1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah SWT menciptakan manusia sebagai mahluk yang mulia, yang berbeda dengan mahluk lainnya. Karena Allah telah melebihkan manusia
dengan adanya akal pikiran dan nafsu seksual sehingga bisa memilih mana yang benar dan mana yang salah. Allah menciptakan manusia juga dengan
saling berpasangan dengan adanya ikatan tali pernikahan yang sah melalui prosedur yang telah ditentukan oleh utusan-utusannya agar terjalin kehidupan
yang sakinah mawadah wa rahmah
Fiman Allah Qs adz dzariyat 51 : 49
2
Jalinan kasih sayang antara kedua jenis manusia laki-laki dan perempuan adalah sudah menjadi ketentuan Allah SWT. Rasa ingin mencintai
dan ingin dicintai oleh pasangan jenis sudah menjadi Kodrat Iradat-Nya, karena manusia diciptakan oleh Allah bukan hanya sekedar diciptakan saja
tetapi disertai dengan akal pikiran beraneka ragam sifat dan karakteristiknya. Rasa kasih sayang antar kedua jenis manusia yang diaplikasikan melalui jalan
pernikahan yang sah adalah keinginan semua pihak dengan tujuan mendapatkan Ridho-Nya serta mendapatkan keturunan darinya
Firman Allah Q.s An-Nisa :1
3
lain.
1
Mengenai kedudukan wali nikah itu sendiri sebagai unsur akad nikah, menurut Imam Syafi’i wali itu sebagai unsur nikah kapanpun dan dalam
kondisi bagaimanapun. Menurutnya setiap pernikahan tanpa wali adalah tidak sah dan karenanya batal demi hukum. Demikian pula menurut Imam Malik
dan Imam Hanbali
2
. Nabi Saw bersabda :
4
proses modernisasi ini juga menyebabkan tidak patuhnya atau tidak taatnya anak manusia terhadap hukum atau norma-norma yang mengatur manusia
untuk hidup lebih bermoral dan beradab yang membedakan manusia dengan mahkluk lain ciptaan-Nya
Hubungan seks misalnya, yang dijadikan sebagai ungkapan kasih sayang untuk mempersatukan yang dipersatukan. Merupakan curahan dari
semua keakraban antara dua anak manusia, dua pribadi yang bertekad untuk hidup bersama. Bersama dalam suka maupun duka karena itulah muncul
istilah bersetubuh – menjadi satu tubuh, ia adalah milik saya dan saya adalah miliknya, ia adalah saya dan saya adalah dia.
4
Perzinahan merupakan salah satu contohnya. Banyak kaum muda-mudi melakukan hal tersebut demi
kepuasaan keinginannya, bahkan ada juga yang sudah lanjut usia pun ikut- ikutan demi memenuhi kebutuhan biologisnya.
Hubungan biologis atau hubungan badan antara lawan jenis yang tidak didahului dengan akad nikah yang sah merupakan suatu perbuata dosa besar
yang sangat dilarang oleh Agama. Rasulullah mengajarkan manusia agar menjauhi dari perbuatan zina.
Firman Allah : Qs Al-Isra 17 : 32
4
Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis : Anak, Remaja dan Keluarga, Jakarta: BPK Gunung Mulia,1991, Cet, ke– 1, h. 92
5
6
ada sesuatu yang sebanding dengan Allah, sedangkan Dia-lah yang menciptakan kamu”. Aku kemudian berkata : “sesungguhnya dosa
yang demikian memang besar, kemudian apalagi?”, Rasullullah Saw bersabda: “kemudian kamu membunuh anakmu karena
khawatir fakir lantaran dia makan bersamamu”. Aku bertanya lagi: “kemudian apalagi?”, Rasullullah Saw kemudian bersabda :
“engkau berzina dengan istri tetanggamu” H.R Muttafaqun ‘Alaih
Menurut para ulama bahwa hukuman bagi pelaku zina yang belum kawin adalah 100 kali dera. Sesuai dengan firman Allah SWT Qs. An-Nur: 232
7
melarang hubungan mereka sampai kepelaminan, yang akhirnya pun mereka melakukan zina terlebih dahulu sebelum menikah untuk mendapatkan restu
dari orang tuanya dan pihak pengadilan bahkan dari adat pun sekalian Pernikahan melalui jalur zina terlebih dahulu dikalangan masyarakat
sudah lama menjadi trend. Pernikahan semacam ini disebut sebagai nikah MBA merit by accident di Jakarta atau di ibukota besar lainnya.
Permasalahan seperti ini sering terjadi dan sudah tidak asing lagi, mereka melangsungkan resepsi pernikahan dengan meriah walaupun dengan perut
yang agak membesar Masyarakat yang demikian merupakan obyek dari skripsi yang penulis
angkat. Yaitu golongan yang menganggap ringan terhadap had zina dari hukum Islam atau tidak mengetaui tentang hukum Islam, khususnya tentang
had zina sehingga banyak dari mereka yang menggunakan cara ini untuk menikahkan calon istri atau suaminya.
Dari uraian diatas maka penulis memilih judul “Tinjauan Fiqih Dan Hukum Positif Terhadap Zina Sebagai Alasan Menikah”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah