46
Coefficients
a
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 Constant
DER .567
1.763 DAR
.567 1.763
a. Dependent Variable: ROE
Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2010 Berdasarkan tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa penelitian ini bebas dari
adanya multikolinieritas. Hal tersebut dapat dilihat dengan membandingkannya dengan nilai Tolerence atau VIF. Masing-masing variabel independen yang
digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai Tolerence yang lebih besar dari 0,10 yaitu 0,567. Jika dilihat dari VIFnya, bahwa masing-masing variabel bebas
memiliki nilai VIF lebih kecil dari 10 yaitu sebesar 1,763. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala multikolinieritas dalam variabel bebasnya.
c. Uji Autokorelasi
Uji ini bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1
sebelumnya. Model regresi yang baik adalah yang bebas dari autokorelasi. Masalah autokorelasi umumnya terjadi pada regresi yang datanya time series.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah dalam autokorelasi diantaranya adalah dengan Uji Durbin Watson.
Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi menurut Sunyoto 2009:91 adalah sebagai berikut :
1 Angka D-W dibawah –2 berarti ada autokorelasi positif
2 Angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi
Universitas Sumatera Utara
47
3 Angka D-Wdi atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.
Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .307
a
.094 .048
9.79018 1.978
a. Predictors: Constant, DAR, DER b. Dependent Variable: ROE
Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2010 Tabel 4.5 menunjukkan hasil uji autokorelasi variabel penelitian. Berdasarkan
hasil pengujiannya dapat dilihat bahwa tidak terjadi autokorelasi antar kesalahan pengganggu antar periode. Hal tersebut dilihat dari nilai Durbin-Watson D-W
sebesar 1,978. Angka D-W berada diantara -2 dan 2, yang mengartikan bahwa angka DW lebih besar dari -2 dan lebih kecil dari 2. Jadi dapat disimpulkan
bahwa tidak ada autokorelasi positif maupun negatif.
d. Uji Heteroskedastisitas
Ghozali 2005:105 menyatakan “uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual
satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas”. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi
heteroskedastisitas.
Universitas Sumatera Utara
48
Cara mendeteksi ada tidaknya gejala heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik scatterplot yang dihasilkan dari pengolahan data menggunakan
program SPSS. Dasar pengambilan keputusannya menurut Ghozali 2005:105
adalah sebagai berikut:
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu
yang teratur bergelombang, melebar kemudian menyempit, maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah
angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Berikut ini dilampirkan grafik scatterplot untuk menganalisis apakah terjadi
gejala heteroskedastisitas atau tidak dengan cara mengamati penyebaran titik-titik pada grafik.
Gambar 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2010
Universitas Sumatera Utara
49
Dari grafik scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak dengan tidak adanya pola yang jelas serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0
pada sumbu Y. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas, sehingga model ini layak dipakai untuk memprediksi rentabilitas modal sendiri
ROE perusahaan otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia berdasarkan masukan variabel independen yaitu struktur modal DAR dan DER.
3. Analisis Regresi