Rumusan Masalah Hipotesis Beck Depression Inventory BDI.

Mila Astari Harahap : Pengaruh Pemberian Fluoxetine Terhadap Fungsi Kognitif Pada Penderita Gangguan Suasana Perasaan Episode Depresif, 2010.

1.2. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah fluoxetine mempunyai efikasi yang baik dilihat dengan skor BDI pada penderita gangguan suasana perasaan episode depresif? 2. Bagaimana fungsi kognitif stadium MMSE pada penderita gangguan suasana perasaan episode depresif dengan pengobatan fluoxetine di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3. Hipotesis

1. Fluoxetine mempunyai pengaruh yang baik dilihat dengan penurunan skor keparahan BDI pada penderita gangguan suasana perasaan episode depresif. 2. Fluoxetine mempunyai pengaruh yang baik dilihat dengan fungsi kognitif stadium MMSE pada penderita gangguan suasana perasaan episode depresif.

1.4. Tujuan Penelitian

Mila Astari Harahap : Pengaruh Pemberian Fluoxetine Terhadap Fungsi Kognitif Pada Penderita Gangguan Suasana Perasaan Episode Depresif, 2010. 1.4.1. Tujuan Umum: Untuk mengetahui pengaruh fluoxetine terhadap fungsi kognitif dengan menggunakan instrumen MMSE pada penderita gangguan suasana perasaan episode depresif di RSUP H. Adam Malik Medan. 1.4.2. Tujuan Khusus : Untuk memperoleh gambaran dan informasi tentang pengaruh pemberian fluoxetine terhadap fungsi kognitif stadium MMSE pada penderita gangguan suasana perasaan episode depresif di Poliklinik Psikiatri RSUP H. Adam Malik Medan. 1.5. Manfaat penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

perubahan skor keparahan BDI dan stadium MMSE pada penderita gangguan suasana perasaan episode depresif yang menggunakan fluoxetine. 2. Hasil penelitian ini diharapkan untuk mengetahui perubahan kognitif pada penderita gangguan suasana perasaan dengan menggunakan fluoxetine selama 8 minggu. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan penelitian lanjutan sejenis yang lebih luas dan mendalam. Mila Astari Harahap : Pengaruh Pemberian Fluoxetine Terhadap Fungsi Kognitif Pada Penderita Gangguan Suasana Perasaan Episode Depresif, 2010.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan suasana perasaan episode depresif.

Menurut PPDGJI-III, depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan mood yang mempunyai gejala utama : afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan serta berkurangnya aktifitas, serta beberapa gejala lainnya seperti konsentrasi dan perhatian yang berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri, tidur yang terganggu dan nafsu makan berkurang. 11 Menurut DSM-IV-TR suatu gangguan depresi berat juga dikenal sebagai depresi unipolar timbul tanpa suatu riwayat dari episode manik, campuran atau hipomanik. Suatu episode depresif berat harus ada sekurang-kurangnya 2 minggu dan secara tipikal seseorang dengan diagnosis suatu episode depresif berat juga mengalami paling sedikit 4 gejala : perubahan nafsu makan dan berat badan, perubahan dalam tidur dan aktifitas, berkurangnya energi, perasaan bersalah, masalah dalam berpikir dan mengambil keputusan dan pikiran yang berulang tentang kematian atau bunuh diri. 12 Mila Astari Harahap : Pengaruh Pemberian Fluoxetine Terhadap Fungsi Kognitif Pada Penderita Gangguan Suasana Perasaan Episode Depresif, 2010. Gangguan depresif berat adalah umum dijumpai, dengan prevalensi seumur hidup sekitar 15 persen dan sebanyak 25 persen untuk perempuan. Insidensi gangguan depresif berat adalah 10 persen pada pasien rawat umum dan 15 persen pada pasien rawat inap medis. 2,13 Studi Epidemiological Catchment Area ECA melaporkan bahwa angka prevalensi seumur hidup dan 1 tahun dari penderita gangguan depresif berat adalah sekitar 4,9 persen dan 2,7 persen. 2,13 Suatu pengamatan yang hampir universal, tergantung dari negara atau budaya, adalah 2 kali lebih besar prevalensi gangguan depresif berat pada perempuan daripada laki-laki. 2 Usia rata-rata sekitar 40 tahun, dengan 50 persen dari semua pasien depresif dengan onset usia di antara 20 tahun dan 50 tahun. Gangguan depresif berat paling sering timbul pada orang-orang tanpa hubungan interpersonal, telah bercerai atau berpisah. Dan tidak ada hubungan yang ditemukan antara status sosioekonomi dan gangguan depresi berat. Depresi lebih umum dijumpai pada daerah pedesaan daripada di daerah perkotaan. 2 Hipokampus merupakan salah satu struktur otak yang dipelajari secara intensif dalam kaitannya dengan depresi, stresor, dan kerja obat antidepresan. Hipokampus berperan dalam mempertahankan keterjagaan atau atensi. Apabila terpajan dengan stimulus baru, hipokampus menghasilkan gelombang teta. Hipokampus melakukan reaksi penyesuaian. Apabila stimulus yang sama berulang, terjadi habituasi pada hipokampus sehingga gelombang teta tidak Mila Astari Harahap : Pengaruh Pemberian Fluoxetine Terhadap Fungsi Kognitif Pada Penderita Gangguan Suasana Perasaan Episode Depresif, 2010. terlihat lagi. Apabila hipokampus rusak, kemampuan menghambat respons perilaku atau memindahkan atensi dapat terjadi. 4 Hipokampus bersama-sama dengan neokorteks berkaitan dengan keterjagaan. Bila ada informasi yang masuk, keterjagaan korteks meningkat. Bila keterjagaan terlalu berlebihan, efisiensi dalam proses informasi, atensi, mempelajari hal baru, dan memori jadi berkurang. Hal ini terjadi karena hipokampus sudah kebanjiran dengan informasi sehingga ia kewalahan. Bila korteks dan hipokampus tidak sinkron, distraktibilitas, hiperresponsif, kebingungan dapat terjadi. Atensi, kemampuan belajar dan memori jadi berkurang. 4 Hipokampus dan amigdala bekerjasama untuk fungsi atensi, pemetaan kognitif dan lingkungan, mengatur tegangan volunter, perilaku waspada, atensi, imajinasi dan reaksi penyesuaian diri. Selain itu, ia juga berfungsi mengontrol fungsi vegetatif. 4 Pada keadaan depresi terjadi atropi hipokampus. Atropi hipokampus menyebabkan terjadinya defisit kognitif pada penderita depresi. Pada depresi terjadi penurunan volume hipokampus sekitar 20 persen. Adanya defisit kognitif pada penderita depresi dikaitkan dengan atropi hipokampus. Semakin lama depresi semakin berat derajat atropi yang terjadi. Ada dugaan atropi tersebut bisa menetap. Sebuah penelitian melaporkan bahwa atropi tetap ada, meskipun Mila Astari Harahap : Pengaruh Pemberian Fluoxetine Terhadap Fungsi Kognitif Pada Penderita Gangguan Suasana Perasaan Episode Depresif, 2010. remisi depresi sudah lebih dari dua tahun atau atropi tidak berkurang dengan bertahannya durasi remisi. 4 Sebagian besar menduga perubahan morfologi tersebut terjadi akibat biologik yang mendasari penyakit. Atropi menetap dikaitkan dengan stresor. Ada dugaan bahwa stresor yang menetap dapat merusak hipokampus yaitu : 4 1. Stresor dapat menyebabkan retraksi dendrit di neuron hipokampus. 2. Stresor dapat menghambat neurogenesis pada hipokampus. 3. Stresor yang menetap dapat menyebabkan neurotoksisitas.

2.2. Beck Depression Inventory BDI.

BDI dikembangkan untuk mengukur manifestasi perilaku depresi pada remaja dan dewasa. Alat ukurnya didesain untuk menstandarisasi penilaian keparahan depresi agar pemonitoran perubahan sepanjang waktu atau untuk menjelaskan gangguannya secara sederhana. Pokok-pokok dalam BDI orisinilnya diperoleh dari observasi penderita-penderita depresi yang dibuat sepanjang perjalanan psikoterapi psikoanalitik. Sikap dan simtom-simtom yang muncul spesifik terhadap kelompok penderita depresi yang kemudian dijelaskan dalam rentetan pernyataan, dan diberikan nilai angka untuk setiap pernyataan. 14 Dalam bentuk orisinilnya, 21 manifestasi perilaku diungkapkan disini, setiap area diwakili oleh 4 hingga 5 pernyataan yang menjelaskan keparahan simtom mulai dari ringan hingga berat. Subjek diminta untuk mengidentifikasi pernyataan yang paling tepat yang menjelaskan perasaannya ”sekarang”. Mila Astari Harahap : Pengaruh Pemberian Fluoxetine Terhadap Fungsi Kognitif Pada Penderita Gangguan Suasana Perasaan Episode Depresif, 2010. Pokok-pokoknya kemudian dinilai dan disimpulkan untuk memperoleh suatu nilai total untuk keparahan simtom depresi. 14 BDI terdiri dari kumpulan 21 pokok, masing-masingnya dengan rentetan 4 pernyataan. Pernyataannya menjelaskan keparahan simtom sepanjang rangkaian kesatuan nomor urut dari tidak ada atau ringan nilai 0 ke berat nilai 3. Walaupun instrumen orisinilnya dimaksudkan untuk dibacakan dengan kuat oleh seorang pewawancara yang mencatat pilihan subjeknya, skalanya kemudian telah digunakan sebagai kuesioner yang dilaporkan sendiri. Nilai keparahan depresi dibuat dengan menyimpulkan nilai-nilai dari pokok-pokoknya yang disokong dari setiap pokoknya. Panduan-panduan belakangan ini menyarankan interpretasi dari nilai-nilai keparahan : 0-9: minimal, 10-16: ringan, 17-29: sedang, dan 30-63: berat. Nilai subskala bisa dikalkulasikan untuk faktor kognitif-afektif dan faktor hasil somatik. 14 Sekitar setengah dari pasien depresi mengeluhkan atau menunjukkan lambat berpikir. Mereka mungkin merasakan mereka tidak mampu berpikir sebaik sebelumnya, yang mana mereka tidak dapat berkonsentrasi atau mereka mudah terganggu. Seringkali ragu-ragu terhadap kemampuan mereka untuk membuat penilaian yang baik dan didapati kalau mereka kesulitan dalam mengambil keputusan kecil. Pada ujian formal psikologis akurasi pasien berkurang dan kecepatan serta pelaksanaan yang lambat. 12,15,16 Kadang-kadang terganggunya memori begitu berat, pada penampilan klinis menyerupai Mila Astari Harahap : Pengaruh Pemberian Fluoxetine Terhadap Fungsi Kognitif Pada Penderita Gangguan Suasana Perasaan Episode Depresif, 2010. demensia. Ini umumnya ditemui pada orangtua, yang disebut pseudodementia depresif. 17 Ketika menguji fungsi kognitif, terapi mengevaluasi daya ingat: visuospatial dan kemampuan konstruksional”: membaca, menulis dan kemampuan matematika. Penilaian kemampuan abstrak juga sangat berharga diperlukan tetapi penampilan pasien merupakan kemungkinan sebagai pemahaman peribahasa yang sangat bermanfaat dalam pengujian pasien serta pemahaman khusus dari berbagai faktor misalnya pendidikan yang kurang, intelegensi yang rendah, kegagalan memahami konsep peribahasa, secara primer dan sekunder dari gangguan psikopatologikal. 6

2.3. MMSE.