1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : “Bagaimana dampak
penerapan e-filing terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak studi pada penyampaian surat pemberitahuan tahunan wajib pajak orang pribadi di kantor
pelayanan pajak pratama lubuk pakam ?”
1.3 Tujuan Penelitian
Dari permasalahan penelitian yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan bagaimana dampak penerapan e-
filing terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak studi pada penyampaian surat pemberitahuan tahunan wajib pajak orang pribadi di kantor pelayanan pajak
pratama lubuk pakam.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Secara subjektif, sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan
kemampuan berpikir ilmiah, sistematis, dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian-kajian teori
dan aplikasi yang diperoleh dari Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
atau sumbangan pemikiran bagi kantor pelayanan pajak pratama lubuk pakam agar dapat bermanfaat untuk menentukan kebijakan dalam kelangsungan
penggunaan e-filing kedepan.
3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik
langsung maupun secara tidak langsung bagi kepustakaan Program Studi Ilmu Administrasi Negara.
1.5 Kerangka Teori
Studi kepustakaaan berkaitan dengan kajian teoritis dan referensi lain yang terkait dengan nilai, budaya, norma yang berkembang pada situasi sosial yang
diteliti Sugiyono, 2007:14.
1.5.1. Evaluasi Kebijakan 1.
Pengertian Evaluasi Kebijakan
Evaluasi merupakan salah satu tahapan penting dalam proses kebijakan publik, namun seringkali tahapan ini diabaikan dan hanya berakhir pada tahap
implementasi. Evaluasi adalah kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan Subarsono, 2008:119. Evaluasi kebijakan digunakan untuk mengukur
keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan suatu kebijakan publik. Menurut Muhadjir dalam Widodo 2008:112 mengemukakan “Evaluasi
kebijakan publik merupakan suatu proses untuk menilai seberapa jauh suatu kebijakan publik dapat “membuahkan hasil”, yaitu dengan membandingkan antara
hasil yang diperoleh dengan tujuan danatau target kebijakan publik yang ditentukan”.
Dalam bahasa yang lebih singkat Jones dalam Winarno 2007:166 mengartikan evaluasi adalah “Kegiatan yang bertujuan untuk menilai “manfaat”
suatu kebijakan”. Serta secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai
“Kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang menyangkut
substansi, implementasi, dan dampak”. Hal ini berarti bahwa proses evaluasi
tidah hanya dapat dilakukan pada tahapan akhir saja, melainkan keseluruhan dari proses kebijakan dapat dievaluasi.
Dari beberapa pendapat para ahli mengenai yang dimaksud dengan evaluasi kebijakan dapat disimpulkan bahwa evaluasi kebijakan adalah kegiatan
untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan, keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan suatu kebijakan publik dan menilai manfaat suatu kebijakan dengan
membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan danatau target kebijakan publik yang ditentukan dengan kata lain menyangkut substansi,
implementasi, dan dampak suatu kebijakan publik. Dalam Bingham dan Felbinger, Howlet dan Ramesh 1995 dalam
Nugroho 2009:676-677 mengelompokan evaluasi menjadi tiga, yaitu : a.
Evaluasi administratif, yang berkenaan dengan evaluasi sisi administratif anggaran, efisiensi, biaya dari proses kebijakan di dalam pemerintah yang
berkenaan dengan : 1
effort evaluation, yang menilai dari sisi input program yang dikembangkan oleh kebijakan
2 Performance evaluation, yang menilai keluaran dari program yang
dikembangkan oleh kebijakan. 3
adequacy of performance evaluation atau effectiveness evaluation , yang menilai apakah program dijalankan sebagaimana yang sudah ditetapkan.
4 effeciency evaluation, yang menilai biaya program dan memberikan
penilaian tentang keefektifan biaya tersebut.
5 process evaluation, yang menilai metode yang dipergunakan oleh
organisasi untuk melaksanakan program. b.
Evaluasi judical, yaitu evaluasi yang berkenaan dengan isu keabsahan hukum tempat kebijakan diimplementasikan, termasuk kemungkinan pelanggaran
terhadap konstitusi, sistem hukum, etika, aturan administrasi negara, hingga hak asasi manusia.
c. Evaluasi politik, yaitu menilai sejauh mana penerimaan konstituten politik
terhadap kebijakan publik yang diimplementasikan. Sedangkan menurut Dane Wibawa, 1994 menyebutkan ada dua tipe
evaluasi kebijakan, yaitu : a.
Sumative evaluation, adalah penilaian dampak dari suatu program. Disebut juga dengan evaluasi dampak out come evaluation.
b. Formative evaluation, adalah penilaian terhadap proses dari program, disebut
pula evaluasi proses.
2. Sifat Evaluasi
Gambaran utama evaluasi adalah bahwa evaluasi menghasilkan tuntutan- tuntutan yang bersifat evaluatif. Menurut Dunn 2003:608-609, evaluasi
mempunyai sejumlah karakteristik yang membedakannya dari metode-metode analisis kebijakan lainnya :
1. Fokus nilai. Evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada penilaian
menyangkut keperluan atau nilai dari sesuatu kebijakan dan program. Evaluasi terutama merupakan usaha untuk menentukan manfaat atau
kegunaan sosial kebijakan atau program, dan buka sekedar usaha untuk mengumpulkan informasi mengenai hasil aksi kebijakan yang terantisipasi
dan tidak terantisipasi. Karena ketepatan tujuan dan sasaran kebijakan dapat selalu dipertanyakan, evaluasi mecakup prosedur untuk mengevaluasi tujuan-
tujuan dan sasaran itu sendiri. 2.
Interdependensi fakta-nilai. Tuntutan evaluasi tergantung baik “fakta” maupun “nilai”. Untuk menyatakan bahwa kebijakan atau program tertentu
telah mencapai tingkat kinerja yang tertinggi atau rendah diperlukan tidak hanya bahwa hasil-hasil kebijakan berharga bagi sejumlah individu,
kelompok atau seluruh masyarakat untuk menyatakan demikian harus didukung oleh bukti bahwa hasil-hasil kebijakan secara aktual merupakan
konsekuensi dari aksi-aksi yang dilakukan untuk memecahkan masalah tertentu. Oleh karena itu, pemantauan merupakan prasyarat bagi evaluasi.
3. Orientasi masa kini dan masa lampau. Tuntutan evaluatif, berbeda dengan
tuntutan-tuntutan advokatif, diarah pada hasil sekarang dan masa lalu, ketimbangan hasil di masa depan. Evaluasi bersifat retrospektif dan setelah
aksi-aksi dilakukan ex post. Rekomendasi yang juga mencakup premis- premis nilai, bersifat prospektif dan dibuat sebelum aksi-aksi dilakukan ex
ante. 4.
Dualitas nilai. Nilai-nilai yang mendasari tuntutan-tuntutan evaluasi mempunyai kualitas ganda, karena mereka dipandang sebagai tujuan dan
sekaligus cara. Evaluasi sama dengan rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai yang ada misalnya kesehatan dapat dianggap sebagai intrinsik
diperlukan bagi dirinya ataupun ekstrinsik diperlukan karena hal itu mempengaruhi pencapaian tujuan-tujuan lain. Nilai-nilai sering ditata di
dalam suatu hirarki yang merefleksikan kepentingan relatif dan saling ketergantungan antar tujuan dan sasaran.
3. Fungsi dan Tujuan Evaluasi Kebijakan
Sebagai salah satu tahapan dalam proses kebijakan, evaluasi memiliki fungsi dan tujuan. Menurut Wibawa dalam Nugroho 2009 : 541-542, evaluasi
kebijakan publik memilik empat fungsi, yaitu: 1.
Eksplanasi. Melalui evaluasi dapat dipotret realitas pelaksanaan program dan dapat dibuat suatu generalisasi tentang pola-pola hubungan antar berbagai
dimensi realitas yang diamatinya. Dari evaluasi ini evaluator dapat mengidentifikasi masalah, kondisi, dan aktor yang mendukung keberhasilan
atau kegagalan kebijakan. 2.
Kepatuhan. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh para pelaku, baik birokrasi maupun pelaku lainnya, sesuai dengan
standar dan prosedur yang ditetapkan oleh kebijakan. 3.
Audit. Melalui evaluasi dapat diketahui, apakah output benar-benar sampai ke tangan kelompok sasaran kebijakan, atau justru ada kebocoran atau
penyimpangan. 4.
Akunting. Dengan evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial-ekonomi dari kebijakan tersebut.
Beberapa ahli juga mengemukakan tentang tujuan-tujuan dari evaluasi, Subarsono 2008:120 merinci beberapa tujuan dari evaluasi antara lain sebagai
berikut : a.
Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan. Melalui evaluasi maka dapat diketahui derajat pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan.
b. Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan. Dengan evaluasi juga dapat
diketahui derajat diketahui berapa biaya dan manfaat suatu kebijakan. c.
Mengukur tingkat keluaran outcome suatu kebijakan. Salah satu tujuan evaluasi adalah mengukur berapa besar dan kualitas pengeluaran atau output
dari suatu kebijakan. d.
Mengukur dampak suatu kebijakan. Pada tahap lebih lanjut, evaluasi ditujukan untuk melihat dampak dari suatu kebijakan, baik dampak positif
maupun negatif. e.
Untuk mengetahui apabila ada penyimpangan. Evaluasi juga bertujuan untuk mengetahui adanya penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi,
dengan cara membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target.
f. Sebagai bahan masukan input untuk kebijakan yang akan datang. Tujuan
akhir evaluasi adalah untuk memberikan masukan bagi proses kebijakan ke depan agar dihasilkan kebijakan yang lebih baik.
Oleh karena itu, evaluasi kebijakan pada prinsipnya digunakan untuk mengevaluasi empat aspek dalam proses kebijakan publik, yaitu “a proses
pembuatan kebijakan; 2 proses implementasi; 3 konsekuensi kebijakan; 4 efektifitas dampak kebijakan”. Wibawa, yuyun, agus, 1994:35
4. Pendekatan Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan publik memiliki tipe dan pendekatan yang beragam dan berbeda, tergantung dari pada tujuan ataupun sudut pandang dari para
evaluator yang akan melakukan evaluasi. Dunn 2003 : 613-620 membagi pendekatan evaluasi menjadi tiga bagian antara lain :
1. Evaluasi semu. Evaluasi semu pseudo evaluation adalah pendekatan yang
menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan, tanpa berusaha untuk
menanyakan tentang manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap individu. Asumsi utama dari evaluasi semu adalah bahwa ukuran tentang
manfaat atau nilai merupakan sesuatu yang dapat terbukti sendiri self evident atau tidak kontroversial.
2. Evaluasi formal. Evaluasi formal merupakan pendekatan yang menggunakan
metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan cepat dipercaya mengenai hasil-hasil kebijakan tetapi mengevaluasi hal tersebut
atas dasar tujuan program kebijakan yang telah dimumkan secara formal oleh pembuat kebijakan dan administrator program. Asumsi utama dari evaluasi
formal adalah bahwa tujuan dan target dirumuskan secara formal adalah merupakan ukuran yang tepat untuk manfaat atau nilai kebijakan program.
3. Evaluasi keputusan teoritis. Evaluasi keputusan teoritis adalah pendekatan
yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan
yang secara eksplisit dinilai oleh berbagai macam pelaku kebijakan. Asumsi dari evaluasi teoritis keputusan adalah bahwa tujuan dan sasaran dari perilaku
kebijakan baik yang dinyatakan secara formal maupun secara tersembunyi merupakan ukuran yang layak terhadap manfaat atau nilai kebijakan dan
program.
5. Tahapan Evaluasi Kebijakan
Evaluasi dalam pelaksanaanya memiliki tahapan atau langkah-langkah yang dapat dilakukan agar dapat berjalan secara sistematis. Evaluasi dengan
ilmiah merupakan evaluasi yang mempunyai kemampuan yang lebih baik untuk menjalankan evaluasi kebijakan dibandingkan dengan tipe evaluasi lain Winarno,
2007:169. Edward A. Suchman dalam Winarno 2007:169 di sisi lain lebih masuk ke sisi praktis dengan mengemukakan enam langkah dalam evaluasi
kebijakan yaitu : a.
Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi b.
Analisis terhadap masalah c.
Deskripsi dan standardisasi kegiatan d.
Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi e.
Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena penyebab lain
f. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak
6. Bentuk Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan publik berdasarkan kajian kebijakannya dapat dibedakan antara analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik tertentu dan
sesudah adanya kebijakan publik tertentu. Keduanya baik analisis kebijakan sebelum maupun sesudah adanya kebijakan mempunyai tujuan yang sama yakni
memberikan rekomendasi kebijakan kepada penentu kebijakan agar didapat kebijakan yang lebih berkualitas. Dunn 2003:117 membedakan tiga bentuk
utama analisis kebijakan publik,yaitu:
1. Analisis Kebijakan Prospektif. Analisis kebijakan prospektif yang berupa produksi dan tranformasi informasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan
diimplementasikan ex ante. Analisis kebijakan disini merupakan suatu alat untuk mensintesakan informasi untuk dipakai dalam merumuskan alternatif
dan preferensi kebijakan yang dinyatakan secara komparatif, diramalkan dalam bahasa kuantitatif dan kualitatif sebagai landasan atau penuntun dalam
pengambilan keputusan kebijakan. 2. Analisis Kebijakan Retrospektif. Analisis kebijakan retrospektif adalah
sebagai penciptaan dan tranformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan. Evaluasi proses retrospektif, yang cenderung dipusatkan pada
masalah-masalah dan kendala-kendala yang terjadi selama implementasi kebijakan dan program. Evaluasi retrospektif lebih menggantungkan pada
deskripsi ex post facto tentang kegiatan aktivitas program yang sedang berjalan, yang selanjutnya berhubungan dengan keluaran dan dampak.
3. Analisis kebijakan yang terintegrasi. Analisis kebijakan yang terintegrasi merupakan bentuk analisis yang mengkombinasikan gaya operasi para
praktisi yang menaruh perhatian pada penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan sesudah tindakan kebijakan diambil.
7. Model Evaluasi Kebijakan
Menurut Wayne Parsons 2008:549-552, ada dua macam model evaluasi kebijakan yang digunakan yaitu :
1. Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan ketika kebijakan atau program yang sedang diimplementasikan merupakan analisis tentang “seberapa
jauh sebuah program diimplementasikan dan apa kondisi yang bisa meningkatkan keberhasilan implementasi”. Pada fase implementasi memerlukan evaluasi
“formatif” yang akan memonitor cara dimana sebuah program dikelola atau diatur untuk menghasilkan umpan balik yang bisa berfungsi untuk meningkatkan proses
implementasi. Rossi dan Freeman dalam buku Parsons mendeskripsikan model evaluasi
ini sebagai evaluasi pada tiga persoalan : a.
Sejauh mana sebuah program mencapai target populasi yang tepat b.
Apakah penyampaian pelayanannya konsisten dengan spesifikasi desain program atau tidak
c. Sumber daya apa yang dikeluarkan dalam melakukan program
2. Evaluasi Sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengukur bagaimana kebijakan atau program secara aktual berdampak pada problem yang
ditanganinya. Model evaluasi ini pada dasarnya adalah model penelitian komparatif yang mengukur beberapa persoalan yaitu :
a. Membandingkan sebelum dan sesudah program diimplementasikan
b. Membandingkan dampak intervensi terhadap satu kelompok dengan
kelompok lain atau antara satu kelompok yang menjadi subjek intervensi dan kelompok lain yang tidak kelompok kontrol
c. Menbandingkan apa yang terjadi dengan apa yang mungkin terjadi tenpa
intervensi
d. Atau membandingkan bagaimana bagian-bagian yang berbeda dalam satu
wilayah mengalami dampak yang berbeda-beda akibat dari kebijakan yang sama.
8. Kriteria Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan publik, dalam tahapan pelaksanaannya menggunakan pengembangan beberapa indikator untuk menghindari timbulnya bias serta
sebagai pedoman ataupun arahan bagi evaluator. Kriteria-kriteria yang ditetapkan menjadi tolak ukur dalam menentukan berhasil atau tidaknya suatu kebijakan
publik. Nugroho 2009:536 menjelaskan bahwasannya evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu
seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik.
William N. Dunn 2003:429-438 mengemukakan beberapa kriteria rekomendasi kebijakan yang sama dengan kriteria evaluasi kebijakan,
kriteria rekomendasi kebijakan terdiri atas : a.
Efektifitas effectiveness b.
Efisiensi efficiency c.
Kecukupan adequacy d.
Perataan equity e.
Responsivitas responsiveness f.
Ketepatan appropriateness Sejalan dengan kriteria rekomendasi kebijakan tersebut, Dunn
mengemukakan kriteria evaluasi kebijakan antara lain :
Tabel 1.2 Kriteria Evaluasi Kebijakan Tipe Kriteria
Pertanyaan
Efektifitas Apakah hasil yang diinginkan telah dicapai?
Efisiensi Seberapa banyak usaha yang diperlukan untuk
mencapai hasil yang diinginkan?
Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan
memecahkan masalah?
Perataan Apakah biaya dan manfaat didistribusikan dengan
merata kepada kelompok-kelompok yang berbeda?
Responsivitas Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan,
preferensi atau nilai kelompok-kelompok tertentu?
Ketepatan Apakah hasil tujuan yang diinginkan benar-benar
berguna atau bernilai?
Sumber : William N. Dunn, 2003, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Edisi Kedua, Yogyakarta; Gadjah Mada University Press Hal. 610
Untuk lebih jelasnya setiap indikator tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
a Efektivitas
Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas
disebut juga hasil guna. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Apabila pencapaian
tujuan-tujuan organisasi semakin besar dari pada organisasi, maka makin besar pula hasil yang akan dicapai dari tujuan-tujuan tersebut.
Willian N. Dunn dalam bukunya yang berjudul pengantar Analisis Kebijakan Publik : Edisi Kedua, menyatakan bahwa :
“Efektivitas effectiveness berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil akibat yang diharapkan,atau mencapai tujuan dari diadakannya
tindakan. Yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas teknis, selalu diukur dari unit produk atau layanan atau nilai moneternya” Dunn, 2003:429.
Apabila setelah pelaksanaan kegiatan kebijakan publik ternyata dampaknya tidak mampu memecahkan permasalahan yang tengah dihadapi
masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa suatu kegiatan kebijakan tersebut telah gagal, tetapi adakalanya suatu kebijakan publik hasilnya tidak langsung efektif
dalam jangka pendek, akan tetapi setelah melalui proses tertentu. Menurut pendapat Cambell yang dikutip oleh Richard M. Steers dalam
bukunya Efektivitas Organisasi menyebutkan beberapa ukuran dari pada efektivitas, yaitu :
1. Kualitas artinya kualitas yang dihasilkan oleh organisasi
2. Produktivitas artinya kuantitas dari jasa yang dihasilkan
3. Kesiagaan yaitu penilaian menyeluruh sehubungan dengan kemungkinan
dalam hal penyelesaian suatu tugas khusus dengan baik 4.
Efisiensi merupakan perbandingan beberapa aspek prestasi terhadap biaya untuk menghasilkan prestasi tersebut
5. Penghasilan yaitu jumlah sumber daya yang masih tersisa setelah semua
biaya dan kewajiban dipenuhi 6.
Pertumbuhan adalah suatu perbandingan mengenai eksistensi sekarang dan masa lalunya
7. Stabilitas yaitu pemeliharaan struktur, fungsi dan sumber daya sepanjang
waktu
8. Kecelakaan yaitu frekuensi dalam hal perbaikan yang berakibat pada kerugian
waktu 9.
Semangat kerja yaitu adanya perasaan terikat dalam hal pencapaian tujuan, yaitu melibatkan usaha tambahan, kebersamaan tujuan dan perasaan memiliki
10. Motivasi artinya adanya kekuatan yang muncul dari setiap individu untuk
mencapai tujuan 11.
Kepaduan yaitu fakta bahwa para anggota organisasi saling menyukai satu sama lain, artinya bekerja sama dengan baik, berkomunikasi dan
mengkoordinasikan 12.
Keluwesan adaptasi artinya adanya suatu rangsangan baru untuk mengubah prosedur standar operasinya, yang bertujuan untuk mencegah keterbekuan
terhadap rangsangan lingkungan Steers, 1985:46-48. Sehubungan dengan hal-hal yang dikemukakan diatas, maka ukuran
efektivitas merupakan suatu standar akan terpenuhinya mengenai sasaran dan tujuan yanag akan dicapai.
b Efisiensi
Jika bicara mengenai efisiensi maka kita akan membayangkan hal penggunaan sumber daya resources secara optimum untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Maksudnya adalah efisiensi akan terjadi jika penggunaan sumber
daya diberdayakan secara optimum sehingga suatu tujuan akan tercapai. William N. Dunn berpendapat bahwa :
“Efisiensi efficiency berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. Efisiensi yang merupakan
sinonim dari rasionalitas ekonomi,adalah merupakan hubungan antara efektivitas dan usaha, yang terkahir umunya diukur dari ongkos moneter. Efisieni biasanya
ditentukan melalui perhitungan biaya per unit produk atau layanan. Kebijakan
yang mencapai efektivitas tertinggi dengan biaya terkecil dinamakan efisiensi.” Dunn, 2003:430.
Apabila sasaran yang ingin dicapai oleh suatu kebijakan publik ternyata sangat sederhana sedangkan biaya yang dikeluarkan melalui proses kebijakan
terlampau besar dibandingkan dengan hasil yang dicapai. Ini berarti kegiatan telah melakukan pemborosan dan tidak layak untuk dilaksanakan.
3 Kecukupan
Kecukupan dalam kebijakan publik dapat dikatakan tujuan yang telah dicapai sudah dirasakan mencukupi dalam berbagai hal. William N. Dunn
mengemukakan bahwa kecukupan adequacy berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang
menumbuhkan adanya masalah Dunn, 2003:430. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kecukupan masih
berhubungan dengan efektivitas dengan mengukur atau memprediksi seberapa jauh alternatif yang ada dapat memuaskan kebutuhan, nilai atau kesempatan
dalam menyelesaikan masalah yang terjadi. Hal ini, dalam kriteria kecukupan menekankan pada kuatnya hubungan antara alternatif kebijakan dan hasil yang
diharapkan.
c Perataan
Perataan dalam kebijakan publik dapat dikatakan mempunyai arti dengan keadilan yang diberikan dan diperoleh sasaran kebijakan publik. Willian N. Dunn
menyatakan bahwa kriteria kesamaan equity erat berhubungan dengan rasionalitas legal dan sosial dan menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara
kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat Dunn, 2003:434.
Kebijakan yang berorientasi pada perataan adalah kebijakan yang akibatnya atau usaha secara adil didistribusikan. Suatu program tertentu mungkin
dapat efektif, efisiensi, dan mencukupi apabila biaya-manfaat merata. Kunci dari perataan yaitu keadilan atau kewajaran.
d Responsivitas
Responsivitas dalam kebijakan publik dapat diartikan sebagai tanggapan sasaran kebijakan publik atas penerapan suatu kebijakan. Menurut William N.
Dunn, responsivitas responsiveness berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok
masyarakat tertentu Dunn, 2003:437. Suatu keberhasilan kebijakan dapat dilihat melalui tanggapan masyarakat yang menanggapi pelaksanaan setelah terlebih
dahulu memprediksi pengaruh yang akan terjadi jika suatu kebijakan akan dilaksanakan, juga tanggapan masyarakat setelah dampak kebijakan sudah mulai
dapat dirasakan dalam bentuk positif berupa dukungan ataupun wujud yang negatif berupa penolakan. Dunn mengemukakan bahwa :
“Kriteria responsivitas adalah penting karena analisis yang dapat memuaskan semua kriteria lainnya efektivitas,efisiensi,kecukupan,kesamaan
masih gagal jika belum menanggapi kebutuhan aktual dari kelompok yang semestinya diuntungkan dari adanya suatu kebijakan”Dunn, 2003:437
Oleh karena itu, kriteria responsivitas cerminan nyata kebutuhan, preferensi, dan nilai dari kelompok-kelompok tertentu terhadap kriteria
efektivitas, efisiensi, kecukupan, dan kesamaan.
e Ketepatan
Ketepatan merujuk pada nilai atau harga dari tujuan program dan pada kuatnya asumsi yang melandasi tujuan-tujuan tersebut. William N. Dunn
menyatakan bahwa kelayakan appropriateness adalah: “Kriteria yang dipakai untuk menseleksi sejumlah alternatif untuk
dijadikan rekomendasi dengan menilai apakah hasil dari alternatif yang direkomendasikan tersebut merupakan pilihan tujuan yang layak. Kriteria
kelayakan dihubungkan dengan rasionalitas substantif, karena kriteria ini menyangkut substansi tujuan bukan cara atau instrumen untuk merealisasikan
tujuan tersebut”. Dunn, 2003:499
Artinya ketepatan dapat diisi oleh indikator keberhasilan kebijakan lainnya bila ada. Misalnya dampak lain yang tidak mampu diprediksi sebelumnya baik
dampak tak terduga secara positif maupun negatif atau dimungkinkan alternatif lain yang dirasakan lebih baik dari suatu pelaksanaan kebijakan sehingga
kebijakan bisa lebih dapat bergerak secara lebih dinamis.
9. Metode Evaluasi
Menurut Finsterbusch dan Motz dalam Subarsono 2008:128, untuk melakukan evaluasi terhadap program yang telah diimplementasikan, ada
beberapa metode evaluasi yang dapat dipilih yakni : 1.
Single program after-only, yaitu informasi diperoleh berdasarkan keadaan kelompok sasaran sesudah program dijalankan
2. Single program befora-after, yaitu informasi yang diperoleh berdasarkan
perubahan keadaan sasaran sebelum dan sesudah program dijalankan. 3.
Comparative after-only, yairu informasi yang diperoleh berdasarkan keadaan sasaran dan bukan sasaran program dijalankan.
4. Comparative before-after, yaitu informasi yang diperoleh berdasarkan efek
program terhadap kelompok sasaran sebelum dan sesudah program dijalankan.
Tabel 1.3 Metodologi untuk Evaluasi Program
Jenis Evaluasi Pengukuran kondisi
kelompok sasaran Kelompok
Kontrol Informasi yang
diperoleh Sebelum Sesudah
Single Program After- Only
Tidak Ya
Tidak Ada Keadaan Kelompok
sasaran Single Program Before-
After Ya
Ya Tidak Ada Perubahan
Kelompok sasaran
Comparative After-Only Tidak
Ya Ada
Keadaan kelompok
sasaran dan kelompok
kontrol
Comparative Before- After
Ya Ya
Ada Efek program
terhadap kelompok
sasaran dan kelompok
kontrol
Sumber : Subarsono 2008:130
10. Evaluasi Dampak
Sebelumnya telah disebutkan bahwa evaluasi kebijakan adalah suatu untuk menentukan dampak dari kebijakan pada kondisi-kondisi kehidupan nyata.
Dampak adalah perubahan kondisi fisik maupun sosial sebagai akibat dari output kebijakan. Akibat dari output kebijakan ada dua macam yakni :
1. Akibat yang dihasilkan oleh suatu intervensi program pada kelompok sasaran
baik akibat yang diharapkan atau tidak diharapkan dan akibat tersebut mampu menimbulkan pola perilaku baru pada kelompok sasaran impact.
2. Akibat yang dihasilkan oleh suatu intervensi program pada kelompok sasaran,
baik yang sesuai dengan yang diharapkan atau tidak dan akibat tersebut tidak mampu menimbulkan perilaku baru pada kelompok sasaran effects.
Evaluasi dampak merupakan usaha menentukan dampak atas implementasi kebijakan yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan pada keadaan-
keadaan atau kelompok-kelompok di luar sasaran atau tujuan kebijakan. Menurut Lester dan Stewart dalam Winarno 2007:170-171, setidaknya
ada tigal hal yang dapat dilakukan oleh seseorang evaluator didalam melakukan evaluasi kebijakan publik, yaitu: pertama, evaluasi kebijakan mungkin
menjelaskan keluaran-keluaran kebijakan, misalnya pekerjaan, uang, materi yang diproduksi, dan pelayanan yang disediakan. Keluaran ini merupakan hasil yang
nyata dari adanya kebijakan, namun tidak memberi makna sama sekali bagi seorang evaluator.
Kedua, evaluasi kebijakan barangkali mengenai kemampuan kebijakan dalam memperbaiki masalah-masalah sosial, misalnya usaha untuk mengurangi
kemacetan lalu lintas atau tingkat kriminallitas. Dan ketiga, evaluasi kebijakan barangkali menyangkut konsekuensi-konsekuensi kebijakan dalam bentuk policy
feedback, termasuk didalamnya adalah reaksi dari tindakan-tindakan pemerintah atau pernyataan dalam sistem pembuatan kebijakan atau dalam beberapa pembuat
keputusan.
Pada sisi yang lain, Thomas R. Dye dalam Winarno 2007:171-173 menyatakan dampak dari suatu kebijakan mempunyai beberapa dimensi dan
semuanya harus diperhitungkan dalam membicarakan evaluasi. 1.
Dampak kebijakan pada masalah-masalah publik dan dampak kebijakan pada orang-orang yang terlibat
2. Kebijakan-kebijakan mungkin mempunyai dampak pada keadaan-keadaan
atau kelompok-kelompok diluar sasaran atau tujuan kebijakan 3.
Kebijakan mungkin akan mempunyai dampak pada keadaan-keadaan sekarang dan keadaan dimasa yang akan datang
4. Evaluasi juga menyangkut unsur yang lain, yakni biaya langsung yang
dikeluarkan untuk membiayai program-program kebijakan publik 5.
Dimensi yang terakhir dari evaluasi kebijakan adalah menyangkut biaya- biaya tidak langsung yang ditanggung oleh masyarakat atau beberapa anggota
masyarakat akibat adanya kebijakan publik. Sekalipun dampak yang sebenarnya dari suatu kebijakan mungkin sangat
jauh dari yang diharapakan atau diinginkan, tetapi kebijakan tersebut pada dasarnya mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang penting bagi masyarakat.
11. Model Evaluasi Yang Digunakan Peneliti
Di dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan evaluasi dampak dengan menggunakan model single program after-only. Peneliti hendak melihat keadaan
kelompok sasaran sesudah program dijalankan.
1.5.2 E-Filling 1.
Konsep E-Filling
E-filing diatur dalam peraturan dirjen pajak nomor Per-1Pj2014 tentang tata cara penyampaian surat pemberitahuan tahunan bagi wajib pajak orang
pribadi yang menggunakan formulir 1770 S atau 1770 SS secara e-filing melalui website direktorat jenderal pajak www.pajak.go.id. Dalam peraturan dirjen pajak
nomor Per-1Pj2014 pasal 1 ayat 6 menyatakan bahwa e-filing adalah suatu cara penyampaian surat pemberitahuan tahunan secara elektronik yang dilakukan
secara online dan real time melalui internet pada website direktorat jenderal pajak www.pajak.go.id atau penyedia jasa aplikasi atau application service provider
ASP. Dan electronic filling identification number yang selanjutnya disebut e- FIN adalah nomor identitas yang diterbitkan oleh kantor pelayanan pajak kepada
wajib pajak yang mengajukan permohonan untuk melaksanakan e-filing
Wajib pajak orang pribadi yang memenuhi kriteria untuk menyampaikan surat pemberitahuan tahunan menggunakan formulir surat pemberitahuan tahunan
1770 S atau formulir surat pemberitahuan tahunan 1770 SS dapat menyampaikan surat pemberitahuan tahunan secara e-filing melalui website direktorat jenderal
pajak www.pajak.go.id. Wajib pajak yang menyampaikan surat pemberitahuan tahunan secara e-filing
melalui website
direktorat jenderal pajak www.pajak.go.id harus memiliki e-FIN. e-FIN diterbitkan oleh kantor pelayanan
pajak berdasarkan permohonan wajib pajak atau kuasanya. Permohonan disampaikan secara langsung ke kantor pelayanan pajak terdekat menggunakan
formulir sesuai lampiran peraturan direktur jenderal ini dengan menyertakan:
a. asli kartu identitas diri wajib pajak atau kuasanya untuk ditunjukan kepada
petugas pajak; dan b.
fotokopi identitas diri wajib pajak dan fotokopi nomor pokok wajib pajak NPWP atau surat keterangan terdaftar wajib pajak; dan surat kuasa khusus
bermeterai sebagai lampiran formulir permohonan e-FIN dalam hal permohonan disampaikan oleh kuasa wajib pajak.
Permohonan dianggap lengkap dan benar dalam hal, nama dan nomor pokok wajib pajak NPWP yang tercantum sesuai dengan nama dan nomor
pokok wajib pajak NPWP dalam masterfile nasional direktorat jenderal pajak; dan memenuhi ketentuan. Kantor pelayanan pajak harus menerbitkan e-FIN
paling lama 1 satu hari kerja sejak permohonan diterima dengan lengkap dan benar. e-FIN disampaikan secara langsung kepada wajib pajak atau kuasa wajib
pajak. Wajib pajak yang sudah mendapatkan e-FIN harus mendaftarkan diri
melalui website direktorat jenderal pajak www.pajak.go.id paling lama 30 tiga puluh hari kalender sejak diterbitkannya e-FIN. Pendaftaran dilakukan dengan
mencantumkan, alamat surat elektronik e-mail address dan nomor telepon genggam handphone, untuk pengiriman kode verifikasi, notifikasi dan bukti
penerimaan elektronik. Wajib pajak yang sudah mendapatkan e-FIN tetapi tidak mendaftarkan diri
sampai batas waktu yang ditentukan, maka atas e-FIN yang telah diterbitkan tidak dapat digunakan. Dalam hal wajib pajak tidak mendaftarkan diri sampai batas
waktu yang ditentukan atau e-FIN hilang sebelum wajib pajak mendaftarkan diri, wajib pajak dapat mengajukan kembali permohonan e-FIN.
Wajib pajak yang telah mendaftarkan diri dapat menyampaikan surat pemberitahuan tahunan secara e-filing dengan cara mengisi aplikasi e-SPT dengan
benar, lengkap dan jelas. Dalam hal hasil pengisian aplikasi e-SPT menunjukkan status kurang bayar, wajib pajak harus mencantumkan nomor transaksi
penerimaan negara NTPN atas pembayaran PPh pasal 29 sebagai bukti pembayaran. Wajib pajak yang telah mengisi aplikasi e-SPT meminta kode
verifikasi pada website direktorat jenderal pajak www.pajak.go.id. Hasil pengisian aplikasi e-SPT dibubuhi tanda tangan elektronik atau
tanda tangan digital dengan cara memasukkan kode verifikasi yang diperoleh dari direktorat jenderal pajak. Hasil pengisian aplikasi e-SPT dinyatakan lengkap
apabila seluruh elemen data digitalnya telah diisi. Dalam hal hasil pengisian aplikasi e-SPT dinyatakan lengkap, kepada wajib pajak diberikan bukti
penerimaan elektronik sebagai tanda terima penyampaian surat pemberitahuan tahunan. Bukti penerimaan elektronik disampaikan kepada wajib pajak melalui
alamat surat, elektronik e-mail address. Wajib pajak mendapatkan notifikasi atas setiap penyampaian surat pemberitahuan tahunan secara e-filing melalui website
direktorat jenderal pajak www.pajak.go.id. Keterangan danatau dokumen lain terkait surat pemberitahuan tahunan
tidak disampaikan pada saat penyampaian surat pemberitahuan tahunan secara e- filing tetapi wajib disimpan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Penyampaian surat pemberitahuan tahunan secara e-filing melalui website direktorat jenderal pajak www.pajak.go.id dapat dilakukan setiap saat
dengan standar waktu indonesia bagian barat.
2. Proses Penggunaan E-filing Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk
Pakam
Penerapan e-filing di kantor pelayanan pajak pratama lubuk pakam dilaksanakan sesuai dengan peraturan direktur jenderal pajak nomor PER-
1PJ2014. E-filing diterapkan untuk penyampaian surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan PPh bagi wajib pajak orang pribadi yang menggunakan
formulir 1770 S dan 1770 SS. E-filing merupakan sebuah cara penyampaian e- SPT secara online dan real time melalui internet. Sedangkan e-SPT merupakan
data surat pemberitahuan wajib pajak dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh wajib pajak dengan menggunakan aplikasi e-SPT didalam akun e-filing
Untuk memperoleh dan menerapkan akun e-filling, wajib pajak dapat melalui proses yang mudah dan efisien. Berikut proses cara penyampaian SPT
tahunan pajak penghasilan secara e-filing melalui http:www.pajak.go.id, antara lain :
Syarat yang harus dipenuhi wajib pajak : 1.
Mengisi formulir permohonan e-fin 2.
Melampirkan fotokopi NPWP atau surat keterangan terdaftar dan kartu tanda penduduk daerah domisili kantor pelayanan pajak pratama lubuk pakam.
3. Melampirkan surat kuasa khusus dan fotokopi identitas diri wajib pajak
dalam hal permohonan disampaikan oleh kuasa wajib pajak. Mengajukan Permohonan e-Fin
Melalui Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk
4. Membawa asli identitas diri wajib pajak atau kuasanya untuk ditunjukkan
kepada petugas pajak Leaflet e-filing, 2015.
Setelah wajib pajak atau kuasa wajib pajak menerima e-fin electronic filling identification number dari kantor pelayanan pajak pratama lubuk pakam.
Maka wajib pajak dapat melakukan pendaftaran diri sebagai wajib pajak e-filling, hal tersebut dapat dilakukan dengan cara :
1. Membuka menu e-filing di website direktorat jenderal pajak yaitu
www.pajak.go.id 2.
Melakukan registrasi akun e-filing dengan mengisi form registrasi e-filling 3.
memastikan alamat email dan nomor telepon seluler yang dimasukan pada form registrasi valid dan aktif
4. Wajib pajak akan menerima username, password, dan tautan aktivasi akun e-
filing melalui email yang telah didaftarkan oleh wajib pajak, jika registrasi yang dilakukan wajib pajak berhasil
5. Mengklik link tautan aktivasi akun e-filing atau salin link tersebut ke browser
untuk mengaktifkan akun e-filling 6.
Melakukan login ke akun e-filing dengan nomor pokok wajib pajak NPWP sebagai username Leaflet e-filing, 2015.
Setelah proses pendaftran diri sebagai wajib pajak e-filing telah dilakukan, maka wajib pajak dapat melakukan proses selanjutnya yaitu menyampaikan SPT
e-FIN
Disampaikan secara langsung kepada WP
atau kuasanya
tahunan secara e-filing melalui www.pajak.go.id. Berikut cara penyampaian SPT secara e-filling, yaitu :
1. Membuka menu e-filing di website direktorat jenderal pajak www.pajak.go.id
2. Melakukan login ke akun e-filing dengan memasukkan username NPWP
dan password 3.
Memilih menu sesuai dengan jenis surat pemberitahuan yang hendak disampaikan
4. Mengisi SPT mengunakan aplikasi e-SPT dengan benar, lengkap, dan jelas
5. Jika status surat pemberitahuan kurang bayar, wajib pajak dapat melakukan
pembayaran dan masukan kode nomor transkasi penerimaan negara NTPN ke aplikasi e-SPT
6. Meminta kode verifikasi untuk penyampaian surat pemberitahuan
7. Menerima kode verifikasi melalui email atau SMS
8. Menandatangani e-SPT dengan mengisi kode verifikasi
9. Mengirim e-SPT melalui menu yang disediakan
10. Menerima bukti penerimaan elektronik Leaflet e-filing, 2015.
1.5.3 Kepatuhan Wajib Pajak 1.
Definisi Kepatuhan Wajib Pajak Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak dalam
menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi, yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai
dengan kebenarannya. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela voluntary of complience merupakan tulang punggung dari self
assesment system, dimana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan kemudian secara akurat dan tepat waktu dalam membayar
dan melaporkan pajaknya. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia 1995:1013, istilah kepatuhan
berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Dalam perpajakan kita dapat memberi pengertian bahwa kepatuhan perpajakan merupakan ketaatan, tunduk,
dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan. Jadi wajib pajak yang patuh adalah wajib pajak yang taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perajakan Devano dan Rahayu, 2006:110.
Pengertian kepatuhan wajib pajak menurut Safri Nurmantu yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu 2010:138, menyatakan bahwa: “Kepatuhan perpajakan
dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya”.
Pengertian kepatuhan wajib pajak menurut Chaizi Nasucha yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu 2010:139, menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak
dapat didefinisikan dari:
1. Kewajiban wajib pajak dalam mendaftarkan diri.
2. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat pemberitahuan.
3. Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang.
4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.
Sedangkan menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544KMK.042000 dalam Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu 2006:112, menyatakan bahwa:
“Kepatuhan perpajakan adalah tindakan wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban
perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara”.
Predikat wajib pajak patuh dalam arti disiplin dan taat, tidak sama dengan wajib yang berpredikat pembayar pajak dalam jumlah besar, tidak ada hubungan
antara kepatuhan dengan jumlah nominal setoran pajak yang dibayarkan kepada kas negara. Karena pembayar pajak terbesar sekalipun belum tentu memenuhi
kriteria sebagai wajib pajak patuh, meskipun memberikan kontribusi besar pada negara, jika masih masih memiliki tunggakan maupun keterlambatan penyetoran
pajak maka tidak dapat diberi predikat wajib pajak patuh.
2. Jenis Kepatuhan Wajib Pajak
Adapun jenis-jenis kepatuhan wajib pajak menurut Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu 2006:110 adalah:
a. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi
kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan
b. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara
substantifhakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan yaitu sesuai isi dan jiwa undang-undang pajak kepatuhan material juga dapat
meliputi kepatuhan formal. Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian surat pemberitahuan pajak
penghasilan SPT PPh tahunan tanggal 31 maret. Apabila wajib pajak telah melaporkan surat pemberitahuan pajak penghasilan tahunan sebelum atau pada
tanggal 31 maret maka wajib pajak telah memenuhi ketentuan formal, akan tetapi isinya belum tentu memenuhi ketentuan material, yaitu suatu keadaan dimana
wajib pajak secara subtantive memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat
meliputi kepatuhan formal. Wajib pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah wajib pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap dan benar surat
pemberitahuan SPT sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke kantor pelayanan pajak sebelum batas waktu berakhir.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Devano dan Rahayu 2006:112 kepatuhan wajib pajak
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara.
b. Pelayanan pada wajib pajak.
c. Penegakan hukum perpajakan.
d. Pemeriksaan pajak.
e. Tarif pajak.
Administrasi perpajakan di Indonesia masih perlu diperbaiki, dengan perbaikan diharapkan wajib pajak lebih termotivasi dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Dengan alat untuk mencapai suatu sistem telah diperbaiki maka
faktor-faktor lain akan terpengaruh. Administrasi baik karena intansi pajak, sumber daya aparat pajak, dan prosedur perpajakannya baik. Dengan kondisi
tersebut maka usaha memberikan pelayanan bagi wajib pajak akan lebih baik, lebih cepat, dan menyenangkan wajib pajak. Dampaknya akan tampak pada
kerelaan wajib pajak untuk membayar pajak. Wajib pajak akan patuh karena tekanan karena mereka berfikir adanya sanksi berat akibat tindakan illegal dalam
usahanya untuk menyelundupkan pajak. Tindakan pemberian sanksi tersebut
terjadi jika wajib pajak terdeteksi dengan administrasi yang baik dan terintegrasi serta melalui aktivitas pemeriksaan oleh aparat pajak yang berkompeten dan
memiliki integrasi tinggi, melakukan tindakan tax evasion. Penurunan tarif pajak juga akan mempengaruhi motivasi wajib pajak membayar pajak. Dengan tarif
pajak yang rendah otomatis pajak yang dibayar pun tidak banyak.
4. Indikator Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan wajib pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak dalam Devano dan Rahayu 2006:110 sebagai “suatu iklim” kepatuhan dan kesadaran
pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi di mana:
a. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan
peraturan perundangan-undangan perpajakan.
b. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.
c. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.
d. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
Menurut Nasucha 2004 dalam Devano dan Rahayu 2006:111
kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari:
1. Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri.
2. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali surat pemberitahuan.
3. Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang.
4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.
Kemudian merujuk pada kriteria wajib pajak patuh menurut keputusan menteri keuangan No. 235KMK.032003, bahwa kriteria kepatuhan wajib pajak
adalah:
1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam 2
tahun terakhir. 2.
Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk menganggur atau menunda pembayaran pajak.
3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir. 4.
Dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada
pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5.
5. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk 2 tahun terakhir diaudit oleh
akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.
1. 5. 4 Surat Pemberitahuan Tahunan 1.
Pengertian Surat Pemberitahuan Tahunan Menurut Waluyo 2010:31, surat pemberitahuan adalah : “Surat yang oleh
wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban yang
terhutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.
Dalam surat edaran direktur jenderal pajak nomor SE-103PJ2011 tentang
petunjuk teknis tata cara penerimaan dan penglolahan surat pemberitahuan tahunan yang selanjutnya disebut dengan surat pemberitahuan tahunan adalah :
“surat pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak yang
meliputi surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi SPT 1770, SPT 1770 S, SPT 1770 SS, surat pemberitahuan tahunan
pajak penghasilan wajib pajak badan SPT 1771 dan SPT 1771 S termasuk surat pemberitahuan tahunan pembetulan”.
Dari kedua pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa surat
pemberitahuan tahunan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang, objek pajak
dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban menurut peraturan
perundang-undangan.
2. Fungsi Surat Pemberitahuan
Seperti dalam batasan surat pemberitahuan bahwa wajib pajak dalam melaporkan penghitungan pajaknya danatau pembayaran pajaknya menggunakan
surat pemberitahuan. Pasal 3 undang-undang KUP juga menegaskan kewajiban bagi setiap wajib pajak untuk mengisi surat pemberitahuan dengan benar, lengkap,
dan jelas dan dalam bahasa indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah dan menandatangani serta menyampaikan ke
direktorat jenderal pajak tempat wajib pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh direktorat jenderal pajak. Dengan ini lebih menegaskan
fungsi surat pemberitahuan bagi wajib pajak Waluyo, 201:31. Pajak penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terhutang dan untuk melaporkan tentang :
1. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau
melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 satu tahun pajak atau bagian tahun pajak.
2. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak.
3. Harta dan kewajiban.
4. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau
pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 satu masa pajak, yang ditentukan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku.
Waluyo, 201:31. Bagi pengusaha kena pajak PKP adalah sebagai sarana untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang sebenarnya
terutang. Bagi pemotong atau pemungut pajak adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut
dan disetorkannya Waluyo, 201:32.
3. Isi Surat Pemberitahuan Tahunan
Suatu surat pemberitahuan terdiri dari surat pemberitahuan induk dan lampirannya sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisah. Untuk data dasar
formal surat pemberitahuan paling sedikit memuat : 1.
Nama wajib pajak, nomor pokok wajib pajak, dan alamat wajib pajak 2.
Masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang bersangkutan dan 3.
Tanda tangan wajib pajak atau kuasa wajib pajak waluyo, 201:33. Disamping data dasar data formal juga terdapatmemuat data materil
mengenai :
1. Jumlah peredaran usaha
2. Jumlah penghasilan, termasuk penghasilan yang bukan merupakan objek
pajak 3.
Jumlah penghasilan kena pajak 4.
Jumlah pajak yang terutang 5.
Jumlah kredit pajak 6.
Jumlah kekurangan atau kelebihan pajak 7.
Jumlah harta dan kewajiban 8.
Tanggal pembayaran pajak penghasilan pasal 29 dan 9.
Data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha wajib pajak Waluyo, 201:33.
4. Penyampaian Surat Pemberitahuan SPT
Terhadap surat pemberitahuan yang telah di isi selanjutnya wajib pajak menyampaikan surat pemberitahuan tersebut ke kantor pelayanan pajak atau
tempat lain yang ditetapkan oleh direktur jenderal pajak dapat dilakukan secara langsung, melalui pos dengan bukti pengiriman surat atau cara lain. Penyampaian
surat pemberitahuan cara lain ini dilakukan : 1.
Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir perusahaan yang berbentuk badan hukum yang memberikan jasa pengiriman surat jenis tertentu termasuk
pengiriman surat pemberitahuan ke direktorat jenderal pajak dengan bukti pengiriman surat, atau
2. e-filing melalui ASP Application Service Provider
ASP atau penyedia jasa aplikasi ini sebgai perusahaan penyedia jasa aplikasi yang telah ditunjuk dengan keputusan direktorat jenderal pajak sebagai
perusahaan yang dapat menyalurkan penyampaian surat pemberitahuan perpanjangan surat pemeberitahuan tahunan secara elektronik ke direktorat
jenderal pajak Waluyo, 201:34. Setiap surat pemberitahuan yang disampaikan wajib pajak diperlukan tada
penerimaan surat tanda terima atau bukti penerimaan surat pemberitahuan, tetapi juga mengikuti cara penyampaian surat pemberitahuan. Terhadap surat
pemberitahuan yang disampaikan : 1.
Secara langsung, akan diberikan tanda penerimaan surat melalui tempat pelayanan terpadu kantor pelayanan pajak
2. Melalui pos dengan bukti pengiriman surat itulah menjadi bukti penerimaan
surat pemberitahuan. 3.
Dengan cara lain yaitu : a.
Melalui perusahaan jasa dengan bukti pengiriman surrat atau tanda penerimaan surat.
b. E-filing dengan bukti penerimaan elektronik.
Bukti penerimaan elektronik ini adalah informasi yang meliputi nama, NPWP, tanggal, jam, nomor tanda terima elektronik ATTE, dan nomor
transaksi pengiriman ASP NTPA serta nama perusahaan penyedia jasa aplikasi ASP yang tertera pada hasil cetakan surat pemberitahuan induk
Waluyo, 201:32. Dalam hal wajib pajak menyampaikan surat pemberitahuan tahunan perlu
diketahui batas waktu penyampaian surat pemberitahuan adalah sebagai berikut : 1.
Surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi paling lama 3 tiga bulan setelah akhir tahun pajak dan
2. Surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak badan, paling
lama 4 empat bulan setelah akhir tahun pajak Waluyo, 201:32.
1.6 Definisi Konsep
Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang
menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Melalui konsep kemudian peneliti diharapkan dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk
beberapa kejadian event yang berkaitan satu dengan yang lain. Singarimbun,
1997:33.
Untuk mendapatkan batasan-batasan yang lebih jelas agar penulis penulis dapat menyederhanakan pemikiran atas masalah yang sedang penulis teliti, maka
penulis menemukan beberapa konsep yang digunakan, antara lain : 1.
Evaluasi kebijakan publik merupakan kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan, keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan suatu kebijakan
publik dan menilai manfaat suatu kebijakan dengan membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan danatau target kebijakan publik yang
ditentukan dengan kata lain yang menyangkut substansi, implementasi, dan dampak suatu kebijakan publik.
2. E-filing adalah suatu cara penyampaian surat pemberitahuan tahunan secara
elektronik yang dilakukan secara online dan real time melalui internet pada website direktorat jenderal pajak www.pajak.go.id atau Penyedia Jasa
Aplikasi atau Application Service Provider ASP.
3. Kepatuhan wajib pajak adalah sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak
memenuhi semua kewajiban perpajakan dan
melaksanakan hak perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
telah diatur.
1.7 Definisi Operasional