Analisis Pola Interaksi Masyarakat Pendatang Terhadap Masyarakat Lokal di Sumbawa Barat Studi di Kecamatan Maluk, Sumbawa Barat, NTB

(1)

ANALISIS POLA INTERAKSI MASYARAKAT PENDATANG

TERHADAP MASYARAKAT LOKAL Di SUMBAWA BARAT

Studi di Kecamatan Maluk, Sumbawa Barat, NTB

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh HALIKIN NIM: 109015000072

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Halikin (NIM. 109015000072). Analisis Pola Interaksi Masyarakat Pendatang Terhadap Masyarakat Lokal Di Sumbawa Barat, (Penelitian deskriptif kualitatif di Kecamatan Maluk, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat).

Hubungan manusia dengan alam sekitar maupun dengan manusia lainnya selalu akan menghasilkan interaksi. Dalam hidup bersama, manusia menciptakan hubungan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Hubungan ini tampak pada masyarakat Kecamatan Maluk dengan masyarakat pendatang dalam hubungannya baik dalam agama, sosial, budaya dan ekonomi. Penulis merasa tertarik mengkaji tentang pola interaksi masyarakat pendatang terhadap masyarakat lokal di Kecamatan Maluk untuk mengetahui bentuk dan pola hubungan yang terjalin antara masyarakat pendatang dengan masyarakat lokal.

Untuk menjawab permasalahan di atas penulis menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif, yakni penulis berusaha menceritakan keadaan yang sesungguhnya dengan cara mencari beberapa pendatang diantaranya pedagang dan beberapa tokoh masyarakat di daerah penelitian.

Dari hasil penelitian terlihat bahwa interaksi masyarakat pada daerah penelitian antara masyarakat lokal dan pendatang berjalan dengan baik. Hubungan baik tersebut ditunjukkan oleh para masyarakat dengan sikap antusia masyarakat pendatang yang selalu aktif dalam mengikuti dan melestarikan berbagai bentuk acara keagamaan khusunya yang berhubungan dengan kegiatan hari-hari besar Islam. Selanjutnya adanya konsep baru pada masyarakat yaitu terbentuknya pembaruan sosial, kondisi sosial, tatanan sosial, interaksi sosial, sistem sosial, sistem kepercayaan, norma sosial, sistem adat dalam hal perkawinan.


(6)

ABSTRACT

Halikin (NIM. 109015000072). Community Interaction Pattern Analysis Arrivals Local Community In West Sumbawa (Qualitative descriptive study in District Maluk, West Sumbawa, West Nusa Tenggara).

Human relationship with the environment and with other human beings will always generate interaction. In living together, creates human relationships in order to make ends meet. This relationship is shown in the District community Maluk immigrant community in conjunction with either the religious, social, cultural and economic. The author was interested in studying the interaction patterns of immigrant communities on the local communities in the District of Maluk to know the shape and pattern of the relationship between immigrant communities and local communities.

To answer the above problems the writer uses descriptive qualitative research methods, the authors are trying to tell the real situation by finding some of them newcomers merchants and some community leaders in the area of research.

It is shown that the interaction between the research community in the area of local and migrant communities goes well. The good relationship with the community is shown by the attitude of those colonists antusia always active in following and preserving the various forms of religious events especially related to the day-to-day activities of Islam. Furthermore, the existence of a new concept in society, namely the formation of social reform, social conditions, social structure, social interaction, social systems, belief systems, social norms, customs system in terms of marriage.


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat, taufik, hidayah, nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian pendidikan ini dengan baik. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Beserta keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya.

Penelitian ini dilakukan guna memenuhi persyaratan kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidkan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan IPS Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penulisan penelitian pendidikan ini, penulis menyadari sepenuhnya masih terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan ilmu pengetahuan yang penulismiliki. Namun berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak akhirnya penelitian pendidikan ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyusun penelitian pendidikan ini. Ucapan terimakasih tersebut penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA, Ph,d, Dekan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak. Dr. Iwan Purwanto, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan IPS, beserta seluruh

Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs. H. Syaripulloh, M.Si, sebagai dosen Pembimbing Akademik dan

dosen pembimbing skripsi yang banyak membantu serta membimbing penulisan skripsi ini selama mengikuti perkuliahan di Universitas ini.

4. Para dosen pengajar di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, khususnya dosen

pengajar di Jurusan Pendidikan IPS. Penulis mengucapkan banyak terima kasih.

5. Kepada seluruh Staf Perpustakaan Umum dan Fakultas Tarbiyah Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta penulis mengucapkan banyak terima kasih.

6. Bapak Jhon Rayes selaku ketua adat Desa Maluk, Akhairuddin, S.Pd.I Selaku

ketua karang taruna, semua responden terkait dalam penyusunan skripsi ini yang siap memberikan waktu dan ilmunya hingga pada akhirnya dapat terselsaikan.

7. Kepada orang tua terkasih, serta kakak tersayang, kakak ipar, dan keluarga besar


(8)

8. Teman-teman Seperjuangan di Jurusan IPS angkatan 2009 Universitas Islam Nrgeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Septi Lesmalasari, Desi Hanani, Sonia Awalokita, Ulin Nadroh, Akbar Fauzi, Wahyu Dwijyanto, Agus Suherman (cikal), Ajami Solichin (jamong), M. Wahyudin (beles), M. Faisal Sudrajat (ical), Halimi, Abduh Abdurohman, Lufi Saputra, M. Bus Julis, Awang Julian, Abdul Aziz, Anjayudin sahabat dan teman-teman semua yang telah memberikan motivasi, waktu, tenaga, dan kesempatan untuk membantu menyelesaikan skripsi ini.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Apabila terdapat kekurangan dan kesalahan adalah semata-mata keterbatasan ilmu yang penulis miliki.

Jakarta, 15 Juli 2014

Penulis


(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ……… i

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ……… ii

ABSTRAK... iii

ABSTRACT... iv

KATA PENGANTAR ……… v

DAFTAR ISI ……… vii

DAFTAR TABEL ……… x

DAFTAR LAMPIRAN ……… xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang …….. ……….. 1

B. Identifikasi Masalah ……… 3

C. Pembatasan Masalah ………... 4

D. Perumusan Masalah ………... 4

E. Tujuan Penelitian .………...……... 4

F. Manfaat Penelitian... 5

BAB II KAJIAN TEORI A. Pola Interaksi Sosial.………. 6

B. Pengertian Interaksi Sosial .…. ……… 9

C. Syarat-syarat Terjadinya Kontak Sosial... 11

D. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial... 13

E. Proses-proses Terjadinya Kontak Sosial ……… 14

F. Interaksi Simbolik...………... 20


(10)

H. Perubahan Sosial dan Kebudayaan... 25

I. Masyarakat dan Unsur-unsur Kebudayaan…….. 31

J. Kerangka Berfikir………... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. TempatdanWaktuPenelitian ……… 37

B. Metodologi Penelitian .………... 37

C. Teori dan Pendekatan Yang Menjadi Dasar……. 39

D. Teknik Pengumpulan Data... 43

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data…………... 45

F. Teknik Penelitian dan Keabsahan Data ………… 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN A.Daerah Resetlemen (Tahun 1984)……... 49

B. Desa Maluk……… 51

C.Kecamatan Maluk……… 53

a. Kondisi Wilayah………. 54

b. Pemerintahan……… 54

D.Pola Interaksi Masyarakat Lokal dengan Masyarakat Pendatang ……… 57

1. Pola Interaksi Masyarakat Terhadap Pergaulan Hidup dengan Pendatang…. 59

2. Pengadopsian Perilaku Positif Masyarakat Lokal Terhadap Pendatang.... 62

3. Persepsi Negatif Masyarakat Lokal Terhadap Pendatang... 62

E. Pola Interaksi Masyarakat Desa Maluk Dengan Pedagang (Pendatang)………. 63

F. Agama Sebagai Perekat Harmoni Sosial…. 65

G.Kehidupan Sosial, Adat dan Kebiasaan Masyarakat 70

H. Perubahan Nilai Adat, Hukum dan Kebiasaan Masyarakat Lokal……… 72


(11)

I. Nilai-nilai Kekerabatan dan Perkawinan Suku

Sumbawa (Tau Samawa)………. 75

J. Pola Interaksi Masyarakat Terhadap Tatanan Sosial

Budaya……… 81

K.Analisis dan Pembahasan……… 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……… 86

B. Saran ……….………. 87

DAFTAR PUSTAKA... 88 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Diterangkan bahwa suku Sumbawa atau “Tau Samawa” awal terbentuknya, nenek moyang mereka adalah terdiri dari berbagai jenis suku yang berdatangan dari berbagai bagian nusantara kita ini. Mereka mengadakan hubungan perkawinan dengan penduduk yang lebih dahulu mendiami daerah sumbawa. Walaupun mereka tidak bersama pada waktu datangnya, tetapi karena telah berabad-abad lamanya hidup dalam lingkungan kekerabatan dan kekeluargaan, maka dari keturunan mereka inilah akhirnya merupakan

satu rumpun yang menamakan dirinya “Tau Samawa”.1 Dari pengaruh pencampurannya

yang banyak dan luas ini, maka dapat kita lihat, bahwa watak orang sumbawa adalah kompromis dan penuh rasa toleran.

Penduduk Sumbawa pada masa lalu, berasal dari berbagai-berbagai tempat dan datangnya secara berkelompok lalu masing-masing membuat tempat kediamannya. Kemudian mereka berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain terdesak oleh suasana dan keadaan, baik karena arus perpindahan yang baru, maupun karena tarikan alam untuk mereka jadikan tempat bercocok tanam dan pemeliharaan ternak. Tempat-tempat ini akhirnya merupakan tanah ulayat, yang dimana dalam istilah adat Sumbawa

dikenal dengan nama “larlamat” “Nyaka”. 2.

Tanah samawa atau yang dikenal dengan sebutan Sumbawa adalah merupakan salah satu wilayah indonesia yang didiami oleh berbagai suku, agama, ras yang hidup bersama dalam satu kerukunan. Keberadaan pendatang di Sumbawa selalu disambut baik oleh warga penduduk lokal asli, semua hidup dalam satu kesatuan tanpa memandang adanya perbedaan.

Kaitan dari pada penjelasan diatas bahwa pada masa ini masyarakat Sumbawa Barat khususnya wilayah penelitian adalah masyarakat yang sedang mengalami proses transisi globalisasi dan moderinisasi, transisi modernisasi dalam artian bahwa masyarakat yang dulu merupakan masyarakat yang budayais yang sulit diretas akan nilai ketradisionalannya yang memegang teguh menjalankan, dan menjunjung tinggi nilai,

1 Lalu Mantja. Sumbawa Pada Masa Dulu, Suatu Tinjauan Sejarah, (Sumbawa Besar: CV. Samratulangi, 2011), h. 15.


(13)

norma dan adat istiadat yang telah mereka yakini secara turun temurun sedikit demi sedikit mulai luntur disebabkan pengaruh arus globalisasi dan penetrasi budaya luar. Perubahan dinamika yang menjembatani pola pikir, karakter, pola berperilaku, gaya hidup adalah salah satu bentuk pengaruh yang disebabkan oleh modernisasi itu sendiri. Dapat disebutkan adalah salah satu contoh gambaran yang terjadi akibat adanya pengaruh dari berbagai latar belakang dan kemajemukan budaya yang ada di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) terutama di daerah yang akan saya jadikan tempat penelitian. Secara sadar bahwa dapat dikatakan adalah wilayah ini merupakan wilayah yang didiami oleh berbagai suku dan adat istiadat yang beragam. Tidak dapat dipungkiri dengan adanya kemajemukan budaya mengakibatkan suatu budaya asli itu tidak mungkin tidak terpengaruh oleh adanya budaya lain. Oleh karena itu nampak jelas perbedaan yang sangat signifikan.

Secara sadar manusia memiliki naluri untuk bergaul dengan sesamanya semenjak dilahirkan dan disosialisasikan dalam kehidupan masyarakat. Hubungan dengan sesamanya merupakan suatu kebutuhan bagi setiap manusia. Itulah sebabnya, individu menjalin hubungan dengan individu atau kelompok yang lain, sebab manusia tidak dapat bertahan hidup tanpa berhubungan dengan individu atau kelompok yang lainnya. Hubungan antara individu dengan individu atau individu dengan kelompok juga disebut dengan interaksi sosial. Dalam beberapa kasus, timbul konflik yang tajam antara masyarakat lokal dengan warga pendatang. Baik itu disebabkan oleh perebutan dominasi sektor perekonomian maupun penguasaan aset-aset strategis ataupun yang disebabkan oleh indikator-indikator lain. Konflik antar etnis ini memang bukan yang pertama terjadi di wilayah Sumbawa. Menurut pemberitaan, konflik di wilayah ini sudah terjadi semenjak tahun 1981. Beralih pada konteks penelitian, terkait dengan masalah yang akan dikaji pada daerah Kecamatan Maluk yang menjadi dasar penelitianya itu sebagai media untuk menemukan maslah-masalah pada masyarakat itu sendiri. masyarakat kecamatan Maluk memiliki penduduk yang majemuk, yaitu suku Samawa sebagai penduduk asli. Selain itu, juga terdapat suku Jawa, Bugis, Melayu dan Sasak yang berdiam di sana, dengan adat istiadat, agama, dan latar belakang yang berbeda. Bukan hanya itu saja, proses assimilasi dan akulturasi yang terjadi pada masyarakat Kecamatan Maluk pun menarik untuk diteliti. Bagaimana akhirnya proses interaksi dalam jangka waktu yang lama mengakibatkan penerimaan unsur kebudayaan pendatang atau justru mengakibatkan perubahan pada unsur kebudayaan lokal. Berikut adalah sediki tgambaran daerah penelitian yang penulis


(14)

letakkan dalam latar belakang masalah penelitian ini agar menjadi sudut pandang dan tolak ukur dalam penyesuaian penelitian.

Oleh karena dari latar belakang masalah tersebut saya sebagai penulis bermaksud

mengadakan penelitian yang berjudul “Analisis Pola Interaksi Masyarakat Pendatang

Terhadap Masyarakat Lokal di Sumbawa Barat” (Studi di Kecamatan Maluk, NTB).

B.

Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasikan masalahnya yaitu:

1. Lunturnya kebudayaan lokal disebabkan adanya kebudayaan lain.

2. Kesadaran masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat (KecamatanMaluk) dalam

menerima budaya lain.

3. Proses assimilasi dan akulturasi di Kabupaten Sumbawa Barat (Kecamatan Maluk).

C.

Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah penulis uraikan dan luasnya masalah yang diidentifikasi serta mengingat terhadap keterbatasan waktu yang digunakan. Oleh karena itu untuk memudahkan kegiatan proses penelitian dan demi terarahnya penulisan ini, penulis terlebih dahulu menetapkan atau membatasi variabel atau faktor yang akan dijadikan sebagai fokus kajian. Dimana yang menjadi variabel masalah pada penelitian ini adalah indikator-indikator yang menyebabkan terjadinya konflik serta hubungannya dengan interaksi masyarakat lokal terhadap masyarakat pendatang sebagai suatu variabel terhubung antara keduanya.

D.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka timbul beberapa pokok permasalahan yang hendak dibahas dalam penelitian ini, antara lain:

1. Bagaimanakah pola interaksi antara masyarakat lokal dengan masyarakat pendatang?

2. Bagaimanakah gambaran proses assimilasi atau akulturasi yang berlangsung di

Kecamatan Maluk antara kebudayaan masyarakat lokal dengan masyarakat pendatang?


(15)

E.

TujuanPenelitian

Sedangkan mengenai tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian dapat di uraikan sebagai berikut:

1. Untuk mendapatkan data dan fakta serta menggambarkan bagaimana

berlangsungnya pola interaksi antara masyarakat pendatang dengan masyarakat lokal.

2. Untuk menggambarkan faktor-faktor yang mengintegrasikan proses assimilasi

atau akulturasi yang berlansung di Kecamatan Maluk antara kebudayaan masyarakat lokal dengan masyarakat pendatang.

F.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat-manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Dapat memberikan kontribusi berupa informasi, data, fakta, analisis terhadap studi-studi yang terkait dengan kajian interaksi sosial. Walaupun penelitian ini berkisar pada pola interaksi masyarakat pendatang dengan masyarakat asli, namun sedikit banyak dapat digeneralisasikan secara umum.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat (KSB)

1. Memberikan masukan dalam bentuk bacaan khususnya disertakan kepada masyarakat

Sumbawa Barat baik bagi masyarakat lokal maupun bagi masyarakat pendatang dan dapat di jadikan sebagai bahan tolak ukur positif dari adanya kemajemukan itu, serta harapan demi berlansungnya masyarakat yang ideal.Untuk memperkaya wawasan terutama bagi kaum muda mudi yang yang berwawasan intlektual sebagai pesan, bahan kajian dan renungan bagi yang membaca hasil penelitian ini tentang analisis pola interaksi masyarakat pendatang dengan masyarakat lokal di Kabupaten Sumbawa Barat (Studi di Kecamatan Maluk).

2. Menjadi wahana untuk memperkaya khazanah edukasi khususnya bagi publik

masyarakat Sumbawa Barat tentang adanya interaksi masyarakat lokal dan masyarakat pendatang.

b. Bagi penulis

Bagi penulis sendiri adalah menambah wawasan dan pengetahuan tentang interaksi masyarakat pendatang dengan masyarakat lokal di Kabupaten Sumbawa Barat


(16)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pola Interaksi Sosial

a. Pengertian Pola Interaksi

Sebagai mahluk sosial, manusia dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan hubungan dengan manusia yang lain. Hubungan tersebut terjadi karena manusia saling membutuhkan untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Karena manusia tidak bisa lepas dari manusia lainnya dan tidak bisa melakukan seorang diri. Kecenderungan manusia berhubungan melahirkan komunikasi dengan manusia yang lainnya. Komunikasi terjadi karena saling membutuhkan melalui sebuah interaksi.

Interaksi merupakan hubungan antar manusia yang sifat dari hubungan tersebut adalah

dinamis artinya hubungan itu tidak statis, selalu mengalami dinamika.3Hubungan antara

manusia satu dan lainnya disebut interaksi. Dari interaksi akan menghasilkan produk-produk interaksi, yaitu tata pergaulan yang berupa nilai dan norma yang berupa kebaikan dan keburukan dalam ukuran kelompok tersebut. Pandangan tentang apa yang dianggap

baik dan apa yang dianggap buruk tersebut mempengaruhi perilaku sehari-hari.4

Interaksi adalah proses dimana orang-orang berkomunikasi saling memengaruhi dalam pikiran dan tindakan. Seperti kita ketahui, bahwa manusia dalam kehidupan sehari-hari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain. Ada beberapa pengertian interaksi sosial yang ada di lingkungan masyarakat, di antaranya; Menurut H. Booner dalam

bukunya, Sosial Psychology, memberikan rumusan interaksi sosial, bahwa: “interaksi

sosial adalah hubungan antara dua individu atau lebih, dimana kelakuan individu yang satu memengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu lain atau sebaliknya.” Menurut Gillin and Gillin yang menyatakan bahwa “interaksi sosial adalah hubungan-hubungan antara orang-orang secara individual. Antarkelompok orang, dan orang perorang

dengan kelompok”.5

3 Elly M. Setiadi dan Kolip Usman. Pengantar Sosiologi: pemahaman fakta dan gejala permasalahan sosial: teori, aplikasi, dan pemecahannya. (Jakarta : Kencana Prenada Media Grup. 2011) h. 62

4Ibid, h. 38

5 Setiadi, Elly M, dkk. Ilmu sosial dan Budaya Dasar. (Jakarta : Kencana Prenada Media Grup. 2007) h. 90-91


(17)

Dengan demikian pada dasarnya, interaksi ialah hubungan antar inividu, kelompok, dimana dengan adanya hubungan itu dapat saling mempengaruhi, merubah baik dari yang buruk menjadi lebih baik atau sebaliknya.

Dalam kamus bahasa Indonesia, pola artinya adalah gambar, corak, model, sistem, cara

kerja, bentuk, dan struktur.6 Sedangkan interaksi artinya hal yang saling melakukan aksi,

berhubungan, memengaruhi, dan antar hubungan7Apabila kata tersebut dikaitkan dengan

interaksi maka dapat diartikan pola interaksi adalah bentuk dasar cara komunikasi individu dengan individu atau individu dengan kelompok atau kelompok dengan individu dengan memberikan timbal balik antara pihak satu dengan yang lain dengan maksud atau hal-hal tertentu guna mencapai tujuan.

Dalam Kamus lengkap Bahasa Indonesia, M. Ali menyatakan bahwa pola adalah gambar yang dibuat contoh atau model. Jika dihubungkan dengan pola interaksi adalah bentuk-bentuk dalam proses terjadinya interaksi. Interaksi yang bernilai pendidikan dalam dunia pendidikan ataupun yang disebut dengan interaksi edukatif, sebagai contoh dari pola interaksi adalah dalam hal seorang guru menghadapi murid-muridnya yang merupakan suatu kelompok manusia di dalam kelas. Di dalam interaksi tersebut pada taraf pertama akan tampak bahwa guru mencoba untuk menguasai kelasnya supaya proses interaksi berlangsung dengan seimbang, di mana terjadi saling pengaruh-mempengaruhi antara kedua belah pihak. Sebagai contoh lain seorang guru mengadakan diskusi diantara anak didiknya untuk memecahkan sebuah persoalan, disinilah proses interaksi itu akan terjadi,

adanya saling memberikan pendapat yang berbeda satu sama lain.

Dapat disimpulkan bahwa pola interasksi merupakan suatu cara, model, dan bentuk-bentuk interaksi yang saling memberikan pengaruh dan mempengaruhi dengan adanya timpal balik guna mencapi tujuan. Guru sebagai pengajar memiliki peran penting utuk dapat mengatur jalannya kegiatan belajar mengajar melalui pola interaksi dimana guru berperan sebagai pemberi aksi melalui pengajaran dan juga bisa menjadi penerima aksi melalui pertanyaan-pertayaan yang diajukan oleh siswa. Sebaliknya siswa pun memiliki peran yang sama dengan guru bisa sebagai pemberi aksi melalui melalui pertanyaan-pertayaan yang diajukan olehnya dan juga bisa menjadi menjadi penerima aksi melaui belajar dan mendengarkan. Namun, kerja sama dapat sangat membantu dalam proses kegiatan belajar mengajar yang diperlukan oleh guru dan siswa.

6 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Bahasa. (Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. 2008) h. 1088


(18)

Pola dalam sosiologi berarti gambaran atau corak hubungan sosial yang tetap dalam interaksi sosial. Contoh pola, antara lain:

a. Seorang anak harus menghormati orang tuanya. b. Seorang bawahan harus menghormati atasannya c. Seorang siswa harus mengormati gurunya.

Terbentuknya pola dalam interaksi sosial tersebut melalui proses cukup lama dan berulang-ulang. Akhirnya, muncul menjadi model yang tetap untuk dicontoh dan ditiru oleh anggota masyarakat. Pola sistem norma pada masyarakat tertentu akan berbeda dengan pola sistem norma masyarakat lainnya karena pola interaksi masyarakat diterapkan berbeda-beda. Adanya pola interaksi dalam sebuah masyarakat tersebut nantinya akan menghasilkan sebuah keajegan, di mana keajekan adalah gambaran suatu kondisi keteraturan sosial yang tetap dan relatif tidak berubah sebagai hasil hubungan yang selaras antara tindakan, norma, dan nilai dalam interaksi sosial.

B.

Pengertian Interaksi Sosial

Sudah menjadi kenyataan bahwa manusia adalah mahluk sosial, mahluk yang mempunyai keterbatasan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, sebagai mahluk sosial manusia saling bergantung kehidupannya satu sama lain. Depedensi manusia ini tidak saja terdapat pada awal kehidupannya, akan tetapi dialami manusia seumur hidupnya.

Interaksi merupakan syarat terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Didalam interaksi sosial terkandung makna-makna tentang kontak secara timbal-balik dan respon antara individu-individu atau kelompok. Interaksi sosial adalah istilah yang dikenal oleh parah ahli sosiologi secara umum sebagai aspek inti bagi berlangsungnya kehidupan bersama. Interaksi sosial berarti suatu kehidupan bersama yang menunjukkan dinamikanya, tanpa itu masyarakat akan kurang atau bahkan tidak mengalami perubahan. Menurut Soerjono Soekanto dalam Zainuddin Ali, interaksi sosial merupakan “hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia maupun antar perorangan dengan

kelompok manusia”.8Bila menyimak pendapat Soerjono Soekanto tersebut, dapat dipahami

bahwa interaksi sosial merupakan proses individu dalam melakukan hubungan sepanjang ia hidup sebagai anggota masyarakat, sehingga individu akan merasa menjadi sebagian dari


(19)

masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, interaksi sosial merupakan suatu wadah yang berfungsi sebagai perekat dalam kehidupan sosial, baik dalam konteks kehidupan pranata keluarga maupun dalam kehidupan masyarakat secara keseluruhan.

Apabila interaksi sosial berjalan dengan baik, masyarakat dapat hidup dengan tenang. Mereka dapat memperoleh hubungan yang baik melalui interaksi antar sesamanya, baik dalam bentuk berkomunikasi melalui interaksi maupun dalam bentuk bekerja sama. Oleh karena itu, hubungan masyarakat dalam bentuk apapun dapat diselsaikan dengan interaksi, baik interaksi dengan masyarakat bawahan, menenengah, maupun sampai pada kalangan masyarakat paling atas.

Kontak sosial pada dasarnya merupakan aksi dari individu atau kelompok yang mempunyai makna bagi pelakunya yang kemudian ditangkap oleh individu atau kelompok lain. Penangkapan makna tersebut yang menjadi pangkal tolak untuk memberikan reaksi. Suatu interaksi sosial dimungkinkan terjadi karena dua hal yakni, kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial terjadi secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara langsung misalkan melalui gerak fisik seseorang, misalnya dari berbicara, gerak isyarat. Secara tidak langsung misalkan melalui tulisan atau komunikasi jarak jauh yang menjadi syarat utama terjadinya kontak sosial.

Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena itu tanpa adanya interaksi sosial tidak mungkin adanya kehidupan. Bertemunya orang perorangan secara badaniyah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup suatu kelompok sosial. Pergaulan baru akan terjadi apabila individu atau kelompok bekerja sama, saling berkomunikasi untuk mencapai tujuannya masing-masing, bahkan mungkin terjadi persaingan, pertikaian, pertentangan diantara individu atau kelompok.

Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada berbagai faktor antara lain imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Faktor-faktor tersebut dapat bergerak sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan bergabung. Imitasi adalah kecendrungan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain dengan kata lain secara tidak disadari seseorang mengambil sifat, sikap, norma, pedoman hidup sebagainya. Sugesti adalah dorongan yang berasal dari dalam dirinya dan kemudian diterima oleh orang lain dan dijadikan sebagai pedoman untuk berinteraksi. Sedangkan identifikasi mempunyai peranan penting yaitu dapat mendorong seseorang untuk mematuhi nilai-nilai yang berlaku, tetapi juga dapat melemahkan atau dapat mematikan perkembangan daya kreasi seseorang. Simpati merupakan perasaan individu tertariknya dengan individu lain.


(20)

Hal tersebut merupakan faktor minimal yang menjadi dasar bagi keberlangsungan proses interaksi sosial, walaupun kenyataan proses tersebut sangat kompleks sehingga terkadang sulit mengadakan pembedaan tegas antara faktor-faktor tersebut.

C.

Syarat-syarat Terjadinya Kontak Sosial

Suatu interaksi tidak mungkin dapat terjadi apabila tidak memenuhi kedua syarat yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi.

1. Kontak Sosial

Kontak sosial pada dasarnya merupakan aksi dari individu atau kelompok yang mempunyai makna bagi pelakunya, yang kemudian ditangkap oleh individu atau kelompok lain. Secara fisik kontak baru akan terjadi apabila terjadi hubungan badaniyah atau tanpa menyentuh seperti halnya berhubungan melalui telepon, telegraf, radio, televisi, internet dan lain-lain. Lebih jelasnya dijelaskan dengan bahasa lain adalah kontak sosial memiliki dua sifat yang pertama bersifat primer artinya terjadi apabila hubungan diadakan secara langsung dengan berhadapan muka. Yang kedua bersifat skunder artinya suatu kontak memerlukan suatu perantara. Cara pertama bersifat verbal atau gestural, yaitu kontak yang terjadi akibat saling menyapa, berbicara dan berjabat tangan. Cara kedua adalan nonverbal atau nongestural yaitu kontak yang terjadi dengan tidak menggunakan kata-kata atau bahasa melainkan dengan adanya isyarat. Misalkan dengan adanya timbul bau keringat, bau minyak wangi, lambaian tangan dan sebagainya.

2. Komunikasi

Manusia merupakan mahluk yang saling menggantungkan satu sama lain. Keinginan dan kebutuhan yang dimilikinya tidak dapat dipenuhi tanpa bantuan orang lain. Untuk mewujudkannya, ia berupaya menyampaikan keinginan tersebut kepada orang lain baik secara verbal maupun simbol-simbol tertentu, sehingga orang lain

dapat memahaminya dan meresponnya, ketika itu terjadilah komunikasi. Webster s

new dictionary 1981: 225) dalam Abdul Chaer dan Leoni dikatakan, komunikasi

adalah: Communication is process by which information is exchange between

individualals through a common system of symbol, sign, or behaviour (Komunikasi adalah proses pertukaran informasi antar individu melalui sistem simbol, tanda, atau


(21)

tingkahlaku yang umum).9Sedangkan dalam Bambang Pranowo ditegaskan hubungannya dengan bahasa adalah sistem komunikasi simbolikmenggunakan kata-kata yang diucapkan sesuai dengan pola-pola tertentu serta memiliki makna yang telah distandarisasikan.Bahasa mencakup juga tanda (sign), dan simbol. Bahasa memiliki dua karakteristik utama sebagai sebuah sistem komunikasi. Pertama adalah kualitas simbolnya. Kedua adalah norma atau yang bisa disebut sebagai

gramatikalnya.10 Oleh karena itu bahasa dan komunikasi mencakup juga tanda dan

simbol yang memiliki karakteristik utama sebagai sebuah sistem komunikasi. Tafsiran tersebut dapat berwujud melalui pembicaraan, gerak gerik badan atau sikap-sikap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.

Komunikasi terjadi apabila sesorang memberi arti pada kegiatan orang lain serta perasaan-perasaan apa saja yang ingin disampaikan oleh orang tersebut, orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan-perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Interaksi sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Interaksi sosial baru bisa berlangsung apabila dilakukan minimal dua orang atau lebih.

2. Adanya interaksi dari pihak lain atas komunikasi dan kontak sosial.

3. Adanya hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara satu dan yang

lainnya.

4. Interaksi cendrung bersifat positif, dinamis, dan berkesinambungan.

5. Interaksi cendrung menghasilkan penyusuain diri bagi subjek-subjek yang menjalin

interaksi.

6. Berpedoman pada norma-norma atau kaidah sebagai acuan dalam interaksi.

D.

Bentuk-bentuk Interaksi sosial

Bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama, persaingan bahkan pertentangan atau pertikaian. Suatu pertikaian mungkin mendapat suatu penyelesaian. Mungkin penyelsaian tersebut hanya akan dapat diterima untuk sementara waktu, proses ini dinamakan akomodasi. Dibawah ini akan dijelaskan bentuk-bentuk interaksi sosial, yaitu:

1. Kerja sama

2. Persaingan

9 Abdul Chaer, Leoni Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), h.17. 10 M. Bambang Pranowo,Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam,


(22)

3. Pertentangan

Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap demikian dimulai semenjak masa kanak-kanak dalam kehidupan keluarga atau kelompok-kelompok kekerabatan. Kerja sama timbul

karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya yaituin-group-nya dan

kelompok lainnya yang merupakan out-group-nya. Kerja sama tersebut mungkin akan

bertambah kuat apabila ada bahaya dari luar yang mengancam atau ada tindakan-tindakan dari luar yang menyinggung kesetiaan secara tradisionil atau institusionil telah tertanam di dalam kelompok-kelompok tersebut, dalam diri seorang atau segolongan

orang.Persaingan atau compeetition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana

orang perorangan atau suatu kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa menjadi pusat perhatian dari publik (Tidak perseorangan maupun kelompok manusia). Selanjutnya Pertentangan merupakan suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman

dan kekerasan.

E.

Proses-proses interaksi sosial

1. Proses Asosiatif

a. Kerja sama

Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya

yaitu in- group dan kelompok lainnya yang merupakan out group. Kerja sama akan

mungkin bertambah kuat apabila adanya bahaya-bahaya dari luar yang mengancam atau ada tindakan-tindakan dari luar yang menyinggung kesetiaan yang secara tradisional atau institusional yang mengancam terhadap suatu kelompok.Betapa pentingnya kerja sama digambarkan oleh Charles H. Cooley dalam Soerjono Soekanto dikatakan bahwa:

Kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa merekamempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting

dalam kerja sama yang berguna.11

Dalam hubungannya dengan kebudayaan suatu masyarakat, maka kebudayaan itulah yang mengarahkan dan mendorong terjadinya kerja sama. Lain halnya dengan


(23)

keadaan yang dijumpai pada msayarakat indonesia umumnya. Dikalangan masyarakat indonesia dikenal dengan nama gotong royong.

b. Akomodasi

Akomodasi merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan, sehingga lawan-lawan tersebut kehilangankepribadiannya.Menurut Gillin dan Gillin dalam Soerjono Soekanto dikatakan bahwa:

Akomodasi adalah suatu pengertian yang dipergunakan oleh parasosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya

dengan pengertian adaptasi (adaptation) yang dipergunakan oleh ahli-ahli biologi

untuk menunjuk pada suatu proses dimana mahluk-mahluk hidup menyesuaikan

dirinya dengan alam sekitarnya.12

Dengan pengertian tersebut dimaksudkan sebagai suatu proses dimana orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang saling mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan. Tujuan dari akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu:

1. Untuk mengurangi pertentangan antara orang-perorangan atau kelompok- kelompok

manusia sebagai akibat perbedaan paham. Untuk mencegah meledaknya suatu pertentangan, untuk sementara untuk atau secara temporer.

2. Akomodasi kadang-kadang diusahakan untuk memungkinkan terjadinya kerja sama antara

kelompok-kelompok sosial yang sebagai akibat faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan, hidupnya terpisah seperti, misalnya yang dijumpai pada masyarakat-masyarakat yang mengenal sistem berkasta.

3.Mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang terpisah, misalnya,

melalui perkawinan campuran atau asimilasi dalam arti yang luas.

Akomodasi sebagai suatu proses, dapat mempunyai beberapa bentuk, yaitu:

a. Coercion, adalah suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh suatu

paksaan. Coercion merupakan bentuk akomodasi, dimana salah satu pihak berada dalam

keadaan yang lemah sekali, dibandingkan dengan pihak lawan. Pelaksanaannya dapat dilakukan secara fisik yaitu secara langsung, maupun secara psikologis yaitu secara tidak

langsung. Misalnya perbudakan, adalah suatu coercion, dimana interaksi sosialnya


(24)

didasarkan pada penguasaan majikan atas budak-budaknya, dimana yang terakhir dianggap sama sekali tidak mempunyai hak-hak apapun juga.

b. Compromise, yaitu suatu bentuk akomodasi, dimana pihak-pihak yang terlibat masing-masing mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelsaian terhadap perselisihan

yang ada. Sikap untuk dapat melaksanakan compromise berarti bahwa salah satu pihak

bersedia untuk merasakan dan mengerti pihak lainnya begitupun sebaliknya.

c. Arbitration, merupakan suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak yang berhadapan, masing-masing tidak sanggup untuk mencapainya sendiri. Pertentangan diselsaikan oleh pihak atau oleh suatu badan yang kedudukannya lebih tinggi dari pihak-pihak yang bertentangan itu, seperti contohnya adalah penyelsaian suatu perselisihan suatu perselisihan perbuatan.

d. Mediation, hampir menyerupai arbitration. Pada mediation diundanglah pihak ketiga yang netral dalam soal perselisihan yang ada.

e. Conciliation, adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih, untuk mencapai persetujuan bersama.

f. Tolerantion, yang juga sering dinamakan tolerant-participation, ini merupakan suatu

bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formil bentuknya, kadang-kadang tolerantion

timbul secara tidak sadar dan tanpa direncanakan, hal mana disebabkan karena adanya watak orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia.

g. Stalamete, merupakan suatu akomodasi, dimana pihak-pihak yang bertentangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang, berhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya.

h. Adjudication. Yaitu penyelsaian perkara atau sengketa di pengadilan.

Secara panjang lebar, Gillin dan Gillin mengurauikan hasil-hasil dari terjadinya proses akomodasi, dengan banyak mengambil contoh-contoh dari sejarah. Antara lain hasil-hasilnya sebagai berikut:

1. Akomodasi menyebabkan usaha-usaha untuk sebanyak mungkin menghindarkan diri

dari benih-benih yang dapat menyebabkan pertentangan yang baru, untuk kepentingan integrasi masyarakat.

2. Menekan oposisi. Seringkali suatu persaingan dilaksanakan demi keuntungan suatu

kelompok tertentu misalnya golongan produsen demi kerugian pihak lain misalnya golongan konsumen.


(25)

3. Akomodasi antara golongan produsen yang mula-mula bersaing akan dapat menyebabkan turunnya harga, oleh karena barang-barang dan jasa lebih mudah sampai kepada konsumen.

4. Koordinasi berbagai keperibadian yang berbeda. Hal ini tampak dengan jelas apabila

dua orang misalnya, bersaing untuk menduduki kedudukan atau sebagai pimpinan suatu partai politik.

5. Perubahan dari lembaga-lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan yang

baru.

6. Perubahan-perubahankedudukan. Sebetulnya akomodasi menyebabkan suatu penetapan

yang baru dari kedudukan orang perorangan dan kelompok-kelompok manusia.

7. Akomodasi membuka jalan kearah assimilalsi. Dengan adanya proses assimilasi, para

pihak lebih sering mengenal dan dengan demikian juga lebih mudah untuk saling mendekati, oleh karena timbul benih-benih toleransi.

c. Assimilasi

Assimilasi merupakan suatu proses sosial dalam taraf kelanjutan, yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan dan tujuan bersama. Proses assimilasi timbul apabila ada kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya. Memperjelas maksud di atas adalah:

1. Orang-perorangan sebagai warga kelompok-kelompok tadi saling bergaul secara

langsung dan intensif untuk waktu yang lama.

2. Kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing

berubah dan saling menyesuaikan diri.

Dan faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu assimilasi adalah antara lain:

a. Toleransi

b. Kesempatan-kesempatan di bidang ekonomi yang seimbang.

c. Suatu sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya.

d. Sikap yang terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat.

e. Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan.

f. Perkawinan campuran (Amalgamations).


(26)

Faktor-faktor yang dapat menjadi penghalang terjadinya assimilasi adalah antara lain:

1. Terisolirnya kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat (Biasanya golongan

minoritas). Suatu contoh misalnya orang-orang indian di Amerika Serikat yang

diharuskan bertempat tinggal di wilayah-wilayah tertentu yang tertutup (Reservation) .

2. Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi itu.

3. Perasaan takut terhadap kekuatan kebudayaan yang dihadapi itu.

4. Perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu, lebih superior dari

pada kebudayaan golongan atau kelompok biasanya.

5. Dalam batas-batas tertentu, perbedaan warna kulit atau perbedaan ciri-ciri badaniyah

dapat pula menjadi salah satu penghalang terjadinya assimilasi. Faktor ini merupakan salah satu dari terhalangnya proses assimilasi.

6. Suatu in-group feeling yang kuat dapat pula menjadi penghalang terhadap terjadinya

assimilasi. In-group feeling artinya bahwa suatu perasaan yang kuat sekali bahwa

individu terkait pada suatu perasaan yang kuat sekali bahwa individu terikat pada suatu

kelompok yang bersangkutan.Suatu hal lain yang dapat mengganggu proses assimilasi

adalah apabila golongan minoritas mengalami gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa.

2. Proses Disosiatif

Proses disosiatif sering juga disebu sebagai oppositional proces, persis halnya dengan

kerja sama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat, walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial masyarakat bersangkutan.

Proses-proses yang disosiatif dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu:

1. Persaingan

Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana

orang perorangan atau suatu kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa menjadi pusat perhatian dari publik (Tidak perseorangan maupun kelompok manusia).

Bentuk-bentuk persaingan, yaitu antara lain: Pertama, persaingan di bidang ekonomi.Kedua, persaingan dalam bidang kebudayaan. Ketiga, persaingan untuk

mencapai kedudukan dan peranan yang tertentu dalam masyarakat. Keempat, kersaingan


(27)

2.Kontravensi

Kontravensi pada hakekatnya merupakan suatu bentuk proses sosial antara

persaingan dengan pertentangan atau pertikaian. Contravention terutama ditandai oleh

gejala-gejala adanya ketidak pastian mengenai seseorang atau suatu rencana dan perasaan tidak suka disembunyikan, kebencian atau keraguan-keraguan terhadap

kepribadian seseorang. Dalam bentuk yang murni, contervention adalah suatu sikap

mental yang tersembunyi terhadap orang-orang lain atau terhadap unsur-unsur

kebudayaan suatu golongan tertentu.Proses contravention mencakup lima sub proses,

yaitu:

a. Proses yang umum dari contravention meliputi perbuatan-perbuatan seperti

penolakan, keengganan, perlawanan, perbuatan menghalang-halangi protes, gangguan-gangguan, perbuatan kekerasan dan perbuatan mengacaukan rencana pihak lain.

b. Bentuk-bentuk dari contravention yang sederhana seperti misalnya menyangkal

perbuatan orang lain dimuka umum, memaki-maki orang lain, melalui surat-surat selembaran, mencerca dan sebagainya.

c. Contravention yang bersifat rahasia, seperti umpamanya mengumumkan rahasia pihak lain, perbuatan khianat dan seterusnya.

d. Bentuk-bentuk contravention yang intensif yang mencakup penghasutan,

menyebarkan desas-desus, mengecewakan pihak lain dan sebagainya.

e. Contravention yang bersifat taktis, misalnya mengejutkan lawan. Mengganggu atau atau membingungkan pihak lain, umpamanya dalam kampanye pemilihan umum. Hal itu sering terjadi antara partai-partai politik yang memperubutkan kedudukan melalui suatu pemilihan umum.

Contoh lain adalah memaksa pihak-pihak lain untuk menyesuaikan diri (Conformity)

dengan memakai kekerasan, mengadakan provokasi, dan sebagainya.

3. Pertentangan

Pertentangan merupakan suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan. Sebab musabab dari pertikaian ini antara lain:

a. Perbedaan antara orang perorangan. Perbedaan pendirian dan perasaan mungkin


(28)

b. Perbedaan kebudayaan. Perbedaan kepribadian dari orang perorangan tergantung pula dari pola-pola kebudayaan yang menjadi latar belakang pembentukan serta perkembangan kepribadian tersebut.

c. Bentrokan antara kepentingan-kepentingan. Bentrokan-bentrokan kepentingan

orang perorangan maupun kelompok-kelompok manusia merupakan sumber lain dari pertentangan.

d. Perubahan-perubahan sosial. Perubahan-perubahan sosial yang cepat dalam

masyarakat, untuk sementara waktu merubah nilai-nilai dalam masyarakat tadidan menyebabkan terjadinya golongan-golongan yang berbeda pendiriannya mengenai reorganisasi dari sitem nilai-nilai yang sebagai akibat perubahan-perubahan sosial menyebabkan suatu disorganisasi.

F.

Interaksionisme Simbolik

Istilah interaksionalisme simbolik yang digunakan pertama kali oleh Herbert Blumer, pada dasarnya merupakan satu perspektif psikologi sosial. Perspektif ini memusatkan perhatiannya pada analisa hubungan antar pribadi. Individu dipandang sebagai pelaku yang menafsirkan, dan bertindak. Kendati istilah ini digunakan pertama kalinya oleh Blumer, dalam kenyataannya, beberapa pemikir sebelumnya telah memberikan sumbangan penting bagi perkembangan perspektif ini.

Teori interaksionalisme simbolik ini berkembang pertama kali di Universitas Chicago dan dikenal juga dengan aliran Chicago. Dua orang tokoh besarnya yaitu Jhon Dewey dan Charles Horton Cooley adalah filsuf yang mula mengembangkan teori interaksionisme simbolik di universitas Michigan. Tokoh modern dari teori ini adalah Herbert Blumeryang

menjelaskan perbedaan antara teori ini dan teori behaviorisme.Charles Horton Cooley

dalam Bernard Raho SVD menjelaskan dua hal tentang selfadalah:Petama, dia melihat self

sebagai proses dimana individu-individu biasa melihat diri mereka sendiri sebagai obyek

bersama dengan obyek-obyek lainnya didalam lingkungan sosial mereka. Kedua dia

mengakui bahwa ‘self’ muncul dari komunikasi dengan orang lain. Dalam berinteraksi

dengan orang lain, seseorang individu menafsirkan gerak-gerik orang lain dan dengan demikian ia dapat melihat dirinya berdasarkan sudut pandangan orang lain. Mereka membayangkan bagaimana orang lain menilai mereka. Dengan demikian mereka membentuk gambaran-gambaran tentang diri sendiri. Cooley menamakan proses ini


(29)

‘self’ muncul dari interaksi berdasarkan konteks kelompok. Dialah yang mengembangkan konsep tentang kelompok primer yang mencakup perkembangan keperibadian seseorang.

13

Selanjutnya Jhon Deweydalam Bernard Raho SVD dikatakan, dia sebagai pendukung utama pragmatisme, dia memusatkan perhatiannya pada proses-proses penyesuaian diri manusia dengan lingkungannya. Menurut dia, “keunikan manusia muncul dari proses

penyesuaian diri dengan kondisi-kondisi hidupnya”.14 Dewey menegaskan bahwa apa yang

unik dalam diri manusia adalah kemampuaan untuk berpikir.

Bagimana proses kehidupan bermasyarakat itu terjadi menurut pandangan teori interaksionalisme simbolik?. Secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut:Individu atau unit-unit tindakan yang terdiri atas sekumpulan orang tertentu, saling menyesuaikan atau saling mencocokkan tindakan mereka satu sama lain melalui proses interpretasi. Interpretasi yaitu proses berpikir yang merupakan kemampuan yang dimiliki manausia. Jadi dalam proses interaksi manusia itu bukan suatu proses dimana adannya stimulus atau ransangan secara otomatis dan langsung menimbulkan tanggapan tetapi antara stimulus yang diterima direspon melalui proses interpretasi atau berpikir.

Diantara berbagai pendekatan yang digunakan untuk mempelajari interaksi sosial, dijumpai pendekatan yang dikenal dengan nama interaksionisme simbolik. Pendekatan ini bersumber pada pemikiran Geroge Herbert Mead. Simbol merupakan sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang mempergunakannya. Herbert Blummer, salah seorang penganut pemikiran Mead, berusaha menjabarkan pemikiran Mead mengenai interaksionisme simbolik dalam Kamanto Sunarto, menurut Blumer pokok pikiran

interaksionisme simbolik ada tiga; pertama bahwa manusia bertindak (act) terhadap sesuatu

(thing) atas dasar makna (meaning) yang dipunyai sesuatu tersebut baginya. Kedua, makna yang dipunyai tersebut berasal atau muncul dari interaksi sosial antara seseorang dengan sesamanya. Ketiga, bahwa makna diperlakukan atau diubah melalui suatu proses penafsiran,

(interpretative process), yang digunakan orang dalam menghadapi sesuatu yang

dijumpainya.15

Yang hendak ditekankan oleh Blumer disini adalah bahwa makna yang muncul dari interaksi tersebut tidak begitu saja diterima oleh seseorang melainkan ditafsirkan terlebih dahulu.

13 Bernard Raho, SVD. Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2007), Cet. I, h. 97.

14Ibid.h. 97.


(30)

Untuk mempelajari interaksi sosial digunakan pendekatan tertentu, yang dikenal dengan

nama interactionist perspektive. Diantara berbagai pendekatan yang digunakan untuk

mempelajari intreaksi sosial, dijumpai pendekatan yang dikenal dengan nama interaksionisme

simbolik (Symbolic interaksionism). Pendekatan ini bersumber dari pemikiran George

Herbert Mead. Dari kata interaksionisme sudah nampak bahwa sasaran pendekatan ini ialah interaksi sosial; kata simbolik mengacu pada penggunaan simbol-simbol dalam interaksi. Dalam interaksi sosial, ada asumsi teoretis yang distilahkan dengan interaksionisme simbol. Herbert Blumer menyampaikan rumusan yang paling ekonomis menurutnya dari asumsi-asumsi interaksionisme simboldimana hal ini berhubungan konsep “diri” konsep

perbuatan (action), konsep obyek, konsep interaksi sosial, konsep joint action. Ia

menyambung pada gagasan-gagasan Mead adalah sebagai berikut: konsep diri, konsep

perbuatan (action), konsep obyek. Ketiga konsep menurut Blumer tersebut bila dikaitkan

dengan gagasan Mead adalah dapat dijelaskan. Manusia bukan semata-mata organisasi saja yang bergerak dibawah pengaruh perangsang-perangsang entah dari luar, entah dari dalam,

melainkan “organisme yang sadar akan dirinya”. (An organism having a self). Selanjutnya

perbuatan manusia dibentuk dalam dan melalui proses interaksi dengan diri sendiri, maka perbuatan itu berlainan sama sekali dengan gerak mahluk-mahluk yang bukan manusia. Manusia menghadapkan diri pada macam-macam hal seperti kebutuhan perasaan, tujuan,

perbuatan orang lain, peraturan-peraturan masyarakatnya, situasinya, self image-nya,

ingatannya dan cita-cita untuk masa depan. Manusia hidup ditengah obyek-obyek. Kata “obyek” dimengerti dalam arti luas dan meliputi semua yang menjadi sasaran perhatian arti manusia. Menurut Blumer, obyek dapat bersifat fisik seperti kursi, atau khayalan, kebendaan

seperti Empire state Building atau abstrak seperti konsep kebebasan, hidup atau tidak hidup

terdiri dari golongan atau terbatas pada satu orang, bersifat pasti seperti golongan darah, atau agak kabur seperti ajaran filsafat. Inti hakikat obyek-obyek tidak ditentukan oleh ciri-ciri instrinsik mereka, melainkan oleh minat dan arti yang dikenakan kepada obyek-obyek itu. Konsep interaksi sosial.

Dalam deskripsi Mead, “proses pengambilan peran” menduduki tempat penting. Interaksi berarti bahwa para peserta masing-masing memindahkan diri mereka secara mental ke dalam

posisi orang lain. Konsep joint action. Blumer mengganti istilah sosial act dari mead dengan

istilah joint action. Artinya ialah aksi kolektif yang lahir dimana masing-masing


(31)

G.

Masyarakat Menurut Teori Simbolik

Interaksi simbolik menggambarkan masyarakat bukanlah dengan memakai konsep-konsep seperti sistem, struktur sosial, posisi status, peranan sosial, pelapisan sosial, struktur institusional, pola status, norma-norma, dan nilai-nilai sosial, melainkan dengan memakai istilah “aksi”. Masyarakat, organisasi atau kelompok terdiri dari orang-orang yang menghadapi keragaman stuasi dan masalah yang berbeda-beda.

Pengaruh interaksionisme yang paling umum adalah pandangan bahwa kita

menggunakan interpretasi orang lain sebagai bukti “kita”. Berarti, citra diri (Self-image).

Kesadaran kita adalah produk dari cara orang lain berpikir tentang kita. Akibatnya, dalam hal ini “saya adalah apa yang saya pikir engkau berpikir tentang saya”. Bagi interaksi simbolik inilah terutama apa yang dimaksud dengan sosialisasi itu. Jadi bukan aturan-aturan kebudayaan sudah ada, bersifat eksternal, yang secara umum diinternalisasi oleh manusia, seperti pendapat teori struktural. Citra diri adalah produk dari proses interpreatif. Alokasi makna antara satu orang dengan orang yang lain. Yang bagi teori tindakan adalah akar dari semua interaksi sosial. Maka muncullah suatu gambaran masyarakat yang dinamis, bercorak serba berubah dan pruralis. Orang saling berhubungan satu sama lain dan saling menyesuaikan kelakuan mereka secara timbal-balik. Mereka tidak bertindak dengan berdoman pada satu kebudayaan, struktur sosial dan sebagainya, melainkan dengan menghadapi situasi-situasi. Ciri-ciri struktural seperti kebudayaan, pelapisan sosial atau peran-peran sosial yang menyediakan kondisi-kondisi tindakan mereka tetapi tidak menentukannya.

Interaksionisme simbolik adalah nama yang diberikan kepada salah satu teori tindakan yang paling terkenal. Melalui interaksionisme simboliklah pernyatan-pernyataan seperti ‘definisi situasi”, “realitas dimata pemiliknya”, dan “jika orang mendefinisikan situasi itu nyata, maka hanyalah situasi itu dalam konsekuensinya”, menjadi paling relevan. Meski agak berlebihan, interaksionisme simbolik itu jelas menunjukkan jenis-jenis aktivitas manusia yang unsur-unsurnya memandang penting untuk memusatkan perhatian dalam rangka memahami kehidupan sosial. Menurut ahli teori interaksionisme simbolik, kehidupan sosial secara harfiah adalah interaksi manusia melalui penggunaan

simbol-simbol”. Interaksionisme simbolik tertarik pada: Pertama,cara manusia menggunakan


(32)

sama lain (Suatu interpreatif yang ortodok). Kedua, akibat interpretasi atas simbol-simbol

terhadap kelakuan pihak-pihak yang terlibat selama interaksi sosial.16

Interaksionisme simbolik menekankan bahwa interaksi adalah proses interpretatif dua arah. Kita tidak hanya harus memahami bahwa tindakan seseorang adalah produk bagaimana ia menginterpretasi perilaku orang lain, tetapi bahwa interpretasi ini akan memberi dampak terhadap pelaku yang berperilakunya diinterpretasi dengan cara tertentu pula. Salah satu konstribusi interaksionisme simbolik bagi teori tindakan adalah elaborasi dan menjelaskan berbagai akibat interpretasi terhadap orang lain terhadap identitas sosial individu yang menjadi objek interpretasi tersebut.

H.

Perubahan Sosial dan Kebudayaan

Setiap manusia pasti mengalami perubahan-perubahan. Perubahan-perubahan masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, susunan lembaga kemasyarakatan, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan sebagainya.

1. Definisi Perubahan Sosial dan Kebudayaan

Para sosiolog maupun antropolog telah banyak mempersoalkan mengenai pembatasan pengertian perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan. William F.Ogburn dalam Soerjono Soekanto, berusaha memberikan sesuatu pengertian tertentu, walau tidak memberi definisi tentang perubahan-perubahan sosial. Dia mengemukakan ruang lingkup perubahan-perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun yang immaterial, yang ditekankan adalah pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan

material terhadap unsur-unsur immaterial.17 Kingsley Davis mengartikan perubahan

sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Misalnya timbul perorganisasian buruh dalam masyarakat kapitalis telah menyebabkan perubahan-perubahan dalam hubungan-hubungan antara buruh dan majikan dan seterusnya menyebabkan perubahn-perubahan dalam organisasi ekonomi dan

politik.18Teori-teori mengenai perubahan-perubahan masyarakat sering mempersoalkan

perbedaan antara perubahan-perubahan sosial dan perubahan kebudayaan. Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan sosial meerupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagiannya yaitu: kesenian, ilmu

16 Pip Jones. Pengantar Teori-teori Sosial, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009), h. 142. 17Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, h. 303-304.


(33)

pengetahuan, teknologi, bahkan dalam bentuk aturan-aturan organisasi sosial. Perubahan sosial dan kebudayaan dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk yaitu:

2. Bentuk-bentuk Perubahan Sosial dan kebudayaan

Perubahn sosial dan kebudayaan dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk, yaitu:

a. Perubahan lambat dan perubahan cepat

Perubahan-perubahan yang memerlukan waktu yang lama, dan rentetan-rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan yang lambat, dinamakan evolusi. Perubahan-perubahan tersebut terjadi karena usaha-usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluan-keperluan, keadaan-keadaan dan kondisi-kondisi baru, yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Rentetan perubahan-perubahn tersebut tidak perlu sejalan dengan peristiwa-peristiwa di dalam sejarah masyarakat yang bersangkutan.

b. Perubahan kecil dan perubahan besar

Agak sulit untuk merumuskan masing-masing pengertian tersebut di atas, karena batas-batas pembedaannya sangat relatif. Sebagai pegangan dapatlah dikatakan bahwa perubahan-perubahan kecil adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung yang berarti bagi masyarakat. Perubahan mode pakaian, misalnya tidak akan membawa pengaruh apa-apa bagi masyarakat dalam keseluruhannya, karena tidak mengakibatkan perubahan-perubahn pada lembaga-lembaga kemasyarakatan. Sebaliknya, suatu proses industrilisasi yang berlangsung pada masyarakat agraris, misalnya, merupakan pengaruh besar pada masyarakat.

c. Perubahan yang dikehendaki dan perubahan tidak dikehendaki

Perubahan yang dikehendaki adalah perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang akan melakukan

perubahan di dalam masyarakat. Pihak yang menghendaki perubahan disebut agent

of change. Agent of change memimpin masyarakat dalam mengubah sistem sosial.

Dalam melaksanakannya, agent of change langsung tersangkut dalam

tekanan-tekanan untuk mengadakan perubahan. Bahkan mungkin menyiapkan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Selanjutnya perubahan-perubahan


(34)

yang tidak dikehendaki merupakan perubahan-perubahan yang terjadi tanpa dikehendaki, berlangsung di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan masyarakat. Konsep perubahan yang dikehendaki atau tidak dikehendaki tidak mencakup paham apakah perubahan-perubahan tadi diharapkan atau tidak diharapkan oleh masyarakat. Mungkin suatu perubahan yang tidak dikehendaki sangat diharapkan

dan diterima masyarakat. Bahkan para agent of change yang merencanakan

perubahan-perubahan yang dikehendaki telah memperhitungkan terjadinya perubahan-perubahn yang tidak terduga di bidang-bidang lain.

3.faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosial dan kebudayaan.

Untuk mempelajari perubahan masyarakat, perlu diketeahui sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya perubahan itu. Apabila diteliti lebih mendalam sebab terjadinya perubahn masyarakat, mungkin karena adanya sesuatu yang dianggap sudah tidak lagi memuaskan. Mungkin saja karena ada factor baru yang lebih memuaskan masyarakat sebagai pengganti faktor-faktor lama itu. Pada umumnya dikatakan bahwa sebab-sebab tersebut mungkin sumbernya ada yang terletak di dalam masyarakat itu sendiri da nada yang terletaknya di luar. Sebab-sebab yang terletak di dalam masyarakat itu sendiri, antara lain adalah:

a. Bertambah atau berkurangnya penduduk

b. Penemuan-penemuan baru

c. Pertentangan konflik masyarakat

d. Terjadinya pemberontakan atau revolusi

Selanjutnya suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula bersumber pada sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri, antara lain:

a. Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan fisik yang ada di sekitar manusia

b. Peperangan


(35)

4.Faktor-faktor yang mempengaruhi Jalannya proses perubahan

Di dalam masyarakat dimana terjadi suatu proses perubahan, terdapat faktor-faktor yang mendorong jalannya perubahan yang terjadi. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah:

a. Kontak dengan kebudayaan lain. Salah satu proses yang menyangkut hal ini adalah

diffusion. Difusi adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu ke individu lain, dan dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Dengan proses tersebut masyarakat mampu menghimpun penemuan-penemuan baru yang dihasilkan.

b. Sistem pendidikan formal yang maju. Pendidikan mengajarkan kepada individu

aneka macam kemampuan. Pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam membuka pikirannya serta menerima hal-hal baru dan juga bagimana cara berpikir secara ilmiah.

c. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju.

Apabila sikap tersebut melembaga dalam suatu masyarakat, maka masyarakat akan merupakan pendorong bagi usaha-usaha penemuan baru.

d. Sistem terbuka lapisan masyarakat. Sistem terbuka memungkinkan adanya gerak

sosial vertical yang luas atau berarti atau memberi kesempatan kepada para individu untuk maju atas dasar kemampuan diri sendiri. Dengan keadaan demikian, seseorang mungkin akan mengadakan identifikasi dengan warga-warga yang mempunyai status lebih tinggi. Identifikasi merupakan tingkah laku yang sedemikian rupa, sehingga seseorang meras berkedudukan sama dengan orang atu golongan lain yang dianggap lebih tinggi dengan harapan agar diberlakukan sama dengan golongan tersebut.

e. Penduduk yang heterogen. Masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok sosial yang

mempunyai latar-belakang kebudayaan yang berbeda, ras yang berbeda, ideologi yang berbeda dan seterusnya, mempermudah terjadinya pertentangan-pertentangan

yang mengundang kekgoncangan-kegoncangan. Keadaan-keadaan tersebut

mempermudah terjadinya perubahan-perubahan dalam masyarakat.

f. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupsn tertentu.

Ketidakpuasan yang berlangsung terlalu lama dalam masyarakat berkemungkinan besar akan mendatangkan revolusi.

g. Orientasi ke masa depan


(36)

5.Faktor-faktor Yang Menghalangi terjadinya Proses Perubahan

a. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain. Kehidupan asing menyebabkan

sebuah masyarakat tidak mengetahui perkembangan-perkembangan apa yang terjadi pada mamsyarakat lain yang mungkin akan memperkaya kebudayaannya sendiri. Hal itu juga menyebabkan bahwa para warga masyarakat terkukung pola-pola pemikirannya oleh tradisi.

b. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat. Hal ini mungkin disebabkan hidup

masyarakat tersebut terasing dan tertutup atau mungkin karena lama dijajah oleh masyarakat lain.

c. Sikap masyarakat yang sangat tradisionil. Suatu sikap yang mengagung-agungkan

tradisi dan masa lampau serta anggapan bahwa trasdisi secara mutlak tidak dapat diubah, menghambat jalannya proses perubahan.

d. Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat. Dalam

organisasi sosial yang mengenal sistem sosial pasti akan ada sekelompok orang yang menikmati kedudukan perubahan-perubahan. Misalnya dalam mamsyarakat feodal atau masyarakat yang sedang mengalami transisi.

e. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integritas kebudayaan. Memang harus

diakui kalo tidak mungkin integrasi semua unsur-unsur kebudayaan bersifat sempurna. Beberapa perkelompokkan unsur-unsur tertentu mempunyai drajat integritas tinggi. Maksudnya unsur-unsur luar dikhawatirkan akan menggoyahkan integrasi dan menyebabkan perubahan-perubahan pada aspek-aspek tertentu masyarakat.

f. Prasangka terhadap hal-hal baru atau asing atau sikap yang tertutup. Sikap-sikap

demikian banyak dijumpai pada masyarakat-masyarakat yang pernah dijajah bangsa-bangsa barat.

g. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis. Setiap usaha pada unsur-unsur

kebudayaan rohaniah. Biasanya diartikan sebagai usaha yang berlawanan dengan ideologi masyarakat yang sudah menjadi dasr integritas masyarakat tersebut.

h. Adat atu kebiasaan. Adat atau kebiasaan merupakan pola-pola perilaku bagi anggota

masyarakat di dalam memenuhi semua kebutuhan pokoknya. Apabila kemudian pola-pola perilaku tersebut efektif di dalam memenuhi kebutuhan pokok, krisis akan muncul. Mungkin adat atau kebiasaan yang mencakup bidang kepercayaan, sistem mata pencaharian, cara berpakaian tertentu, begitu kokoh sehingga sukar untuk diubah.


(37)

I. Masyarakat dan Unsur-Unsur Persamaan Kebudayaan

Sejak lama para sarjana tertarik akan adanya bentuk-bentuk yang sama dari unsur-unsur kebudayaan diberbagai tempat yang sering kali jauh letaknya satu sama lain. Ketika cara berpikir mengenai evolusi kebudayaan berkuasa, para sarjana menguraikan gejala persamaan itu dengan keterangan bahwa persamaan-persamaan itu disebabkan karena tingkat-tingkat yang sama dalam proses evolusi kebudayaan di berbagai tempat di muka bumi. Sebaliknya ada juga uraian-uraian lain yang mulai tampak di kalangan ilmu antropologi, terutama waktu cara berfikir mengenai evolusi kebudayaan mulai kehilangan pengaruh, yaitu kira-kira pada akhir abad ke-19. Menurut uraian ini, gejala persamaan unsur-unsur kebudayaan di berbagai tempat di dunia disebabkan karena persebaran atau difusi dari unsur-unsur itu ke tempat–tempat tadi. Selanjutnya diterangkan bahwa

menurut Garebner yang disebutnya satu Kulturkreise.19 Maksud istilah itu adalah

lingkaran kebudayaan di muka bumi yang mempunyai unsur-unsur kebudayaan yang sama.

Metode klasifikasi unsur-unsur kebudayaan dari berbagai tempat di muka bumi ke dalam

berbagai kulturkreis itu diterangkan dalam bukunya yang menjadi sangat terkenal, yaitu

Methode der Etnologie (1911) dalam Koentjaraningrat. Prosedur klasifikasi itu berjalan sebagai berikut:

1. Seseorang peneliti mula-mula harus melihat di tempat-tempat mana di muka bumi

terdapat unsur-unsur kebudayaan yang sama. Misalnya di tiga kebudayaan di tempat-tempat yang kita sebut A, B, dan C yang letaknya saling berjauhan, terdapat

unnsur-unnsur kebudayaan a yang sama, maka unsur itu yang di A kita sebutkan a,di B kita

namakan a, di C adalah a. Persamaan akan kesadaran tadi dicapai dengan alasan

pembandingan berupa ciri-ciri, atau kualitas, dari ketiga unsur tadi, dan disebut Qualitats

Kriterium.

2. Si peneliti kemudian harus melihat apakah di A ada unsur-unsur lain yang sama dengan

unsur-unsur di B dan C; dan misalkan ada unsur b,c, d, dan e di A yang sama dengan unsur-unsur b, c, d, dan e di C, maka alasan pembandingan berupa suatu jumlah banyak

(kuantitas) dari berbagai unsur kebudayaan tadi di sebut Quantitats Kriterium. Tiap

kelompok unsur-unsur yang sama tadi, yaitu (a b c d e, (a’ b’ c’ d’ e’) dan (a” b” c” d”

e”), masing-masing disebut Kulturkomplex.


(38)

3. Akhirnya peneliti menggolongkan ketiga tempat itu, yaitu A, B dan C, dimana terdapat

ketiga Kultu rkomplex tadi, menjadi satu, seolah-olah memasukkan ketiga tempat di atas

peta bumi bumi itu ke dalam satu lingkaran. Ketiga tempat tadi itu menjadi Kulturkreis.

Dengan melanjutkan prosedur tersebut, maka di atas peta bumi akan tergambar berbagai

Kulturkreis, yang saling berpadu dan bersimpangisiur. Dengan demikian akan tampak gambaran atau difusi dari unsur-unsur kebudayaan di masa yang lampau.

Berhubungan dengan perhatian terhadap masalah persebaran kebudayaan tersebut di atas, ada seorang sarjana ilmu hayat yang merangkap ilmu bumi bernama F. Ratzel (1844-1904) yang pernah mempelajari berbagai bentuk senjata busur di berbagai tempat di Afrika. Ia banyak menemukan persamaan bentuk pada busur-busur di berbagai tempat di Afrika itu, dan kemudian juga pada unsur-unsur kebudayaan lain, seperti bentuk rumah, topeng,pakaian dan lain-lain. Anggapan dasar para sarjana tadi dapat diringkaskan sebagai berikut: Kebudayaan manusia itu pangkalnya adalah satu, dan di suatu tempat yang tertentu, yaitu pada waktu mahluk manusia baru muncul di dunia ini. Kemudian kebudayaan induk itu berkembang, menyebar, dan pecahah ke dalam banyak kebudayaan baru karena pengaruh keadaan

lingkungan dan waktu. Oleh Karena itu dari penjelasan teori kulturkreise di atas dapat

dihubungkan dengan realitas kebudayaan secara univesal yakni gejala-gejala persebaran atau difusi kebudayaan yang ada di indonesia terdapat kesamaan unsur-unsur di dalamnya. Secara umum terdapat bebrapa deminsi yang menjelaskan kekhasan suatu bangsa. Unsur-unsur identitas itu secara normatif berbentuk sebagai nilai, bahasa, adat istiadat, dan letak

geografis.20Selanjutnya keterkaitan antara teori tersebut akan dijelaskan pada hasil kajian

ilmiah ini apakah ada hubungan serta interpretasi dari hasil kajian tersebut.

Masyarakat dan kebudayaan adalah dwi tunggal yang tidak bisa dipisahkan. Ada yang memamandang masyarakat dari sudut pandang kebudayaan dengan alasan bahwa unsur kebudayaan merupakan unsur terpenting dari masyarakat, ada yang memandang masyarakat dari aspek organisasi dan kerja sama karena unsur inilah yang terpentingdalam kehidupan bermasyarakat. Dan ada pula yang memandang sebagai kelompok-kelompok karena kelompok adalah unsur yang menentukan kehidupan masyarakat. Berikut ini adalah sejumlah pengertian dari beberapa ahli mengenai masyarakat. Kehidupan masyarakat harus dipandang sebagai suatu sistem atau sistem sosial, yaitu suatu keseluruhan bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berhubungan dalam suatu kesatuan. Menurut Koentjaraningrat masyarakat

20 A. Ubaedillah, Abdul Rozak, Demokrasi Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2000), h. 97.


(39)

adalah “kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu

yang bersifat kontinyu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama”.21Sementara

menurut Horton dan Hunt dalam M. Bambang Pranowo mengatakan;masyarakat adalah “suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu sama lain, sedangkan kebudayaan adalah sistem norma dan nilai yang terorganisasi yang menjadi pegangan masyarakat

tersebut”.22 Kemudian selanjutnya menurut Selo Soemardjan dalam Jacobus Ranjabar

mengatakan; masyarakat adalah “orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan

kebudayaan”.23Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa

masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang saling berhubungan:pengaruh-mempengaruhi; mempunyai norma-norma; memiliki identitas yang sama; dan memiliki teritorial kewilayahan tertentu.

Untuk memberikan penjelasan yang cukup detail mengenai unsur-unsur masyarakat untuk membedakannya dengan istilah lain seperti komunitas, perkumpulan dan lain sebagainya adalah:

1.Adanya kelompok manusia yang berinteraksi

Syarat pertama yang harus ada dalam kehidupan masyarakat adanya interaksi diantara anggota kelompok masyarakat tersebut, berlansung lama, saling pengaruh mempengaruhi dan memiliki prasarana untuk berinteraksi.

2. Adanya Norama-norma dan adat istiadat

Kehidupan masyarakat akan berlangsung tertib manakalah terdapat norma-norma yang diterapkan secara kontinyu dan teratur, sehingga menjadi adat istiadat yang khas untuk masyarakat tersebut yang menjadi pembeda dengan masyarakat lainnya.

3. Adanya identitas yang sama

Unsur lain yang membentuk adanya masyarakat adalah adanya identitas yang sama yang dimiliki oleh warga masyarakatnya, bahwa mereka memamang merupakan suatu kesatuan khusus yang berbeda dengan kesatuan-kesatuan lainnya.

21M. Bambang Pranowo, Sosiologi Sebuah Pengantar, h. 128.

22Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan Dan Pertanian, (Yogyakarta: Gadjah Madah University Press, 1999), h. 62.

23Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006), h. 10.


(40)

4. Adanya batas wilayah

Suatu masyarakat umumnya mempunyai batas-batas wilayah yang jelas. Batas-batas itu sering menjadi petunjuk bagi pengamat untuk memgetahui jenis suku bangsa yang menghuni wilayah tersebut.

Oleh karena itu masyarakat tidak dapat dipisahkan dari manusia karena hanya manusia saja yang hidup bermasyarakat. Sebaliknya manusia pun tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat. Dengan adanya kebudayaan di dalam masyarakat itu adalah sebagai bantuan yang sangat besar sekali pada individu-individu, baik dari sejak permulaan adanya masyarakat sampai kini. Setiap kebudayaan adalah sebagai jalan atau arah di dalam bertindak dan berpikir, sehubungan dengan pengalaman-pengalaman fundamental, oleh sebab itulah kebudayaan tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat.

J.

Kerangka Berpikir

Pola interaksi masyarakat pendatang terhadap masyarakat lokal di Sumbawa barat studi di kecamatan Maluk Kabupaten Sumbawa Barat menggambarkan suatu bentuk-bentuk umum dalam suatu sudut pandang interaksi sosial pada suatu komunitas masyarakat. Telah dijelaskan secara teoritis bahwa bentuk umum proses-proses sosial adalah interaksi sosial yang juga dapat dinamakan proses sosial. Oleh karena intreaksi

sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial.

Bentuk-bentuk lain dari proses-proses sosial hanya merupakan bentuk-bentuk khusus dari interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok-kelompok manusia. Jelaslah dapat diterangkan bahwa dengan keeradaan masyarakat suatu interaksi sosial itu dapat dilakukan. Oleh karena itu dengan berinteraksi mengarahkan kehadiran masyarakat itu sendiri kearah perubahan, baik cara berpikir, gaya hidup, tingkah laku dan peran seseorang dalam suatu sistem masyarakat. Namun dalam konteks interaksi faktor budaya menjadi latar belakang yang sangat penting, karena melihat budaya menjadi tolak ukur dan acuan oleh seseorang untuk bergaul antar sesama sehingga menghasilkan kerja sama dan mencapai tujuan yang sama. Seseorang akan bergaul sesuai dengan apa yang diharapkan yakni mengarah pada bentuk-bentuk perilaku yang positif terhadapnya tentu dipengarui oleh latar belakang dan norma-norma yang sesuai dengan paham mereka yang dianut dalam ajaran kebudayaannya. yang menjadi permasalahan pokok dan


(41)

asumsi dasar dalam hal ini adalah pola berinteraksi masyarakat pendatang terhadap masyarakat lokal sehingga membentuk suatu masyarakat yang dinamakan masyarakat yang ideal baik dilihat dari sudut pandang agama, budaya,sosial dan ekonomi. Pembahasan dalam kerangka berfikir ini, yang mencakup ruang lingkup yang luas, merupakan serangkaian muatan-muatan ilmu pengetahuan mengenai interaksi sosial yang akan dilakukan pada tingkat penelietian akan dilakukan. Maka pembahasan akan dibatasi pada bentuk-bentuk interaksi sosial yaitu bentuk-bentuk yang tampak apabila orang perorangan ataupun kelompok-kelompok manusia itu mengadakan hubungan suatu sama lain.


(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kecamatan Maluk, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan September 2013.

B.

Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif Pada dasarnya sebuah penelitian sosial dilakukan untuk memahami berbagai hal berkaitan dengan dinamika kehidupan sosial masyarakat. Walaupun demikian, berbagai pengalaman melakukan serangkaian prosedur penelitian menunjukkan bahwa ternyata metode penelitian kuantitatif tidak dapat sepenuhnya mengungkap kehidupan sosial secara rinci dan mendalam. Metode penelitian kuantitatif ternyata tidak dapat digunakan untuk mengungkap dinamika kehidupan sosial secara utuh. Penelitian kuantitatif menjadi tidak tepat atau dirasa kurang tepat digunakan apabila ingin meneliti kehidpan sosial secara rinci karena dengan alasan-alasan seperti: (1) kehidupan sosial yang diteliti sangat kompleks; dan (2) hasil penelitian tidak memuaskan karena banyak hal yang belum dapat dijelaskan oleh hasil penelitian tersebut.

Menurut Taylor dan Bogdan dalam Bagong Suyanto dan Sutinah Pengertian penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai “penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang

diteliti”.24 Penelitian kualitatif yang berakar dari paradigma interpretatif, pada awalnya

muncul dari ketidakpuasan atau reaksi terhadap paradigma positivist, yang menjadi akar

penelitian kuantitatif.

Untuk mengadakan pengkajian selanjutnya terhadap istilah penelitian kualitatif perlu

kiranya dikemukakan beberapa definisi. Pertama, Bogdan dan Taylor (1975: 5) dalam Lexi J.

Moleong mendefinisikan “metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa data-data tertulis atau lisan dari orang-orang yang

24Bagong Suyanto, Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 166.


(1)

6. Dalam hal sistem perkawinan (Adat perkawinan) pada hakikatnya telah mengalami perubahan dalam artian percampuran budaya. Hal diterangkan sebagian kecil masyarakat lokal yang berjodoh dengan masyarakat pendatang, sehingga melakukan hubungan pernikahan dengan masyarakat pendatang. Walaupun hal demikian terjadi pada bentuk hubungan perkawinan, dipastikan budaya masyarakat lokal akan lebih ditonjolkan sebagai kelompok yang mayoritas dari pada budaya masyarakat pendatang sebagai masyarakat minoritas.


(2)

BAB V

PENUTUP

A.

Kesimpulan

Dari penjelasan dapat disimpulkan bahwa:

1. Pola interaksi masyarakat pendatang dengan masyarakat setempat adalah interaksi yang bersifat asosiatif.

2. Kelembagaan sosial budaya beserta aktivitasnya diakui semakin berkembang dan mengalami peningkatan setelah adanya interaksi yang positif antara masyarakat lokal dan masyarakat pendatang terhadap pembentukan masyarakat. Indikasinya adalah berkembangnya kelompok-kelompok dan kelembagaan sosial masyarakat dalam bidang sosial, budaya dan agama tersebut sehingga mempengaruhi perkembangan perilaku masyarakat dan orientasinya terhadap lingkungan sekitar. Hal demikian juga didukung oleh sarana dan prasarana serta ketersedian tokoh-tokoh masyarakat dalam keberlangsungan proses tersebut.

3. Kegiatan-kegiatan keagamaan yang merupakan sarana untuk melakukan komunikasi dan kontak sosial secara langsung antara masyarakat lokal dan masyarakat pendatang ini telah memberikan konstribusi yang baik dalam menjalin interaksi yang positif. Pendekatan dengan cara dialog dan musyawarah untuk saling memberikan argumentasi dan informasi tentan gapa yang diterima sebagai kebenaran mengantarkan pada pembentukan sikap toleransi. Dengan kata lain sebuah interaksi sosial yang dilandasi rasa tenggang rasa dan saling menghargai perbedaan yang ada telah mengantarkan kearah pembentukan sikap toleransi baik dalam kehidupan sosial maupun dalam kehidupan beragama.

B.

Saran

1.

Penulis

Kompleksitas akan terus terjadi dan berkembang karena adanya masyarakat yang dinamis yang selalu bergerak yang dilihat dalam tataran konteks sosial, budaya dan agama. Saran yang lebih ditekankan dalam hal ini adalah adanya kesadaran, kemauan, dan perlakuan yang sama pada semua warga masyarakatnya yang pada masa ini telah mengalami perkembangannya. Diketahui dalam lingkungan penelitian adanya banyak


(3)

budaya serta adat istiadat yang sedang berkembang pada bentuk kesatuan masyarakat yang ideal dalam kemajemukannya. Saran yang bersifat membangun dari penulis adalah distorasi budaya akan memungkinkan terjadi terhadap masyarakat itu sendiri oleh karena itu sangat penting adanya pengaruh peran semua pihak baik dari pemerintah, tokoh dan kelembagaan sosial, budaya, dan agama. Sebagai sayarat utama adalah adanya rasa saling memiliki dan menghargai antar sesama walaupun banyak sekali perbedaan antara masyarakat itu sendiri.

Secara pribadi penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan atau pun kejanggalan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan dalam skripsi ini.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alamsjah Ratu Perwiranegara, Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama, (Jakarta: PT. Unipress, 1982).

A.Ubaidillah, dkk., Pendidikan Kewargaan Demokrasi, HAM dan Masyaraka tMadani,

(Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000),Cet. I.

Alvin S. Jhonson, Sosiologi Hukum, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,2006).

Andi Prastowo, Memahami Metode-metode Penelitian, (Yogyakarta: AR-ruz Media, 2011).

Abdul Chaer, Leoni Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004).

Akhaeruddin S.Pd, Wawancara, ketua karang Taruna.

Bernard Raho, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2007). Cet.I.

Bagong Suyanto, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: Kencana 2007).

Consuelo G. Sevilla, (eds), Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: Universitas Indonesia Press).

Djoko Widagdho, dkk, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), Ed. 1, Cet. 2.

Elly M. Setiadi,H. Kamma A. Hakam, Ridwan Effendi, IlmuSosial Dan Budaya Dasar,

(Jakarta: Kencana, 2008). Edisi ke 2, Cetke 3.

Galang, Wawancara, desa Bukit Damai, kecamatan Maluk.

Hj. Najamuddin, wawancara, tempat Masjid Al-Ikhlas, kecamatan Maluk.


(5)

H. Lalu Abdumuthalib, Wawancara, Kantor Kecamatan Maluk. Sumbawa Barat, NTB.

John Rayes, Wawancara, tempatkediaman, kecamatan Maluk, Nusa Tenggara Barat.

J. Dwi Narko, BagongSuyanto, Sosiologi teks pengantar dan terapan, cetakan ke II,

(Jakarta:Kencana 2007).

Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006).

JohnW. Crewell, Research Design, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010).

Kumanto Sunarto, Pengantar Sosioligi, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1993).

Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1987).

Lalu Mantja. Sumbawa Pada Masa Dulu (Suatu Tinjauan Sejarah), (Sumbawa Besar: CV. Samratulangi, 2011).

Lexy J. Moeleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakara, 2006), Cet. KeVII.

Lajnah Penthashih Mushaf Alqur’an, Departmen Agama Republik Indonesia, Alquran dan terjemahannya, ( Bandung: CV Jumanatul Ali Art, 2004)

Moh.Nazir, Metode Penelitian, (Darussalam: Ghalia Indonesia, 1983).

M. Bambang Pranowo, Sosiologi Sebuah Pengantar, Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam, (Jakarta: Labolatoruim Sosiologi Agama, 2008).

M. Irsjad Djuwaeli, Pembaruan Kembali Pendidikan Islam, (Ciputat: Karsa Utama Mandiri dan PB Mathla’ul Anwar, 1998).

M. Arifin Hakim, Ilmu Sosial Dasar, Teori Dan Konsep Ilmu Sosial, (Bandung: Pustaka Satya, 2001).


(6)

Makawaru,Wawancara, tempat kediaman, Desa Benete, Kecamatan Maluk.

Pip Jones. PengantarTeori-teoriSosial, (Jakarta: yayasanobor Indonesia 2009), Cet, I.

Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan Dan Pertanian, (Yogyakarta: Gadjah Madah University Press, 1999)

Responden, Wawancara, Tempat Pasar Tradisional Desa Maluk, Kabupaten Sumbawa Barat.

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar,(Jakarta: Rajawali Grafindo Persada, 2005), Cet. 38.

Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008).

Peter L. Berger, Perspektif Metateori Pemikiran, (Jakarta: Pustaka LP3S Indonesia, 2009).

William A. Haviland, Antropologi, (Surakarta: Erlangga, 1985).