Perancangan Dan Pembuatan Shop Drawing Pada Pembangunan Lift Penumpang Kapasitas 20 Orang/1350 Kg Dengan Menggunakan Software Autocad 2007 Di Gedung Camridge Mall

(1)

TUGAS SARJANA MESIN PEMINDAH BAHAN

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SHOP DRAWING PADA PEMBANGUNAN LIFT PENUMPANG

KAPASITAS 20 ORANG/1350 KG DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE AUTOCAD 2007

DI GEDUNG CAMBRIDGE MALL

Skripsi yang diajukan sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik

IRFAN ALAM SIREGAR NIM. 110421002

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SHOP DRAWING PADA PEMBANGUNAN LIFT PENUMPANG

KAPASITAS 20 ORANG/1350 KG DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE AUTOCAD 2007

DI GEDUNG CAMRIDGE MALL

IRFAN ALAM SIREGAR NIM. 110421002

Telah Disetujui Dari Hasil Seminar Skripsi Periode ke 216 pada Tanggal 18 Oktober 2014

Pembanding I, Pembanding II

Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri Ir. Syahrul Abda, Msc


(3)

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SHOP DRAWING PADA PEMBANGUNAN LIFT PENUMPANG

KAPASITAS 20 ORANG/1350 KG DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE AUTOCAD 2007

DI GEDUNG CAMRIDGE MALL

IRFAN ALAM SIREGAR NIM. 110421002

Telah Disetujui Dari Hasil Seminar Skripsi Periode ke 216 pada Tanggal 18 Oktober 2014

Pembimbing,

Ir. Alfian Hamnsi, Msc NIP. 195609101987011001


(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini tepat pada waktunya. Tugas Sarjana ini berjudul “Perancangan dan Pembuatan Shop Drawing pada Pembangunan Lift Penumpang Kapasitas 20 Orang dengan menggunakan Software Autocad 2007 di Gedung Camridge Mall”.

Tugas Sarjana ini disusun sebagai salah satu syarat yang ditempuh bagi setiap Mahasiswa untuk memperoleh gelar Sarjana pada Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Penulis Menyadari bahwa dalam penyelesaian Tugas Serjana ini masih ada terdapat kekurangan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran agar Tugas Sarjana ini dapat menjadi sempurna dan bermanfaat bagi kita yang membacanya.

Selama melaksanakan Tugas Serjana ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua Orang tua penulis, Ayahanda M. Siregar beserta Ibunda A. Dalimunte yang telah memberikan dorongan moril maupun materil selama ini.

2. Bapak Ir. Alfian, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing Tugas Sarjana

3. Bapak Dr.Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

4. Seluruh staff pengajar yang mendidik penulis selama diperkuliahan dan para pegawai Jurusan Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.


(11)

5. Ronal Sijabat S.T, selaku Supervisor Elevator di Gedung Camridge Mall yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis selama melakukan Tugas Sarjana.

6. Abanganda Lilik yang telah banyak memberikan semangat dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

7. Buat teman kantor saya Juli Hutabarat yang telah memberikan semangat dan do’a yang tulus dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

8. Teman-teman seperjuangan Michael Jackson, Rindu Sidabutar, Mhd. Darwis Rambe dan seluruh Mahasiswa Ekstensi khususnya Angkatan 2011.

Akhirnya penulis memohon dan berdoa semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua Amal baik kita, dan semoga Tugas Sarjana ini bermanfaat bagi siapapun yang membaca dan memahaminya.

Medan, September 2014 Penulis

Irfan Alam Siregar NIM. 110421002


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR SIMBOL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

ABSTRAK ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Batasan Masalah ... 2

1.5 Metodologi Penulisan ... 3

1.6 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mesin Pemindah Bahan ... 5

2.2 Klasifikasi Mesin Pemindah Bahan ... 6

2.3 Dasar Pemilihan Mesin Pemindah Bahan ... 9

2.3.1 Dasar Pemilihan Pesawat Pengangkat ... 10

2.4 Lift ... 11

2.4.1 Sejarah Lift ... 11

2.4.2 Cara kerja Lift ... 16

2.4.3 Komponen utama pada Lift ... 17

2.5 Klasifikasi Metode penggunaan Pengimbang ... 24

2.6 Tali Baja ... 25

2.7 Faktor yang mempengaruhi umur Puli & Tali Baja ... 36


(13)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Penelitian ... 46

3.2 Waktu dan Tempat ... 47

3.3 Bahan dan Alat …. ... 47

3.3.1 Bahan ... 47

3.3.2 Alat ... 48

3.4 Keterangan Diagram Alir …. ... 48

3.4.1 Studi Literatur ... 48

3.4.2 Pengumpulan Data ... 48

3.4.3 Analisa Data ... 48

3.4.4 Kesimpulan dan Saran ... 49

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Perancangan Shop Drawing ... 50

4.2 Perhitungan Motor Penggerak ... 53

4.3 Perencanaan Counter Weight ... 54

4.4 Perhitungan Tali Baja ... 54

4.4.1 Diameter Tali Baja ... 56

4.4.2 Luas Penampang Tali Baja ... 57

4.4.3 Umur Tali Baja ... 60

4.4.4 Pemeriksaan Kekuatan Tali Baja ... 64

4.4.5 Panjang Tali Baja ... 65

4.5 Perhitungan Puli Penggerak ... 66

4.5.1 Diameter Puli ... 66

4.5.2 Perencanaan Diameter Poros Puli ... 67

4.5.3 Pemeriksaan Tekanan Pada Alur Puli ... 70

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan ... 72

5.2 Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... ix LAMPIRAN


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR SIMBOL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

ABSTRAK ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Batasan Masalah ... 2

1.5 Metodologi Penulisan ... 3

1.6 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mesin Pemindah Bahan ... 5

2.2 Klasifikasi Mesin Pemindah Bahan ... 6

2.3 Dasar Pemilihan Mesin Pemindah Bahan ... 9

2.3.1 Dasar Pemilihan Pesawat Pengangkat ... 10

2.4 Lift ... 11

2.4.1 Sejarah Lift ... 11

2.4.2 Cara kerja Lift ... 16

2.4.3 Komponen utama pada Lift ... 17

2.5 Klasifikasi Metode penggunaan Pengimbang ... 24

2.6 Tali Baja ... 25

2.7 Faktor yang mempengaruhi umur Puli & Tali Baja ... 36


(15)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Penelitian ... 46

3.2 Waktu dan Tempat ... 47

3.3 Bahan dan Alat …. ... 47

3.3.1 Bahan ... 47

3.3.2 Alat ... 48

3.4 Keterangan Diagram Alir …. ... 48

3.4.1 Studi Literatur ... 48

3.4.2 Pengumpulan Data ... 48

3.4.3 Analisa Data ... 48

3.4.4 Kesimpulan dan Saran ... 49

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Perancangan Shop Drawing ... 50

4.2 Perhitungan Motor Penggerak ... 53

4.3 Perencanaan Counter Weight ... 54

4.4 Perhitungan Tali Baja ... 54

4.4.1 Diameter Tali Baja ... 56

4.4.2 Luas Penampang Tali Baja ... 57

4.4.3 Umur Tali Baja ... 60

4.4.4 Pemeriksaan Kekuatan Tali Baja ... 64

4.4.5 Panjang Tali Baja ... 65

4.5 Perhitungan Puli Penggerak ... 66

4.5.1 Diameter Puli ... 66

4.5.2 Perencanaan Diameter Poros Puli ... 67

4.5.3 Pemeriksaan Tekanan Pada Alur Puli ... 70

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan ... 72

5.2 Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... ix LAMPIRAN


(16)

DAFTAR SIMBOL

Lambang Keterangan Satuan

P Daya Motor Hp

a Jumlah trip rata-rata/bulan -

c Faktor karakteristik -

D Diameter Puli mm

d Diameter tali mm

F Gaya Newton

Fc Faktor Koreksi -

g Grapitasi bumi m/s2

n Putaran Rpm

p Tekanan Pa

k Faktor Keamanan tali -

l Panjang tali cm

Q Beban total kg

t Waktu Sekon

v Kecepatan m/s

z Momen tahan lentur mm3

η Efesiensi -

σ Tegangan tarik yang terjadi kg/mm2


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Dongkrak dan Ikatan ... 7

Gambar 2.2 Hosting Crane ... 8

Gambar 2.3 Lift ... 8

Gambar 2.4 Bagian bagian Lift ... 13

Gambar 2.5 Komponen utama pada Lift ... 17

Gambar 2.6 Elevator Machine ... 19

Gambar 2.7 Governor... 20

Gambar 2.8 Automatic Rescue Device ... 21

Gambar 2.9 Guide Rail ... 22

Gambar 2.10 Landing Door ... 23

Gambar 2.11 Buffer ... 23

Gambar 2.12 Diagram metode pemakaian pengimbang ... 24

Gambar 2.13 Bagian dari tali baja... 26

Gambar 2.14 Lapisan serat tali baja ... 30

Gambar 2.15 Kontruksi serat tali baja... 32

Gambar 2.16 Tali anti puntir dan Tali biasa ... 33

Gambar 2.17 Tali dengan untaian yang dipipihkan ... 34

Gambar 2.18 Lilitan tali yang terkunci ... 35

Gambar 2.19 Cara mengukur diameter tali baja ... 36

Gambar 3.1 Diagram alir pengerjaan Penelitian ... 46

Gambar 4.1 Plant of Hoistway ... 51

Gambar 4.2 Lift yang direncanakan ... 52


(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Menentukan NB (Number of Bend) ... 55

Tabel 4.2 Harga Faktor m... 60

Tabel 4.3 Dimensi Alur puli penggerak ... 64


(19)

ABSTRAK

Lift sangat diperlukan untuk mempercepat transport Karyawan antar lantai di gedung Camridge Mall. Metoda yang digunakan adalah metoda perancangan, mengunakan formula yang sebagian datanya diambil dari survai lapangan sehingga diperoleh : ukuran hoistway : 2,600 mm x 2,400 mm, panjang lintasan : 24.500 mm kecepatan : 60 m/s, umur tali baja : 2,6 tahun, motor : 11,5 Hp. Hasil yang diperoleh adalah Shop Drawing lift penumpang kapasitas 20 orang/1350 kg tipe Machine Room Less. Kesimpulan dari perancangan ini adalah telah dirancang sebuah lift penumpang dengan kecepatan 60 m/s dan menggunakan tali baja tipe 6 x 37 = 222 + 1 C di gedung Camridge Mall, Medan yang semuanya digambarkan pada Shop Drawing.


(20)

ABSTRACT

Elevator is very necessary to expedite transport Employees between floors in the building Camridge Mall. The method used is the method of designing, using formula that most files taken from a survey of the field so obtained Hoistway size : 2.600 mm x 2.400 mm, Travel : 24.500 mm, speed : 60 m/s, the age of steel ropes : 2.6 year Motor : 11,5 Hp. The result is a Shop drawing Passanger Elevator Type machine room less capacity 20 persons /1350 kg. The conclusion of this design is to have been designed a passenger Elevator speed 60 m/s and use wire rope Type 6 x 37 = 222 + 1 C in the camridge mall, Medan so everything is described on the Shop Drawing.


(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang sedang berkembang, dimana pada saat sekarang ini sedang mengadakan pembangunan di segala bidang untuk meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia. Pembangunan sarana dan prasarana umum meliputi pembangunan industri, perhubungan, pusat perbelanjaan (mall), perkantoran, hotel, dan apartemen.

Elevator / Lift adalah angkutan transportasi vertikal yang digunakan untuk mengangkut orang atau barang. Lift umumnya digunakan di gedung-gedung bertingkat tinggi biasanya lebih dari tiga atau empat lantai. Gedung-gedung yang lebih rendah biasanya hanya menggunakan tangga atau escalator. Lift-lift pada zaman modern mempunyai tombol-tombol yang dapat dipilih penumpang sesuai lantai tujuan mereka. Seperti yang terjadi di Gedung Camridge Mall Jalan S. Parman, Medan.

Dilingkungan Mall ini juga telah tersedia tempat parkir, tempat perayaan acara-acara besar, toko, karena begitu luasnya gedung ini maka kesibukan setiap harinya yang dilakukan oleh karyawan dan pengunjung Mall tersebut, untuk itu dibutuhkan alat bantu untuk dapat mengefesiensi waktu.

Dari uraian dan pertimbangan pertimbangan ini maka penulis tertarik untuk merancang pembuatan Shop Drawing Elevator Penumpang kapasitas 20


(22)

orang/ 1350 kg dengan tinggi angkat 24,5 Meter. Karena Elevator ini sangat berpengaruh besar untuk kenyamanan dan keefisienan waktu bagi pengguna 1.2 Perumusan Masalah

Sulitnya transportasi pada gedung-gedung bertingkat untuk membawa atau memindahkan orang/barang baik dari lantai atas ke bawah maupun dari bawah keatas maka diambil kesimpulan untuk membuat perancangan Elevator agar nantinya dapat mempermudah pekerjaan atau pelayanan.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yaitu :

1. Mengetahui spesifikasi perancangan Shop Drawing yang dirancang 2. Mengetahui umur tali baja yang digunakan

3. Mengetahui tegangan tarik izin tali baja sehingga tali aman untuk digunakan

1.4 Batasan Masalah

Dalam pembahasan perencanaan ini, saya memberikan batasan masalah untuk lebih memfokuskan isi laporan sebagai berikut:

1. Perhitungan Komponen Komponen Utama 2. Dalam perhitungan tidak disertakan faktor biaya. 3. Perancangan Shop Drawing


(23)

1.5 Metodologi Penulisan

Metode yang di lakukan untuk mengkaji secara analitik tentang Perancangan dan Pembuatan Shop Drawing pada pembangunan Lift Penumpang kapasitas 20 orang/ 1350 kg yaitu dengan cara :

1. Studi literature

Permasalahan yang ada dilakukan pendekatan dengan memahami penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan memahami perumusan yang disarankan untuk digunakan, dengan memaparkan teori-teori dasar dan rumus-rumus serta tabel yang berkaitan dari berbagai literatur dengan perhitungan.tentang perancangan Elevator dari berbagai buku

2. Survey

Langsung di lakukan ke Gedung Camridge Mall Jln. S. Parman Medan, untuk mendapatkan data sebagai bahan perbandingan dan dasar dalam perancangan.

3. Pengolahan Data

Melakukan Perancangan Shop Drawing berdasarkan hasil survai yang peneliti kerjakan.

4. Diskusi

Melakukan tanya jawab kepada koordinator Dosen pembimbing dikampus mengenai Perancangan Shop Drawing penelitian yang dikerjakan.


(24)

1.6 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan tugas sarjana ini adalah sebagai berikut : Bab I Pendahuluan, berisikan latar belakang, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat, metodologi penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka, berisikan tentang teori-teori yang mendasari dari analitik Perancangan & Pembuatan Shop Drawing, Kekuatan & tegangan Tali baja

Bab III Metode penelitian, berisikan prosedur penelitian, dan analisa data. Bab IV Analisa data dan Pembahasan, berisikan penyajian data-data hasil dari penelitian.

Bab V Kesimpulan dan Saran, sebagai penutup berisikan kesimpulan yang diperoleh dari Perancangan & Pembuatan Shop Drawing, Kekuatan & tegangan Tali baja.

Daftar Pustaka berisikan literatur yang digunakan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mesin Pemindah Bahan

Mesin pemindah bahan merupakan bagian terpadu perlengkapan mekanis dalam setiap industri modern. Desain mesin pemindah bahan yang beragam disebabkan oleh banyaknya jenis dan sifat muatan yang dipindahkan serta banyaknya operasi pemindahan yang akan mendukung produksi. Dalam setiap perusahaan, proses produksi secara keseluruhan sangat ditentukan oleh pemilihan jenis mesin pemindah bahan yang tepat pemilihan parameter utama yang tepat dan efisiensi operasinya. Jadi pengetahuan yang sempurna tentang ciri operasi dan desain mesin ini dan metode desainnya serta penerapan praktisnya sangat diperlukan.

Mesin pemindah bahan merupakan salah satu peralatan yang digunakan untuk memindahkan muatan dilokasi atau area, departemen, pabrik, lokasi konstruksi, tempat penumpukan bahan, tempat penyimpanan, dan pembongkaran muatan. Mesin pemindah bahan pada prakteknya hanya memindahkan muatan dalam jumlah yang besar serta jarak tertentu. Jarak ribuan meter hanya dilakukan untuk perpindahan yang konstan antara dua lokasi atau lebih yang dihubungkan oleh kegiatan produksi yang sama. Untuk operasi bongkar muatan tertentu, mekanisme mesin pemindah bahan dilengkapi dengan alat pemegang khusus yang dioperasikan oleh mesin bantu atau secara manual. Pemilihan mesin pemindah bahan yang tepat dan sesuai pada tiap-tiap aktivitas diatas, akan meningkatkan


(26)

effisiensi dan daya saing dari aktivitas tersebut. 2.2 Klasifikasi Mesin Pemindah Bahan

Berdasarkan desainnya mesin pemindah bahan diklasifikasikan atas : 1. Perlengkapan perangkat, yaitu kelompok mesin dengan peralatan

pengangkat yang bertujuan untuk memindahkan muatan dalam satu batch. 2. Perlengkapan pemindah, yaitu kelompok mesin yang tidak mempunyai

peralatan pengangkat tetapi memindahkan muatan secara berkesinambungan.

3. Perlengkapan permukaan dan overhead, yaitu kelompok mesin yang tidak dilengkapi dengan peralatan pengangkat dan biasanya menangani muatan dalam satu batch dan kontinu.

Setiap kelompok mesin dibedakan oleh ciri khas dan bidang penggunaan yang khusus. Perbedaan dalam desain kelompok ini juga ditentukan oleh keadaan muatan yang akan ditangani, arah gerakan kerja dan keadaan proses penanganannya.

Banyaknya jenis perlengkapan pengangkat, membuat sulitnya penggolongan secara tepat. Penggolongan bisa berdasarkan pada berbagai karakteristik, seperti desain, tujuan, jenis gerakan dan sebagainya. Bila diklasifikasikan menurut jenis gerakannya (karakterisrik kinematik), beban dianggap terpusat pada titik berat beban tersebut dan penggolongan mesin ditentukan oleh lintasan perpindahan muatan yang berpindah pada bidang horizontal. Penggolongan menurut tujuan penggunaan yang ditentukan dengan memperhatikan kondisi operasi khasnya


(27)

Jenis-jenis perlengkapan pengangkat diklasifikasikan berdasarkan ciri khas desainnya, yaitu :

1. Mesin pengangkat, yaitu kelompok mesin yang bekerja secara periodik yang didesain sebagai peralatan Pesawat-angkat, atau untuk mengangkat dan memindahkan muatan. Salah satu jenis mesin pengangkat dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini

Gambar 2.1 Dongkrak

2. Crane, yaitu gabungan mekanisme pengangkat secara terpisah dengan rangka untuk mengangkat sekaligus memindahkan muatan yang dapat digantungkan secara bebas atau diikatkan pada crane. Salah satu jenis crane dapat diihat pada gambar 2.2 dibawah ini


(28)

Gambar 2.2 Hoisting Crane

3. Elevator (Lift), yaitu kelompok mesin yang bekerja secara periodik untuk mengangkat muatan pada jalur pandu tertentu.


(29)

2.3 Dasar Pemilihan Mesin Pemindah Bahan

Faktor-faktor teknis penting yang digunakan dalam menentukan pilihan jenis peralatan yang digunakan dalam proses pemindahan bahan :

1. Jenis dan sifat muatan yang akan diangkat.

Untuk muatan satuan (unit load) : bentuk, berat, volume, kerapuhan, keliatan, dan temperatur. Untuk muatan curah (bulk load) : ukuran gumpalan, kecenderungan menggumpal, berat jenis kemungkinan longsor saat dipindahkan, sifat mudah remuk (friability), temperatur, dan sifat kimia.

2. Kapasitas per jam yang dibutuhkan.

Kapasitas pemindahan muatan per jam yang hampir tak terbatas dapat diperoleh pada peralatan, seperti konveyor yang bekerja secara kontinu. Sedangkan pada peralatan lain yang mempunyai siklus kerja dengan gerak balik muatan kosong, akan dapat beroperasi secara efisien jika alat ini mempunyai kapasitas angkat dan kecepatan yang cukup tinggi dalam kondisi kerja yang berat, seperti truk dan crane jalan.

3. Arah dan jarak perpindahan.

Berbagai jenis peralatan dapat memindahkan muatan ke arah horizontal, vertikal, atau dalam sudut tertentu. Untuk gerakan vertikal diperlukan pengangkat seperti : crane, bucket elevator. Dan untuk gerakan horizontal diperlukan crane pada truk yang digerakkan mesin atau tangan, crane penggerak tetap, dan berbagai jenis konveyor. Ada beberapa alat yang dapat bergerak mengikuti jalur yang berliku dan ada yang hanya dapat


(30)

bergerak lurus dalam satu arah.

4. Cara menyusun muatan pada tempat asal, akhir, dan antara.

Pemuatan ke kendaraan dan pembongkaran muatan ditempat tujuan sangat berbeda, karena beberapa jenis mesin dapat memuat secara mekanis, sedangkan pada mesin lainnya membutuhkan alat tambahan khusus atau bantuan operator.

5. Karakteristik proses produksi yang terlibat dalam pemindahan muatan. Gerakan penanganan bahan berkaitan erat, bahkan terlibat langsung dengan proses produksi. Misalnya : crane khusus pada pengecoran logam, penempaan dan pengelasan; konveyor pada pengecoran logam dan perakitan pada permesinan dan pengecatan.

6. Kondisi lokal yang spesifik.

Hal ini meliputi luas dan bentuk lokasi, jenis dan desain gedung, keadaan permukaan tanah, susunan yang mungkin untuk unit proses, debu, kelembaban lingkungan, adanya uap dan berbagai jenis gas lainnya, dan temperatur.

2.3.1 Dasar Pemilihan Pesawat Pengangkat

Banyak sekali pesawat pengangkat yang diproduksi dalam berbagai desain, sehingga dalam operasi yang sama dapat dilakukan berbagai metode dan alat. Pemilihan alat yang tepat tidak hanya memerlukan pengetahuan khusus tentang desain dan karakteristik operasi suatu mekanisme mesin, tetapi juga memerlukan pengetahuan menyeluruh tentang organisasi produksi dari suatu perusahaan. Dalam pemilihan jenis pesawat pengangkat, alat ini harus dapat


(31)

dimekaniskan sedemikian rupa sehingga hanya memerlukan sedikit operator untuk pengendalian, pemeliharaan, perbaikan, dan tugas-tugas tambahan lainnya. Pesawat pengangkat tidak boleh merusak muatan yang dipindahkan, atau menghalangi dan menghambat proses produksi. Alat ini harus aman dalam operasinya dan ekonomis baik dalam biaya operasi atau perawatannya.

2.4 Elevator/ Lift

Elevator / Lift adalah angkutan transportasi vertikal yang digunakan untuk mengangkut orang atau barang. Lift umumnya digunakan di gedung-gedung bertingkat tinggi, biasanya lebih dari tiga atau empat lantai. Gedung-gedung yang lebih rendah biasanya hanya mempunyai tangga atau escalator. Lift-lift pada zaman modern mempunyai tombol-tombol yang dapat dipilih penumpangnya sesuai lantai tujuan mereka, Terdapat tiga jenis mesin, yaitu Geared, Gearless, dan Machine Room Less.

Lift ini, sering disebut elevator, yang merupakan alat angkut untuk mengangkut orang atau barang dalam suatu bangunan yang tinggi. Lift dapat dipasang untuk bangunan yang tingginya lebih dari 4 lantai, karena kemampuan orang untuk naik turun dalam menjalankan tugasnya hanya mampu dilakukan sampai 4 lantai.

2.4.1 Sejarah Elevator/Lift

Lift awalnya adalah derek yang terbuat dari tali. Pada tahun 1853, Elisha Graves Otis, salah seorang pionir dalam bidang lift, memperkenalkan lift yang menghindarkan jatuhnya ruang lift jika kabelnya putus. Rancangannya mirip dengan suatu jenis mekanisme keamanan yang masih digunakan hingga kini.


(32)

1. 23 Maret 1857 - Lift Otis pertama dipasang di New York City. 2. 1880 - Lift listrik pertama, dibuat oleh Werner von Siemens.

3. 2004 - Pemasangan lift penumpang tercepat di dunia, di gedung Taipei 101 di Taipei, Taiwan. Kecepatannya adalah 1.010 meter per menit atau 60,6 km per jam.

Elevator penumpang pertama dipasang oleh Otis di New York pada tahun 1857. Setelah meninggalnya Otis pada tahun 1861, anaknya, Charles dan Norton mengembangkan warisan yang ditinggalkan oleh Otis dengan membentuk Otis Brothers & Co, pada tahun 1867.


(33)

(34)

Pada tahun 1873 lebih dari 2000 lift Otis telah dipergunakan di gedung-gedung perkantoran, hotel, dan department store di seluruh Amerika, dan lima tahun kemudian dipasanglah elevator penumpang hidrolik Otis yang pertama.

Pada tahun 1889 Otis mengeluarkan mesin lift listrik direct-connected geared pertama yang sangat sukses. Pada tahun 1903, Otis memperkenalkan desain yang akan menjadi “tulang punggung” industri elevator, yaitu : lift listrik gearless traction yang dirancang dan terbukti mengalahkan usia bangunan itu sendiri. Hal ini membawa pada berkembangnya jaman struktur-struktur tinggi, termasuk yang paling menonjol adalah Empire State building dan World Trade Center di New York, John Hancock Center di Chicago dan CN Tower di Toronto.

Selama bertahun-tahun ini, beberapa dari inovasi yang dibuat oleh Otis dalam bidang pengendalian otomatis adalah Sistem Pengendalian Sinyal, Peak Period Control, Sistem Autotronik Otis dan Multiple Zoning. Otis adalah yang terdepan di dunia dalam pengembangan teknologi komputer dan perusahaan tersebut telah membuat revolusi dalam pengendalian elevator sehingga tercipta peningkatan yang dramatis dalam hal waktu reaksi elevator dan mutu berkendara dalam lift.

Keberadaan dari lift ini merupakan sebagai pengganti fungsi dari pada tangga dalam mencapai tiap-tiap lantai berikutnya pada suatu gedung bertingkat, dengan demikian keberadaan lift tidak dikesampingkan ini dikarenakan dapat mengefisienkan energi dan waktu sipengguna elevator tersebut.

Sistem keberadaan lift dan segala kemajuan dan kehandalannya tidak mengalami perkembangan-perkembangan secara bertahap, sejak keberadaannya


(35)

pertama kali dibangun. Sistem penggerak lift pada awal perkembangannya dimulai dengan cara yang sangat sederhana, yaitu dengan menggunakan tenaga non mekanik. Sejarah perkembangan lift modern sebenarnya baru dimulai sejak tahun 1830-an, setelah diperkenalkannya pasangan kawat selling (wire rope) dengan katrol (pully). Awal mulanya penggunaan lift ini digunakan untuk pertambangan di Eropa dan segera diikuti oleh negara-negara lain termasuk Amerika. Perkembangan lift sangat lambat pada awal tahun 1970-an, namun sejak diperkenalkannya transistor dan alat pendukung elektronik lainnya pada sistem kontrol lift pada saat itulah perkembangan control lift begitu pesat. lift dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :

1. Lift penumpang

Lift penumpang ini merupakan lift yang berfungsi dan memang khusus digunakan untuk manusia saja. Lift ini sangat dijaga kehandalannya dan memiliki keamanan yang ketat untuk menjaga keselamatan para penumpang.

2. Lift barang

Lift ini telah dikhususkan fungsinya untuk barang saja. Lift ini juga tak kalah handalnya dengan lift penumpang, namun ada sedikit perbedaan dalam sistem keamanannya.

3. Lift service

Lift Service ini biasanya dipasang di perhotelan, yang fungsinya untuk pelayan-pelayan hotel yang mengantarkan barang ke kamar-kamar tamu hotel. Namun di sini lift ini juga tak kalah handalnya dengan lift


(36)

penumpang. Perbedaan dari lift Service dengan lift penumpang ini sangat jelas dari sistem pengangkutannya, yaitu lift penumpang hanya khusus untuk manusia saja tapi lift Service ini juga dapat berfungsi sebagai pengangkut manusia dan barang.

4. Lift hidrolik

Lift hidrolik ini lain dari pada yang jenis lift yang lainnya. Hal tersebut dapat dilihat dari cara kerjanya dan juga dari segi fisiknya. Lift ini biasanya digunakan oleh pasukan pemadam kebakaran dan kapasitas daya angkutnya pun sangat terbatas. Lift hidrolik ini sekarang tidak hanya dipakai oleh pemadam kebakaran saja, sekarang lift hidrolik sering dipakai oleh perusahaan telekomunikasi, bengkel-bengkel kendaraan bermotor, dan lain-lain.

2.4.2 Cara Kerja Lift

Lift dapat bekerja karena adanya program pada bagian Control Panel yang telah diprogram secara digital. Selanjutnya informasi dari pengguna dengan menekan tombol tersebut diteruskan di Kontrol Panel, sesudah diproses dalam Kontrol Panel ini, Program tersebut diteruskan dengan kabel-kabel yang dihubungkan ke mesin lift untuk bekerja sesuai dari printah Pengguna. Maksud diperintahkan dalam hal ini adalah pengguna harus menyuruh lift tersebut bekerja (secara vertical), yaitu dengan cara menekan tombol yang telah disediakan pada tiap dinding lantai, setelah pengguna masuk kedalam Car Elevator tersebut untuk menuju lantai yang diinginkan, pengguna harus menekan tombol sesuai dengan nomor lantai yang akan dituju, yang ada dalam Car Elevator tersebut.


(37)

Pada lift ini disediakan ARD (Automatic Rescue Device) yang gunanya untuk mengantisifasi jika sewaktu lift sedang beroperasi tiba-tiba arus PLN padam maka, Dengan adanya ARD maka, lift ini dengan otomatis mencari lantai terdekat untuk mengeluarkan penumpang yang ada di dalamnya.

Apabila kapasitas mesin melebihi batas maksimum, maka lift tidak akan bekerja dan alarm akan terus berbunyi. Lift tidak akan bekerja karena arus listrik langsung diputuskan oleh saklar otomatis. Ketika beban dikurangi maka hubungan arus tersebut kembali seperti semula sehingga lift dapat bekerja kembali dengan batas beban yang diijinkan.

2.4.3 Komponen Utama Pada Lift

Apabila kita ingin mengetahui sistem kerja lift, maka kita harus mengetahui komponen utama dalam lift tersebut. Untuk mempermudah kita mengetahui cara kerja lift secara keseluruhan.


(38)

Bahwa pada dasarnya komponen lift ini terbagi menjadi beberapa bagian yaitu:

1. Komponen di ruang mesin (Machine Room) 2. Komponen diruang luncur (Hoistway). 1. Komponen di ruang Mesin (Machine Room)

a) Control Panel ( Lemari Kontrol )

Berfungsi untuk mengatur dan mengendalikan kerja dari pada lift tersebut. Permintaan baik dari luar maupun dari dalam kereta dicatat dan diolah, kemudian memberikan intruksi-intruksi agar lift bergerak, dan berhenti sesuai dengan permintaan.

b) Elevator Machine

Di dalam lift terdapat satu mesin penggerak jenis gearless. Pada mesin ini, perputaran dari motor penggerak ditransformasikan oleh roda gigi sehingga dari putaran motor tinggi dapat berubah ke putaran rendah. Kecepatan maximum dari kereta lift dengan system gearless adalah 150 mpm. Pada mesin penggerak ini terdapat rem (brake) dimana rem ini akan berkerja jika motor penggerak tidak dialiri listrik. Mesin penggerak ini menggunakan motor listrik tiga phase yang putarannya diteruskan dengan transmisi roda gigi cacing. Motor penggerak ini dilengkapi dengan rem magnet (magnetic brake) yang berfungsi menahan motor ketika sangkar lift telah sampai pada lantai yang dituju, pergerakan cepat atau lambatnya lift diatur oleh PLC (Programable Logic Control). Motor penggerak dalam menarik dan menurunkan lift menggunakan tali baja (rope) yang


(39)

melingkar pada puli mesin (sheave). Motor penggerak lift ini memiliki asupan daya tegangan bolak-balik (Ac) dari PLN yang sangat berperan dalam pelaksanaan kerja lift, motor penggerak ini mempunyai kemampuan putar antara 50 putaran per menit sampai dengan 150 putaran per menit. Dengan kapasitas tegangan motor 7.5 KW dan menggunakan arus maksimal 25 Ampere. Motor penggerak ini dilengkapi dengan rem magnet (magnetic brake) yang berfungsi menahan motor ketika kereta lift telah sampai pada lantai yang dituju, pergerakan cepat atau lambatnya lift diatur oleh PLC (Programable Logic Control). Motor penggerak dalam menarik dan menurunkan lift menggunakan tali baja ( rope ) yang melingkar pada puli mesin ( sheave ), lebih jelas mengenai pembahasan motor listrik yang dipakai oleh lift akan di jelaskan pada bab IV. Dibawah ini adalah gambar motor listrik yang digunakan pada lift :


(40)

c) Primary Velocity Tranducer/ Encoder

Terdapat satu alat dengan mesin lift pada mesin penggerak gunanya untuk mendeteksi putaran motor atau kecepatan dari lift.

d) Governor

Governor adalah alat pengaman, dimana jika kecepatan lift melebihi batas-batas yang telah ditentukan, maka governor ini akan bekerja dan sangkar akan berhenti baik oleh elektrik maupun maupun mekanik.

Gambar 2.7. Governor

e) Satu komponen yang merupakan Optional yaitu ARD (Automatic Rescue Drive)

Yang berfungsi apabila sumber listrik dari PLN mendadak mati dan lift akan berhenti disembarang tempat setelah lebih dari 15 detik maka ARD akan bekerja untuk menjalankan lift ke lantai terdekat. Setelah lift sampai pada lantai otomatis lift akan mati. Lift akan normal kembali setelah listrik PLN hidup kembali.


(41)

Gambar 2.8. Automatic Rescue Drive 2. Komponen di ruang luncur (Hoistway)

Ruang luncur adalah lorong atau lintasan dimana sangkar tersebut bergerak naik dan turun. Lubang ini harus merupakan lubang tertutup dan tidak ada hubungan langsung ke ruang di luarnya kecuali untuk lubang dua buah lift berdampingan.

a. Guide Rail atau Rel Pemandu

Profil baja khusus pemandu jalanya kereta (car) dan bobot pengimbang (Counter weight). Ukuran rel untuk kereta/ car biasanya lebih besar dari pada rel bandul pengimbang/ counter weight. Guide rail ini terpasang tegak lurus dari dasar pit sampai di bawah slap ruang mesin.


(42)

Gambar 2.9 Guide Rail ( Rel Pemandu )

Adapun fungsi rel ada empat yaitu :

1. Sebagai pemandu jalannya Hoistway dan bobot imbang (counter weight) lurus vertical.

2. Sebagai penahan agar Hoistway tidak miring saat pemuatan dan akibat beban tidak merata.

3. Sebagai sarana tempat memasang saklar, pengungkit (Cam) dan puli penegang.

4. Sebagai penahan saat Hoistway dihentikan oleh pesawat pengaman (safety device/gear)

b. Landing Door/ Pintu Pendaratan

Terdiri dari beberapa bagian, antara lain door hanger, door sill, dan door panel. Berfungsi untuk menutup ruang luncur dari luar. Pada hall door ini dipasang alat pengaman secara seri sehingga apabila salah satu pintu terbuka maka lift tidak akan bisa dijalankan.


(43)

Gambar 2.10 Landing Door c. Buffer

Terletak di dua tempat yaitu: satu set untuk kereta dan satu set untuk beban pengimbang/ counterweight. Berfungsi untuk meredam tenaga kinetik kereta dan bobot pengimbang pada saat jatuh.


(44)

2.5 Klasifikasi Metode Penggunaan Pengimbang

Pada penggunaan pengimbang pada operasi lift ada beberapa metode, (N. Rudenko, 1996, hal 357) :

1. Bobot sangkar diimbangi dengan tambahan pengimbang yang di hubungkan dengan tali pada sangkar

2. Dengan drum mesin Pengangkat 3. Metode 1 dan 2 secara bersamaan 4. Dua buah pengimbang yang digunakan

Pada saat ini metode yang sering ditemui adalah adalah dengan menggunakan drum mesin pengangkat. Biasanya bobot pengimbang yang ditunjukkan pada diagram dianggap sama dengan bobot sangkar di tambah 0,4 sampai 0,5 dari muatan maksimum, yaitu :

Gsangkar = Gsangkar + 0.5 G


(45)

2.6. Tali Baja

Berbicara mengenai lift tentu tidak bisa dipisahkan dengan tali kawat baja. Beberapa kejadian fatal telah terjadi karena kurangnya pengetahuan mengenai tali kawat baja yang digunakan.

Tali baja berfungsi untuk mengangkat dan menurunkan beban serta memindahkan gerakan dan gaya. Tali baja adalah tali yang dikonstruksikan dari kumpulan jalinan serat-serat baja (steel wire) dengan kekuatan σb = 130-200 kg/mm2 . Beberapa serat dipintal hingga menjadi satu jalinan (strand), kemudian

beberapa strand dijalin pula pada suatu inti (core) sehingga membentuk tali. Tali baja banyak sekali digunakan pada mesin pengangkat karena dibandingkan dengan rantai, tali baja mempunyai keunggulan antara lain :

1. Lebih ringan dan lebih murah harganya

2. Lebih tahan terhadap beban sentakan, karena beban terbagi rata pada semua strand

3. Operasi yang tenang walaupun pada kecepatan operasi yang tinggi 4. Keandalan operasi yang tinggi

5. Lebih fleksibel dan ketika beban lengkungan tidak perlu mengatasi internal stress

6. Sedikit mengalami fatigue dan internal wear karena tidak ada kecenderungan kawat untuk menjadi lurus yang selalu menyebabkan internal stress

7. Kurangnya kecenderungan untuk membelit karena peletakan yang tepat, pada drum dan puli, penyambungan yang lebih cepat, mudah dijepit (clip),


(46)

atau ditekuk (socket)

8. Kawat yang patah setelah pemakaian yang lama tidak akan menonjol keluar sehingga lebih aman dalam pengangkatan dan tidak akan merusak 9. kawat yang berdekatan

Secara historis tali kawat berevolusi dari rantai baja yang memiliki catatan kegagalan mekanis. Sedangkan kekurangan dalam link rantai atau batang baja padat dapat mengakibatkan kegagalan bencana, kelemahan dalam pembuatan kabel sebuah kabel baja kurang penting sebagai kabel yang lain mudah mengambil beban. Gesekan antara kabel individu dan helai, sebagai konsekuensi dari twist mereka, lanjut mengkompensasi untuk setiap kekurangan. Metode ini meminimalkan pengaruh kelemahan juga dapat dilihat dalam baja Damaskus, mempekerjakan beberapa lipat atau laminasi.

Tali kawat/kabel baja merupakan satu bagian yang sangat krusial pada sebuah crane, karena tak satupun crane yang tiodak menggguanakan tali kawat baja. Untuk itu perlu diperhatikan beberapa hal dalam pemilihan tali kawat baja.


(47)

1. wire / kawat

Sebuah tali kawat baja dibangun atas beberapa untaian, dan setiap untaian terdiri atas beberapa utas kawat dengan persyaratan sebagai berikut:

 Terbuat dari bahan baja berkualitas tinggi  Tahan terhadap kelelahan

 Tahan terhadap gesekan  Tahan terhadap karat  Tahan terhadap tekukan  Tahan terhadap keausan

 Mempunyai sifat anti putar (non rotating)  Mempunyai fleksibilitas tinggi

Kawat untuk pembuatan wire rope terbuat dari bahan baja Improved Plow Steel (IPS) -180 kg/ mm persegi atau yang lebih bagus lagi Extra Improved Plow Steel (XIPS) -200 kg/mm persegi.

Biasanya kawat untuk pembuatan wire rope terbuat dari bahan baja Improved Plow Steel (IPS) -180 kg/ mm persegi atau yang lebih bagus lagi Extra Improved Plow Steel (XIPS) -200 kg/mm persegi.

Secara umum ada tiga macam inti dalam Tali Kawat / Kabel (wire rope) - Independent wire rope core (IWRC), inti kawat tunggal

- Fibre core, inti tali fiber


(48)

Untuk mengetahui dengan jelas data sebuah tali kawat baja sesuai dengan penggunaannya kita harus memahami dengamn benar identifikasi yang tercantum pada masing – masing tali kawat baja. Contohnya

500 M X 1” X 6 X 19. IWRC. RRL

Artinya panjang kawat 500 meter, diameter 1 inch, dengan 6 strand, masing-masing strand terdiri atas 19 utas kawat, Independent Wire Rope Core, Right Regular Lay

Untuk menjaga ketahanan tali kawat baja perlu diperhatikan cara pemakaian dan penyimpanannya sebagai berikut:

 Jangan diseret

 Jangan diikat atau disimpul

 Dibersihkan dengan dry cleaner atau penetrating oil

 Bebas dari air hujan dan sinar matahari langsung (saat penyimpanan)  Dilumasi dengan wire rope grease (gardium compound)

Kerusaka pada rantai akan terjadi tiba tiba sedangkan pada tali baja kawat pada bagian luar akan mengalami keausan yang lebih parah dan putus lebih dahulu dibandingkan dengan dengan bagian dalamnya. Sehingga bila bagian luar tali kawatnya mulai terputus putus, jauh sebelum putus dan menandakan tali baja tersebut perlu diganti. Tali baja lebih murah harganya dibandingkan rantai, tetapi memerlukan diameter drum yang lebih besar sehingga mekanisme pengangkat lebih besar dan berat.

Tali baja terbuat dari kawat baja dengan kekuatan σb = 130 sampai 200 kg/mm2. Di dalam proses pembuatanya kawat baja di beri perlakuan panas


(49)

tertentu dan digabung dengan penarikan dingin, sehingga menghasilkan sifat mekanis kawat baja yang tinggi.

Crane yang bekerja pada lingkungan yang kering menggunakan tali yang terbuat dari kawat yang cerah (tak berlapis). Tali yang akan digunakan ditempat yang lembab harus digalvanisir (berlapis seng) untuk melindungi tali terhadap korosi. Akan tetapi, kekuatan angkat tali yang di galvanis akan turun sekitar 10% karena pengaruh panas yang terjadi ketika dilakukan proses pelapisan seng.

Tali baja dibuat dengan menggunakan mesin khusus : pertama tama kawat dililitkan menjadi untaian dan kemudian dianyam lagi menjadi tali bulat, kedua proses berlangsung secara bersamaan untaian dililitkan pada inti yang terbuat dari rami, asbes, atau kawat baja yang lunak. Inti asbes dan kawat baja digunakan untuk tali yang beroperasi pada suhu yang tinggi misalnya dekat dapur pengecoran. Akan tetapi, inti kawat akan mengurangi kefleksibelan tali dan biasanya hanya digunakan untuk tali yang mengalami gaya tekan yang tinggi, misalnya digulung beberapa lapis pada drum.

Tali kawat yang terbentuk dari untaian dikenal sebagai tali berpintal dua, dan sering sekali digunakan untuk mesin pengangkat.

Lapisan dalam tali mengelompokkan menjadi : 1. Tali pintal silang atau tali biasa

2. Tali pintal parallel atau jenis lang 3. Tali komposit atau pintal balik.


(50)

Tali biasa (gambar 2.14a) mempunyai penerapan yang paling luas tali ini dikonstruksi sedemikian rupa sehingga arah anyaman kawat dalam untaian berlawanan dengan arah anyaman untaian pada tali.

Pada tali parallel (lang) arah anyaman kawat dalam untaian sama dengan arah anyaman untaian pada tali (gambar 2.14b). Tali ini mampu menahan gesekan lebih baik dan lebih fleksibel tetapi cenderung untuk terpuntir. Tali parallel dipakai pada lift dan pengangkat lainnya yang mepunyai jalur pandu dan sebagai tali penghela.

Pada tali komposit kedua untaian yang berdekatan dianyam dengan arah berlawanan/terbalik (gambar 2.14c).


(51)

Disamping itu anyaman untaian pada tali ini dapat dilakukan dengan arah kanan dan kiri, tetapi, tetapi lilitan arah kanan lebih sering digunakan.

Jenis tali baja yang sering digunakan :

 Tali baja serbaguna

Tali yang terdapat pada gambar 2.14 adalah tali baja konstruksi biasa (kawat seragam) yang berupa anyaman kawat yang sama diameternya (gambar 2.15a) sehingga akan menghasilkan daerah dengan tekanan besar yang akan memperpendek umur tali. Tali kompon Warrington (gambar 2.15,b) terdiri atas anyaman untaian yang mempunyai diameter kawat berbeda.

Dua lapisan kawat yang berbatasan pada tali ini tidak saling menyilang sehingga kawat lapisan yang atas akan terletak pada celah antara kawat lapisan dalam hal ini akan mengurangi tekanan antar kawat dan akan meningkatkan kefleksibelan umur jika dibandingkan dengan tali tipe A.

Konstruksi tali komponen jenis seale (gambar 2.15 c) mempunyai kawat yang berbeda diameternya pada setiap lapisan didalam satu untaian. Jumlah dan ukuran kawat pada setiap lapisan dipilih sedemikian rupa sehingga tidak saling bersilangan. Kapasitas tali jenis C setara dengan tali jenis B dan mempunyai kefleksibelan diantara tali A dan tali B.


(52)

Gambar 2.15 Kontruksi serat tali baja

 Tali baja anti puntir

Perkembangan terakhir pada pembuatan tali menghasilkan jenis tali yang anti puntir. Tali yang demikian diproduksi oleh The Odessa Rope Work. Pada tali ini sebelum dipintal setiap kawat dan untaian dibentuk sesuai dengan kedudukanya di dalam tali. Akibatnya tali yang tidak dibebani tidak akan mengalami tegangan internal.

Tali ini tidak mempunyai kecenderungan untuk terurai walaupun ujung tali ini tidak disimpul. Sifat ini akan mempermudah penyambungan anyaman tali. Dibandingkan dengan jenis tali A, jenis tali ini mempunyai keunggulan sebagai berikut :

1) Distribusi beban yang merata pada setiap kawat sehingga tegangan internal yang terjadi minimal


(53)

3) Keausan tali lebih kecil bila melewati puli dan digulung pada drum, karena tidak ada untaian atau kawat yang menonjol pada kontur tali, dan keausan kawat terluar seragam; juga kawat yang putus tidak akan mencuat keluar dari tali.

4) Keselamatan operasi yang lebih baik

Gambar 2.16a menunjukkan untaian dan kawat dari tali anti puntir dan bentuk aslinya sebelum dililitkan menjadi tali. Gambar 2.16b menunjukkan tali biasa yang ujungnya terurai setelah simpuldi buka dan tali anti urai dengan satu untaian dibuka dan juga tanpa simpul. Gambar 2.16c dan gambar 2.16d masing masing tali menunjukkan tali biasa dan tali anti punter yang sudah terpakai.

Gambar 2.16 Tali anti puntir dan Tali biasa

 Tali baja dengan untaian yang dipipihkan

Tali ini dipakai pada crane yang bekerja pada tempat yang mengalami banyak gesekan dan abrasi. Biasanya tali ini terbuat dari lima buah untaian yang dipipihkan dengan inti kawat yang juga dipipihkan, untaian ini dipintal pada inti


(54)

yang terbuat dari rami. Tali dengan untaian yang dipipihkan mempunyai permukaan kontak dengan alur puli yang lebih luas dibandingkan dengan tali untaian bulat. Dengan demikian tali ini mengalami tekanan yang lebih merata dan keausan yang lebih kecil. Alur puli didesain dengan sedemikian rupa sehingga tali ini mengalami permukaan kontak permukaan kelilingnya

Gambar 2.17 Tali dengan untaian yang dipipihkan

 Tali dengan anyaman terkunci

Tali ini banyak digunakan pada crane kabel dan kereta gantung dan tidak pernah digunakan pada mesin pengangkat biasa. Tali ini mempunyai keunggulan dalam hal : permukaannya yang halus, susunan kawat yang padat dan tahan terhadap keausan, kelemahanya adalah tidak fleksibel.

Tali anyaman terkunci terdiri dari atas lapisan luar yang terbuat dari kawat yang dibentuk khusus dan lapisan dalamnya adalah tali spiral satu lapisan (gambar 2. 18a,b,c). pada tali anyaman semi terkunci, lapisan luarnya terdiri atas gabungan


(55)

kawat bulat dan bentuk khusus (gambar 2.18d). pandangan luar tali anyaman terkunci dapat dilihat pada gambar 2.18e

Gambar 2.18 Lilitan Tali yang terkunci

Cara mengukur diameter luar tali dapat dilihat pada gambar 2.19, yaitu dengan mengukur dua untaian yang berlawanan letaknya. Penggantian tali harus dilakukan bila jumlah kawat terputus pada sepanjang suatu lapisan atau kisar. Pintalan atau kisar ditentukan dengan cara berikut :

 Tandai pada permukaan dari suatu untaian dan hitunglah mulai dari tanda.

 Sejumlah untaian sepanjang sumbu tali yang sama dengan jumlah yang terdapat pada penampang tali

 Tandai untaian yang terletak setelah untaian yang terakhir  Hitung jarak antara kedua tanda itu merupakan kisar tali tersebut


(56)

Gambar 2.19 Cara mengukur diameter tali baja

Dewasa ini beberapa kontruksi tali di desain dengan satu kawat yang berwarna cerah untuk sejumlah kawat yang berwarna gelap, sehingga mempermudah perhitungan jumlah kawat yang putus. Pada tali tersebut sejumlah kawat yang putus mengisyaratkan penggantian tali dapat dilakukan dengan mudah, walaupun bentuk penampang yang berbeda beda.

2.7. Faktor yang mempengaruhi Umur Roda Puli & Tali Baja

Dasar untuk mendapatkan nilai aman tekanan satuan antara tali dan alur roda puli adalah umur roda puli. Untuk menentukan ukuran alur, kita harus mengetahui perbandingan antara tegangan bagian tali yang masuk (Son) dan keluar (Sout) saat priode gerak transien. Kapasitas fraksi alur roda puli tergantung pada bentuknya misalnya : kapasitas fraksi alur setengah lingkaran dengan potongan bawah tergantung pada sudut pusat potongan bawah β gambar 2,8 d).


(57)

Alur roda puli akan hilang fungsinya karena pengikisan pada dinding alur yang tergantung pada gelincir dan gerak elastik tali. Semakin besar kecepatan gerak tali dan semakin besar jumlah siklus kerja Elevator persatuan waktu dan semakin besar keausan yang terjadi.

Dari hasil percobaan telah didapat besarnya tekanan satuan aman untuk roda puli penggerak. Nilai tekanan satuan (pada diagram) mengacu pada tali pintalan silang dan pada prakteknya nilai tadi tidak pernah melebihi P max = 100 Kg/cm3untuk elevator barang. Untuk tali pintal paralel tekan satuan dapat ditingkatkan sebesar 25 persen bila nilai maksimum seperti pada tali pintalan silang digunakan.

Untuk Elevator yang mesin penggeraknya di letakkan pada lantai atas (mesin dengan penggerak roda puli) nilai numerik percepatan dan perlambatan yang diijinkan ditentukan dan di tetapkan dengan percobaan. Nilai berikut dapat dipakai sebagai nilaai rata-rata. (N. Rudenko, 1996, hal 360).

V1 m/s ... 0.75 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 A1 m/s ... 0.65 0.85 1.15 1.4 1.65 1.88 2.1 Perbandingan secara perkiraan dengan rumus sebagai berikut :

      Soff on S st        a g a g =       Soff on S dyn

Untuk mencegah keausan yang terlalu besar, beban aman pada setiap tali harus di periksa dengan rumus berikut :

S = d D Pmaks

2 / cos 8 sin .      


(58)

Dimana : d = diameter tali (cm) D = diameter roda puli (cm)

Pmaks = tekanan satuan aman maksimum (kg/cm2) Untuk memperpanjang umur tali, jumlah minimum tali harus : n =

S G Qsangkar

... Untuk sangkar

n = S GCWT

... Untuk Pengimbang

2.8. SHOP DRAWING

Shop Drawing atau gambar kerja adalah gambar teknis lapangan yang dipakai untuk acuan pelaksanaan suatu pekerjaan. Gambar-gambar ini bersifat detil dan menjadi pedoman pelaksana atau pemborong dalam melaksanakan pekerjaan suatu proyek.

Gambar “Shop Drawing” meliputi : Pekerjaan Awal seperti, Pembuatan Pondasi, Sloof dan Kolom sampai Pekerjaan Rangka Atap. Mungkin banyak kalangan awam yang menganggap bahwa tugas kontraktor adalah melaksanakan pekerjaan konstruksi sebagaimana yang tertuang dalam gambar kerja yang merupakan produk dari perencana. Secara umum memang benar anggapan seperti itu. Namun tentunya ada prosedur standar dalam manajemen konstruksi, yang melibatkan unsur owner, konsultan pengawas (MK) dan kontraktor, yang mengatur implementasi gambar kerja sebagai produk perencana, sehingga siap untuk dilaksanakan di lapangan. Dalam dunia konstruksi, tahapan ini merupakan tahap pembuatan shop drawing.


(59)

Shop drawing menjadi media komunikasi yang vital antara design dan pelaksanaan. Karena itu shop drawing harus dibuat dengan tingkat detil sedemikian sehingga pelaksana dapat dengan mudah memahami apa yang harus dikerjakan, tanpa menimbulkan perbedaan tafsir terhadap gambar tersebut. Secara lebih mendasar, shop drawing adalah gambar yang siap untuk diimplementasikan di lapangan. Sedangkan gambar kerja (kontrak) adalah gambar acuan dasar (yang merupakan produk perencana) dalam pembuatan shop drawing.

Namun kenyataan di lapangan tidaklah selalu demikian. Pada sebagian proyek konstruksi, sering terjadi shop drawing yang hanya berupa gambar kontrak yang diperbesar dan disesuaikan ukuran dan skalanya pada bagian yang dilaksanakan. Drafter ibarat jadi mesin fotokopi yang bisa melakukan copy perbesar. Gambar kerja dari perencana dianggap sebagai gambar yang siap untuk dilaksanakan, sehingga kontraktor tinggal meng-copy paste dan ganti kop saja.

Sebenarnya kondisi seperti ini mengandung resiko yang cukup mendasar, baik dalam hubungan antara kontraktor dengan owner atau pengawas, maupun dalam kaitannya dengan proses audit (terutama untuk proyek-proyek pemerintah). Hal ini mestinya disadari oleh semua pihak yang terkait, yaitu kontraktor, konsultan pengawas dan owner.

Membuat shop drawing haruslah memperhatikan obyek pengguna yang terdiri atas pelaksana/supervisi, mandor, dan pekerja. Harus diketahui tingkat kemampuan dan pemahaman mereka dalam membaca dan mempersepsikan gambar shop drawing. Pelaksana mungkin cukup mampu untuk membaca gambar tersebut, tapi tingkat pemahaman mandor atau pekerja tentu akan berbeda.


(60)

Memahami kemampuan pengguna akan membuat gambar shop drawing tidak menyulitkan mereka dalam memahami dan tidak membuang waktu atas diskusi gambar serta mengindari terjadinya kesalahan pelaksanaan akibat kesalahan persepsi. Dengan memahami kemampuan pengguna, shop drawing akan menjadi media komunikasi yang efektif. Pembuatan shop drawing itu sendiri hanya sebagian dari lingkup tugas engineering. Tugas engineering sendiri adalah mengkoordinir persiapan engineering proyek, termasuk perhitungan construction engineering, melakukan VE (value engineering), pembuatan shop drawing, time control dan mengawasi pelaksanaan engineering proyek agar pelaksanaan engineering dapat berjalan sesuai rencana dan target (mutu, waktu, biaya dan safety) yang telah ditetapkan.

Mengapa proses permbuatan sop drawing ini begitu penting sebagai bagian dari proses konstruksi? Selain pada fungsinya sebagai penyatuan bahasa terhadap jenis pekerjaan yang harus dilaksanakan di lapangan, pada kenyataan di lapangan, engineering sering menemui hal-hal sebagai berikut :

1. Gambar dari konsultan perencana tidak detail

Gambar kontrak sebagai bagian dari produk perencana memang tidak harus detail, tapi paling tidak item-item pekerjaannya tergambar secara jelas. Jika kekurangan detail itu hanya tentang dimensi atau identifikasi jenis material, maka itu dapat langsung ditambahkan pada proses shop drawing. Tapi jika ada item pekerjaan yang sebenarnya harus ada secara sistem tapi tidak tergambar, maka perlu klarifikasi dengan pihak MK atau perencana, misalnya pada forum rapat


(61)

atau korespondensi lainnya, untuk kemudian didapat acuan yang kuat untuk membuat shop drawing.

Tingkat detail sebuah shop drawing adalah pada :

 Posisi pekerjaan yang jelas dengan adanya keyplan

 Notasi gambar atau legend yang jelas menunjukkan jenis pekerjaan atau material

 Ukuran dan elevasi yang jelas pada tiap item pekerjaan

 Dimensi yang akurat (menggunakan satuan milimeter)

 Note atau catatan yang jelas menunjukkan metode pekerjaan 2. Terjadinya perbedaan antara gambar kontrak, BQ dan RKS

Sering terjadi perbedaan antara gambar kontrak, BQ dan RKS, baik menyangkut item pekerjaan maupun volume pekerjaannya. Untuk itu shop drawing dapat berfungsi untuk memperjelas, mana yang akan dipakai. Hal ini tentunya melalui forum rapat koordinasi dengan pihak MK/owner, sehingga dicapai kesepahaman atas adanya perbedaan tersebut, yang tentunya mengacu pada tercapainya sistem yang optimal. Karena dari shop drawing inilah akan dihitung volume pekerjaan yang dilaksanakan.

3. Untuk memberikan acuan yang jelas dan detail bagi pelaksanaan di lapangan Kesepahaman terhadap pekerjaan juga diperlukan dalam pelaksanaan di lapangan. Dan ini harus dimulai dari kejelasan shop drawing itu sendiri, selain melalui forum sosialisasi shop drawing kepada tim lapangan (site manager, pelaksana/supervisi, subkontraktor, mandor dan pekerja). Hal-hal yang menyangkut tingkat detail shop drawing pada poin 1 di atas harus jelas, agar tidak


(62)

menimbulkan perbedaan persepsi dalam membaca gambar. Untuk itu shop drawing ini pun harus terdistribusi dengan baik pada semua pihak terkait, baik tim lapangan maupun cost control.

4. Untuk mendukung schedule agar tetap on track

Mungkin ada yang beranggapan bahwa proses pembuatan shop drawing merupakan beban dalam proses pelaksanaan konstruksi. Padahal secara manajerial adalah sebaliknya. Shop drawing mutlak diperlukan, selain untuk kejelasan dan kesepahaman terhadap pelaksanaan pekerjaan, juga untuk menghindari kesalahan dalam pekerjaan yang berakibat pada terjadinya re-work, yang tentunya berdampak pada pembengkakan waktu dan biaya.

 Jenis Gambar shop drawing

Berdasarkan bidang pekerjaan yang ada pada proyek konstruksi maka kita dapat mngelompokan gambar shopdrawing sebagai berikut:

1. Shop drawing struktur berupa gambar struktur bangunan seperti kolom, balok dan plat lantai.

2. Shop drawing arsitektur berupa gambar finishing bangunan seperti denah pasangan dinding, denah pasangan keramik, detail toilet dan kamar mandi. 3. Shop drawing AC Air conditioner

4. Shop drawing Instalasi pemadam kebakaran atau fire fighting. 5. Shop drawing instalasi lift dan escalator

6. Shop drawing mekanikal

7. Shop drawing elektrikal dan elektronik seperti gambar penempatan instalasi tata suara pada gedung bertingkat tinggi.


(63)

8. Shop drawing instalasi listrik dan titik lampu.

9. Shop drawing plumbing atau instalasi pemipaan air bersih dan air kotor.

 Gambar shop drawing yang baik

Kriteria baik sebuah gambar secara umum adalah mudah dipahami dan dapat dijadikan sebagai pedoman di lapangan dalam pelaksanaan pembangunan, kriteria tersebut diantaranya adalah

1. Kop pada sisi bagian kanan berisi judul gambar, perusahaan, nama proyek, nomor gambar dan halaman.

2. Mempunyai bentuk dan ukuran setiap bagian konstruksi dengan jelas 3. Menggunakan skala gambar sehingga pada bagian konstruksi yang belum

mempunyai penjelasan ukuran dapat dihitung menggunakan skala.

4. Gambar sesuai dengan kondisi lapangan dan dapat diaplikasikan dengan tepat dilapangan.

5. Mempunyai keterangan gambar seperti elevasi, jenis material dan penjelasan lainya.

6. Jelas dan tidak ada garis yang hilang atau rusak, hal ini dapat terjadi pada kelalaian dalam menggambar atau rusak setelah dilakukan penggandaan seperti pembuatan foto copy gambar.

 Software Shop drawing

Pembuatan shop drawing dapat dilakukan secara manual dengan menggunakan alat bolpoin dan kertas gambar, namun cara ini membutuhkan banyak tenaga dan waktu sehingga sudah mulai ditinggalkan kecuali hanya untuk pembuatan gambar sketsa, kemudian pembuatan gambar lebih banyak


(64)

menggunakan komputer dengan software Autocad sebagai alat gambar paling terkenal dan banyak dipakai dalam membuat gambar shop drawing.

 Perbedaan Shop Drawing dan As Built Drawing

Dalam pengerjaan suatu proyek bangunan, kadangkala sering kita temukan gambar dengan label Shop Drawing dan As Built Drawing, yang kalau kita amati terlihat sekilas tidak ada perbedaan dan hampir mirip. Sebenarnya keduanya mempunyai perbedaan meskipun terlihat hampir sama.

1. Dari yang membuat

Gambar Shop Drawing dibuat oleh perencana/desainer bangunan yang dibangun, baik itu perorangan ataupun perusahaan/biro gambar. Gambar-gambar yang tersaji dalam 1 bendel/jilid-an, kadangkala disertai dengan soft copy (gambar dengan program tertentu).

Sedangkan gambar As Built Drawing dibuat oleh kontraktor/pelaksana pembuat bangunan, juga bisa perorangan ataupun perusahaan kontraktor bangunan.

2. Dari isi yang disajikan

Gambar Shop Drawing adalah gambar detail dan menyeluruh dari bangunan yang akan dibangun (gambar panduan pelaksanaan) dengan tujuan bangunan yang akan dibangun akan sama/sesuai dengan maksud daripada perencana/disainer.

Sedangkan gambar As Built Drawing adalah gambar koreksi, perbaikan, revisi, dari gambar pelaksanaan yang ada, dikarenakan adanya permasalahan di proyek pada saat bangunan dikerjakan. Juga menerangkan pihak mana saja yang


(65)

ikut mengerjakan proyek yang dibangun, seperti : sub kontraktor-sub kontraktor, supplier-supplier, dll yang andil dalam pembangunan proyek.

3. Dari waktu pembuatanya

Gambar Shop Drawing dibuat/diserahkan pada awal/sebelum proyek dilaksanakan dan biasanya juga dapat dipakai sebagai dokumen lelang/tender.

Sedangkan gambar As Built Drawing di buat, lebih tepatnya diserahkan pada akhir proyek bangunan.


(66)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Diagram Penelitian

Gambar 3.1 Diagram Alir Pengerjaan Penelitian Mulai

Studi literatur

 Pengumpulan data

 pengolahan data

 spesifikasi Lift

 perancangan shop drawing Analisa data

Perhitungan bagian-bagian

Perancangan Shop Drawing Menggunakan Autocad

selesai kesimpulan Mekanisme kerja

elevator

Perancangan shop drawing


(67)

3.2. Waktu Dan Tempat

Survey data yang diperlukan dilakukan di Gedung Camridge Mall Jln. S. Parman, Medan, pada bulan April 2014.

3.3 Bahan Dan Alat 3.3.1 Bahan

Yang menjadi objek dalam perancangan ini adalah Lift Penumpang Tipe P.20-CO-60-7FL-7ST (MRL Type) di gedung Camridge Mall. Adapun spesifikasi Elevator adalah sebagai berikut :

Car nos : #P1

Duty : Passenger Elevator (MRL Type )

Quantity : 1 (One) Unit

Capacity : 20 Person/ 1350 Kg

Speed : 60 mpm

System Control : AC-VVVf

Operation : Simplex

Floors : 7 (Seven)

Service Floors : 7 (Seven); B3, B2, B1, LG, G, 1, 2 Opening Floors : 7 (Seven); Front = 7 ; Rear = NIL

Door Type : 2-Panel Centre Opening

Travel : 24,500 mm

Overhead : 4,600 mm

Pit Depth : 1,500 mm

M/C Location : Directly above the hoistway


(68)

Lighting Supply : AC-1Ph/220V/50Hz 3.3.2 Alat

Perancangan shop drawing ini dilakukan dengan menggunakan software Autocad 2007

3.4 Keterangan Diagram Alir 3.4.1 Studi Literatur

Studi literatur dilakukan dengan pengumpulan referensi-referensi mengenai materi yang berhubungan dengan proses Pemindah Bahan & pengunaan Tali Baja Khususnya untuk Elevator. Literatur-literatur tersebut didapatkan dari :

1. Buku referensi

 Mesin Pemindah Bahan

 Statika Struktur

 Elemen Mesin 2. Internet

 Jenis-jenis Tali Baja

 Perancangan Shop Drawing

 Cara penggunaan Elevator 3.4.2 Pengumpulan Data

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data yang diperlukan, antara lain : spesifikasi Elevator, diameter Tali Baja, diameter Puli, cara kerja Tali Baja data-data ini nantinya akan digunakan sebagai data-data awal yang kemudian dilanjutkan pada perhitungan secara teoritis dan digunakan untuk Perancangan Shop Drawing. 3.4.3 Analisa Data

Dalam Perancangan Shop Drawing, kemudian dilakukan analisa data, sehingga dapat melihat berapa kekuatan dan tegangan serta umur Tali baja yang terjadi pada Elevator.


(69)

3.4.4 Kesimpulan Dan Saran

Tahap ini merupakan pengambilan kesimpulan dari proses analisa yang telah dilakukan. Kesimpulan berisi jawaban dari tujuan analisa yang dibahas pada BAB I. Pada akhir bagian ini juga terdapat saran penulis tentang perancangan ini, sehingga tulisan ini dapat lebih bermanfaat bagi setiap kalangan.


(70)

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 Perancangan Shop Drawing

Sesuai dengan data hasil survey di gedung Camridge mall, Lift yang di gunakan mempunyai spesifikasi sebagai berikut :

 Kecepatan angkat : 60 m/menit = 1 m/s

 Service Floor : 7 FL/7ST (B3, B2, B1, LG, G, 1, 2)  Lebar dinding (Hoistway) : 2,6 meter x 2,4 meter


(71)

Gambar. 4.1 Plan of Hoistway

Pada perancangan Shop drawing ini di peroleh ukuran sebagai berikut : Panjang sangkar : 2.600 mm

Lebar sangkar : 2.400 mm Tinggi Sangkar : 2.500 mm

Pit : 1.500 mm

Over head : 4.600 mm


(72)

(73)

4.2 Perhitungan Motor Penggerak

Daya motor yang dibutuhkan untuk melayani kebutuhan sistem lift penumpang ini dapat dihitung dari persamaan berikut :

Nst = [hp] ……….…. (Lit.4 hal.362)

dimana :

Q = kapasitas lift = 1350 kg

Gs = bobot sangkar lift = 1200 kg (sesuai hasil Survai) Gcw = berat bobot pengimbang

= Gs + 0,5 Q ………... (Lit.4 hal.357) = 1200 kg + 0,5 (1350 kg)

= 1875 kg

v = kecepatan elevator = 60 m/min = 1 m/s ηtot = Efisiensi total elevator

ηtot = ηhm. ηg.sh d.sh dimana :

ηhm = Effisiensi mesin pengangkat

= 0,9 (diasumsikan) ……….…. (Lit.4 hal.362) ηg.sh = Effisiensi roda puli

= 0,97 (diasumsikan) ……….….. (Lit.4 hal.362) ηd.sh = Effisiensi roda puli deflektor


(74)

sehingga :

ηtot = 0,9 . 0,97 . 0,9 = 0,7857

maka :

Nst = = 11,5 hp ≈ 9 Kw

Dalam prakteknya perlu dilakukan pemeriksaan terhadap daya motor. Hal ini dikarenakan dibutuhkannya daya yang besar pada saat start atau mungkin beban yang sangat besar yang terus bekerja setelah start. Dengan demikian perlu diperhitungkan adanya faktor koreksi yang besarnya adalah : fc = 1,0 ÷ 1,5

4.3. Perencanaan Counter Weight

Dalam hal ini Counter Weight terbuat dari coran besi cor kelabu dengan desain yang berlapis yang akan memudahkan pengaturan bobot dan menyederhanakan perakitan. Dalam perencanaan ini, pengimbang sangat diperlukan karena pengimbang ini nantinya berfungsi untuk menghilangkan beban pada mesin pengangkat, bobot sangkar ditambah 0.4 s/d 0.5 dari muatan maksimum (N. Rudenko, hal 357).

Gconter weight = G sangkar + (0,5.Q) ………. (Lit.4 hal.357) = 1,200 kg + (0.5. 1350)


(75)

Kapasitas rencana untuk pengimbang dengan kerugian gesekan 5% Qp = 1875 + (1875. 5%)

= 1968.75 = 1969 kg

4.4 Perhitungan Tali Baja

Pada perencanaan ini, tali baja yang dipakai adalah baja karbon tinggi JIS G 3521 dengan ukuran kekuatan putus (σb) 160 kg/mm2 dan dengan tipe: 6 x 37 = 222 + 1C yang artinya sebuah tali dengan konstruksi yang terdiri dari 6 buah pintalan (strand) terdiri dari 37 Kawat baja (steel wire) dengan 1 inti serat (fibre core)

Jenis tali tipe: 6 x 37 = 222 + 1C dipilih dengan pertimbangan bahwa semakin banyak kawat baja yang digunakan konstruksi tali maka akan lebih aman dari tegangan putus tali dan dapat menahan beban putus tali.

Analisa Perhitungan tali baja meliputi : 1. Diameter Tali Baja

2. Luas penampang tali baja 3. Umur tali baja

4. Pemeriksaan tali baja 5. Panjang Tali Baja


(76)

4.4.1 Diameter Tali Baja

Pada Perencanaan ini tali baja yang di gunakan Jenis tali tipe: 6 x 37 = 222 + 1C yang artinya sebuah tali dengan konstruksi yang terdiri dari 6 buah pintalan (strand) terdiri dari 37 Kawat baja (steel wire) dengan 1 inti serat (fibre core)

Gambar 4.1 Tali baja yang digunakan

Untuk mencari diameter satu kawat dengan data hasil survai yaitu diameter tali baja yang digunakan adalah 11 mm

d = 1.5 δ i ...………. (Lit.4 hal.38) Dimana : d = diameter tali baja

δ = diameter satu kawat i = jumlah kawat dalam tali Maka :

11 = 1.5 δ 22 2

δ =

14,90 . 1,5

11


(77)

4.4.2 Luas Penampang Tali Baja

Sebelum menghitung luas penampang tali baja, terlebih dahulu dilakukan perhitungan kekuatan putus tali baja yang digunakan.

Tabel 4.1. Menentukan NB tali baja

Jumlah lengkungan yang terdapat pada rangkaian tali NB (Number of Bend) = 9 buah

Sehingga : = 32 ………... dan diperoleh : = ………(lit. 4 hal. 38)


(78)

Gambar 4.3. Sistem pemasangan tali pada puli dan jumlah lengkungan Maka dengan mengambil desain tali dengan jumlah kawat i = 222, maka luas penampang tali dapat dihitung dari persamaan berikut :

F222 = ……….. (lit. 4 hal.39)


(79)

= 160 kg/mm2 = 16000 kg/cm2……... (lit. 4 hal.42) K = Faktor keamanan kawat baja

= 5,5 ………... (lit. 4 hal.42) S = Tegangan tarik untuk satu tali

tarikan kerja maksimum pada bagian tali dapat dihitung dari persamaan berikut :

Sw = (kg) ...(lit. 4 hal. 41) Dimana : Q = berat muatan yang diangkat

= Gs + Q

Gs = berat elevator =1200 kg Q = kapasitas elevator = 1350 kg

= 1200 kg + 1350kg =2550 kg

n = Jumlah bagian suspensi (Puli penyangga) = 4 buah

η = Effisiensi puli

= 0,945 ...(lit. 4 hal. 41) η1 = Efisiensi akibat kerugian karena kekakuan tali pada saat menggulung pada puli penggerak. = 0,98 ( diasumsikan ) Maka :

Sw= = 607,39kg


(80)

4.4.3 Umur Tali Baja

Umur kerja dari tali baja dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : a. Material

b. Metode Operasi

c. Tegangan – tegangan yang bekerja pada tali

d. Jumlah penggulungan tekuk, yaitu transmisi tali dari keadaan lurus ke keadaan bengkok atau sebaliknya.

Jumlah penggulungan tekuk yang dapat diterima tali baja sebelum mengalami kerusakan tergantung kepada tegangan yang bekerja dan perbandingan diameter puli dengan diameter tali baja yang dipergunakan.

Dalam hal menentukan umur tali baja, tidak terlepas pada faktor keausan tali baja (m) yang besarnya tergantung pada jumlah tekukan (NB = Number Of Bend). Setiap tali baja hanya dapat mengalami lengkungan tertentu sepanjang umur kerja tali, sejumlah lengkungan tertentu yang telah melewati batas akan rusak dengan cepat, tetapi ada juga penyelidikan menyatakan umur tali kira- kira berbanding terbalik dengan jumlah lengkungan.

Dengan tersedianya diagram sistem puli tersebut, diagram gambar bentangan mekanismenya dan diagram lengkungan tali baja akan lebih mudah menentukan jumlah tekukannya (NB = Number of Bend). Setiap sistem puli majemuk dapat dianggap sebagai puli dengan dua tali terpisah yang dihubungkan dengan puli kompensasi, jumlah lengkungan tali puli majemuk dapat diperoleh dengan membagi dua jumlah titik total tempat bagian tali yang paralel masuk dan keluar puli.


(81)

Besarnya faktor keausan (m) didapat dari persamaan sebagai berikut :

m = ……….…….……… (lit.4 hal.43)

Dimana : = Perbandingan diameter puli dengan diameter tali yang diizinkan >e1.e2 ………..………(lit. 4 hal.41)

e1 = faktor yang bergantung pada alat pengangkat dan kondisi operasi ………....…(lit. 4 hal. 42, tabel 9) = 20 (dipilih)

e2 = faktor yang tergantung pada konstruksi tali

= 0.90……… (lit. 4 hal. 42, tabel 10) >20 . 0,9 > 18, harga ini masih dibawah = 32

maka untuk perhitungan selanjutnya dipakai harga-harga = 32 σ =

dimana : S = tegangan tarik untuk satu kali F222 = luas penampang tali baja

σ = tegangan tarik sebenarnya pada tali (kg/mm2) Maka :

σ = = 2024,63 kg/cm2 = 20,25 kg/mm2

C = faktor karakteristik dari konstruksi tali dan tegangan tarik maksimum dari bahan kawat


(82)

C1 = faktor yang tergantung pada diameter tali = 0,97

C2 = faktor bahan dn proses pembuatan = 1,00

Sehingga:

m = = 1,71

Tabel 4.2 Harga Faktor m

N. Rudenko, 1996 hal. 44

Dari faktor harga (m), untuk harga m = 1,71 dengan cara interpolasi diperoleh jumlah siklus penggulungan tekuk berulang yang terjadi sebelum tali putus (z) adalah 277500 kali penekukan.

Jumlah siklus penggulungan tekuk berulang yang diizinkan dapat dihitung dari persamaan :

Z1 = Dimana :

ϕ = Jumlah siklus penggulungan tekuk berulang yang terjadi sebelum putus (z) dengan penggulungan tekuk berulang yang diizinkan (z1)


(83)

= 2,5 ………..… (lit.4,hal 48) Sehingga:

z1 = = 111000 kali penekukan

Selanjutnya umur tali dapat dihitung dari persamaan sebagai berikut :

N = (bulan) ………. (lit. 4 hal. 46) Dimana :

z1 = penggulungan tekuk berulang yang diizinkan

z2 = jumlah tekukan berulang per siklus kerja (mode suspensi beban) = 7 buah

a = jumlah trip rata rata perbulan = 1000 (untuk peralatan ringan)

β = faktor perubahan daya tahan tali akibat mengangkat muatan lebih rendah dari tinggi total dan lebih ringan dari muatan penuh. = 0,5

Maka :

N = = 31,71 bulan

Dari perhitungan tersebut diperoleh bahwa umur tali adalah 31,71bulan atau 2,6 tahun, selanjutnya tali baja harus diganti meskipun kondisinya masih terlihat baik. Jadi tali baja harus diganti sebelum 2,6 tahun (<2,6 tahun) masa pemakaian, hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan tali, misalnya kondisi kerja tali akibat gesekan, kemungkinan beberapa tali sudah ada yang putus pada sepanjang lapisan serat atau kisar tali baja.


(84)

4.4.4 Pemeriksaan Kekuatan Tali Baja

Tali baja diperiksa terhadap tarikan yang terjadi untuk mengetahui kondisi aman tidaknya kostruksi elevator yang dirancang. Perencanaan dikatakan aman jika tegangan tarik yang terjadi lebih kecil dari tegangan tarik izin (S<Smax) Tegangan tarik izin (Smax) dapat dicari :

Smax = ……….(Lit.4 hal 40)

Dimana :

P = kekuatan putus tali sebenarnya

K = faktor keamanan kawat baja pada elevator = 9,5

maka :

Smax = = 1684,21 kg

Tegangan tarik izin tali diperoleh Smax = 1684,21kg, sedangkan dari perhitungan sebelumnya diperoleh bahwa tegangan tarik yang terjadi pada tali S = 607,39 kg, sehingga dapat disimpulkan bahwa tali aman terhadap beban tarik.


(85)

Gambar 4.4. Sistem Pemasangan tali baja pada Elevator Untuk mengetahui panjang tali baja kita harus mengetahui panjang dari lintasan lift tersebut, berdasarkan data yang saya peroleh dari lapangan bahwa panjang lintasan dari lift tersebut adalah 24.500 mm.

Untuk mengetahui panjang tali baja yang dibutuhkan pada lift tersebut adalah 3 x Panjang Travel atau lintasan = 73,500 mm


(86)

4.5

Perhitungan Puli Penggerak

Puli berfungsi sebagai penuntun arah untuk pengubah arah gerak tali baja. Pada perencanaan puli, hal - hal yang perlu diperhitungkan adalah:

1. Diameter puli 2. Diameter poros tali

3. Pemeriksaan tekanan pada alur puli oleh tali 4.5.1 Diameter Puli

Diameter puli Dmin dihitung dari persamaan Dmin/d = 32. Dari hasil survai sebelumnya telah diperoleh diameter tali d = 11 mm, sehingga diameter puli :

D >e1.e2.d………(lit. 4 hal. 42, tabel 9 dan 10) D > 30 x 0.90 x 11 mm

D >297 mm

Diameter puli yang dipergunakan disini adalah Dmin= 297 mm.

Puli penggerak dipilih dari bahan besi cor kelabu JIS G 5501 FC 20 dengan kekuatan tarik 17 kg/mm2. Dimensi alur puli selengkapnya diambil berdasarkan standarisasi diameter puli yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini:


(87)

Tabel 4.3. Dimensi Alur Puli Penggerak

Maka dari tabel diatas ukuran-ukuran puli penggerak untuk diameter tali d = 11 mm adalah sebagai berikut:

r1 = 4,0 mm h = 25,0 mm b = 30 mm

4.5.2 Perencanaan Diameter Poros Puli

Diameter poros puli dapat dihitung dari persamaan sebagai berikut :

P = ………..…….(lit.4 hal. 72)

Dimana : P = Tekanan bidang pada puli tergantung pada kecepatan keliling permukaan. Tekanan ini tidak boleh melebihi nilai yang tertera pada tabel 4.3 dibawah ini


(88)

Tabel 4.4. Tekanan Bidang Pada Puli

(sumber : lit. 4 hal. 72)

Untuk kecepatan v = 1.0 m/s diperoleh P = 52 kg/cm2 L = Panjang bus tali (cm)

= (1,5 ÷1,8)d ………..………. (lit.4 hal. 72) = 1,8d (dipilih)

Q = Beban total puli

= Kapasitas elevator + berat + berat bobot pengimbang Berat bobot pengimbang = berat Sangkar + 0,5 (kapasitas) = 1200kg + 0,5 (1350 kg) = 1875 kg

= 1350 kg + 1200 kg + 1875 kg = 4425 kg maka :

P = 52 kg/cm2 =

d2 =

d = 6,87 cm = 68,7 mm

Berdasarkan standarisasi diameter poros, diameter poros puli penggerak 68,7 mm yang dipergunakan adalah sebesar 70 mm. Poros puli penggerak dipilih dari bahan baja karbon JIS G 3123 S55 C-D yang memiliki tegangan tarik : σt= 85 kg/mm2.


(89)

Pemeriksaan kekuatan poros puli dapat ditentukan dengan menggunakan rumus persamaan sebagai berikut :

=

dimana :

= Tegangan tarik izin

σt = Tegangan tarik = 85 kg/mm2

Sf1 = Faktor keamanan yang dipengaruhi masa = 5,5 ÷ 6, diambil 6, Sf2 = Faktor kekerasan permukaan = 1,3 ÷ 3,0, diambil 3.0

Sehingga :

= = 4,72 kg/mm2

Momen tahan lentur ( Z ) yang terjadi adalah :

Z = ………….………(lit.7 hal 12)

= = 33656,875 mm3

M = Momen lentur = . L

Dimana :

L = Jarak puli terhadap titik tangkap (1,8d = 1,8 x 45 mm) = 126 mm W = Beban total = 4425 kg


(90)

M = x 126 mm = 278775 kg.mm

Sehingga tegangan tarik yang terjadi adalah :

σ1 = = 8,28 kg/mm2

Dari perhitungan di atas dapat kita lihat tegangan tarik yang terjadi lebih kecil dari tegangan tarik izin sehingga bahan ini aman untuk dipakai.

4.5.3 Pemeriksaan Tekanan Pada Alur Puli

Tekanan pada alur puli diasumsikan terdistribusi secara merata diseluruh permukaan kontak antara tali baja dengan alur puli. Besarnya tekanan tersebut dapat dihitung dari persamaan sebagai berikut:

p1 = (kg/mm2) ………...(lit. 4 hal. 75) dimana :

S = tegangan yang terjadi pada tali (kg) = 458,914 kg D = diameter puli (mm) = 297 mm

d = diameter tali (mm) = 11 mm maka :

p1 = = 0,281 kg/mm2

Agar perencanaan aman maka tekanan yang terjadi pada alur puli harus lebih kecil dari tekanan izin. Tekanan izin pada alur puli dapat dihitung dari persamaan :


(91)

dimana :

σt = kekuatan tarik bahan puli

= 17 kg/mm2 (besi cor kelabu JIS G5501 FC 20) K = faktor keamanan kawat baja pada elevator = 9,5 maka :

= = 1,78 kg/mm2

Dari perhitungan sebelumnya diperoleh tekanan pada alur puli sebesar p1 = 0,281 kg/mm2, sedangkan tegangan izin alur puli = 1,78 kg/mm2 sehingga alur puli aman terhadap tekanan yang terjadi


(92)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil yang telah diperoleh maka dapat disimpulkan :

1. Telah berhasil dirancang Shop Drawing Elevator kapasitas 20 orang/1350 kg dengan kecepatan 60 m/s dan panjang travel : 24.500 mm. 2. Dari Analisa yang dilakukan di peroleh Umur dari Tali Baja untuk

Elevator kapasitas 20 Orang / 1350 Kg adalah 31,71 Bulan (2,6 Tahun) dalam penggunaan normal,

3. Tegangan tarik izin tali diperoleh Smax = 1684,21kg, sedangkan dari perhitungan sebelumnya diperoleh bahwa tegangan tarik yang terjadi pada tali S = 607,39 kg, sehingga dapat disimpulkan bahwa tali aman terhadap beban tarik.

5.2.Saran

Adapun saran yang dapat penulis berikan pada Skripsi ini adalah :

1. Perlu ketelitian dalam mengambil data ukuran Hoistway yang ada pada gedung sebelum melakukan perancangan Shop Drawing.

2. Untuk mendapatkan Hasil yang maksimal gunakan Softwer Autocad yang ter-up-date


(93)

3. Lebih memperbanyak diskusi kepada ahli yang memahami tentang Elevator untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih luas serta mendapatkan pemahaman secara teoritis dari Elevator.


(94)

DAFTAR PUSTAKA

1. Lubomir Janovski, Elevator Mechanical Design, Principles and concepts,

Czeehoslovakia, 1986

2. Joseph. E. Shigley, Larry D. Mitchell, Perencanaan Teknik Mesin,

Erlangga, Jakarta, 1986

3. Sularso, Kiyokatsu Suga, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin,

PT. Paradya Paramitha, Jakarta 1983.

4. N. Rudenko, (1996) Mesin Pengangkat : Edisi Ketiga, Erlangga, Ciracas-Jakarta 13740

5. George A. Strakosh, Jaros, Baum & Balles, Vertical Transportation,

Elevator and Escalator, Amerika Serikat, 1983.

6. Syamsir. A. Muin, Pesawat-Pesawat Pengangkat, Medan 1987.

7. Herman Jutz and Edward Schurthus, Westermann Tables for The Metal

Trade, Wiley Eastered, New Delhi, Bengalore Bombay, Calcuta, 1976.

8. G. Takeshi Sato, N. Sugiarto, Menggambar Mesin menurut ISO, PT. Pradya

Paramita, jakarta, 1986.

9. Stolk, Kros, Elemen Mesin, Elemen Konstruksi dari Bangun Mesin, Jakarta,

1993.

10. FAG Rol ing Bearing Standard Programme Cataloque, WL 41510/2EA


(95)

Edition 1993.

11. Politeknik Mekanik Swiss- ITB General Standard

12. Timoshenko & Young, Elements of Strengh Material, 5th


(96)

(97)

(98)

(99)

(100)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)