70 salah satu peran yang perlu diperlihatkan oleh agama, yaitu ada dalam lingkup fenomena
sosial.
IV. Hakekat Hubungan Persekutuan dan Ketaatan Gereja Kepada Kristus
Pemahaman fundamental tentang gereja yang dihidupi oleh warga gereja GMIT Jemaat Zaitun, menghadirkan hubungan persekutuan yang terlihat erat antara manusia
warga gereja dengan Tuhan ketika berada dalam gedung ibadah. Selain adanya nilai persekutuan yang erat, ada juga sikap ketaatan gereja kepada Kristus Sang kepala gereja.
Sebagaimana yang dipahami oleh Gerrit Singgih tentang gereja, yakni sebagai tubuh Kristus. Gereja sebagai tubuh Kristus berarti kita umatNya adalah bagian tubuh dan tidak
pernah bisa terlepas dari tubuh.
16
Ada ikatan yang kuat antara manusia dengan Tuhan dan manusia dengan sesamanya.
Pemahaman gereja sebagai tubuh Kristus ini terlihat dalam kehidupan bergereja GMIT Jemaat Zaitun. Sikap antusias membangun gedung ibadah karena gedung ibadah
dimaknai sebagai rumah Tuhan yang sakral, dan tidak sebatas itu. Persekutuan dan ketaatan gereja kepada Kristus menghadirkan semangat juang membangun gedung ibadah
meskipun di tengah konteks kemiskinan, karena gedung ibadah dipandang sebagai ruang yang mampu memberikan ikatan erat antara Tuhan dengan manusia, dan manusia dengan
sesama. Ada beberapa hal yang menjadi dasar pembentukan persekutuan dan ketaatan
gereja kepada Kristus, yaitu dimensi sosial-teologis, dimensi spiritual, gereja sebagai rumah Tuhan dan sebuah persembahan syukur, dan juga gereja sebagai pusat kehidupan
bergereja. Dalam dimensi sosial-teologis, maka warga gereja memandang kehadiran gedung ibadah tidak saja sebagai ruang persekutuan, tetapi juga bermanfaat untuk kegiatan
16
Emanuel Gerrit Singgih, Bergereja, Berteologi dan Bermasyarakat Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 1997, 8.
71 lainnya seperti pemberdayaan. Namun, hal tersebut dapat dilaksanakan bila kegiatan yang
dilakukan juga mendukung pembangunan kerohanian warga gereja. Ada hal yang dikritisi oleh Gutierrez dalam berteologi, yakni gereja seringkali hanya menangani hal-hal religius,
sedangkan urusan kemasyarakatan seperti kemiskinan adalah masalah negara dunia.
17
Kemiskinan dianggap sebagai masalah profan yang tidak merupakan bagian dari kehidupan beragama, sehingga seringkali kemiskinan dianggap sebagai sebuah tanggung
jawab negara pemerintah bukan gereja.
18
Kekritisan yang diberikan oleh Gutierrez kembali mengajak warga gereja GMIT Zaitun untuk melihat dasar dimensi sosial-teologis
sebagai pembentukan persekutuan mereka dengan Tuhan. Artinya, bahwa warga gereja pada dasarnya memiliki kerinduan untuk memberikan nilai lain atas pemanfaatan gedung
ibadah, yakni adanya pemberdayaan yang berdampak pada pembebasan. Namun, ruang pembebasan yang diberikan masih terlihat dengan nilai religositas yang begitu tinggi.
Sebagaimana yang berulang kali ditekankan oleh informan dalam penelitian, bahwa mereka setuju dan bersepakat untuk menjadikan gedung ibadah sebagai ruang
pemberdayaan, tetapi yang harus diingat ialah tidak terlepas dari pembangunan iman warga gereja. Tujuan penting yang diharapkan dari gedung ibadah adalah sebagai ruang
pertumbuhan iman warga gereja. Dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa ada kerinduan dalam diri warga gereja untuk melakukan perubahan melalui gedung ibadah,
akan tetapi suatu perubahan yang masih bersifat internal. Hal tersebut sebagai gambaran kehidupan bergereja, di mana adanya dimensi
spiritual yang begitu berpengaruh dalam diri warga gereja. Warga gereja melihat betapa pentingnya membangun persekutuan dengan Tuhan, karena melalui persekutuan itulah
mereka dapat menemukan kehidupan yang penuh dengan kedamaian dan ketentraman. Hal itulah yang membuat warga gereja menghadirkan sikap juang membangun gedung ibadah
17
Marthin Chen, Teologi Gustavo Gutierrez Yogyakarta: Kanisius 2002, 19.
18
Chen, Teologi Gustavo Gutierrez, 19.
72 dan menjadikan gedung ibadah sebagai pusat kehidupan dari segala aspek kehidupan
mereka. Gedung ibadah dijadikan sebagai pusat kehidupan, karena di dalam gedung ibadah dapat melepaskan mereka dari kenyataan hidup yang membuat mereka terbelenggu dalam
ketidaknyamanan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Marx, bahwa gereja hanya sebagai
opium
, sebagai ruang yang memberikan kenyamanan meski itu hanya sesaat.
V. Gereja di Tahap Prakondisi Lepas Landas