya 12.Lature dano

C. Adapun Urutan sistem sosial masyarakat nias yang saya rangkum adalah : 1. Balo Si‟ulu


(26)

3. Si‟ila 4. Ere 5. Sato 6. Sawuyu 7. Binu

D. Refleksi kosmologi nias terhadap sistem sosial masyarakat adalah: 7. Inada samihara luo atau maha sihai

Inada samihara luo atau maha sihai di refleksikan dalam bentuk sistem sosial masyarakat nias yaitu “Balo Si‟ulu”.

8. Lowalangi.

Lowalangi di refleksikan dalam sistem sosial masyarakat nias yaitu “Si‟ulu”.

9. Dewa-dewa

Dewa-dewa di refleksikan pada „Si‟ila”. 10.Dewi silewe.

Dewi silewe di refleksikan dalam sistem sosial masyarakat nias sebagai “Ere”.

11.Hia dan saudara-saudaranya.

Hia dan saudara-saudaanya di refleksikan pada “Sato”. 12.Lature dano.

Lature dano atau dewa penguasa di refleksikan dalam sistem sosial masyarakat nias sebagai “Sawuyu dan Binu”..

E. Sistem sosial masyarakat nias terlihat jelas direfleksikan dalam pola perkampungan itu terlihat dari peletakan tempat tinggal atau posisi rumah masing-masing warga yang memiliki status sosial yang berbeda-beda berarti Kosmologi masyarakat nias di refleksikan dalam pola kampung.


(27)

6.2. Saran

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi maupun inspirasikhususnya mengenai bagaimana Kosmologi direfleksikan dalam pola suatu kampung khususnya di Desa Bawomataluo,Nias selatan. Penulisjuga berharap ini dapat menjadi masukan bagi masyarakat agar tetapmempertahankan dan melestarikan pola kampung yang telah ada saat ini. Karna hal tersebut merupakan warisan yang sangat berharga yang di wariskan oleh leluhur masyarakat nias pada zaman dahulu.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kosmologi Dan Sistem Religi Masyarakat Nias 2.1.1. Pengertian Kosmologi

Kosmologi berasal dari kata yunani “kosmos” dan “logos”. “kosmos” berarti susunan,atau ketersusunan yang baik (Bakker, 1995). Sedangkan “logos”

juga berarti keteraturan,sekalipun dalam “kosmologi” lebih tepat diartikan sebagai

“azas-azas rasional” (Kattsof, 1986). Kosmologi merupakan ilmu yang mempelajari struktur dan alam semesta berskala besar. Secara khusus, ilmu ini berhubungan dengan asal mula dan evolusi dari suatu subjek.

2.1.2. Kosmologi Masyarakat Nias

Ada banyak pendapat tentang kosmologi masyarakat nias dari beberapa sumber. Pada zaman dulu, Masyarakat Nias beranggapan bahwa Inada Samihara Luo atau Maha Sihai adalah dewa yang tertinggi yang menciptakan alam semesta (universe), termasuk juga menciptakan dewa dan manusia. (Laiya,'23:1983). Menurut mitologi Nias,nenek moyang mereka diturunkan dari lapisan langit

paling atas bernama “Teteholi Ana‟a” suatu negeri yang indah sekali di dunia Di dunia atas banyak terdapat dewa-dewa. Diantaranya dewa-dewa yang terpenting

adalah “Lowolangi” yang dianggap sebagai raja di dunia atas. Dewa-dewa ini disebut juga penguasa langit, memberi terang dan kehidupan bagi semua

makhluk.Perkataan Lowalangi berasal dari: “Luo” artinya matahari, “belangi”


(29)

makhluk (Siahaan, 1979). Selain kedua dewa tersebut di atas, masyarakat juga percaya tentang adanya Dewi Silewe yang sering dianggap sebagai penghubung antara Lawalangi dan Laturadano (Hadiwinoto, 2008).

Dewa-dewa yang lain adalah:

a. Madayo dan Faoha, adalah dewa kejahatan.

b. Nadowya, ialah dewa yang membuat tanaman dan membuat manusia mati. c. Sacho, ialah dewa mendatangkan panas dan hujan.

d. Laeniliti, ialah dewa yang mendatangkan hujan dan embun pada malam hari.

e. Segelodano, ialah dewa lubang. f. Tuha Yangarefa, ialah dewalaut. g. Ba‟uwadano, ialah dewa bumi. h. Sibayawachi, ialah dewa padi.

Lature Dano adalah dewa yang menopang bumi Nias. la berbentuk ular naga raksasa. la melingkarkan badannya (isa'eraini mbotonia) pada bagian bawah bumi Nias yang berbentuk bundar bagaikan periuk tanah. Karena itu Lature Dano menjadi alasnya agar tidak mudah goyang atau terguling. Ketika Lature Dano marah pada manusia Nias, maka ia menggerakkan badannya, lalu bumi pun bcrgoyang dan gempa bumi terjadi. Kalau versi sebelumnya dikatakan bahwa penjaga bumi pulau Nias adalah dua orang leluhur bernama Ba'uwadanohia dan Lasorogae Sitoludaha, maka dalam cerita versi yang satu mi, sosok kedua leluhur


(30)

tadi berubah vvujud dari manusia menjadi ular naga raksasa bernama Lature Dano/Latura Dano (Duha,2008).

Penulis berkeyakinan bahwa ular naga raksasa itu hanyalah ungkapan simbolik yang menggambarkan kesaktian/kekuatan (fa'abiJlo) yang luar biasa dari kedua leluhur, sehingga bisa menjaga dan melindungi bumi pulau Nias.

Omo Niha/Omo Hada adalah media ekspresi jiwa, imajinasi, pikiran, ide-ide dan refleksi dunia orang Nias sehingga menghadirkan simbol Lature Dano pada rumahnya. Hal itu sangat mudah dipahami pada model rumah adat di Gomo, Bawb'lato, Idanogawo dan terutama di Telukdalam yang berbentuk persegi empat memanjang ke belakang. Badan rumah, mulai dari sikholi atau ewe sampai batas balok panjang sebagai penutup ujung atas papan dinding keliling rumah merupakan simbol atau refleksi dari dunia tengah atau dunia riil yang didiami oleh orang Nias "Ono Niha." Rumah Adat menjadi simbol dunia (cosmologi) dari Ono Niha. Struktur atas mulai dari satu tingkat di atas lago-lago atau scjajar dengan pangkal lawa-lawa (tuwu-tuwu) hingga kc atas, merupakan simbol "dunia atas." Struktur bagian tengah (badan rumah) merupakan "dunia tengah" dan Struktur bawah merupakan dunia bawah. Pada rumah Telukdalam, antara dunia bawah dan dunia lengah dibatasi olch sikholi (ewe), sedangkan antara dunia tengah dan dunia atas dibatasi oleh lago-lago. Lago-lago berarti penutup, seolah dunia tengah itu lebih penting sehingga pada bagian itu harus ditutup dan di bawahnya juga dikawal oleh sikholi. Di dalam rumah terdapat berbagai pembatas dan tingkatan yang menggambarkan batas-batas norma adat istiadat 'oto'oto mbdwo/silusiiu mbowd dan tingkatan status sosial 'bosi mbowd." Ini berarti bahwa fungsi Omo


(31)

Niha sebagai dunia nyata bagi Ono Niha, sungguh merefleksikan keseluruhan kosmologi Ono Niha yang terdiri 3 dunia yaitu, dunia atas, tengah dan bawah (Duha, 2008).

Demikian juga pada rumah adat di Nias Utara yang berbentuk oval (bundar) atau bulat telur. Rumah adat yang telah menjadi simbol dunia (kosmologi) orang Nias itu, ditopang oleh dewa yang meiingkarkan badanya di sekeliling badan rumah (isa'eraini mboto nomo), supaya rumah itu tidak oleng. Kehadiran dewa itu tcrwujud pada balok atau ring panjang yang melingkar sekeliling rumah yang disebut 'ladea.' Kemudian kepalanya menjulur kc dcpan seperti ular. Komponen rumah yang menjulur ke depan itu disebut 'ewe' atau 'ni'oboho/niolasara.' Karena rumah itu bulat, maka ladea yang seharusnya menyatu dengan ewe, harus dipisahkan (dipotong). Itulah yang menjadi akibat modifikasi arsitektur dari model persegi empat menjadi bundar. Tidak semua rumah di Nias Utara dan Barat memasang atau memiliki 'ewe,' lebih umum hanya dipasang balok yang disebut '(www gahe.' Balok tuwu gahe itu diukir dengan berbagai ornamen yang disebut 'ni'ogaeliu' atau 'ni'olasara/ni'oboho (Duha, 2008).

Sikholi atau ewe merupakan simbol kehadiran Lature Dano yang menopang seluruh papan dinding rumah pada struklur tengah. Sikholi/ewe yang memiliki kepala menjulur ke depan inenyerupai kepala ular yang siap mematuk. Seolah ada dua ular naga rakasa yang menopang dan menjaga bagian bawah dari rumah sebagai dunia nyata yang terkecil dari Ono Niha. Lature Dano yang menjaga runiah itu. Untuk runiah bangsawan di Telukdalam, khususnya Omo


(32)

Nifolasara, selain sikholi sebagai simbol kehadiran Lature Dano yang mengawal rumah itu, masih ada tiga kepala naga 'lasara' sebagai pelengkapnya. Ketiga kepala lasara tersebut di pasang di bagian muka rumah. Satu di tengah dan di samping, persis di alas balok panjang sikoli kiri-kanan. Seolah mau menyampaikan bahwa masih ada yang lebih kuat di atas Lature Dano. Kepercayaan bahwa masih ada yang lebih kuat dan lebih bcrkuasa dari Lature Dano, gampang dipahami. Kalau orang Nias sangat pcrcaya pada leluhur atau roh leluhur, maka jelas bahwa Lature Dano masih merniliki atasan, yaitu ayahnya dan seluruh nenek moyangnya. Kalau kita mengikuti uraian Faogoli Harefa pada bagian sebelumnya, maka ayah dari Lature Dano dengan nama lain Ba'uwadano atau juga Nazuwa Dano yaitu Sirao (Duha, 2008).

Masyarakat nias percaya bahwa masusia pertama yang diturunkan ke dunia adalah bernama Hia. Cara penurunan Hia dalam Teteholi Ana‟a sangat berbeda engan saudara-saudaranya yang lain. Sebelum ia diturunkan, ia memohon

agar ayahnya membuat satu istana „omo‟ lengkap dengan perabotnya. Setelah 9

tahun lamanya untuk memenuhi segala permintaannya, barulah balugu sirao

menurunkan Hia bersama rumah dan perlengkapannya tadi “nidada fabaya osali, nidada fabaya omo.”

Disamping rumah dan segala perlengkapan, ia juga memohon agar ayahnya menurunkan bersama dia segala sesuatu tentang ukuran/takaran/timbangan (afore, lauru, ba fali‟era), bibit segala tanaman, binatang, bibit sirih, pinang, tembakau, dan segala macam perhiasan, serta


(33)

berbagai macam patung adat (adu). Karena itulah Hia Walangi Sinada mempunyai

pokok segala peraturan „huku‟. Ia tinggal di Gomo dengan upaca kebesaran.

Masyarakat Nias sebagai sebuah masyarakat tradisional dalam kaitannya dengan hasil budaya megalitik tentu memiliki religi yang dianut pada masanya. Sisa tinggalan dimaksud masih kita jumpai hampir di seluruh wilayah Nias khususnya pada perkampungan-perkampungan tradisional. Perkampungan tradisional dimaksud adalah perkampungan yang masih menggunakan pola perkampungan lama yaitu dengan pemilihan tempat tinggal di atas bukit atau pada areal yang didatarkan dan dikelilingi perbukitan dengan rumah berarsitektur rumah panggung dengan bentuk yang khas, saling berhimpitan, berbaris dan berhadap-hadapan.

Sisa kebudayaan lama tersebut ada yang berbentuk bangunan monumental dan ada juga dalam bentuk lisan. Keberadaan kebudayaan tersebut merupakan gambaran dari masyarakat Nias yang tentunya agak berbeda dengan gambaran masyarakat Nias saat ini. Salah satu hal yang digambarkan oleh sisa kebudayaan masa lalu diantaranya adalah religi. Untuk mengetahui unsur-unsur yang ada pada religi lama dimaksud maka beberapa aspek kebudayaan Nias yang juga disebut folklor dan sekaligus menjadi simbol dari kebudayaan Nias menjadi aspek pengamatan. Folklor sebagai sebuah simbol dianggap memiliki unsurunsur religi yang dapat dihimpun menjadi konsep religi lama masyarakat Nias. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keberadaan tinggalan arkeologis (folklor bukan lisan) di Nias merupakan sebuah sistem budaya (Hadiwinoto, Dkk. 2008).

Bentuk-bentuk folklor yang ada di Nias dengan unsur-unsur yang ada di dalamnya saling kait mengkait dan sebagian memunculkan atau menghasilkan berbagai variasi. Artinya dalam sebuah satuan unsur budaya dapat juga merupakan sebuah sistem tersendiri di dalamnya. Sebut saja religi yang merupakan salah satu unsur kebudayaan, di dalamnya terdapat sistem dengan satuan-satuan unsur yang ada padanya saling


(34)

kait-mengkait. Adapun satuan unsurunsur yang ada pada religi diantaranya adalah kosmologis, ritus, pendeta/tokoh agama, sarana upacara, dan lainnya (Hadiwinoto, Dkk. 2008).

Setiap tahapan upacara owasa/faulu diikuti dengan mendirikan bangunan megalitik yang tingginya sesuai dengan tahapan yang dilakukan seperti pendirian batu tegak di depan rumah atau pendirian arca adu zatua di dalam rumah. Setiap tingkatan upacara tersebut mewakili tingkatan lapisan langit, sehingga bentuk dan ukuran dari banguna megalitik adalah representasi dari tingkatan langit. Dalam anggapan masyarakat bahwa Setiap tingkatan upacara yang telah dilakukan maka orang tersebut akan berada pada lapisan langit sesuai dengan tingkatan upacara yang telah dilakukan. Mengingat roh leluhur dapat mempengaruhi kehidupan orang yang hidup di alam nyata maka upacara-upacara yang berkaitan selalu dilakukan dalam upaya selalu mendapatkan perlindungan dan bantuan untuk meningkatkan status di alam nyata dan di alam lain (lapisan langit yang lain). Kepercayaan akan adanya kehidupan di alam lain selain alam nyata dan adanya hubungan yang erat antara alam lain dengan alam nyata juga terlihat dari kepercayaan akan adanya struktur, dimana unsur yang paling atas mempengaruhi atau menciptakan unsur di bawahnya (Hadiwinoto, Dkk. 2008).

Di dalam alam lain dianggap memiliki struktur atau tingkatan vertikal dimana tingkatan yang berada di atasnya lebih tinggi dan lebih baik dibandingkan dengan tingkatan di bawahnya. Dalam struktur antara alam nyata dan alam tidak nyata maka alam nyata dianggap lebih-rendah dibandingkan dengan alam tidak nyata (alam lain). Maka dari itu di dalam hoho terjadinya bumi dan langit disebutkan bahwa bumi adalah berada pada tingkatan yang ke-1 yang merupakan hasil bentukan dari lapisan yang ke-2 yang artinya bumi berada pada tingkatan yang paling awah. Struktur yang ada pada kosmologis tersebut ditemukan juga pada penguasa wilayah seperti penguasa alam atas yaitu


(35)

Lowalangi dan penguasa alam bawah yaitu Laturedanb. Selain itu juga ditemukan pada berbagai struktur organisasi sosial maupun struktur pada masyarakat. Dapat dikatakan bahwa struktur kosmologis memiliki hubungan yang erat dengan struktur yang ada pada masyarakat. Bentuk struktur di masyarakat yang diterapkan berkaitan dengan struktur pada religi yaitu terlihat pada penghormatan pada leluhur. Struktur tersebut jelas menunjukkan bahwa senioritas memiliki kewenangan yang lebih sehingga leluhur sebagai sebuah satuan struktur berada di atas struktur yang ada pada keluarga kecil ataupun besar. Karena kewenangannya tersebut maka dilakukan penghormatan.

Bentuk penghormatan terhadap leluhur itu diwujudkan dalam simbol arca yang disebut adu zatua. Arca ini diletakkan di dalam rumah adat pada kisi-kisi tembok ataupun pada bagian di sekitar tiang penyangga utama. Penghormatan terhadap leluhur tersebut juga ditemukan pada keseharian masyarakat Nias yang masih menyebut kata leluhur jika mendapatkan musibah atau mendapatkan keberuntungan. seperti salah satu tokoh desa Bawömataluo yaitu-”Hikayat Manao menemukan batu yang memiliki nada yang sesuai dengan yang diinginkan maka disebutlah kata leluhur sebagai ungkapan terimakasih. Penyebutan leluhur .tersebut mengindikasikan bahwa leluhur yang dianggap berada di alam lain masih memiliki hubungan yang erat dengan keturunannya di alam nyata. Ungkapan dalam bentuk terimakasih tersebut jelas menunjukkan bahwa leluhur dapat mempengaruhi kehidupan keturunannya. Untuk menjaga agar kepercayaan terhadap leluhur tetap dalam sebuah sistem maka struktur masyarakat dalam sebuah satuan keluarga baik sangatlah penting dalam kaitannya dengan kepercayaan terhadap leluhur. sebagai contoh adalah silsilah dalam hoho turunnya leluhur masyarakat Nias jelas disebutkan adanya silsilah awal masyarakat Nias yang kemudian menghasilkan keturunan hingga sekarang. Folklor yang memuat silsilah awal tersebut selalu disampaikan dalam berbagai ritual penting masyarakat seperti perkawinan, kematian dan juga owasa/faulu


(36)

(meningkatkan status sosial).

Kepercayaan akan adanya alam lain selain alam yang kita tinggali, bahwa roh hidup di alam lain dan dapat mempengaruhi kehidupan orang yang masih hidup juga adanya lapisan langit yang berstruktur erat kaitannya dengan ritus yang harus di jalankan dalam upaya pencapaian tingkatan sosial tertentu. Hal ini menunjukkan adanya keseimbangan antara kehidupan di alam nyata dengan kehidupan di alam lain. Konsep-konsep kepercayaan tersebut terutama kepercayaan terhadap leluhur jelas bukan merupakan produk agama baru, dengan kata lain bahwa kepercayaan masyarakat Nias masa lampau adalah religi yang banyak dipraktikkan pada masa-masa prasejarah (megalitikum). Sebagian religi dimaksud masih diterapkan dibeberapa tempat hingga kini terutama terjadi pada masyarakat Nias Selatan. Masyarakat sering mencampur aduk konsep-konsep kosmologi mereka kenal. Percampuran itu dilakukan karena tidak dikenalnya lagi dan tidak berlakunya konsep kosmologis tersebut dalam masyarakat. Sehingga tak jarang berbagai folklor yang mengandung kosmologi sering bercampur-aduk antara konsep kosmologi masyarakat Nias Utara dengan konsep kosmologi Nias Selatan. Religi masyarakat Nias Utara pada prinsipnya sama dengan religi masyarakat Nias Selatan yaitu`kepercayaan akan adanya dunia lain, meskipun lapisannya berbeda. Adanya penghormatan terhadap leluhur dan adanya kepercayaan akan roh penguasa pohon (animisme /dinamisme). Dalam upaya memahami kebudayaan Nias, aspek folklor memegang peran yang sangat penting, karena berbagai unsur kebudayaan sangat mungkin terangkum padanya. Folklor yang didefinisikan sebagai kebudayaan kolektif yang tersebar dan diwariskan turun temurun di an tara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (Danandjaja,2002). Folklor akan menggambarkan bagaimana


(37)

sebuah konsep religi lama Nias dapat diamati. Selain itu diungkapkan juga bahwa folkIor dianggap memberikan gambaran akan kondisi masyarakat pada masa itu baik itu kondisi alam, manusia dan masyarakatnya, kondisi hukum dan adat istiadat, ritus, religi, dan lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa foikior yang ada pada masyarakat Nias adalah sebuah symbol (Hadiwinoto, Dkk. 2008).

Hoho: Folklor Lisan

a. Hoho terjadinya Bumi dan Langit

Dalam folklor ini disebutkan bahwa langit itu ada 9 (sembilan) lapisan. Lapisan ke-1 adalah bumi dimana kita hidup dan lapisan selanjutnya (ke-2, ke-3, dan seterusnya sampai ke-9 merupakan lapisan di-atasnya). Pembentukan lapisan-lapisan itu dimulai dari pembentukan lapisan-lapisan ke-9 dan lapisan-lapisan ke-8 berasal dari lapisan ke-9, lapisan ke-7 berasal dari lapisan ke-8 begitu seterusnya sampai lapisan ke-1 (bumi) yang berasal dari lapisan ke-2 (Mendrofa; 1981) dan (Telaumbanua; 2006).

b. Hoho Turunnya Leluhur

Tidak lama kemudian dari langit lahirlah Zagoro Zebua. Dialah Hia yang diturunkan sebagai nenek moyang pertama Yang diturunkan oleh Sirao

la diturunkan dengan tali emas di Börönadu, Sifalagö Gomo

Disertai dengan berbagai bibit tanaman, peralatan pertanian, berbagai ukuran Kemudian kumpulah sembilan nenek untuk membuat aturan adat ... (Mendrofa; 1981) dan (Sonjaya, 2007).


(38)

c. Hoho Fabolosi (folklor kematian) Hai bapakku engkau telah meninggalkan kami Kita tidak bertemu lagi

Engkau akan berpulang ke leluhurmu

Engkau telah nieninggalkan kami dengan kesedihan ... (wawancara dengan Hikayat Manao, 2008).

2.1.3. Kepercayaan Masyarakat Nias

Religi juga dikatakan sebagai sebuah simbol, hal ini dikemukakan oleh J. van Baal (1971),sebagai berikut:

“religi adalah suatu sisteni simbol yang dengan sarana tersebut manusia berkomunikasi dengan jagad rayanya. Simbol-simbol itu adalah sesuatu yang serupa dengan model-model yang menjembatani berbagai kebutuhan yang saling bertentangan untuk pernyataan diri dan penguasaan diri”

Dengan demikian maka sebuah simbol dalam bentuk folklor adalah suatu sistem religi, artinya ada unsur-unsur tertentu yang terdapat dalam sirnbol merupakan unsur dari religi. Salah satu unsur yang membentuk religi adalah keyakinan, namun religi yang hanya berlandaskan keyakinan saja belum dapat dikatakan sebagai religi, barulah bila ada upacara yang dikaitkan dengan keyakinan tersebut religi yang menyeluruh terbentuk (Firt: 1972, Radam:2001). Pernyataan tersebut kiranya dapat digunakan dalam menguraikan konsep-konsep religi lama di Nias sebelum dilengkapi dengan upacara yang berkaitan. Pendekatan yang digunakan dalam memahami kebudayaan Nias khususnya religi


(39)

adalah empirik-normatif yaitu pendekatan dengan melihat apa saja aspek budaya dalam bentuk berbagai folklor dan juga norma-norma yang dikandungnya (Agus:2006).

Sistem religi atau kepercayaan, pada orang Nias adalah unsur kebudayaan yang masih tetap terjaga walau dalam perkembangannya sampai sekarang telah mengalami banyak perubahan. Dalam sistem religi orang Nias dahulu mereka percaya bahwa yang menciptakan manusia adalah dewa-dewa, yang diperumpamakan dengan patung-patung dan disembah. Mereka juga menghormati roh-roh orang-orang tua, nenek moyang. Sekarang, pada umumnya masyarakat Nias memeluk ajaran Kristiani. Sebetulnya, ketika ada penyebaran agama baru, masyarakat tidak serta merta meninggalkan sistem kepercayaan mereka, melainkan menyesuaikan agama baru tersebut dengan adat istiadat mereka.

Percaya kepada Ilah-Ilah (Dewa-Dewa) adalah bentuk dari kepercayaan kuno masyarakat Nias. Dewa-dewa yang menjadi sembahan masyarakat Nias dahulu adalah Dewa Pencipta yaitu Inada Samihara Luo atau Maha Sihai, Dewa Dunia atas atau Lowalangi, Dewa Dunia tengah disebut dengan Nadjaria Mbanua atau Silewe Nazarata, dan Dewa Dunia Bawah disebut Laturo Dano. Selain dewa-dewa itu, masyarakat Nias juga percaya terhadap roh-roh arwah orang tua dan berbagai roh lainnya yang jahat maupun yang baik turut dipercayai dan dihormati. Terdapat juga berbagai patung dan benda-benda yang menjadi simbol perlambangan isi dunia seperti matahari, bulan, bintang, pohon-pohon besar, binatang-binatang yang dianggap sakral, turut dipercayai dan disembah. Atas dasar ini kepercayaan kuno masyarakat Nias disebut politheisme, agama Fanomba


(40)

Adu (idolatry), fetisisme, dinamisme dan animisme. (Laiya dalam T. Duha, 20:2004).

Menurut kepercayaan orang Nias leluhur mereka itu turun dari Gomo (Nias Selatan) dan dari tempat inilah tersebar keseluruh penjuru Nias sekarang ini. Orang Nias maupun Pulau Nias disebut Niha. Menurut cerita orang-orang tua

waktu orang asing datang kesana penduduk selalu berteriak “Niha Si”. Niha

artinya orang (manusia) si adalah penunjuk atau kata sandang. Peristiwa seperti

itu sering terjadi dan ucapan “Niha Si” selalu berulang diucapkan orang. Akhirnya

sebutan itu menjadi populer dikalangan orang-orang asing yang datang ke Nias. Kemudian orang-orang asing menyebut mereka “Niha Si” yang maksudnya adalah penduduk atau orang Nias. Demikian proses terjadinya nama Nias dari ucapan

“Niha Si” menjadi “Nihas” kemudian menjadi Nias. Penduduk Nias menyebut dirinya Ono Hiha (Ono = anak, Niha = orang). Jadi Ono Niha artinya anak orang

(manusia) atau orang Nias. Negeri ini disebut “Tano Niha” atau Banua Niha

(Siahaan, 1979).

Menurut kepercayaan lama orang Nias, bahwa setelah manusia meninggal rohnya akan pergi kesuatu tempat yaitu sorga atau neraka. Orang yang telah banyak (mengadakan pesta semasih hidupnya rohnya pergi ke sorga). Bagi orang yang miskin yang tidak sanggup mengadakan pesta semasih hidupnya rohnya

akan pergi ke hutan “gema” (nenas). Setelah satu minggu mayat dikuburkan, harus memotong babi supaya roh itu pergi dari rumah. Bila tidak diadakan upacara memotong babi, maka roh orang meninggal itu akan tetap berada dalam rumah dan akan mengganggu seiisi rumah. Roh-roh yang meninggal itu ada yang


(41)

menjadi “Berahu” (hantu). Ada juga yang menjadi angin dan menjadi kupu-kupu. Masyarakat Nias pada tingkat peradaban yang masih rendah dahulu, masih berpikir realistis. Belum berpikir abstrak. Segala sesuatu yang dipikirkan selalu kongkrit. Persoalan yang menyangkut kehidupan manusia bersifat abstrak kurang dapat diterima dalam pikiran mereka pada masa itu. Oleh sebab itu segala sesuatunya mereka usahakan harus bersifat kongkrit. Begitu juga dalam bidang kepercayaan, mereka jadikan dalam bentuk-bentuk Kongkrit. Dengan demikian dilakukan pemujaan-pemujaan dan penyembahan (Siahaan, 1979)..

Religi asli orang Nias disebut “Sanomba Adu” (penyembah berhala).

Menurut istilah Teluk Dalam disebut “Saloha Adu” dan menurut istilah Kuncaningrat disebut “Molohi Adu” Ketiga istilah diatas perlu diteliti lagi. Yang disembah adalah roh-roh nenek moyang “malaikat Zatua” yang bersifat turun menurun. Sebagai tempat raoh-roh itu dibentuk patung dari kayu. Patung itu sifatnya realis berjenis laki-laki dan perempuan, dan dirawat baik-baik. Dahulu setiap rumah penduduk orang Nias ada Patung Leluhur masing-masing. Disamping terdapat juga patung yang ditempatkan di rumah berhala pada “Osali” (Balai Desa). Patung itu tempatkan di Osali untuk kepentingan umum. Orang yang datang ke Osali dapat bersama-sama menyembahnya. Rumah berhala tidak ada didirikan tersendiri. Patung Zatua itu mereka sembah dan puja dengan melakukan upacara pemotongan babi untuk dipersembahkan. Belakangan ini pengertian Osali berubah menjadi gereja, tempat menyembah Tuhan (Siahaan, 1979).


(42)

Didalam buku HIKAYA NADU yang di tulis oleh P.johannes M. Hammerle OFM cap. pada tahun 1995. Menjelaskan tentang berbagai sejarah patung yang di sembah pada zaman dulu oleh masyarakat nias yang di letakan di dalam rumah. Penjelesan tersebut di dapatkan dari beberapa narasumber terpercaya yang merupakan tokoh-tokoh adat masyarakat nias. Rumah manusia itu harus dilihat dalam hubungan erat dengan agama, dengan adat dan dengan hidup manusia seluruhnya. Semuanya merupakan satu kesatuan, satu kosmos yakni alam nias. (Hammerle, 1990). Ada pun jenis-jenis patung yang di letakan di dalam rumah adalah:

1. Lowalangi si sagörö.

Berada di atas langit,patungnya tidak di buat. Tetapi segala doa di sampaikan kepadanya. Patung yang lain berguna sebagai prajuritnya atau pesuruhnya dan yang menyampaikan segala doa-doa kepadanya.

2. Tuha mbumbu

Patung ini di letakan di bagian tertinggi rumah. patung tuha mbumbu ini berhubungan dengan patung laowö. Berkatalah laowö kepada tuha mbumbu,katanya: mintalah rejeki kepada lowalangi si sagörö.

3. Laowö.

Laowö sanaya talu mbatö,ba dete taru gazi so / laowö di letakan di atas taru gazi yang berada di tengah rumah.

segala doa disampaikan kepadanya dan patung laowö menyampaikan kepada tuha mbumbu.


(43)

Kazia nuwu ya‟ia adu soya si so ba dete galisi ma buatö ba gambölö tanö föna ba nomo, tola to‟ese yawa ma‟ifu. Tanö si tou ma‟ifu ma tanö föna maifu ba nahia sabölö nifosumange tefa‟anö zi tölu nadu lawölö / Kazia nuwu merupakan patung yang memiliki jumlah yang banyak yang berada di sebelah kanan dinding rumah bagian depan,bisa lebih dinaikan sedikit lagi keatas. Sedikit di bagian bawah atau dibagian depan di tempat yang lebih di hormati atau tempat yang lebih sakral di letakan patung lawölö. Patung ini ini merupakan gambaran dari kakek moyang mereka. Patung ini dibuat banyak dan di letakan berderetan.

5. Si 3 Adu Lawölö / Ke 3 patung lawölö. 1. Lawölö horö

2. Lawölö wa‟abe‟e

3. Lawölö nadu ndra ama ma lawölö nuwu.

Lö la findrakö zi tölu lawölö andre, ba hiza lumö-lumö lawölö zi findra ma fa‟abölönia. Hewa‟e la tötöi göi Ofanöwa Nadu,ba hiza adu andrö toröi ba nahania, ha lumö-lumö zi findra / Mereka tidak memindahkan ke tiga patung lawölo tersebut,tetapi bayangan atau kekuatannya yang berpindah. Meskipun mereka seringa mengatakan Pergilah Patung,namun patung tersebut tinggal di tempatnya,hanya bayangan nya yang pindah.

Andrö börö da‟ö tesöndra göi nadu lawölö ba zinga mbawandruhö

nomo,mato lima ngawua, nifa‟anö moroi baero faoma fatambai


(44)

lawölö di samping pintu rumah,dan berjumlah 5 buah,di susun dari luar bersebelahan dengan pintu bukan dari dalam rumah.

6. Si 3 tendro luluö.

Si 3 nadu andre bakha ba wuröma so:

Amania,tuania,awenia. So‟omo la‟agö ba dalinga wuröma na no lahalö niha ba wangandrö löfö. Duma-dumania no bohou lafangowalu nonora,no lahalö niha,ba iada‟a mo‟ömö ira börö mböwö ba wangowalu. me no mo‟ömö ira ba mböwö wangowalu. Andre mbörö Ifuli lahaogö tendro-tendro luluö,mangandrö ira,lataba öra gadao,labe ba wiga ba lafahuru khö luluö. La‟andrö harazaki e na‟ö sökhi mbawira,la‟andrö harazaki ba gana‟a ba mendrua manö harazaki ba niha. / ke 3 tendro luluö : bapaknya,kakeknya,neneknya. sang pemilik rumah mengambil posisi di samping sesudah mereka memanjatkan doa agar di beri rejeki. Misalnya baru saja mereka menikahkan anak mereka laki-laki,mereka telah mengambil istri untuk anak mereka, jadinya mereka mempunyai utang karena mahalnya jujuran dalam pernikahan anak mereka. Itu sebabnya mereka kembali merapikan tendro-tendro luluo,mereka berdoa,mereka memotong ayam jantan,mereka letakan didalam piring dan mereka berikan kepada luluö. Mereka berdoa agar deberi rezeki agar di berkati ternak babi mereka, mereka mendoakan agar diberi rejeki dalam bentuk emas atau harta dan juga terhadap mereka agar selalu di berkati.

7. Si lima adu lawölö ba mbawandruhö / Ke 5 patung lawölo yang berada di pintu.


(45)

Baero zi tölu ngawua nadu moroi yawa no mege,ba lafa‟anö na sa darua tö ba zinga mbawandruhö sibai, yaiya da‟ö / Selain ke 3 patung lawölö,dan mereka membuat dua lagi di samping pintu yaitu :

a. Bagabölö,nifaigi moroi bakha ba nomo / Sebelah kanan,jika dilihat dari dalam rumah : Lawölö famaila/lawölö fanabe‟e

b. Bagambera / Sebelah kiri : Lawölö famahowu/lawölö samahowuö

Tebai möi ira baomo,na no mangawuli ira moroi ba danö na no lahalö högö. La‟ombkha‟ö ira ua khö lawölö samahowu‟ö si so ba gambera mbawandruhö. Na lö‟ö,ba mofökhö ira dania,la‟utaö ndro. Sambua nadu lawölö nitaru‟ö göi ba dete da böla gana‟a ba dalina wöröma,ba wuröma bakha. Lö fa‟abölö khö L luö ba wuröma bakha,na lö ba ngainia lawölö. Lumö-lumö zi findra / Mereka tidak boleh kembali ke rumah,jika mereka telah kembali dari berburu kepala manusia. Mereka berdoa dulu kepada lawölö samahowuö yang berada di sebelah kiri pintu masuk rumah. jika tidak maka mereka akan sakit,memuntahkan darah. Satu patung lawölö yang di letakan di tempat penyimpanan emas. Tidak akan ada kekuatan L luo di dalam wuröma jika tidak ada di sampingnya bayangan atau roh yang berpindah dari lawölö.

8. Siburuci

Siburici merupakan istri dari laowö soaya göba. 9. Ziraha horö


(46)

Patung ini merupakan leluhur dari patung lawölö. Ukuran nya sangat besar di bagaikan manusia,padanyalah mereka bersanda jika telah kembali berburu kepala manusia,Begitu juga dengan senjata seperti tombak,pedang dan peralatan perang lain nya di sandarkan padanya.

10.Laowö so‟aya göba

Patung yang bersampingan dengan ziraha horö dan istrinya siburuci.

Di dalam buku tersebut juga bapak Hechamböwö Giawa salah satu narasumber di dalam buku ini menjelaskan Skema atau gambaran cara kerja patung-patung tersebut, yaitu:

1. Abölö moguna si öfa ngawalö nadu da‟e: / Lebih berguna ke empat buah patung ini:

I. Adu nuwu / Patung nuwu. II. Adu lawölö / Patung lawölo. III. Laowö sanaya talu mbatö / IV. Tendro luluo /

Fao-fao ira zi öfa andre ba wangandrö harazaki ma löfö ba nomo khöra,mendrua manö na so zo fökhö / Ke empat patung tersebut selalu bersama untuk meminta rejeki di rumah mereka, atau mendoakan jika ada orang yang sakit.

2. Tola manö lö tebulö ba nahania sambua adu,ba hiza lumönia zi findra,kekuatania zi möi ba naha hezo moguna ia / Bisa saja patung tersebut tidak berpindah dari tempatnya,namun bayangan nya atau rohnya


(47)

yang berpindah, kekuatan nya yang pergi atau berpindah kemana ia di butuhkan.

3. Angandrowa moroi khö zo omo andrö nifaema göi. Duma-duma na no la‟andrö khö nadu nuwu,ba ira nadu nuwu lafaema dania khö tuha mbumbu. Ma na ibözi wondrahi ere misi yawa ba zuwu zagö, ba si fatema yawa ia göi ,ifa‟ema misi yawa / Doa-doa dari penghuni rumah tersebut di sampaikan juga. Misalnya jika mereka berdoa atau memohon kepada patung nuwu,maka para patung nuwu akan menyampaikan kepada patung mbumbu. Jika ere atau dukun atau menamukul gendang di atas atap rumah,dia menyampaikan doa-doa tersebut ke atas.

4. Si 3 nadu lawölo yaiya da‟e: / Ke 3 patung lawölö yaitu: I. Lawölö horö.

II. Lawölö wa‟abe‟e.

III. Lawölö nadu ndra ama, (=adu nuwu)

Hewa‟e lamane wangumaö OFANöWA NADU , ba hiza lö lafabua si tölu

nadu andre / walaupun mereka mengatakan PERGILAH PATUNG, tapi mereka tidak memindahkan patung tersebut.

Adu toroi,lumö-lumö zi möi / patung tinggal, banyangan atau roh yang

pergi.

Andrö mbörö tesendra göi adu lawölö tanö baero ba zinga mbawandruhö nomo fatambai / itulah sebabnya terdapat patung lawölö dibagian luar di samping pintu berhadap-hadapan atau bersampingan.


(48)

Tanö ba gambera / sebelah kiri : Lawölö famahowu.

5. Itema wa‟abölö moroi si yawa tuha mbumbu bai ifa‟ema khö laowö so‟aya göba. Ba laowö soaya göba same‟e fa‟abölö andrö khö ziraha horö,adu horö ma khö lawölö ba zinga mbawandruhö/ Diterimanya kekuatan dari tuha mbumbu dan di sampaikan nya kepada laowö so‟aya göba. Jadi laowö soaya göba yang memberi kekuatan kepada ziraha horö,adu horö ataupun kepada lawölö yang berada disamping pintu.

a. Khö ziraha horö mangandrö ira na möi ba wamunu / kepada zihara horö mereka memohon atau berdoa jika mereka ingin membunuh. b. Khö lawölö ba zinga mbawandruhö la‟angona‟ö na mofanö ira /

kepada lawöla di samping pintu mereka pamit jika ingin pergi.

c. Ba laombakhaö ira göi khönia na mangawuli ira. Na lö la‟ombakhaö ira,ba mofökhö ira dania / mereka juga mengabari jika mereka telah kembali, jika mereka tidak mengabari,mereka akan sakit nanti.

6. Moroi ba zi tölu tendro luluo ba wuröma,ha sara ni sömba ba wangandrö löfö. Lö wa‟abölö khö luluö ba wuröma bakha na lö ba ngainia lawölö / Dari ke 3 patung tendro luluö, hanya ada satu patung yang di sembah untuk mendoakan agar di beri rejeki. Tidak akan ada kekuatan luluö ba wuröma jika tidak ada lawölö di sampingnya.

7. Si 3 adu si sindro ba salo ba zinga mbagole si tou barö kazia nazu ya‟ia da‟e adu horö,laowö so‟aya göba ba fo‟omo nia siburici,tola nifabua ba nifasindro ba talu mbatö ma ba dete gawina si tou ba newali. Khö nazu horö lasaita‟ö mbaluse,toho ba gari,he na mofanö ira ba danö be he na no


(49)

mangawuli ira / ke 3 patung yang berdiri di lantai di samping di bawah kazia nazu yaitu adu horö,laowö soaya göba dan isrinya siburici,patung ini bisa dipindahkan dan berdirikan di tengah rumah atau di halaman rumah. kepada patung horö di letakan perisai,tombak,dan pedang,jika mereka pergi ke ladang ataupun saat kembali.

Gambaran atau skema menurut Bapak Hechamböwö Giawa:

Gambar 2.1. Skema menurut Bapak Hechamböwö Giawa. Tuha mbumbu

Adu kazia nuwu

Laowö

Si 3 lawölö Si 3 tendro

luluo

Si 5 lawölö

Laowö so‟aya göba Siraha horö siburuci Kekuatannya berpindah

Kekuatan/bayangan Bayangan/roh

Bayangan/kekuatannya yang berpindah

Kekuatan nya/bayan gan atau rohnya yang berpindah

Awina/newali Ke 3 patung

ini bisa di pindahkan


(50)

2.2. Sistem Sosial Masyarakat Nias

Struktur sosial masyarakat Nias bermula dari pernikahan dan dengan cara membeli marga yaitu dengan mengadakan upacara owasa. Dengan pernikahan maka terbentuk pula sistem kekerabatan yang berbentuk Patrilineal di masyarakat Nias karena pihak laki-laki yang dapat menurunkan marganya .

Sebuah pernikahan akan membentuk sebuah keluarga Inti (batih) di masyarakat Nias disebut sangombatö, Keluarga batih memiliki kelompok keluarga yang lebih luas terdiri dari keluarga inti dari putra-putranya yang telah menikah dan tinggal di satu rumah atau dalam satu wilayah dan memiliki satu kesatuan ekonomis. Hal ini disebut masyarakat Nias sangombatö sebua. Gabungan Sangombatö sebua yang berasal dari satu leluhur disebut oleh masyarakat Nias adalah mado (marga). Fungsi mado adalah untuk membatasi perkawinan dengan mada yang sama (exogami mado ). (Dananjaya, 1982).

Proses perkawinan di masyarakat Nias bisa menggambarkan secara jelas hubungan kekerabatan masyarakatnya. Di Nias, pernikahan tidak hanya menjadi urusan antara dua orang (calon mempelai pria dan wanita), tetapi urusan satu keluarga dengan keluarga lain, antara satu kelompok sangombatö sebua dengan kelompok sangombatö sebua lainnya. Akhirnya, perkawinan juga menjadi urusan banua dengan banua lainnya. Sebuah perkawinan memiliki tahapan yang jelas. Dalam perkawinan harus ada persetujuan dari kedua belah pihak perempuan. Persetujuan yang diberikan tidak hanya sebatas dati orangtua masing-masing pihak, melainkan melibatkan kerabat-kerabat dekat mereka (sifatalifus atau


(51)

faiwasa), Dengan melibatkan seluruh kerabat segala sesuatu dalam proses perkawinan akan sukses.

Seperti yang digambarkan oleh Bambowo Laiya di desa Boto Kabupaten Nias Selatan proses perkawinan dimulai dengan pertunangan. Tetapi sebelum pertunangan dilaksanakan, orangtua pihak laki-laki harus memanggil kerabat-kerabatnya dan membicarakan maksud tujuan sembari meminta persetujuan. Setelah adanya persetujuan para kerabat, tahap berikutnya orangtua menunjuk salah satu kerabatnya untuk menjadi perantara keluarga, untuk menemui keluarga calon mempelai perempuan. Biasanya yang menjadi perantara adalah penetua-penetua desa atau kerabat yang dianggap bijaksana. Apabila orangtua pihak perempuan menyetujui rencana tersebut, mereka akan mengatur waktu untuk upacara pertunangan resmi yang disebut famatuasa.

Setelah rencana rampung, maka tahap selanjutnya adalah melaksanakan pertunangan. Tapi sebelumnya pihak pengantin pria harus menyiapkan bowo (mahar) yang akan diserahkan pada keluarga pengantin perempuan pada saat untuk meminang sebelum pernikahan. Saat peminangan bowo yang dibawa disebut fasamanomano (kunci pembicaraan). Adapun besar emas yang diberikan dalam pertunangan ini berbeda-beda besarnya, tergantung dari keluarga siapa yang meminang dan keluarga siapa yang dipinang. Jika yang dipinang adalah keluarga bangsawan, biasanya menuntut 6-12 batu emas. Sedangkan untuk rakyat biasa hanya berkisar 1 - 3 batu emas. Satu batu sama dengan 10 gram emas. (Bambowo Laiya, 1983). Setelah pertunangan, calon menantu laki-laki boleh bebas untuk datang ke rumah perempuan.


(52)

Bila pertunangan dilanjutkan pada pernikahan, maka pihak dari keluarga pria harus menyelesaikan bowo perkawinan (jujuran ) yang telah disepakati dengan pihak keluarga perempuan. Adapun jumlah dari jujuran yang diminta ini bervariatif, Sekarang ini jumlah yang diberikan bisa berbentuk uang ataupun emas. Setelah diterima oleh pihak keluarga perempuan dan sejumlah kerabatnya, maka jujuran tersebut dibagi pada kaum kerabat keluarga perempuan. Di antara penerima jujuran tersebut adalah kakek calon pengantin perempuan dari pihak ayah, neneknya dari pihak ibu, saudara laki-laki dari pihak ibu, saudara laki-laki dari nenek pihak ibu, saudara laki-laki dari pihak ayah, saudara laki-Iakinya, dan juga saudara perempuan calon pengantinnya bukan anak perempuan paling tua.

Bagi masyarakat Nias bowo atau jujuran yang diberikan ketika masa pernikahan adalah simbol kehormatan, kedudukan, dan prestise (harga diri). Semakin tinggi jujuran yang diminta maka semakin tinggi juga status mereka dalam masyarakat. Dalam hal ini jujuran tidak hanya memberi kepada kaum kerabat perempuan tetapi juga menerima. Setelah acara pemikahan selesai, kedua pengantin baru akan diundang oleh kerabat dari pihak perempuan untuk datang ke rumahnya. Setelah diberi petuah dan nasihat dari kerabat pihak perempuan, mereka menerima sepasang babi untuk dipelihara.

Dapat dilihat disini dengan adanya pernikahan, sistem kekerabatan masyarakat Nias tetap terpelihara hingga sekarang. Jujuran yang diberikan tidak mesti dinilai dari materi yang diberikan tetapi sebagai sarana yang dapat memperkokoh hubungan kekeluargaan.


(53)

Sistem kekerabatan di Nias bermula dari pernikahan, sebab dengan pernikahan akan menjadi sebuah sangambatö atau kelompok unit kekerabatan terkecil dalam struktur sosial yang terdiri dari satu keluarga inti (nuclear family) dan berasal dari garis keturunan kakek yang sama. Unit-unit kelompok kekerabatan yang berasal dari satu keluarga akan menjadi sebuah sangambatö sebua. Unit kelompok sangombatö sebua ini nantinya menjadi sebuah kelompok mapa (marga). Gabungan sangombatö sebua dengan dengan sangombatö sebua lainnya yang tidak berasal dari satu kakek akan menjadi kerabat yang luas disebut (sifatalifusö). Dari sifatalifusömaka terbentuk masyarakat kampung yang disebut sisambua banua atau ono banua, yaitu terdiri dari beberapa marga (mado), serta merasa setiap warga dalam satu kampung terikat dalam jalinan kekerabatan.

Sebenarnya banua adalah langit, semesta, alam, dan manusianya, dan yang memerintah banua itu adalah Lowalani (dewa atas) dan Laiuro dana(dewa bawah). Jadi dalam struktur sosial masyarakat Nias ada disebut Si'ulu (bangsawan). Si'ulu adalah golongan masyarakat yang memiliki kedudukan tertinggi dalam sebuah banua secara turun temurun, Ia merupakan perlambangan dari lowalani sebagai penjaga keharmonisan di bumi. Dan perlambangan dari dewa bawah (laturo dano) adalah masyarakat yang disebut dengan Sato (masyarakat biasa). Si'ulu adalah pencipta serta pendiri kamppung. Pengukuhan seseorang menjadi Si'ulu dilakukan dengan pesta kebesaran disebut upacara Owasa. Si'ulu ini dibagi menjadi dua status yaitu Balo Si'ulu adalah Si'ulu yang memerintah banua, dan Si'ulu Balugu yang hanya memiltki status bangsawan.


(54)

Seseorang yang memiliki predikat Si'ulu dalam melaksanakan tugasnya memerintah banua ia ditemani oleh Si'ila. Si'ila berasal dari satoatau rakyat kebanyakan, mereka ini adalah kaum yang dianggap bijaksana berasal dari rakyat biasa dan ditunjuk oleh Si'ulu untuk menjadi teman diskusi dalam Orahu (musyawarah desa). Adapun keputusan dari orahu (musyawarah desa) yang selalu memutuskan adalah Si'ulu, sebab Si'ulu memiliki wewenang lebih besar dari Si'ila.

Lapisan masyarakat selanjutnya adalah kaum Ere (pemuka agama kuno) dalam adat Nias, Berhubung.sekarang Ini agama kuno Nias yang menyembah berhala (nadu) sudah sangat jarang dijumpai, maka kaum ere sekarang ini disebut dengan “orang pintar” seperti dukun dan semacamnya. Selain itu ere juga pintar berbicara masalah adat istiadat. Sedangkan masyarakat kebanyakan (rakyat biasa) dalam sebuah banua disebut dengan sato. Dalam mitos kosmologi orang Nias Ere adalah penyampai antara dewa atas dengan dewa bawah, ere disimbolkan kepada Silewe Nazarata.

Dalam struktur sosial masyarakat Nias juga dikenal kaum Sawuyu (budak), kaum ini adalah golongan yang terendah. Mereka berasal dari orang-orang yang melanggar hukum dan tidak mampu membayar denda yang dibebankan berdasarkan keputusan sidang badan musyawarah desa. Kemudian mereka ditebus oleh seseorang (biasanya dilakukan para bangsawan). Sejak itu mereka menjadi budak bagi bangsawan tersebut. Ada lagi lapisan sosial yang terendah dalam masyarakat Nias yaitu binu.,Menurut tradisi masyarakat Nias dahulu binu adalah budak yang kepalanya dipenggal untuk dijadikan sembahan, atau menjadi teman


(55)

di dalam kubur jika ada seorang bangsawan yang meninggal. (J. Sonjaya, 2008). Binu digunakan, sebagai elemen tambahan dalam pembuatan sebuah bangunan.

“Binu perlu untuk bangunan rumah, gelar bangsawan, atau penyambutan pengantin putri (Zebus 2006: IOS). Binu juga perlu bagi salawa (kepala kampung) atau bangsawan yang mengadakan owasa (pesta jasa), sebagaimana ditulis Harefa (1939: 89)”

Binu biasanya didapatkan dari hasil perang (tawanan perang) ataupun diculik. (Dananjaya, 49:1982). Pada zaman dahulu binu digunakan juga untuk menaikkan status seseorang dalam banua. Bisa saja seseorang rakyat biasa yang statusnya hanya Sato menjadi seorang bangsawan karena banyak memiliki binu. Semakin banyak seseorang memiliki binu maka semakin naik Pula derajat orang itu di mata masyarakat. Apalagi kalau perbuatan yang dilakukannya tidak bisa dibalas oleh keluarga yang diculik atau dibunuhnya. (J. Sonjaya, 2008).

Andrew Beatty dalam bukunya, Social Exahange, menulis:

Ada tiga orang bersaudara keturunan bangsawan berasal dari desa Sifalagö yaitu Laia, Ndruru dan Bu'ulölö. Mereka bertiga membuka daerab di Sifalagö Gomo untuk dijadikan banua. Dari mereka bertiga dikumpulkan emas yang berasal dari Laia, babi dari si Ndrudu, namun si Bulölötidak bisa menyumbangkan apapun karena ia tidak memiliki emas, babi, dan istri; maka dari itu si Bu‟ulölö tidak bisa menjadi bagian orang yang mendirikan kampung tersebut.

Untuk memenuhi persyaratan yang diinginkan oleh saudara-saudaranya maka si Bu'ulölöpergi mengembara hingga akhirnya sampai di daerah Mazingb


(56)

dan ia menculik beberapa orang di sang untuk dijadikan binu. Setelah ia bunuh tawanannya kemudian diserahkan kepada saudara-saudaranya akhirnya ia mendapatkan status seperti yang dijanjikan oleh Laia dan Ndruru kepadaya, yaitu Laiya memberikan sebagian emasnya padanya begitu juga Ndruru memberikan sebagian dari babinya untuk Bu'ulölö. (Beatty, 23-24 : 1992).

Sekarang ini Sawuyu dan binu sudah ditiadakan. Pelarangan ini diterapkan semenjak masuknya agama Kristen ke pulau Nias dan pemerintahan kolonial Belanda. Sedangkan di Nias bagian utara dan tengah, lapisan sosial yang terdapat di sans adalah Salawa yang setingkat dengan Si'ulu di Nias Selatan, dan yang lainnya disebut dengan ono banua (warga masyarakat). Penetua-penetua kampung disebut satua banua setingkat dengan kaum Si'ila di Nias selatan, –satua banua berfungsi sebagai penasehat Salawa. (Skripsi A.F. Fau, 46:1997)

Menurut James Dananjaya (49:1982) lapisan sosial masyarakat di Nias bersifat exklusif, karena pergerakan dalam lapisan tersebut sebatas antar golongan saja. Misalnya anggota golongan dari sato dapat menjadi golongan anggota Si'da, tetapi tidak dapat memasuki wilayah, lapisan Si'ulu. Supaya dapat memasuki golongan Si'ulu harus dibuatpesta owasayang terdiri dari beberapa tingkat dan ini memerlukan biaya yang mahal dan sekarang makin sulit dilaksanakan.

Setiap Banua di Nias memiliki hubungan sosial dengan banua yang lain karena telah terjalin kekerabatan masyarakat yang erat walaupun tidak dari satu mado. Biasanya banua yang terjalin tersebut berdekatan dengan wilayah banua sekitarnya. Juga bisa clikarenakan ada hubungankekerabatan karena salah seorang dari kerabat mereka menikah dengan orang banua lain. Banua-banua yang telah


(57)

memiliki hubungan sosial yang erat biasanya bergabung dan menjadi sebuah öri (negeri). Pemimpin sebuah öri disebut Tuhenori. Dahulu öri dibentuk untuk menyatukan banua yang memiliki hubungan kekerabatan dan berfungsi untuk bersatu melawan musuh yang datang menyerang.

Selain Tuhenoriyang memimpin sebuah ori, dan Si'ulu yang memimpin banua, ada juga yang dinamakari kepala kampung atau kepala desa. Kepala desa bertugas untuk masalah pemerintahan dengan struktur yang sudah ada. Sedangkan urusan adat dipegang dan menjadi otoritas pemuka adat banua. Satudengan lainnya tidak bisa dicampuri namun untuk memutuskan masalah di desa mereka tetap harus berdiskusi dan diputuskan bersama. Perlu diakui yang umum terjadi kepala desa juga berasal dari golongan Si'ulu. Tetapi sekarang kepala desa berasal dari golongan satoasal ia bisa diterima oleh masyarakat, berpendidikan bagus, tidak memiliki cacat sosial. (MPBI-UNESCO, 15:2007).


(58)

BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan keragaman budaya. Ini menjadi daya tarik tersendiri di banding negara-negara lain. Indonesia juga terdiri dari banyak suku yang biasanya tidak lepas dari ikatan-ikatan kesukuan atau kedaerahan,setiap suku memiliki kebudayaan yang berbeda-beda dengan suku lain nya. Keragaman budaya yang ada di Indonesia ini telah melahirkankeragaman wujud-wujud kebudayaan.

Dari banyaknya suku di negara indonesia ini,ada satu suku yaitu suku nias yang sampai saat ini masyarakatnya masih melestarikan kebudayan mereka. Suku Nias adalah salah satu suku di Indonesia yang hidup di pulau Nias,Sumatera Utara. Namun saat ini keturunan suku nias sudah menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Dalam bahasa aslinya,orangNias menamakan diri mereka “OnoNiha” (Ono = anak/keturunan; Niha = manusia) dan pulau Nias sebagai “Tanö Niha” (Tanö = tanah). Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan kebudayaan yang masih tinggi.Masyarakat Nias kuno hidup dalam budaya megalitik, ini dibuktikan oleh peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar yang masih ditemukan di wilayah pedalaman pulau nias sampai sekarang.

Di pulau nias kita bisa menemukan banyak sekali perkampungan tradisional yang masi melestarikan kebudayaan leluhur mereka,Salah satunya yaitu perkampungan atau Desa Bawömataluo.Desa Bawömataluo adalah salah


(59)

satu desa di kecamatan Fanayama, Kabupaten Nias Selatan, provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Desa ini berada pada ketinggian di atas 324 m dari permukaan laut. Sebelumnya desa ini masuk Kecamatan Telukdalam. Namun, setelah Kecamatan Telukdalam mengalami pemekaran wilayah, beberapa desanya masuk ke dalam hasil pemekaran kecamatan Teluk Dalam, yakni kecamatan Fanayama. Desa Bawömataluo terkenal sebagai desa Budaya. Kebudayaan nya seperti seni tradisi Lompat Batu (Hombo Batu), Tari Perang (Fataele dan Maluaya), Ho Ho, Mogaele, dan seni tradisi lainnya yang masih tetap dipertahankan dan dilestarikan hingga saat ini.

Desa Bawömataluo juga terkenal dengan Arsitekturnya,ini di buktikan dengan adanyarumah tradisional yaitu Omo Sebua (Rumah besar).Omo sebua (rumah besar) adalah tempat tinggal para raja dahulu kala,sekarang omo sebua digunakan untuk acara-acara adat yang mampu menampung banyak orang dan omo sebua juga sekarang menjadi objek wisata bagi para pengunjung di desa bawomataluo.Arsitektur Omo sebuayang berada di Desa Bawömataluo memiliki keunikan tersendiri,itu terlihat dari bentuk,fungsi dan bahan yang di terapkan dalam bangunannya. Begitu juga dengan pola Desa Bawömataluo sangat unik sekali, dimana rumah raja pada zaman dulu berada di tengah-tengah kampung dan rumah masyarakat lainnya saling berhimpit atau tidak memiliki jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain dan masi banyak lagi keunikan lain nya jika ditelusuri dan di pelajari.

Namun saya sangat tertarik dengan bagaimana pola kampung tersebut dibuat pada zaman dulu,apakah di pengaruhi oleh kosmologi yang di refleksikan


(60)

didalam pola kampung, sehingga membentuk pola kampung Desa Bawömataluo seperti yang ada saat ini. Maka dari latar belakang tersebutlah penelitian ini diberi judul “Refleksi Kosmologi Terhadap Pola Kampung”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Apakah Pola Kampung Direfleksikan DariKosmologi?

1.3. Tujuan Peneitian

Berdasarkan perumusan masalah yang ada di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

Untuk Mencari Tau Tentang Kosmologi Nias Dan Membuktikan Bahwa Kosmologi Merefleksikan Sebuah Pola kampung.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah:

 Bagi penulis, penelitian yang dilakukan memberikan pengalaman belajar dan kesempatan untuk menerapkan ilmu-ilmu yang dipelajari saat masa perkuliahan, sekaligus bermaanfaat sebagai bahan perbandingan antara hal-hal teoritis untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan.


(61)

 Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk melakukan penelitian sejenis dengan mengembangkan data yang ada.

 Bagi masyarakat Nias secara umum dan khususnya masyarakat Desa Bawömataluo, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan menambah pengetahuan mengenai Kosmologi dan pola kampung.

 Bagi Pendidikan Arsitektur,Hasil Penelitian ini diharapkan memberi pelajaran bahwa Arsitektur itu bukan hanya sekedar Bangunan-bangunan Modren saja tetapi Arsitektur itu mencakup banyak hal. Arsitektur itu tidak bisa di lepaskan dari kebudayaan,karena kebudayaan akan sangat berperan dalam Arsitektur.

1.5. Batasan Penelitian

Batasan penelitian dilakukandi Desa Bawömataluo,Kecamatan Fanayama,Kabupaten Nias Selatan,Provinsi Sumatera Utara,Indonesia.


(1)

ABSTRAK

Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan keragaman suku dan budaya.Dari banyaknya suku di negara indonesia ini,ada satu suku yaitu suku nias yang sampai saat ini masyarakatnya masih melestarikan kebudayan mereka. Salah satu desa yang ada di pulau nias yaitu Desa Bawömataluo,Nias selatan, desa ini sangat terkenal dengan Arsitekturnya dan pola kampungyang sangat unik sekali, dimana rumah raja pada zaman dulu berada di tengah-tengah kampung dan rumah masyarakat lainnya saling berhimpit atau tidak memiliki jarak antara rumah dan masi banyak lagi keunikan lain nya jika ditelusuri dan di pelajari. Kosmologi masyarakat nias memiliki peranan penting dalam sistem sosial, dari hal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dalam letak rumah masing-masing warga desa yang memiliki status sosial yang berbeda-beda akan membentuk sebuah polo kampung. Tujuan penilitian ini adalah membuktikan bagaimana pola kampung Bawömataluo dibuat pada zaman dulu,apakah di pengaruhi oleh kosmologi yang di refleksikan didalam pola kampung, sehingga membentuk pola kampung Desa Bawömataluo seperti yang ada saat ini. Metode penelitian ini akan menggunakan metode penelitian Historis dengan menggunakan pendekatan kualitatif.


(2)

ABSTRACT

Indonesia isavery rich country in ethnic and cultural diversity. Among many tribes in Indonesia's State, There is one tribe calledNias that still preserve their culture until now. In South Nias, ther is one village called Bawomataluo village that famous with

it architecture and have a very unique village‟s pattern, where the king's house In the old days are in the Midst of villages and the other houses are impinge upon each other and there is no much spaces between them, and many other uniqueness lying if explored and learned. Nias communities Cosmology have important roles of social systems. From that fact, we can conclude that the location of each villager‟s house represent a different socia status that form a village pattern.This studies purpose is to prove that pattern of Bawomataluo village in ancient times is influenced by cosmology that reflected in the

village‟s own patterns and forming a pattern as how it is nowadays.This research use

historical research methods with qualitative approach.. Keywords : Cosmology ; Social Systems ; Pattern Village


(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 TujuanPenelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.5 Batasan Penelitian ... 4

1.6 KerangkaBerpikir ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Kosmologi Dan Sistem Religi Masyarakat Nias ... 6

2.1.1Menurut Buku Laporan Penelitian Monograpi Kebudayaan Nias ... 6

2.1.2 Menurut Buku Nias Dari Masa Lalu Ke Masa Depan ... 10

2.1.3 Menurut Buku Omo Niha Perahu Darat Di Pulau Bergoyang ... 23

2.1.4Menurut Buku Hikaya Nadu ... 31

2.2 Sistem Sosial Masyarakat Nias ... 40

BAB 3METODOLOGI PENELITIAN ... 48

3.1 JenisPenelitian ... 48

3.2 VariabelPenelitian ... 48

3.3 Kawasan Penelitian ... 50

3.4 Sampel ... 50

3.5 Metoda Pengumpulan Data ... 51


(4)

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 54

4.1 Deskripsi Desa Bawömataluo ... 54

4.2 Analisis Kosmologi Masyarakat Nias ... 57

4.3 Analisis Sistem Sosial Masyarakat Nias ... 60

4.4 Analisis Refleksi Kosmologi Nias Terhadap Sistem Sosial Masyarakat Nias . 64 4.5 Analisis Refleksi Sistem Sosial Masyarakat Nias Terhadap Pola Perkampungan ... 66

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

5.1 Kesimpulan ... 71

5.2 Saran ... 73


(5)

DAFTAR TABEL


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Desa Bawömataluo,Nias selatan ... 4

Gambar 1.2 Kerangka Bepikir ... 5

Gambar 2.1 Skema menurut Bapak Hechamböwö Giawa ... 39

Gambar 4.1 Desa Bawömataluo... 54

Gambar 4.2 Skema Kosmologi Nias ... 60

Gambar 4.3 Skema Sistem Sosial Masyarakat Nias ... 63

Gambar 4.4 Skema Refleksi Kosmologi Nias Terhadap Sistem Sosial Masyarakat Nias ... 66

Gambar 4.5 Denah Desa Bawomataluo ... 68