Perbedaan dari CSP antara BUMN dan BUMS

2.8 Pengembangan Hipotesis

2.8.1 Perbedaan dari CSP antara BUMN dan BUMS

Rudjito 2005 menyatakan bahwa salah satu masalah yang mengakibatkan BUMN memiliki kinerja bisnis rendah di masa lalu adalah kekurangan dalam arah kebijakan yang dibuat BUMN. Karena pelayanan BUMN telah diatur, maka arah kebijakan BUMN jelas dan itu menjadi lebih jelas ketika UU RI No 19 Tahun 2003 disahkan. Salah satu fungsi Departemen BUMN adalah untuk menekankan peran pemerintah sebagai pemilik BUMN berbeda dari peran pemerintah sebagai regulator. Undang-undang RI No.19 Tahun 2003 dengan tegas membedakan peran pemilik, regulator, pengawas, dan operator. Dengan berbagai peran, intervensi politik dalam BUMN akan diperkecil. Akibatnya, BUMN dapat bekerja profesional berdasarkan prinsip-prinsip good corporate governance. Selain itu, peningkatan permintaan, yang dihasilkan dari situasi global, bagi BUMN untuk menjadi corporate citizen adalah juga kondisi yang dihadapi oleh BUMN Soedjais, 2005. Mengingat arah positif dalam mengelola BUMN, adalah diharapkan bahwa faktor-faktor yang ada dapat mendorong BUMN untuk meningkatkan kinerja mereka dalam berbagai dimensi yakni sosial, lingkungan, dan keuangan. Di sisi lain BUMS pun pernah mempunyai sejarah buruk akibat kondisi perekonomian yang bergejolak yang akhirnya berdampak pada kinerja usaha yang buruk. Salah satu penyebabnya yaitu karena kegagalan perusahaan dalam melakukan pemantauan dan penentuan perencanaan strategis. Dimensi lain penyebab buruknya kinerja perusahaan secara umum adalah pelanggaran terhadap etika bisnis. Dalam hal ini etika bisnis terkait dengan bagaimana perusahaan sebagai agen moral harus dapat menerapkan perilaku etis dalam menjalankan bisnisnya baik dari segi dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan sekitar dalam Daniri, 2008. Namun sejalan dengan perkembangan dunia usaha saat ini, kesadaran akan tuntutan tersebut mulai terealisasi dengan baik. Hal itu dipicu karena sekarang masyarakat telah semakin kritis dan mampu melakukan kontrol sosial terhadap dunia usaha sehingga menuntut para pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya dengan semakin bertanggung jawab. Pelaku bisnis tidak hanya dituntut untuk memperoleh keuntungan dari lapangan usahanya, melainkan juga diminta untuk memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan sosialnya. Terlebih lagi dengan disahkannya Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tanggal 20 Juli 2007 menandai babak baru pengaturan tanggung jawab sosial perusahaan dalam Daniri, 2008. Oleh karena itu, hipotesis ini menyatakan bahwa: H 1 : Tidak ada perbedaan dalam kinerja sosial BUMN dan BUMS .

2.8.2 Hubungan Antara CSP dan CFP