MASYARAKAT MAJEMUK INDONESIA KajianPustaka .1 INTERAKSI SOSIAL DAN INTERAKSIONISME SIMBOLIK

proses sosial dimana orang-perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuannya denganjalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman danatau kekerasan Soekanto; 1987: 86. Menurut Leopold von Wiese dasn Howard Becker sebab musabab atau akar-akar dari pertentangan adalah antara lain: 1. Perbedaan antara orang-perorangan 2. Perbedaan kebudayaan 3. Bentrokan antara kepentingan-kepentingan 4. Perubahan-perubahan sosial Soekanto; 1987: 86-87

1.5.2 MASYARAKAT MAJEMUK INDONESIA

Furnivall melihat masyarakat majemuk terpecah-pecah ke dalam kelompok- kelompok orang yang terisolasi, dan perpecahan kehendak sosial tercermin di dalam perpecahan permintaan sosial. Di dalam agama dan musik, dalam soal kebaikan dankeindahan, tidak ada standar bersama untuk seluruh seksi-seksi dalam komunitas, dan standarnya menurun ke dalam suatu tingkat tertentu ketika persetujuan bersama dicapai. Peradaban merupakan proses belajar bersama dalam kehidupan sosial bersama, tetapi dalam masyarakat majemuk, manusia mengalami penurunan peradaban. Furnivall melihat bahwa ciri dasar pokok masyarakat majemuk adalah: 1. Adanya keanekaragaman dewankelompok sosial yang membuat masyarakat sulit membentuk kesatuan hidup bersama secara sosial dan politik. Universitas Sumatera Utara 2. Tidak ditemukan adanya kehendak bersama common will atau menurut istilah teknis Fumivall permintaan sosial yang sama common social demand. Menurut Fumivall, masyarakat majemuk adalah masyarakat yang hidup berdampingan satu sama lain, namun tidak terikat tergabung dalam satu kesatuan unit politik. Sedangkan menurut Nasikun beberapa factor yang menyebabkan Indonesia sebagai masyarakat yang majemuk, yaitu: -struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh dua cirinya yang bersifat unik. Secara horizontal, ia ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan kedaerahan. Secara vertikal, struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan yang cukup tajam. Perbedaan-perbedaan suku bangsa, perbedaan agama, adat dan kedaerahan sering kali disebut sebagai ciri masyarakat yang bersifat majemuk. Dalam Sistem Sosial Indonesia : Arief, Brahmana, dan Pardamean; 2003:81 Nasikun menyatakan terdapat beberapa faktor yang menimbulkan terjadinya kemajemukan masyarakat Indonesia, yaitu antara lain:  Keadaan geografis yang membagi wilayah Indonesia atas kurang lebih 3000 pulau yang terserak di suatu daerah ekuator sepanjang kurang lebih 3000 mil dari utara ke selatan. Faktor ini merupakan yang sangat besar pengaruhnya terhadap terciptanya pluralitas suku bangsa.  Kenyataan bahwa Indonesia terletak di antara Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik, kenyataan letak yang demikian sangat mempengaruhi Universitas Sumatera Utara terciptanya pluralitas agama di dalam masyarakat Indonesia, melalui pengaruh kebudayaan bangsa lain yang menyentuh masyarakat Indonesia.  Iklim yang berbeda dan struktur tanah yang tidak sama diantara berbagai daerah di Kepulauan Nusantara ini, merupakan faktor yang menciptakan pluralitas regional Indonesia. Perbedaan curah hujan dan kesuburan tanah merupakan kondisi yang menciptakan lingkungan ekologis yang berbeda di Indonesia, yakni daerah pertanian sawah wet rice cultivation. Perbedaan lingkungan ekologis menjadi sebab bagi terjadinya kontras antara Jawa dan luar Jawa di dalam lingkungan kependudukan, ekonomi dan sosial budaya. Kemajemukan suatu masyarakat dapat kita lihat secara horizontal maupun secara vertical muncul dalam bentuk perbedaan suku, agama, kedaerahan, perbedaan tingkat pendidikan dan perbedaan latar belakang agama. Menurot R. WilUam Liddle integrasi nasional mencakup dua dimensi, yaitu: 1. Dimensi Horizontal, yaitu berupa masalah oleh karena adanya perbedaan suku, ras, agama, dan lain-lain. Dimensi ini sering pula disebut sebagai masalah yang disebabkan oleh pengaruh-pengaruh ikatan primordial, yang ada dan hidup dalam sebuah masyarakat yang bias membahayakan kelangsungan proses integrasi nasional bilamana ia sampai menjelma menjadi perasaan loyalitas yang lebih tinggi terhadap kelompok-kelompok sub-nasional semacam itu dari pada kepada kesatuan bangsa itu sendiri. 2. Dimensi Vertikal, berupa masalah yang ditimbulkan oleh muncul dan berkembangnya semacam jurang pemisah gap antara golongan elit. Arief, Universitas Sumatera Utara Brahmana, dan Pardamean, 2003: 117. Dimensi vertikal dalam hal ini yang menjadi permasalahan yang akan diteliti pada masyarakat Pancurbatu adalah latar belakang ekonomi dan perbedaan tingkat pendidikan. Kemajemukan masyarakat diperlukan adanya kesadaran para anggota kelompok bahwa mereka itu mempunyai hak yang sama untuk tinggal menetap di wilayah yang sama, sebut saja misalnya di Pancurbatu. Kemajemukan masyarakat di Indonesia khususnya di Pancurbatu berwujud pada latar belakang yang berbeda, yaitu suku, agama, keturunan atau daerah asal. Perbedaan latar belakang kehidupan pada suatu masyarakat dapat menyebabkan konflik atau sebaliknya integrasi. Myren Weiner memberikan arti integrasi sebagai berikut: 1. Integrasi Nasional, mungkin menunjuk pada proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial ke dalam suatu kesatuan wilayah, dan pada pembentukan suatu identitas nasional. Apabila integrasi digunakan dalam arti seperti digunakan dalam arti seperti ini maka biasanya mengandaikan adanya suatu masyarakat yang secara etnis majemuk, yang masing-masing kelompok masyarakatnya memiliki bahasa dan sifat-sifat kebudayaan sendiri-sendiri, tetapi masalah ini mungkin juga terdapat dalam suatu sistem politik yang sebelumnya saling terpisah dan berbeda satu sama lain. 2. Integrasi Wilayah, sering digunakan dalam arti yang serupa itu untuk menunjukkan masalah pembentukan wewenang kekuasaan nasional pusat di atas unit-unit atau wilayah-wilayah politik yang lebih kecil mungkin beranggotakan suatu kelompok budaya sosial tertentu. Universitas Sumatera Utara 3. Integrasi Elit-Massa, sering digunakan untuk menunjukkan pada masalah hubungan pemerintah dengan yang diperintah. Terkandung didalamnya pemikiran yang sudah tidak asing lagi mengenai jurang-pemisah antara elit dengan massa, yang ditandai oleh perbedaan-perbedaan yang menyolok antara aspirasi-aspirasi dan nilai-nilai tertentu. 4. Integrasi Nilai, kadang-kadang juga digunakan untuk menunjukkan adanya konsensus nilai yang minimum yang diperlukan untuk memelihara tertib sosial. mi bisa berupa nilai-nilai tujuan seperti keadilan dan persamaan, keinginan akan pembangunan ekonomi, penghayatan bersama akan sejarah, pahlawan dan simbol-simbolnya, dan umumnya merupakan persetujuan masyarakat mengenai tujuan yang dimginkan. Atau mungkin berupa nilai- nilai sarana, yaitu mengenai sarana dan prosesnya mencapai tujuan itu dan menyelesaikan konflik. Disini permasalahannya adalah norma-norma hukum, dengan legetimasi dan prosedur pelaksanaannya atau singkatnya, pelaksanaan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki. 5. Integrasi Tingkah Laku Integratif, kapasitas orang-orang di dalam suatu masyarakat untuk berorganisasi demi mencapai tujuan bersama. Pada tingkat yang paling sederhana, semua masyarakat mempunyai kapasitas untuk menciptakan suatu organisasi yang disebut keluarga kinship yaitu suatu alat untuk mengembangkan diri dan memelihara serta mensosialisasikan generasi mudanya. Oleh karena kebutuhan - kebutuhan dan keinginan- keinginan lainnya muncul di dalam suatu masyarakat, kita bisa Universitas Sumatera Utara mempertanyakan adakah kapasitas untuk mendirikan organisasi-organisasi baru guna melaksanakan tujuan-tujuan baru, bisa berkembang.

1.5.3 Etnis Tionghoa di Indonesia