Pengaruh Struktur Modal dan Perputaran Modal Kerja Terhadap Rentabilitas Modal Sendiri Pada Industri Tekstil dan Garmen Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
SKRIPSI
PENGARUH STRUKTUR MODAL DAN PERPUTARAN MODAL KERJA TERHADAP RENTABILITAS MODAL SENDIRI PADA INDUSTRI
TEKSTIL DAN GARMEN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
OLEH :
NAMA : THERESIA DIAN L. HUTABARAT NIM : 060503103
DEPARTEMEN : AKUNTANSI
GUNA MEMENUHI SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA EKONOMI
MEDAN 2010
(2)
PERNYATAAN
Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: “Pengaruh Struktur Modal dan Perputaran Modal Kerja Terhadap Rentabilitas Modal Sendiri Pada Industri Tekstil dan Garmen Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia” adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul yang dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi Program Reguler S-1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya. Apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.
Medan, 7 Mei 2010
Yang membuat pernyataan
Theresia Dian Lestari Hutabarat NIM: 060503103
(3)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan penyertaanNya sejak penulis mencari ide, mengajukan, menyusun hingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ekonomi Departemen Akuntansi Universitas Sumatera Utara.
Penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan berupa doa, bimbingan, pengarahan, bantuan, kerja sama semua pihak yang telah turut membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak.
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak dan Ibu Dra. Mutia Ismail, M.M, Ak selaku Ketua Departemen dan Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Iskandar Muda, SE, M.Si, Ak selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan tenaga sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Drs. Chairul Nazwar, M.Si, Ak selaku Dosen Penguji I dan Ibu Dra. Salbiah, M.Si, Ak selaku Dosen Penguji II atas segala saran dan masukan yang telah diberikan kepada peneliti.
(4)
5. Kedua orangtua saya, T. Hutabarat dan R. L.Tobing yang senantiasa melimpahkan kasih sayang, didikan, perhatian, dukungan moral dan materiil, serta selalu mendoakan peneliti dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Untuk itu, peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.
Medan, 7 Mei 2010
Peneliti,
Theresia Dian Lestari Hutabarat
(5)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh struktur modal dan perputaran modal kerja terhadap rentabilitas modal sendiri perusahaan secara empiris, baik secara parsial maupun secara simultan. Struktur modal diuji dengan
Debt to Equity Ratio (DER), perputaran modal kerja diuji dengan Working Capital Turnover (WCT), dan rentabilitas modal sendiri diuji dengan Return On Equity (ROE).
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kausal. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur sektor industri tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2004-2008. Sampel dalam penelitian ini adalah 12 perusahaan-perusahaan yang diseleksi dengan kriteria tertentu dengan purposive sampling method. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan tahunan yang dipublikasikan dari Bursa Efek Indonesia periode 2004-2008 dan Indonesian Capital Market Directory 2008. Metode statistik yang digunakan adalah regresi linear berganda dan dilakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel DER dan WCT secara simultan berpengaruh signifikan terhadap rentabilitas modal sendiri. Pengujian secara parsial menunjukkan bahwa variabel DER dan WCT tidak berpengaruh segnifikan terhadap rentabilitas modal sendiri.
Kata Kunci : Debt to Equity Ratio, Working Capital Turnover, Rentabilitas Modal Sendiri
(6)
ABSTRACT
The purpose of this research is empirically to know the influence of capital structure and working capital turnover to return on equity either partially and simultaneously. Capital structure is measured by debt to equity ratio and working capital turnover is measured by working capital turnover ratio.
This research is classified as causal reseach. The populations of this research are textile and garment companies which listed in Indonesian Stock Exchange (IDX) during 2004 to 2008. The samples of this research are 12 textile and garment companies which were selected with certain criterias by purposive sampling method. The data sources of this research are secondary data from publicised annual reports for the 2004-2008 period and from the Indonesian Capital Market Directory 2008. Statistic method uses multiple regression analysis and the model has tested in classic assumption first.
The result indicates that DER and WCT have significantly influence to return on equity. Partially, DER and WCT have no influence to return on equity.
(7)
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ...i
KATA PENGANTAR ...ii
ABSTRAK ...iv
ABSTRACT ...v
DAFTAR ISI ...vi
DAFTAR TABEL ...ix
DAFTAR GAMBAR ...x
DAFTAR LAMPIRAN ...xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Perumusan Masalah ...6
C. Tujuan Penelitian ...7
D. Manfaat Penelitian ...7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis ...8
1. Modal ...8
2. Struktur Modal ...10
3. Teori Struktur Modal ...10
a. Teori Modigliani dan Miller ...11
(8)
c. Teori Pecking Order ...15
d. Teori Trade Off ...17
4. Modal Kerja ...19
a. Pengertian Modal Kerja ...19
b. Jenis-Jenis Modal Kerja...21
c. Pentingnya Modal Kerja ...22
5. Perputaran Modal Kerja ...23
6. Rentabilitas ...25
a. Rentabilitas Ekonomis ...26
b. Rentabilitas Modal Sendiri ...27
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu...28
C. Kerangka Konseptual ...32
D.Hipotesis Penelitian ...33
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ...34
B. Populasi dan Sampel Penelitian ...34
C. Jenis dan Sumber Data ...35
D. Metode Pengumpulan Data ...36
E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian ...36
F. Metode Analisis Data...38
1. Pengujian Asumsi Klasik ...38
2. Pengujian Hipotesis ...41
(9)
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Statistik Deskriptif ...43
B. Pengujian Asumsi Klasik ...44
1. Uji Normalitas ...44
2. Uji Moltikolinearitas ...48
3. Uji Autokorelasi ...49
4. Uji Heteroskedastisitas ...50
C. Analisis Regresi ...53
1. Persamaan Regresi ...53
2. Analisis Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi...55
3. Pengujian Hipotesis ...56
D. Analisis Hasil Penelitian ...59
E. Implikasi Hasil Penelitian ...60
1. Pengaruh Struktur Modal terhadap Rentabilitas Modal Sendiri ....61
2. Pengaruh Perputaran Modal Kerja terhadap Rentabilitas Modal Sendiri ...62
3. Pengaruh Struktur Modal dan Perputaran Modal Kerja terhadap Rentabilitas Modal Sendiri ...63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...64
B. Keterbatasan Penelitian ...65
C. Saran ...65
(10)
DAFTAR TABEL
Nama Halaman
Tabel 2.1 Tinjauan Peneliti Terdahulu ... 31
Tabel 3.1 Daftar Sampel Perusahaan ... 35
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian ... 42
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif ... 43
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas ... 45
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Setelah Transformasi ... 46
Tabel 4.4 Hasil Uji Multikolinearitas ... 49
Tabel 4.5 Hasil Uji Autokorelasi ... 50
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Park ... 53
Tabel 4.7 Analisis Hasil Regresi... 54
Tabel 4.8 Hasil Analisis Koefisien Korelasi dan Determinasi ... 56
Tabel 4.9 Hasil Uji F ... 57
(11)
DAFTAR GAMBAR
Nama Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 32
Gambar 4.1 Grafik Histogram... ... 47
Gambar 4.2 Grafik Normal P-Plot ... 48
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
Nama Halaman
Lampiran 1 Debt to Equity Ratio ... 69
Lampiran 2 Working Capital Turnover ... 70
Lampiran 3 Rentabilitas Modal Sendiri ... 71
Lampiran 4 Data Variabel Penelitian (Sebelum Ditransformasi) ... 72
Lampiran 5 Data Variabel Penelitian (Setelah Ditransformasi) ... 74
Lampiran 6 Statistik Deskriptif ... 76
Lampiran 7 Hasil Uji Normalitas Sebelum dan Setelah Transformasi, Histogram, dan Grafik Normal P-Plot ... 77
Lampiran 8 Hasil Uji Moltikolinearitas... 78
Lampiran 9 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 79
Lampiran 10 Hasil Uji Autokorelasi ... 80
(13)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh struktur modal dan perputaran modal kerja terhadap rentabilitas modal sendiri perusahaan secara empiris, baik secara parsial maupun secara simultan. Struktur modal diuji dengan
Debt to Equity Ratio (DER), perputaran modal kerja diuji dengan Working Capital Turnover (WCT), dan rentabilitas modal sendiri diuji dengan Return On Equity (ROE).
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kausal. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur sektor industri tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2004-2008. Sampel dalam penelitian ini adalah 12 perusahaan-perusahaan yang diseleksi dengan kriteria tertentu dengan purposive sampling method. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan tahunan yang dipublikasikan dari Bursa Efek Indonesia periode 2004-2008 dan Indonesian Capital Market Directory 2008. Metode statistik yang digunakan adalah regresi linear berganda dan dilakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel DER dan WCT secara simultan berpengaruh signifikan terhadap rentabilitas modal sendiri. Pengujian secara parsial menunjukkan bahwa variabel DER dan WCT tidak berpengaruh segnifikan terhadap rentabilitas modal sendiri.
Kata Kunci : Debt to Equity Ratio, Working Capital Turnover, Rentabilitas Modal Sendiri
(14)
ABSTRACT
The purpose of this research is empirically to know the influence of capital structure and working capital turnover to return on equity either partially and simultaneously. Capital structure is measured by debt to equity ratio and working capital turnover is measured by working capital turnover ratio.
This research is classified as causal reseach. The populations of this research are textile and garment companies which listed in Indonesian Stock Exchange (IDX) during 2004 to 2008. The samples of this research are 12 textile and garment companies which were selected with certain criterias by purposive sampling method. The data sources of this research are secondary data from publicised annual reports for the 2004-2008 period and from the Indonesian Capital Market Directory 2008. Statistic method uses multiple regression analysis and the model has tested in classic assumption first.
The result indicates that DER and WCT have significantly influence to return on equity. Partially, DER and WCT have no influence to return on equity.
(15)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam masa pembangunan seperti saat ini, persaingan di sektor industri maupun jasa semakin tajam. Hal ini menyebabkan setiap perusahaan berupaya
untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan dan
mengembangkan usahanya atau ekspansi. Usaha yang dilakukan oleh perusahaan antara lain menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di dalam maupun di luar perusahaan serta mengupayakan agar setiap sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan digunakan secara efektif dan efisien. Ekspansi yang dilakukan oleh perusahaan tidak hanya untuk mempercepat perkembangan perusahaan, tetapi juga untuk mengantisipasi permintaan pasar yang selalu meningkat dari waktu ke waktu. Dalam mengembangkan usahanya atau ekspansi, pada umumnya perusahaan membutuhkan modal yang besar, sehingga selain menggunakan modal sendiri juga dibutuhkan modal pinjaman.
Struktur modal pada dasarnya merupakan suatu pembiayaan permanen yang terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman, dimana modal sendiri terdiri dari berbagai jenis saham dan laba ditahan. Modal pinjaman terdiri dari berbagai hutang yang meliputi berbagai jenis obligasi, hutang hipotik dan lain-lain. Dalam menentukan struktur modalnya, perusahaan harus menentukan proporsi yang tepat antara modal pinjaman dan modal sendiri karena modal pinjaman yang terlalu
(16)
besar akan memperbesar risiko tidak terbayarnya beban tetap berupa bunga dan pinjaman pokok tanpa melihat apakah perusahaan sedang mengalami untung atau rugi dan mampu memenuhi setiap kewajibannya.
Perusahaan-perusahaan di Indonesia sebagian besar berdiri diatas struktur modal yang bertumpu pada hutang. Ketimpangan struktur modal yang bertumpu pada hutang menjadi lebih buruk ketika beban bunga menjadi tinggi dan terdepresiasinya nilai rupiah. Pada tahun 1997 sekitar 150 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ memiliki ratio rata-rata perbandingan antara total hutang dengan modal sendiri (Debt To Equity Ratio) sebesar 4,73 (JSX Statistik , 1997). Walaupun terdapat kecenderungan penurunan, namun pada kwartal pertama ditahun 1998 rata-rata DER untuk 150 perusahaan manufaktur tergolong tinggi yaitu 2,46 (JSX Statistik 1st Quarter, 1998).
Dalam perkembangan lima tahun terakhir, perusahaan manufaktur seperti industri tekstil memiliki DER (Debt to Equity Ratio) yang rendah, yang menunjukkan bahwa perusahaan manufaktur lebih menyukai pembiayaan dengan modal sendiri daripada menggunakan dana dari pihak luar. Hal tersebut sejalan dengan pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan menyukai
internal financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan berwujud laba
ditahan) daripada pendanaan dari luar. Hal ini tidak terlepas dari usaha untuk meningkatkan kredibilitas perusahaan di mata pihak eksternal karena hutang memberikan risiko yang tinggi, artinya perusahaan harus mampu mengambil keputusan di tengah tawaran akan manfaat dari leverage atau menjaga kesejahteraan pemegang saham, dengan menjauhkannya dari risiko tersebut.
(17)
Selain struktur modal yang tepat, perusahaan juga harus bertindak hati-hati dalam menetapkan besarnya modal kerja. Modal kerja yang ditanamkan terlalu besar akan menimbulkan dana yang tidak produktif dan sebaliknya jika perusahaan kekurangan modal, maka aktivitas perusahaan terhambat. Semakin besar modal kerja yang dimiliki suatu perusahaan mengindikasikan semakin baik kondisi perusahaan tersebut karena perusahaan memiliki sumber daya yaitu aktiva lancar yang besar untuk membiayai kegiatan operasi perusahaan sehari-hari. Namun kondisi ini berbanding terbalik dengan perputaran modal kerja. Modal kerja yang berlebih menunjukkan perputaran modal kerja yang rendah yang disebabkan rendahnya perputaran persediaan, piutang, atau adanya saldo kas yang terlalu besar. Sebaliknya kekurangan modal kerja menunjukkan perputaran modal kerja yang tinggi yang disebabkan tingginya perputaran persediaan, piutang, atau saldo kas yang terlalu kecil sehingga jumlah aktiva lancar tidak mampu menutupi hutang lancar, hal inilah yang akan menimbulkan kerugian atau hilangnya kesempatan untuk memperoleh laba karena perusahaan kekurangan modal kerja untuk memperluas penjualan dan meningkatkan produksinya. Inilah yang menjadi pokok permasalahan bagi pihak manajemen selama ini yaitu seberapa besar modal kerja yang harus ditetapkan perusahaan dan bagaimana seharusnya perputaran modal kerja yang baik dalam suatu perusahaan.
Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu disebut rentabilitas atau profitabilitas. Masalah rentabilitas ini penting bagi kelangsungan hidup dan perkembangan perusahaan. Bagi pimpinan perusahaan, rentabilitas dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk mengetahui berhasil atau
(18)
tidaknya perusahaan yang dipimpinnya, sedangkan bagi penanam modal dapat digunakan sebagai tolak ukur prospek modal yang ditanamkan dalam perusahaan tersebut. Suatu perusahaan dikatakan rendabel apabila perusahaan tersebut dapat beroperasi secara stabil dalam jangka waktu yang panjang. Rentabilitas bagi perusahaan adalah kemampuan menggunakan modal kerja secara efisien dan memperoleh laba yang besar sehingga perusahaan tidak akan mengalami kesulitan mengembalikan hutang-hutangnya baik hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang. Semakin besar rasio rentabilitas berarti semakin besar pula kemampuan perusahaan itu menghasilkan laba bagi pemilik modal sendirinya (Higgins, 1995 : 49).
Perkembangan industri tekstil dan garmen di Indonesia menarik untuk dicermati. Industri ini merupakan salah satu industri yang bertahan di tengah kondisi perekonomian Indonesia. Industri tekstil dan garmen merupakan industri padat karya (Labour Intensive) yang sedikitnya telah menyerap 1,8 juta pekerja. Disamping itu industri tekstil dan garmen juga memberikan devisa yang cukup besar melalui kontribusi dalam komoditi ekspor non-migas. Dunia usaha Indonesia termasuk industri tekstil dan garmen saat ini mengalami banyak permasalahan antara lain semakin maraknya produk impor, meningkatnya harga bahan baku, dan kondisi permesinan yang umumnya sudah tergolong tua.
Beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya tentang topik yang serupa namun variabel yang sedikit berbeda, diantaranya adalah Raya (2008) meneliti pengaruh struktur modal terhadap profitabilitas (return on equity) pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Melalui pengujian hipotesis
(19)
dengan menggunakan analisis statistik uji-t diperoleh kesimpulan debt to asset
ratio memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap return on equity (ROE).
Hasil penelitian Raya (2008) berbeda dengan hasil penelitian Herawati (2007) yang meneliti pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Rentabilitas Modal Sendiri pada PT Inti Bandung. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa DER berpengaruh positif terhadap rentabilitas modal sendiri atau return on equity.
Marselina (2008) meneliti pengaruh perputaran modal kerja dan perputaran aktiva operasi terhadap rentabilitas. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perputaran modal kerja tidak memiliki pengaruh yang signifikan secara parsial sedangkan perputaran aktiva operasi memiliki pengaruh. Kedua variabel tersebut secara simultan berpengaruh terhadap rentabilitas modal sendiri. Hasil penelitian tersebut konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Herlina (2005) yang meneliti pengaruh modal kerja dan perputaran modal kerja terhadap Return On
Equity (ROE) pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang Terdapat di BEJ
Tahun 2000-2003. Hasil penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa tidak ada pengaruh perputaran modal kerja terhadap ROE sedangkan modal kerja berpengaruh terhadap ROE.
Alasan diadakannya penelitian ini adalah untuk menguji kembali variabel-variabel yang mempengaruhi rentabilitas modal sendiri, khususnya struktur modal dan perputaran modal kerja, apakah hasil penelitian tersebut konsisten dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya khususnya pada industri tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu antara lain terletak pada variabel independen penelitian, periode waktu
(20)
data yang digunakan, dan jenis usaha perusahaan yang diteliti. Adapun penelitian terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini adalah Marselina (2008) dengan judul Pengaruh Perputaran Modal Kerja dan Perputaran Aktiva Operasi terhadap Tingkat Rentabilitas pada Industri Otomotif dan Komponennya yang Terdaftar di BEJ Tahun 2005-2007 dan penelitian Herawati (2007) dengan judul Pengaruh
Debt To Equity Ratio (DER) terhadap Rentabilitas Modal Sendiri pada PT Inti
Bandung.
Penulis tertarik untuk meneliti industri tekstil dan garmen karena industri tekstil dan garmen di Indonesia masih memiliki peran yang cukup besar terhadap perekonomian nasional meskipun tak putus didera masalah hingga saat ini. Berdasarkan uraian tersebut, penulis mengaplikasikannya dalam suatu kajian ilmiah yang berjudul ”Pengaruh Struktur Modal dan Perputaran Modal
Kerja terhadap Rentabilitas Modal Sendiri pada Industri Tekstil dan Garmen yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
Apakah struktur modal dan perputaran modal kerja berpengaruh terhadap rentabilitas modal sendiri baik secara parsial maupun simultan pada perusahaan industri tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ?
(21)
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya maka tujuan dari penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui struktur modal dan perputaran modal kerja terhadap rentabilitas modal sendiri baik secara parsial maupun simultan pada perusahaan industri tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai berikut:
1. Bagi penulis, diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dari bidang dan hasil penelitian.
2. Bagi Perusahaan dan calon investor, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam membuat keputusan investasi yang tepat dan dapat menjadi bahan masukan bagi pihak manajemen dalam upaya meningkatkan laba perusahaan.
3. Bagi Pembaca dan Pihak-Pihak lainnya, sebagai bahan referensi dan sumber informasi dalam melakukan penelitian-penelitian sejenis berikutnya.
(22)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis 1. Struktur Modal
Struktur modal merupakan perbandingan atau proporsi dari total hutang dengan modal sendiri dalam perusahaan. Keputusan struktur modal berkaitan dengan pemilihan sumber dana baik yang berasal dari dalam maupun dari luar, sangat mempengaruhi nilai perusahaan. Sumber dana perusahaan dari internal berasal dari laba ditahan. Dana yang diperoleh dari sumber eksternal adalah dana yang berasal dari para kreditur dan pemilik perusahaan. Pemenuhan kebutuhan dana yang berasal dari kreditur merupakan utang bagi perusahaan. Dana yang diperoleh dari para pemilik merupakan modal sendiri.
Dalam penelitian ini struktur modal diukur dalam skala rasio yaitu Debt to Equity
Ratio (DER). Semakin besar DER menunjukkan bahwa struktur modal lebih banyak
memanfaatkan hutang dibandingkan dengan modal sendiri. Artinya, semakin besar Debt
to Equity Ratio mencerminkan solvabilitas perusahaan semakin rendah sehingga
kemampuan perusahaan untuk membayar hutangnya rendah, hal ini berarti bahwa risiko perusahaan (financial risk) relatif tinggi. Adanya risiko yang tinggi menyebabkan investasi pada suatu saham akan kurang menarik, akibatnya harga saham akan turun.
Struktur modal yang optimal adalah struktur modal yang mengoptimalkan keseimbangan antara resiko dan pengembalian sehinggsa memaksimalkan harga saham (Weston dan Brigham, 1994:602). Jika pengembalian hutang menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tingi daripada resiko yang diterima maka struktur modal perusahaan belum optimal dan dapat dilakukan penambahan modal bila diperlukan.
(23)
Resiko yang sama besarnya dengan tingkat pengembalian oleh perusahaan menunjukkan keadaan struktur modal yang optimal.
2. Teori Struktur Modal
a. Teori Modigliani dan Miller
Sebuah perusahaan menerapkan kebijaksanaan yang berbeda dalam menentukan struktur modalnya dengan tujuan meningkatkan laba. Struktur modal perusahaan haruslah dapat memaksimumkan laba bagi kepentingan modal sendiri atau ekuitas yang tercermin dari ROE. Penggabungan berbagai sekuritas yang berbeda pada perusahaan dikenal dengan struktur modal. pilihan kombinasi pada struktur modal pada dasarnya merupakan masalah pemasaran. Perusahaan dapat mengeluarkan kombinasi tak terhitung dari berbagai sekuritas, tetapi perusahaan tetap mencari kombinasi yang dapat memaksimalkan nilai pasar perusahaan secara keseluruhan.
Menurut Brealey dan Myers terdapat dua pendekatan dalam kaitannya dengan struktur modal yang dinamakan proporsi I dan proporsi II. Pendekatan teori struktur modal yang digunakan dalam kaitannya dengan penetapan struktur modal yang mempertimbangkan tingkat keuntungan dan risiko adalah teori dari Modigliani dan Miller. Teori tersebut dikenal dengan proporsi II. Seperti yang diungkapkan Brealey dan Myers, Modigliani dan Miller mempublikasikan teorinya yang dikenal dengan proporsi II, dimana dikatakan bahwa laba yang diharapkan oleh pemegang saham akan meningkat dengan adanya penggunaan hutang dalam struktur modal perusahaan. Kemudian Modigliani dan Miller melakukan revisi teori sebelumnya dengan memasukkan faktor pajak perusahaan, yang menyebutkan bahwa bunga yang dibayarkan perusahaan sebagai akibat dari penggunaan hutang dapat digunakan untuk mengurangi laba yang dikenakan pajak penghasilan atau disebut dengan
(24)
b. Agency Theory
Menurut teori ini, struktur modal disusun sedemikian rupa untuk mengurangi konflik antar berbagai kelompok kepentingan. Pemegang saham dengan manajemen juga akan mengalami konflik kepentingan. Pada konflik yang pertama, jika hutang mencapai jumlah yang signifikan dibandingkan dengan saham, maka pemegang saham akan tergoda melakukan substitusi asset. Dalam hal ini pemegang saham akan beroperasi dengan meningkatkan risiko perusahaan. Risiko perusahaan yang meningkat menguntungkan bagi pemegang saham karena kemungkinan memperoleh keuntungan yang tinggi akan semakin besar. Sebaliknya, hal tersebut bukan merupakan berita baik bagi pemegang hutang. Pay-off pemegang hutang akan tetap sebesar bunga yang dibayarkan, tidak peduli berapa besarnya keuntungan yang diperoleh perusahaan. Sebaliknya, pemegang saham akan memperoleh bagian terbesar jika keuntungan perusahaan meningkat. Jika terjadi kerugian, pemegang saham tidak terlalu merugi karena taruhannya di perusahaan (proporsi saham di perusahaan) tidak terlalu besar jika hutang semakin banyak. Untuk mencegah hal tersebut, pemegang hutang akan membebani bunga yang semakin tinggi dengan meningkatnya hutang. Struktur modal dengan demikian merupakan kompromi antara kepentingan pemegang saham dengan pemegang hutang.
Dalam kondisi kedua, jika manajemen tidak mempunyai saham di perusahaan, maka keterlibatan manajer akan semakin berkurang. Dalam situasi tersebut manajer akan cenderung mengambil tindakan yang tidak sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Ada konflik antara pemegang saham dengan manajer. Konflik tersebut bisa dipecahkan jika manajemen mempunyai saham 100% di perusahaan. Dalam kondisi tersebut kepentingan manajer dengan pemegang saham akan menyatu. Dalam kenyataanya pemegang saham ingin berbagi risiko (agar risiko yang
(25)
dihadapi tidak terlalu tinggi), dan akan terjadi kepemilikan manajemen yang parsial (tidak 100%). Trade off semacam ini akan mengarah pada struktur modal yang optimal.
Konflik ini dapat juga terjadi apabila manajer perusahaan mempunyai terlalu banyak uang kas yang digunakannya. Manajer sering menggunakan uang kas tersebut untuk membiayai proyek yang menguntungkannya atau untuk fasilitas pribadi. Erat kaitannya dengan konflik antara pemegang saham dengan manajer adalah konsep free cash flow (Jensen, 1985). Arus kas bebas (free cash flow) adalah arus kas lebih yang dibutuhkan untuk mendanai semua proyek yang memiliki nilai
netto sekarang saat didiskonto pada biaya modal yang relevan. Jensen berpendapat
dalam arus kas bebas yang besar akan mengarah pada perilaku manajer yang salah dan keputusan yang buruk bukan demi kepentingan pemegang saham biasa perusahaan. Sebaliknya dengan arus kas yang bebas dan terbatas, manajer seharusnya mengurangi pengeluaran yang terlalu boros.
Berdasarkan Keown (2001:557,558) “mengurangi arus kas berlebih dengan mengalirkan arus kas kembali ke pemegang saham, dengan cara ini perusahaan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham dengan cara meningkatkan harga saham”. Dari kedua hal ini terdapat pertentangan antara tujuan manajer dengan tujuan dari perusahaan tersebut. Karena manajer diangkat oleh pemegang saham maka mereka dituntut untuk mengikuti keinginan pemegang saham (the best of
interest of stockholders), namun manajer tidak ingin kepentingannya juga terabaikan.
c. Pecking Order Theory
Teori pecking order (dalam Brigham, Houston 2001:5,6) pertama sekali dikemukan Myers dan Majluf (1984) dan pada teori ini Myers (1989) secara ringkas mengikhtisarkan teori pecking order struktur modal dengan 3 poin, yaitu:
(26)
a. Perusahaan menerapkan kebijaksanaan dividen untuk kesempatan berinvestasi. b. Perusahaan lebih suka mendanai kesempatan investasi dengan dana yang
sepenuhnya dari dalam dulu, lalu modal keuangan eksternal akan dicari.
c. Saat pendanaan eksternal dibutuhkan, perusahaan akan pertama memilih menerbitkan sekuritas hutang dahulu, lalu menerbitkan sekuritas jenis modal akan dilakukan terakhir.
Menurut Myers dan Majluf, ada simetri informasi antara manajer dengan pihak luar:
Manajer mempunyai informasi yang lebih lengkap mengenai kondisi perusahaan dibandingkan dengan pihak luar. Pada saat harga saham menunjukkan nilai yang terlalu tinggi (overvalue), manajer akan cenderung mengeluarkan saham (memanfaatkan harga yang terlalu tinggi). Tentunya pihak luar (pasar) tidak mau ditipu. Karena itu pada saat penerbitan saham baru diumumkan, harga akan jatuh karena pasar menginterpretasikan bahwa harga saham sudah overvalue. Teori tersebut bisa menjelaskan fenomena jatuhnya harga saham pada saat terjadi pengumuman penerbitan saham baru, yang sering dijumpai.
Pecking order theory menjelaskan mengapa perusahaan-perusahaan yang profitable umumnya meminjam dalam jumlah sedikit. Hal ini bukan
disebabkan karena perusahaan mempunyai target debt to equity ratio yang rendah, tetapi karena perusahaan tersebut cenderung memerlukan external
financing yang sedikit. Perusahaan yang kurang profitable akan cenderung
mempunyai hutang yang lebih besar karena dana internal tidak cukup dan hutang merupakan sumber yang lebih disukai (Husnan, 1996:325). Hipotesis
pecking order theory dikembangkan oleh Stewart Myers pada tahun 1984.
Hipotesis ini berdasarkan pada dua asumsi : (1) para manajer lebih baik mendapatkan informasi mengenai peluang investasi yang dihadapi oleh perusahaannya dibandingkan dengan investor dari luar (sebuah informasi asimetris); (2) para manajer bertindak dalam perhatian yang baik pada pemegang saham yang ada.
(27)
Model ini telah dianggap berhasil karena dapat menjelaskan : (1) kenapa rasio pinjaman dan profitabilitas terkait secara berlawanan; (2) kenapa pasar beraksi negatif kepada semua penerbitan saham baru dan kenapa para manajer terlihat mengeluarkan saham tersebut hanya ketika mereka tidak ada pilihan lain (mengikuti penurunan tak terduga dari pendapatan) atau mereka merasa nilai saham perusahaan over-valued; dan (3) kenapa para manajer yang bahkan berasal dari perusahaan terkemuka memilih untuk memegang kas lebih banyak dan menerbitkan punjaman yang lebih sedikit dibandingkan teori trade off. Mengingat teori trade off menjelaskan level pinjaman yang diobservasi secara baik, teori pecking order menawarkan penjelasan superior yang lebih jauh untuk mengobservasi perubahan struktur modal terutama yang melibatkan penerbitan sekuritas.
Namun teori pecking order tidak dapat menjelaskan semua regulasi struktur modal yang diobservasi dalam prakteknya. Sebagai contoh, teori ini kalah dalam perbandingan dengan teori Trade Off dalam ketidakmampuannya untuk menjelaskan bagaimana pajak, biaya pailit, biaya pengeluaran sekuritas, dan peluang investasi perusahaan individu mempengaruhi ratio modal pinjaman aktual perusahaan. Lebih jauh, teori ini mengabaikan masalah signifikan mengenai agensi yang dengan mudah dapat muncul ketika manajer perusahaan mengakumulasi begitu banyak kemunduran keuangan dimana kemunduran ini menjadi kebal terhadap disiplin pasar. Meskipun demikian, hipotesis pecking order struktur modal terlihat menjelaskan beberapa aspek perilaku observasi perusahaan lebih baik daripada
(28)
model-model lain, dan hal ini fakta nyata dari pilihan keuangan perusahaan (tipe sekuritas yang dipilih perusahaan untuk diterbitkan) dan respon pasar terhadap penerbitan sekuritas.
d. Trade Off Theory
Teori ini disebut juga dengan balancing theory. Trade off theory yang dikemukakan oleh Brealey dan Myers ini mengatakan bahwa target hutang antara perusahaan satu dengan yang lain berbeda. Menurut Brigham et.al (1998:298) “dalam teori trade-off, setiap perusahaan harus menetapkan target struktur modalnya, yaitu pada posisi keseimbangan biaya dan keuntungan marginal dari pendanaan dengan hutang, sebab pada posisi itu nilai perusahaan menjadi maksimum”. Berdasarkan teori ini juga, menggunakan semakin banyak hutang berarti memperbesar risiko yang ditanggung pemegang saham (ekuitas) dan juga memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan.
Pada prakteknya manajemen perusahaan berupaya membuat keseimbangan bauran sumber dana perusahaan pada struktur modal tertentu untuk menjaga resiko finansial perusahaan pada tingkat tertentu yang dianggap aman. Sejauh manfaat hutang masih lebih besar, hutang akan ditambah. Akan tetapi apabila resiko yang muncul akibat penggunaan hutang lebih besar dibanding manfaat yang ada, maka hutang tidak boleh ditambah lagi.
Menurut teori ini, jumlah hutang akan mencapai titik optimal pada saat margin
benefit of debt sama dengan marginal costs of debt. Dalam teori ini disebutkan
bahwa manfaat utama utang yaitu :
a. Biaya bunga sebagai pengurang dalam perhitungan laba kena pajak.
b. Meningkatkan Return on Equity (ROE) lebih tinggi, karena jumlah modal sendrii yang ditanam lebih sedikit.
(29)
Model ini telah berevolusi dari modifikasi menjadi hipotesis irrelevance murni struktur modal Modigliani dan Miller dan merupakan pilihan utama kebanyakan akademisi dan praktisi keuangan. Model ini juga memiliki fitur atraktif dari menjadi dasar paten pada sebuah equilibrium pasar modal dan argumen memaksimalkan nilai.
Berdasarkan teori Modigliani dan Miller (1996), semakin besar utang yang digunakan, semakin tinggi nilai perusahaan. Model Modigliani dan Miller mengabaikan faktor biaya kebangkrutan dan biaya keagenan. Struktur modal yang optimal dapat ditemukan dengan menyeimbangkan antara keuntungan penggunaan utang dengan biaya kebangkrutan dan biaya keagenan yang disebut model trade off ( Myers, 1984)
Perusahaan mendasarkan keputusan pendanaan pada struktur modal yang optimal. Struktur modal optimal dibentuk dengan menyeimbangkan manfaat dari penghematan pajak atas penggunaan utang terhadap biaya kebangkrutan. Penggunaan utang mengakibatkan peningkatan EBIT yang mengalir ke investor, jadi semakin besar utang perusahaan, semakin tinggi nilainya dan harga saham perusahaan. Berdasarkan makalah Modigliani-Miller dengan pajak, harga saham perusahaan akan dimaksimumkan jika menggunakan utang 100 persen. Dalam kenyatannya, jarang ada perusahaan yang menggunakan utang 100 persen karena perusahaan membatasi penggunaan utang untuk menekan biaya-biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan (Brigham dan Houston, 2001).
3. Modal Kerja
a. Pengertian Modal Kerja
Secara tradisional, modal kerja (working capital) didefinisikan sebagai investasi perusahaan dalam aktiva lancar (current assets). Menurut Sawir
(30)
(2005:129), “modal kerja adalah keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan, atau dapat pula dimaksudkan sebagai dana yang harus tersedia untuk membiayai kegiatan operasi perusahaan sehari-hari”. Menurut Weston dan Brigham (1990) dalam Sawir (2005:129), “modal kerja adalah investasi perusahaan di dalam aktiva jangka pendek seperti kas, sekuritas, (surat-surat berharga), piutang dagang, dan persediaan”.
Menurut Riyanto (2001:57) terdapat tiga konsep pengertian modal kerja, yaitu:
a. Konsep Kuantitatif
Konsep ini mendasarkan pada kuantitas dari dana yag tertanam dalam unsur – unsur aktiva lancar, dimana aktiva ini merupakan aktiva yang sekali berputar kembali dalam bentuk semula atau aktiva dimana dana yang tertanam di dalamnya akan dapat bebas lagi dalam waktu yang pendek. Dengan demikian, modal kerja menurut konsep ini adalah keseluruhan dari jumlah aktiva lancar, atau sering juga disebut sebagai modal kerja kotor (gross
working capital).
b. Konsep Kualitatif
Modal kerja menurut konsep ini adalah sebagian dari aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan tanpa mengganggu likuiditasnya, atau disebut juga sebagai modal kerja bersih (net
working capital).
c. Konsep Fungsional
Konsep ini mendasarkan pada fungsi dari dana dalam menghasilkan pendapatan (income). Setiap dana yang digunakan dalam perusahaan dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan. Pada dasarnya dana-dana yang
(31)
dimiliki oleh perusahaan seluruhnya akan digunakan untuk menghasilkan laba sesuai dengan usaha pokok perusahaan, tetapi tidak semua dana digunakan untuk menghasilkan laba periode ini (current income). Ada sebagian dana yang akan digunakan untuk memperoleh atau menghasilkan laba di masa yang akan datang.
Menurut Wilford J. Erteman dan J.H. Holtz (1963) dalam Sawir (2005:131), “modal kerja sebagai dana yang digunakan selama periode akuntansi yang dimaksudkan untuk menghasilkan current income yang sesuai dengan maksud utama didirikannya perusahaan tersebut”.
b. Pentingnya Modal Kerja
Pengendalian jumlah modal kerja yang tepat akan menjamin kontinuitas operasi dari perusahaan secara efisien dan ekonomis. Bilamana modal kerja terlalu besar, maka dana yang tertanam dalam modal kerja melebihi kebutuhan sehingga mengakibatkan adanya dana yang menganggur (idle fund), karena dana tersebut sebenarnya dapat digunakan untuk keperluan lain dalam rangka peningkatan laba. Apabila perusahaan kekurangan modal kerja untuk memperluas penjualan dan produksinya, maka besar kemungkinannya akan kehilangan pendapatan dan keuntungan. Perusahaan yang tidak memiliki modal kerja yang cukup, tidak dapat membayar kewajiban jangka pendek yang tepat waktunya dan akan menghadapi masalah likuiditas.
Modal kerja yang harus tersedia dalam perusahaan harus cukup jumlahnya dalam arti harus mampu membiayai pengeluaran-pengeluaran atau operasi perusahaan sehari-hari. Modal kerja yang cukup akan memberikan beberapa keuntungan lain, antara lain :
(32)
a. Melindungi perusahaan terhadap krisis modal kerja karena turunnya nilai aktiva lancar,
b. Memungkinkan untuk membayar semua kewajiban-kewajiban tepat pada
waktunya,
c. Menjamin dimilikinya credit standing perusahaan semakin besar dan
memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat menghadapi bahaya-bahaya atau kesulitan keuangan yang mungkin terjadi,
d. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup
untuk melayani para konsumennya,
e. Memungkinkan bagi perusahaan untuk membelikan syarat kredit yang
lebih menguntungkan kepada para pelanggannya.
f. Memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat beroperasi dengan lebih
efisien karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh barang maupun jasa yang dibutuhkan.
4. Perputaran Modal Kerja
Menurut Munawir (2004:80), “Perputaran modal kerja adalah rasio yang menunjukkan hubungan antara modal kerja dengan penjualan dan menunjukkan banyaknya penjualan yang dapat diperoleh perusahaan (jumlah rupiah) untuk tiap rupiah (modal kerja)”. Modal kerja selalu dalam keadaan operasi atau berputar dalam perusahaan selama perusahan yang bersangkutan dalam keadaan usaha atau masih beroperasi. Setiap modal kerja yang diinvestasikan diharapkan membawa hasil yang berpengaruh terhadap kelangsungan usaha yang dapat menunjang kemajuan usaha. Periode perputaran modal kerja (working capital turnover) dimulai dari saat kas diinvestasikan dalam komponen-komponen modal kerja sampai saat kembali lagi menjadi kas.
(33)
Semakin tinggi tingkat perputaran modal kerja berarti semakin pendek periode perputaran modal kerja tersebut. Berapa lama periode perputaran modal kerja tergantung kepada lama periode perputaran barang dagangan. Besar kecilnya kebutuhan modal kerja terutama tergantung pada periode perputaran atau periode terikatnya modal kerja dan pengeluaran kas rata-rata setiap harinya. Dengan jumlah pengeluaran yang tetap setiap hari, tetapi dengan periode perputaran yang semakin lama, maka jumlah modal kerja yang dibutuhkan semakin besar.
Demikian pula halnya dengan periode perputaran yang tetap dan jumlah pengeluaran kas per hari yang semakin besar, maka kebutuhan modal kerja pun semakin besar. Periode perputaran atau periode terikatnya modal kerja merupakan jumlah dari periode-periode yang meliputi jangka waktu pemberian kredit, lama penyimpanan bahan mentah di gudang, lamanya proses produksi, lamanya barang jadi disimpan di gudang dan jangka waktu penerimaan piutang. Sedangkan pengeluaran setiap harinya merupakan jumlah pengeluaran kas rata-rata setiap harinya untuk keperluan pembelian bahan mentah, bahan pembantu, pembayaran upah buruh, dan biaya-biaya lainnya.
Apabila perusahan hanya menjalankan usaha satu kali saja maka kebutuhan modal kerja cukup sebesar modal kerja yang dikeluarkan selama satu periode perputaran saja. Tetapi pada umumnya perusahan didirikan tidak dimaksudkan untuk menjalankan usaha satu kali saja, melainkan untuk seterusnya dimana setiap hari ada aktivitas usaha. Bagi perusahaan yang disebutkan terakhir ini dengan sendirinya kebutuhan modal kerjanya tidak cukup hanya sebesar apa yang diperlukan selama satu periode perputaran saja. Melainkan sebesar jumlah pengeluaran setiap harinya dikalikan dengan periode perputarannya.
(34)
5. Rentabilitas
Salah satu tujuan perusahaan pada umumnya yaitu memperoleh laba sesuai dengan yang telah direncanakan. Untuk itu diperlukan penjelasan yang efektif dan efisien atas sumber adaya yang ada. Harahap (2001:305) menjelaskan bahwa rentabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba atau keuntungan melalui semua kemampuan dan sumber daya yang ada. Rentabilitas sangat penting bagi perkembangan perusahaan karena dengan rentabilitas segala aktivitas, operasi dan segala kegiatan lainnya dapat berjalan secara baik. Rasio rentabilitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan aktiva perusahaan atau merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu, untuk melihat kemampuan perusahaan dalam beroperasi secara efisien.
Cara menilai rentabilitas bermacam-macam tergantung pada laba dan aktiva atau modal mana yang akan diperbandingkan satu dengan yang lainnya, apakah itu laba dari operasi atau laba bersih sesudah pajak dengan keseluruhan aktiva tak berwujud atau modal sendiri. Dengan adanya bermacam cara penilaian rentabilitas suatu perusahaan, maka ada beberapa perusahaan yang berbeda-beda dalam cara menghitung rentabilitasnya. Rasio rentabilitas ini dapat dinilai dengan dua cara yaitu Rentabilitas Ekonomi dan Rentabilitas Modal Sendiri.
a. Rentabilitas Ekonomis
Menurut Riyanto (2001:36) “rentabilitas ekonomi adalah perbandingan antara laba usaha dengan modal sendiri dan modal yang dipergunakan untuk menghasilkan laba tersebut dinyatakan dalam persentase”. Karena pengertian rentabilitas ekonomi sering dipergunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal didalam suatu perusahaan, maka rentabilitas ekonomi sering pula dimaksudkan sebagai kemampuan perusahaan dengan seluruh modal yang bekerja didalamnya untuk
(35)
menghasilkan laba. Modal yang diperhitungkan hanyalah modal yang bekerja didalam perusahaan (operating capital asset). Demikian pula laba yang diperhitungkan hanyalah laba yang berasal dari operasi perusahaan yang disebut dengan laba perusahaan (net operating income). Dirumuskan sebagai berikut :
RE = x100%
Asset Total
EBIT
Pada umumnya masalah rentabilitas bagi perusahaan lebih penting daripada masalah laba karena laba yang besar belum merupakan ukuran bahwa perusahaan telah dapat bekerja dengan efisien. Efisien baru diketahui dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan modal menghasilkan laba tersebut, atau dengan menghitung rentabilitasnya maka yang harus diperhatikan perusahaan ialah tidak hanya bagaimana usaha untuk memperbesar laba, tetapi yang penting ialah usaha untuk mempertinggi rentabilitasnya. Maka bagi perusahaan umumnya usahanya lebih diarahkan untuk mendapatkan rentabilitas maksimal daripada laba maksimal.
b. Rentabilitas Modal Sendiri
Rentabilitas Modal Sendiri (return on equity) adalah perbandingan antara jumlah laba yang tersedia bagi pemilik modal sendiri di satu pihak dengan jumlah modal sendiri yang menghasilkan laba tersebut di lain pihak. Menurut Riyanto (2001:44), rentabilitas modal sendiri menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan bagi pemilik modal sendiri yang ada dalam perusahaan itu, artinya rentabilitas modal sendiri dapat menjadi ukuran efisiensi bagi penggunaan modal sendiri yang dioperasikan dalam perusahaan. Semakin besar rentabilitas modal sendiri berarti semakin besar pula kemampuan perusahaan itu menghasilkan laba bagi pemilik modalnya sendiri.
(36)
Return on equity (ROE) diperlakukan demikian penting karena return on equity
(ROE) merupakan ukuran efisiensi yang dicapai perusahaan dalam menggunakan modal para pemiliknya. Menurut Sartono (2001:124), “Return on Equity atau Rentabilitas Modal Sendiri dapat dirumuskan sebagai berikut :
Rentabilitas Modal Sendiri = 100%
Sendiri Modal
pajak setelah Laba
×
Laba yang diperhitungkan adalah laba usaha setelah dikurangi bunga modal dan pajak perseroan atau income tax (EAT = Earning After Tax) sedangkan modal yang diperhitungkan hanyalah modal sendiri yang bekerja didalam perusahaan. Ditinjau dari kepentingan modal sendiri atau pemilik perusahaan, penambahan modal asing hanyalah dibenarkan jika penambahan tersebut mempunyai efek finansial yang menguntungkan terhadap modal sendiri. Penambahan modal asing hanya akan memberikan efek yang menguntungkan terhadap modal sendiri apabila rate of return dari tambahan modal (modal asing) tersebut lebih besar dari biaya modalnya atau bunganya.
Tambahan modal asing itu hanya dibenarkan apabila rentabilitas modal sendiri dengan tambahan modal asing lebih besar terhadap rentabilitas modal sendiri dengan tambahan modal sendiri. Sebaliknya penambahan modal asing akan memberikan efek financial yang merugikan terhadap modal sendiri apabila rate of return dari tambahan modal asing tersebut lebih kecil dari bunganya.
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Marselina (2008) meneliti pengaruh perputaran modal kerja dan perputaran aktiva operasi terhadap tingkat rentabilitas pada industri otomotif dan komponennya yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta . Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 18 sampel perusahaan yang bergerak di sektor industri otomotif dan komponennya yang
(37)
diobservasi mulai dari tahun 2004 sampai 2006, Maka diperoleh kesimpulan bahwa perputaran modal kerja secara parsial tidak berpengaruh terhadap rentabilitas dimana t hitung < t tabel (0,585 < 2,0057). sedangkan perputaran aktiva operasi secara parsial memiliki pengaruh terhadap rentabilitas. Kedua variabel tersebut berpengaruh simultan terhadap rentabilitas.
Herawati (2007) meneliti pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Rentabilitas Modal Sendiri pada PT Inti Bandung. Instrumen penelitian yang digunakan adalah laporan keuangan PT Inti dan yang menjadi sampel adalah dari tahun 1997-2004. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DER berpengaruh positif terhadap RMS. Hal ini titunjukkan oleh besarnya koefisien determinasi. Rentabilitas Modal Sendiri dipengaruhi oleh DER sebesar 54,63%, sedangkan sisanya yaitu 45,37% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Tingkat korelasi berada pada tingkat cukup tinggi yaitu pada nilai 0,74.
Raya (2008) meneliti pengaruh struktur modal terhadap profitabilitas (return on
equity) pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Melalui
pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis statistik uji-t diperoleh kesimpulan
debt to asset ratio (X1) memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap return on
equity (ROE). Hal ini dapat dilihat dari t hitung < t tabel (0,841<1,997) dan nilai
signifikan (0,404 > 0,05). Equity to asset ratio (X2) memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap return on equity. Besar t hitung < t tabel (1,535<1,997) dengan signifikansi (0,130 > 0,05). Kedua variabel independen tersebut secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (return on equity). Kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen hanya sebesar 3,9% sedangkan sisanya 96,1% dijelaskan variabel lain yang tidak diteliti.
Herlina (2005) meneliti pengaruh Pengaruh Modal Kerja dan Perputaran Modal Kerja Terhadap Return On Equity (ROE) pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang
(38)
Terdapat di BEJ Tahun 2000-2003. Sampel dalam penelitian ini adalah sampel populasi, yaitu keseluruhan laporan keuangan 20 perusahaan makanan dan minuman tahun 2000-2003 yang terdapat di BEJ. Hasil penelitian menyebutkan bahwa tidak ada pengaruh perputaran modal kerja terhadap ROE sedangkan modal kerja berpengaruh terhadap ROE. Hal ini dapat dilihat dari koefisien determinasi (r2) parsial untuk variabel modal kerja 79.1% dan variabel perputaran modal kerja 0.077%, variabel modal kerja mempunyai pengaruh lebih besar dibanding perputaran modal kerja. Kedua variabel tersebut secara simultan berpengaruh signifikan terhadap ROE. Ringkasan tinjauan penelitian terdahulu ditampilkan dalam Tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1
Ringkasan Tinjauan Penelitian Terdahulu
Nama Judul Variabel yang
digunakan Hasil Penelitian
Marselina Sinaga (2008)
Pengaruh Perputaran Modal Kerja Dan Perputaran Aktiva Operasi Terhadap Tingkat
Rentabilitas Pada Industri
Otomotif Dan Komponennya Pada Industri Otomotif Dan Komponennya Yang Terdaftar Di BEJ Tahun 2005-2007 Working Capital Turnover (WCT), Total Asset Turnover, Profit Margin
Perputaran modal kerja secara parsial tidak berpengaruh terhadap rentabilitas. Perputaran aktiva operasi secara parsial memiliki pengaruh terhadap rentabilitas. Kedua variabel tersebut berpengaruh secara simultan terhadap struktur modal. Lisda Herawati (2007)
Pengaruh Debt To Equity Ratio (DER) terhadap Rentabilitas Modal Sendiri pada PT Inti Bandung
Debt to Equity Ratio (DER),
Rentabilitas Modal Sendiri
Debt to Equity Ratio
berpengaruh positif terhadap rentabilitas modal sendiri Ira Windi Raya (2008)
Pengaruh Struktur Modal Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta
Debt to Asset Ratio (DAR), Equity to Asset Ratio, Return on Equity
(ROE)
Debt to Asset Ratio dan Equity to Asset Ratio
secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap
(39)
Herlina Puji Astuti (2005)
Pengaruh Modal Kerja dan Perputaran Modal Kerja Terhadap Return On Equity (ROE) pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang Terdapat di BEJ Tahun 2000-2003
Net Working Capital, Working Capital TurnOver, Return On Equity (ROE)
Tidak ada pengaruh perputaran modal kerja
terhadap ROE sedangkan modal kerja
berpengaruh terhadap ROE. Kedua variabel tersebut berpengaruh simultan terhadap ROE Sumber : Data diolah penulis, 2010
C. Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang masalah dan tinjauan pustaka di atas, maka dapat disimpulkan kerangka konseptual sebagai berikut :
D.
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Sumber : Data diolah penulis, 2010
Dalam melakukan keputusan pendanaan, perusahaan dituntut untuk mempertimbangkan dan menganalisis kombinasi sumber-sumber dana ekonomis guna membelanjai kebutuhan-kebutuhan investasi serta kegiatan usahanya. Rasio DER sebagai variabel independen (X1) menggambarkan kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajibannya dengan ekuitas, yang terdiri dari dua komponen yaitu modal pinjaman (hutang) dan modal sendiri (equity).
Perputaran modal kerja (X2) akan berpengaruh kepada rentabilitas
perusahaan, dimana dari tingkat rentabilitas itu, perusahaan diharapkan akan terus
Debt To Equity Ratio (X1)
Work Capital Turnover
(X2)
Return On Equity
(40)
melaksanakan kegiatan operasionalnya dan menghasilkan produk barang atau jasa yang berkualitas.
Return On Equity (ROE) sebagai variabel dependen (Y) merupakan suatu
pengukuran dari pendapatan yang tersedia bagi pemilik perusahaan atas modal yang mereka investasikan di dalam perusahaan. Semakin tinggi rasio ini akan semakin baik perusahaan.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konseptual yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :
Struktur modal dan perputaran modal kerja berpengaruh secara parsial maupun simultan terhadap rentabilitas modal sendiri pada perusahaan Tekstil dan Garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
(41)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kausal. Penelitian kausal adalah penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya (Umar, 2001:63).
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu (Rochaety et al, 2007:63). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 21 perusahaan industri tekstil yang telah tercatat di Bursa Efek Jakarta antara tahun 2004 sampai dengan 2008, dimana perusahaan tersebut memiliki laporan keuangan yang lengkap dan dipublikasikan di dalam Indonesia Capital Market Directory (ICMD) 2008.
Sampel adalah sebagian dari unit populasi yang diperoleh melalui sampling tertentu (Rochaety et al, 2007:64). Jumlah sampel yang diteliti dalam penelitian ini adalah 12 perusahaan. Metode pengambilan sampel dilakukan berdasarkan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan suatu kriteria tertentu (Sugiyono, 2004:78). Adapun yang menjadi kriteria dalam penentuan sampel tersebut adalah :
1. Perusahaan industri tekstil dan garmen yang terdaftar pada tahun 2004-2008 2. Perusahaan tersebut tidak didelisting pada tahun 2004-2008.
(42)
3. Perusahaaan tersebut memiliki laporan keuangan yang lengkap dan audited selama tahun 2004-2008.
Berdasarkan kriteria penentu di atas, terdapat dua belas industri tekstil dan garmen yang akan dijadikan sampel yaitu:
Tabel 3.1
Daftar Sampel Perusahaan
No. Nama Perusahaan Kriteria Sampel
1 2 3
1. PT Apac Citra Centertex, Tbk. √ - √
2. PT Argo Pantes, Tbk. √ - √
3. PT Century Textile Industry, Tbk. √ √ √ 1
4. PT Delta Dunia Petroindo, Tbk. √ √ √ 2
5. PT Eratex Djaja, Tbk. √ - -
6. PT Ever Shine Tex, Tbk. √ √ √ 3
7. PT Hanson International, Tbk. √ √ √ 4
8 PT Indo Acidatama, Tbk. √ - √
9. PT Indorama Synthetics, Tbk. √ √ √ 5
10. PT Karwell Indonesia, Tbk. √ √ √ 6
11. PT Pan Brothers, Tbk. √ √ √ 7
12. PT Panasia Filament Inti, Tbk. √ √ √ 8
13. PT Panasia Indosyntec, Tbk. √ √ √ 9
14. PT Polychem Indonesia, Tbk. √ √ √
15. PT Polysindo Eka Perkasa, Tbk. √ - -
16. PT Ricky Putra Globalindo, Tbk. √ √ √ 10
17. PT Roda Vivatex , Tbk. √ √ √ 11
18. PT Sunson Textile Manufacturer, Tbk. √ - √
19. PT Texmaco Jaya, Tbk. √ - -
20. PT Tifico, Tbk. √ √ √ 12
21. PT Unitex, Tbk. √ - √
Sumber : Data diolah penulis, 2010
C. Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data kuantitatif yaitu data yang berbentuk angka. Data ini merupakan data sekunder yaitu data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia yaitu
(43)
2008. Penelitian ini menggunakan data yang diambil dari 12 perusahaan industri tekstil dan garmen (section) selama periode waktu 5 tahun (series) yaitu tahun 2004 sampai dengan tahun 2008.
D. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui penelusuran dengan komputer yaitu teknik pengumpulan data-data atas kejadian historis yang tertulis dalam dokumen atau berupa arsip data dengan format elektronik. Data yang dikumpul adalah data yang berkenaan dengan objek yang diteliti dan diperoleh dari
Indonesian Stock Exchange (IDX). Peneliti juga melakukan penelitian
kepustakaan dengan cara pengkajian dan pendalaman literatur-literatur, seperti buku, jurnal dan laporan penelitian yang berkaitan dengan masalah yang diteliti guna memperoleh dasar teoritis dan acuan untuk mengolah data yang diperoleh dari penelusuran internet.
E. Definisi Operasional dan Variabel
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel Independen
Variabel independen menurut Erlina dan Mulyani (2007:34) adalah “variabel yang dapat mempengaruhi perubahan dalam variabel dependen dan mempunyai hubungan positif dan negatif bagi variabel dependen lainnya”. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah struktur modal dan perputaran modal kerja.
(44)
a. Struktur Modal
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah struktur modal yang dihitung dengan rasio utang-ekuitas (Debt to Equity Ratio). Struktur modal merupakan perbandingan atau proporsi dari total hutang dengan modal sendiri dalam perusahaan. Menurut Munawir (2004:105) ratio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Rasio Utang-Ekuitas (DER) = 100% Sendiri
Modal Utang Total
×
b. Perputaran Modal Kerja
Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turnover) yaitu rasio yang memperlihatkan adanya keefektifan modal kerja dalam pencapaian penjualan. Riyanto (1998:335) merumuskan formula untuk menghitung Perputaran Modal Kerja sebagai berikut :
Perputaran Modal Kerja (WCT) =
Bersih Kerja
Modal
Bersih Penjualan
2. Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh besarnya variabel independen. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah rentabilitas modal sendiri yang dihitung dengan melakukan perbandingan antara laba bersih setalah pajak dan bunga dengan modal sendiri. Menurut Sartono (2001), “Return on Equity atau Rentabilitas Modal Sendiri dapat dirumuskan sebagai berikut :
Rentabilitas Modal Sendiri = 100%
Sendiri Modal pajak setelah Laba ×
(45)
F. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis statistik dengan menggunakan software SPSS 16.0. Sebelum data dianalisis, maka untuk keperluan analisis data tersebut, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian asumsi klasik yang dilakuka n terdiri atas uji normalitas, uji multikolineritas, uji heterokedastisitas, dan uji autokorelasi. Untuk pengujian hipotesis dilakukan analisis regresi linier berganda. Kemudian dilakukan proses pengujian analisis F dan pengujian analisis t untuk mengetahui apakah masing – masing variabel independen berpengaruh secara individu maupun secara simultan terhadap variabel dependen.
1. Pengujian Asumsi Klasik a. Uji Normalitas
Menurut Ghozali (2005), uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel independen dan variabel dependen berdistribusi normal. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk melihat normalitas data dapat dilakukan dengan melihat histogram atau pola distribusi data normal. Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari nilai residualnya. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
(46)
b. Uji Multikolinearitas
Menurut Ghozali (2005), uji ini bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Pada model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel independen. Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan melihat VIF antar variabel independen. Jika VIF menunjukkan angka lebih besar dari 10 menandakan terdapat gejala multikolinearitas. Disamping itu, suatu model dikatakan terdapat gejala multikolinearitas jika korelasi diantara variabel independen lebih besar dari 0,10.
c. Uji Heteroskedastisitas
Menurut Ghozali (2005:11) uji heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah di dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variabel dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Suatu model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Ada beberapa cara untuk menguji ada tidaknya situasi heteroskedastisitas dalam varian error terms untuk model regresi. Dalam penelitian ini akan digunakan metode chart (Diagram Scatterplot), dengan dasar pemikiran bahwa :
1) Jika ada pola tertentu seperti titik-titik (poin-poin), yang ada membentuk suatu pola tertentu yang beraturan (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka terjadi heteroskedastisitas. 2) Jika ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar keatas dan
(47)
Pada penelitian ini, uji heterokedastisitas juga dilakukan dengan uji Park. Park mengemukakan metode bahwa variance (s2) merupakan fungsi variabel-variabel bebas. Suatu model dikatakan terdapat gejala heterokedastisitas jika koefisien parameter beta dari persamaan regresi tersebut signifikan secara statistik. Sebaliknya, jika parameter beta tidak signifikan secara statistik, hal ini menunjukkan bahwa data model empiris yang diestimasi tidak terdapat heterokedastisitas (Ghozali, 2005).
d. Uji Autokorelasi
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang tahun yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Hal ini sering ditemukan pada time series. Ada berbagai cara untuk menguji adanya autokorelasi, seperti metode grafik, uji LM, Uji Runs, Uji BG (Breusch Godfrey), dan DW (Durbin Watson). Pada penelitian ini, uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi, dapat digunakan uji Durbin Watson (DW). Dalam model regresi tidak terjadi autokorelasi apabila nilai du < dw< 4-du (Ghozali, 2005).
2. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis yang digunakan dalam penelitian diuji adalah dengan menggunakan analisis regresi. Hipotesis tersebut dianalisis dengan
(48)
menggunakan model regresi linear untuk melihat pengaruh masing-masing terhadap Rentabilitas Modal Sendiri dengan menggunakan t-test dan f-test:
a. Uji signifikansi simultan (f-test)
Uji f digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Uji ini dilakukan dengan membandingkan f hitung dengan f tabel dengan ketentuan sebagai berikut : Jika Fhitung < Ftabel untuk α = 5%, Ho diterima
Jika Fhitung > Ftabeluntuk α = 5%, Ha diterima b. Uji signifikansi parsial (t-test)
Pengujian t-test digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen terhadap variabel dependen. Uji ini dilakukan dengan membandingkan t hitung dengan t tabel dengan ketentuan sebagai berikut :
Jika thitung < ttabeluntuk α = 5%, Ho diterima
(49)
G. Jadwal Penelitian
Perencanaan jadwal penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian
Tahap Penelitian Des
2009 Jan 2010
Feb 2010
Mar 2010
Apr 2010
Mei 2010
Pengajuan Judul
Penyetujuan Proposal
Pengumpulan Data
Seminar Proposal
Bimbingan dan Penulisan Skripsi
Penyelesaian Skripsi
(50)
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif dalam penelitian ini hanya untuk mendeskripsikan data sampel dan tidak membuat kesimpulan yang berlaku untuk populasi dimana sampel diambil. Menurut Ghozali (2005:19), statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range dan kemencengan distribusi.
Tabel 4.1 Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Std. Deviation
LN_DER 45 -1.66 5.78 1.27549
LN_WCT 45 -3.24 5.08 1.66248
LN_RMS 45 -6.91 1.80 2.29615
Valid N (listwise) 45
Sumber : Data diolah penulis, 2010
Berikut ini perincian data deskriptif yang telah diolah:
(a) Variabel Debt to Equity Ratio (DER) memiliki nilai minimum -1,66 ; nilai maksimum 5,78; nilai dengan standar deviasi sebesar 1,2754 dan jumlah observasi sebanyak 45 sampel.
(b) Variabel Working Capital Turnover (WCT) memiliki nilai minimum -3,24 ; nilai maksimum 5,08 dengan standar deviasi sebesar 1,66248 dan jumlah observasi sebanyak 45 sampel.
(c) Variabel Rentabilitas Modal Sendiri (RMS) memiliki nilai minimum -6,91; nilai maksimum 1,80 dengan standar deviasi sebesar 2,29615 dan jumlah observasi sebanyak 45 sampel.
(51)
B. Pengujian Asumsi Klasik
Untuk menghasilkan suatu model regresi yang baik diperlukan pengujian asumsi klasik terlebih dahulu sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian asumsi klasik dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan program statistik normalitas data, autokorelasi, heterokedastisitas dan asumsi-asumsi klasik lainnya agar hasil pengujian tidak bersifat bias dan efisien. Menurut Ghozali (2005:123) asumsi klasik yang harus dipenuhi adalah berdistribusi normal, multikolinearitas, autokorelasi dan non-heterokedastisitas.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal serta untuk menghindari bias dalam model regresi. Pengujian normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S), dengan membuat hipotesis:
Ha : Data residual berdistribusi normal
H0 : Data residual tidak berdistribusi normal
Apabila signifikansi lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima, sedangkan jika nilai
(52)
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 60
Normal Parametersa Mean .0000000
Std. Deviation 1.66665093
Most Extreme Differences Absolute .300
Positive .276
Negative -.300
Kolmogorov-Smirnov Z 2.324
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Test distribution is Normal.
Sumber : Data diolah penulis, 2010
Dari hasil pengolahan data pada Tabel 4.2 diperoleh besarnya nilai
Kolmogorov-Smirnov adalah 2,324 dan signifikan pada 0,000. Nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05,
maka Ha ditolak yang berarti data residual berdistribusi tidak normal. Data yang
berdistribusi normal dapat disebabkan oleh adanya data yang outlier yaitu data yang memiliki nilai yang sangat menyimpang dari nilai data lainnya. Beberapa cara mengatasi
outlier menurut Erlina (106:207) yaitu :
1. Lakukan transformasi data ke bentuk lainnya. 2. Lakukan trimming yaitu membuang data outlier
3. Lakukan winoirizing, yaitu mengubah nilai data yang outlier ke suatu nilai tertentu Untuk mengubah nilai residual agar berdistribusi normal, penulis melakukan transformasi data ke model logaritma natural (LN) dari Rentabilitas Modal Sendiri = f(DER, WCT) menjadi Ln_Rentabilitas Modal Sendiri = f(LN_DER, LN_WCT).
(53)
Kemudian data diuji ulang berdasarkan asumsi normalitas. Berikut ini adalah hasil pengujian dengan Kolmogorov-Smirnov setelah dilakukan transformasi data:
Tabel 4.3
Hasil Uji Normalitas Setelah Transformasi Logaritma Natural One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 45
Normal Parametersa Mean .0000000
Std. Deviation 2.05255392
Most Extreme Differences Absolute .113
Positive .080
Negative -.113
Kolmogorov-Smirnov Z .757
Asymp. Sig. (2-tailed) .615
a. Test distribution is Normal.
Sumber : Data diolah penulis, 2010
Dari Tabel 4.3 dapat diambil kesimpulan bahwa data dalam model regresi setelah dilakukan transformasi data dalam bentuk logaritma natural, terdistribusi secara normal. Hal ini dapat dilihat dari nilai unstandardized residual lebih besar dari 0,05 yakni 0,615>0,05. Dengan demikian data dapat dilanjutkan dengan uji asumsi klasik lainnya. Untuk lebih jelas berikut ini turut dilampirkan grafik histogram dan grafik p-plot data yang terdistribusi normal.
(54)
Gambar 4.1 Histogram
Sumber : Data diolah penulis, 2010
Grafik histogram pada Gambar 4.1 menunjukkan pola distribusi normal karena grafik histogram menunjukkan distribusi data mengikuti garis diagonal yang tidak menceng (skewness) kiri maupun menceng kanan.
Demikian pula dengan hasil uji normalitas dengan menggunakan grafik p-plot berikut ini:
(55)
Gambar 4.2 Grafik Normal Plot
Sumber : Data diolah penulis, 2010
Pada grafik normal plot terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal serta penyebarannya agak mendekati dengan garis diagonal sehingga dapat disimpulkan bahwa data dalam model regresi terdistribusi secara normal.
2. Uji Multikolinearitas
Menurut Ghozali (2005:91), “uji ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi yang kuat antar variabel bebas (independen)”. Multikolinearitas menunjukkan ada tidaknya variabel independen yang memiliki hubungan yang kuat dengan variabel independen lain dalam model regresi, agar pengambilan keputusan pada uji parsial masing-masing variabel independen tidak bias. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Variance
(56)
Inflation Factor (VIF), apabila nilai VIF > 10 dan nilai tolerance < 0,1 maka terjadi
multikolinearitas (Ghozali, 2005:92).
Tabel 4.4
Hasil Uji Multikolinearitas
Sumber : Data diolah penulis, 2010
Dari data pada Tabel 4.4 dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas dengan dasar nilai VIF untuk setiap variabel independen tidak ada yang melebihi 10 dan nilai tolerance tidak ada yang kurang dari 0,1, maka dapat dilakukan analisis lebih lanjut dengan menggunakan model regresi berganda.
3. Uji Autokorelasi
Pengujian autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada suatu periode dengan kesalahan pengganggu periode sebelumnya dalam model regresi. Autokorelasi menunjukkan adanya korelasi antara kesalahan pengganggu pada data yang tersusun, baik berupa data cross sectional maupun
time series. Jika terjadi autokorelasi dalam model regresi berarti koefisien korelasi yang
diperoleh menjadi tidak akurat, sehingga model regresi yang baik adalah model regresi yang bebas dari autokorelasi.
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi, dapat digunakan uji Durbin Watson (DW). Dalam model regresi tidak terjadi autokorelasi apabila nilai du<dw< 4-du. Hasil dari pengujian autokorelasi adalah sebagai berikut:
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1
(Constant) -3.117 .433 -7.193 .000
LN_DER .290 .307 .144 .946 .350 .884 1.131
LN_WCT .391 .203 .294 1.930 .060 .884 1.131
(57)
Tabel 4.5 Hasil Uji Autokorelasi
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .369a .136 .095 2.10086 2.244
a. Predictors: (Constant), LN_WCT, LN_DER b. Dependent Variable: LN_RMS
Sumber : Data diolah penulis, 2010
Hasil uji autokorelasi di atas menunjukkan nilai statistik Durbin Watson (DW) sebesar 2,244 , nilai ini akan dibandingkan dengan nilai tabel Durbin-Watson dengan menggunakan signifikansi 5%, jumlah sampel 45 (n), jumlah variabel independen 2 (k=2). Maka di tabel Durbin-Watson didapat nilai batas atas (du) 1,615 dan nilai batas bawah (dl) 1,430. Oleh karena itu, nilai DW 2,244 lebih besar dari batas atas 1,615 dan lebih kecil dari 2,385 (4 – 1,615) atau dapat dinyatakan bahwa 1,615 < 2,244 < 2,385. Dengan demikian dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi.
4. Uji Heteroskedastisitas
Dalam penelitian ini, untuk mendeteksi ada tidaknya gejala heteroskedastisitas adalah dengan melihat plot grafik dan hasil uji Park yang dihasilkan dari pengolahan data menggunakan program SPSS. Dengan melihat plot grafik, suatu model dikatakan terdapat gejala heterokedastisitas jika :
1) Terdapat pola tertentu, seperti titik-titik yang teratur maka telah terjadi heteroskedastisitas,
2) Tidak terdapat pola tertentu, serta titik-titik yang menyebar tidak tertentu di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas atau terjadi homokedastisitas.
(58)
Dalam uji Park, suatu model regresi dikatakan terdapat gejala heterokedastisitas jika koefisien beta dari persamaan regresi tersebut signifikan secara statistik. Sebaliknya, jika parameter beta tidak signifikan secara statistik, maka asusmsi homokedastisitas pada data model tersebut tidak dapat ditolak (Ghozali, 2005:108).
Berikut ini dilampirkan grafik scatterplot untuk menganalisis apakah terjadi heteroskedastisitas atau terjadi homokedastisitas dengan mengamati penyebaran titik-titik pada gambar.
Gambar 4.3
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber : Data diolah penulis, 2010
Dari grafik scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
(59)
tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. Berdasarkan uji Park yang dilakukan dapat dikatakan bahwa model penelitian bebas dari gejala heterokedastisitas. Hasil uji Park dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut ini.
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Park
Hasil tampilan output spss memberikan koefisien parameter untuk variabel independen tidak ada yang signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak terdapat heterokedastisitas. Hasil ini konsisten dengan hasil uji Scatterplots. Dengan demikian, model regresi ini layak dipakai untuk memprediksi Rentabilitas Modal Sendiri (RMS) pada industri tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia berdasarkan masukan variabel independen Debt to Equity Ratio (DER) dan Working
Capital Turnover (WCT).
C. Analisis Regresi
Dari hasil pengujian asumsi klasik disimpulkan bahwa model regresi yang dipakai dalam penelitian ini telah memenuhi model estimasi yang Best Linear Unbiased
Estimator (BLUE) dan layak dilakukan analisis regresi. 1. Persamaan Regresi
Dalam pengolahan data dengan menggunakan regresi linear, dilakukan beberapa tahapan untuk mencari hubungan antara variabel independen dan variabel dependen
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) .431 .366 1.178 .246
LN_DER .234 .230 .164 1.014 .316
LN_WCT -.022 .171 -.021 -.131 .896
(60)
melalui pengaruh LN_DER (X1), LN_WCT (X2)terhadap LN_RMS (Y). Hasil
regresi dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Analisis Hasil Regresi
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) -3.117 .433 -7.193 .000
LN_DER .290 .307 .144 .946 .350
LN_WCT .391 .203 .294 1.930 .060
a. Dependent Variable: LN_RMS
Sumber: Data diolah penulis, 2010
Berdasarkan penjelasan dari asumsi klasik sebelumnya, model regresi dalam penelitian ini telah diubah menjadi model logaritma natural, sehingga beta dan koefisien dari penelitian ini juga dalam bentuk logaritma natural. Model regresi dinyatakan dalam bentuk fungsi LN_Rentabilitas Modal Sendiri.
Y= -3,117 + 0,290 X1 + 0,391 X2 Dimana:
Y = Rentabilitas Modal Sendiri
X1 = Struktur Modal (Debt to total Equity Ratio)
X2 = Perputaran Modal Kerja ( Working Capital Turnover )
Kemudian model regresi tersebut akan diinterprestasikan :
• β0 = -3,117
Nilai konstanta ini menunjukkan bahwa apabila tidak ada nilai variabel LN_DER dan LN_WCT, maka LN_RMS atau rentabilitas modal sendiri adalah sebesar -3,117
(61)
• β1 = 0,290
Koefisien regresi β1 ini menunjukkan bahwa setiap variabel LN_DER meningkat satu
satuan, maka LN_RMS akan bertambah sebesar 0,290 atau 29% dengan asumsi variabel lainnya dianggap tetap atau sama dengan nol.
• β2 = 0,391
Koefisisen regresi β2 menunjukkan bahwa setiap variabel LN_WCT meningkat
sebesar satu satuan, maka perubahan rentabilitas modal sendiri (RMS) yang dilihat dari nilai Y akan bertambah sebesar 0,391 dengan asumsi variabel lain dianggap tetap.
2. Analisis Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi
Nilai koefisien korelasi (R) menunjukkan seberapa besar korelasi atau hubungan antara variabel-variabel independen dengan variabel dependen. Koefisien korelasi dikatakan kuat jika nilai R berada di atas 0,5 dan mendekati 1. Koefisien determinasi (R
square) menunjukkan seberapa besar variabel independen menjelaskan variabel
dependennya. Nilai R Square adalah nol sampai dengan satu.
Apabila nilai R Square semakin mendekati satu, maka variabel-variabel independen memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel independen. Sebaliknya, semakin kecil nilai R Square, maka kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel-variabel dependen semakin terbatas. Nilai
R Square memiliki kelemahan yaitu nilai R Square akan meningkat setiap ada
penambahan satu variabel independen meskipun variabel independen tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu digunakan nilai
(62)
Tabel 4.8
Hasil Analisis Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .369a .136 .095 2.10086 2.244
a. Predictors: (Constant), LN_WCT, LN_DER b. Dependent Variable: LN_RMS
Sumber: Data diolah penulis, 2010
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,369 yang berarti bahwa nilai koefisien korelasi atau hubungan antara variabel rentabilitas modal sendiri dengan variabel independennya tidak kuat. Definisi korelasi ini tidak kuat didasarkan pada nilai R yang berada dibawah 0,5
Angka koefisien determinasi (Adjusted R Square) adalah 0,095. Hal ini berarti 9,5 % variasi dari perubahan rentabilitas modal sendiri dijelaskan oleh variasi kedua variabel independen, sedangkan sisanya 90,5% lagi dijelaskan oleh variasi atau faktor lainnya.
3. Pengujian Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Ha : Struktur modal (DER) dan perputaran modal kerja (WCT) baik secara parsial maupun simultan berpengaruh terhadap rentabilitas modal sendiri (ROE) pada industri tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
H0 : Struktur modal (DER) dan perputaran modal kerja (WCT) baik secara parsial
maupun simultan tidak berpengaruh terhadap rentabilitas modal sendiri (ROE) pada industri tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Untuk mengetahui apakah semua variabel independen dalam model regresi ini mempunyai pengaruh signifikan secara simultan atau tidak terhadap rentabilitas modal sendiri dilakukan uji F (F test). Menurut Ghozali (2005:84), “uji statistik F pada dasarnya
(63)
menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model regresi mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen”.
Uji ini dilakukan dengan membandingkan signifikansi Fhitung dengan ketentuan :
- Jika Fhitung < Ftabel untuk α = 5%, H0 diterima
- Jika Fhitung > Ftabeluntuk α = 5%, Ha diterima
Setelah uji F dilakukan, maka diperoleh nilai F hitung dan nilai signifikansi seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 4.9 sebagai berikut :
Tabel 4.9 Hasil Uji F
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 29.259 2 14.630 3.315 .046a
Residual 185.371 42 4.414
Total 214.630 44
a. Predictors: (Constant), LN_WCT, LN_DER b. Dependent Variable: LN_RMS
Sumber: Data diolah penulis, 2010
Hasil uji ANOVA atau tabel Ftabel didapat Fhitung sebesar 3,315 dengan signifikansi
0,046 dan F tabel yang diperoleh melalui perhitungan Microsoft excel FINV (0,05;2;59) adalah 3,220. Dari hasil uji statistik dapat disimpulkan Fhitung > Ftabel dan signifikansi lebih
kecil dari 0,05, maka bisa disimpulkan bahwa variabel independen LN_DER dan LN_WCT secara bersama-sama berpengaruh terhadap ROE.
Untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial (individu), maka dilakukan uji t (t test). Menurut Ghozali (2005:84) “uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individual menerangkan variabel independen”. Uji t dilakukan dengan membandingkan signifikansi thitung dengan ketentuan:
(1)
Lampiran 6
Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Std. Deviation
LN_DER 45 -1.66 5.78 1.27549
LN_WCT 45 -3.24 5.08 1.66248
LN_RMS 45 -6.91 1.80 2.29615
Valid N (listwise) 45
Lampiran 7
Hasil Uji Normalitas Sebelum Transformasi
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 60
Normal Parametersa Mean .0000000
Std. Deviation 1.75811075 Most Extreme Differences Absolute .287
Positive .271
Negative -.287
Kolmogorov-Smirnov Z 2.226
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
(2)
Lampiran 7 (Lanjutan)
Hasil Uji Normalitas Setelah Transformasi
Unstandardized Residual
N 45
Normal Parametersa Mean .0000000
Std. Deviation 2.05255392 Most Extreme Differences Absolute .113
Positive .080
Negative -.113
Kolmogorov-Smirnov Z .757
Asymp. Sig. (2-tailed) .615
a. Test distribution is Normal.
(3)
Lampiran 7 (Lanjutan)
(4)
Lampiran 8
Hasil Uji Multikolinearitas
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -3.117 .433 -7.193 .000
DER .290 .307 .144 .946 .350
WCT .391 .203 .294 1.930 .060
a. Dependent Variable: RMS
Lampiran 9
(5)
Hasil Uji Park
Lampiran 10
Hasil Uji Autokorelasi
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .431 .366 1.178 .246
LN_DER .234 .230 .164 1.014 .316
LN_WCT -.022 .171 -.021 -.131 .896
(6)
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .369a .136 .095 2.100856 2.244
a. Predictors: (Constant), WCT, DER b. Dependent Variable: RMS
Lampiran 11
Hasil Uji F
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 29.259 2 14.630 3.315 .046a
Residual 185.371 42 4.414
Total 214.630 44
a. Predictors: (Constant), WCT, DER b. Dependent Variable: RMS
Hasil Uji t
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -3.117 .433 -7.193 .000
LN_DER .290 .307 .144 .946 .350
LN_WCT .391 .203 .294 1.930 .060