memiliki filamen aktin dan miosin. Rangsangan kontraksi utama ialah
endotelin-1
ET-1 dan subtansi P.
2,19,20
2.2.3.1.2. Perubahan Matriks Ekstraseluler
Pada jaringan hati normal terdapat MES yang merupakan kompleks terdiri dari 3 group makromolekul yaitu kalogen, glikoprotein adhesif dan proteoglikan. Makromolekul utama ialah
grup kolagen yang terdiri dari kolagen interstitial atau fibrillar kolagen tipe I,III yang berdensitas tinggi dan kolagen membran basal kolagen tipe IV yang berdensitias rendah di
dalam ruang Disse. Kolagen terbanyak pada jaringan hti yang normal ialah kolagen tipe IV. Pada fibrogenesis terdapat peningkatan jumlah MES sebanyak 3 sampai 8 kali lipat dimana
kolagen tipe I dan III mengganti kolagen tipe IV. Glikoprotein adhensif yang dominan ialah laminin yang membentuk membran basal dan fibronektin yang berperan dalam perlekatan,
diferensiasi dan migrasi sel. Proteoglikan merupakan protein yang berperan sebagai tulang punggung MES dalam ikatannya dengan glikosaminoglikan. Pada fibrogenesis terjadi
peningkatan fibronektin, asam hialuronat, proteoglikan dan berbagai glikokonjugat. Pembentukan jaringan fibrotik terjadi karena sintesis matriks yang berlebihan dan penurunan
penguraian matriks. Penguranain matriks tergantung pada keseimbangan antara enzim-enzim yang melakukan degrasasi matriks dan inhibitor enzim-enzim tersebut.
21,22,23
2.2.3.2. Kematian Sel Hati
Struktur dan fungsi hati normal tergantung pada keseimbangan antara kematian dan regenersi sel hati. Kematian sel hati dapat melalui 2 proses yaitu nekrosis dan apoptosis. Pada
nekrosis yang merupakan keadaan yang didahului leh kerusakan sel, terjadi gangguan integritas membran plasma, keluarnya isi sel dan timbulnya respon inflamasi. Respons ini
meningkatkan proses penyakit dan mengakibatkan bertambah banyaknya sel yang mati.
Iman Randal Tarigan : Hubungan Kadar Serum Laminin Dengan Keparahan Sirosis Hati, 2008 USU e-Repository © 2008
Mekanisme apoptosis merupakan mekanisme tubuh untuk menyingkirkan sel yang rusak, berlebihan atau sudah tua
self destruction.
Terjadi fragmentasi DNA sedangkan organel sel tetap
variabel.
Pada keadaan patologis apoptosis dapat menyebabkan gagal hati fulminan.
24
Saat dibutuhkan tambahan hepatosit, sel hati inaktif dirangsang oleh berbagai mediator termasuk sitokin untuk masuk ke dalam fase G1 dari siklus motosis sel, dimana berbagai faktor
pertumbuhan termasuk
nuclear factors
seperti NFkB dapat merangsang sintesis DNA dan kejadian ini disebut sebagai regenerasi. Pada keadaan sirosis hati terjadi regenerasi secara
cepat dan berlebihan sehingga nodul-nodul beregenerasi. Pada kerusakan hati yang luas, hepatosit dapat dihasilkan oleh sel-sel yang berhubungan dengan duktus biliaris yang disebut
sel oval dan dari
stemcells
ekstrahepatik seperti sumsum tulang. Pada cedera hati terjadi kehilangan
fenestra
endotel dan mikrovili hati serta terjadi kapilarisasi sinusoid yang akhirnya akan menganggu pertukaran metabolit antara darah dan sel-sel hati. Transomasi sel normal
menjadi sel hati yang fibrotik merupakan proses yang sangat rumit. Terdapat interaksi antara HSC dengan sel-sel parenkimal, sitokin,
growth facor,
berbagai protease matriks beserta inhibitornya dan MESS.
24,25
Lihat gambar 2.2
Iman Randal Tarigan : Hubungan Kadar Serum Laminin Dengan Keparahan Sirosis Hati, 2008 USU e-Repository © 2008
Gambar 2.2.
Perubahan arsitektur hati pada perjalanan fibrosis hati.
26
Faktor – fakrtor yang berperan dalam terjadinya fibrosis hati dalam : 1.
Cedera
injury
dalam hati. 2.
Inflamasi yang ditandai dengan : a.
Infiltrasi dan aktivasi berbagai sel seperti : netrofil, limfosit, trombosit dan sel-sel endotelial temasuk sel kupffer.
b. Pelepasan berbagai mediator, sitokin,
growth factors
, proteinase berikut inhibiatornya dan beberapa jenis substansi toksik seperti
reactive oxygen species
ROS dan peroksida lipid.
Iman Randal Tarigan : Hubungan Kadar Serum Laminin Dengan Keparahan Sirosis Hati, 2008 USU e-Repository © 2008
3. Aktivasi dan migrasi HSC ke daerah yang mengalami jejas.
4. Perubahan jumlah dan komposisi MES akibat pengaruh HSC serta pengaruh berbagai
sel, mediator dan
growth factors.
5. Inaktivasi HSC, apoptosis serta penghambatan apoptosis oleh berbagai komponen yang
terlibat dalam perubahan MES.
24,27
Terjadinya fibrosis hati dimulai dari aktivasi HSC yang dibagi dalam beberapa fase yang terdiri dari beberapa tahap untuk memudahkan dalam mempelajarinya. Pada kenyataan proses ini
terjadi secara simultan dan tumpang tindih. Terdapat beberapa fase aktivtasi HSC.
26
A. Fase inisiasi
Merupakan fase aktivasi HSC menjadi miofibroblas yang bersifat proliferatif, fibrogenik dan kontraktil. Terjadi induksi cepat terhadap gen HSC akibat rangsang parakrin yang bersla
dari sel-sel inflamasi, hepatosit yang rusak, sel-sel duktur biliarsis serta dari perubahan awal komposisi MES. Perubahan-perubahan itu menyebabkan HSC responsif terhadap berbagai
sitokin dan stimulus lokal lainnya. Pada fase inisiasi, setelah cedera pada sel hati, terjadi stimulasi parakrin terhadap HSC oleh sel-sel yang berdekatan dengan HSC seperti sel endotelial
dan hepatosit serta sel kupffer, platelet dan lekosit yang menginfiltrasi lokal cedera hati.
gambar 1
Stimulasi parakrin tersebut berupa: 1.
Inflamasi akibat pelepasan berbagai sitokin seperti : IL-1, IL-4, IL-5, IL-6, IL-13 yang terutama dihasilkan oleh limfosit SC4
subset
TH2, pelepasan berbagai interleukin, faktor – faktor nekrosis dan interferon oleh sel kupffer.
2. Oksidasi, terutama oleh reactive oxygen ROS dan peroksida lipid yang dihasilan oleh
netrofil dan sel kupffer. Oksidan- oksidan tersebut meningkatkan seintesis kolagen oleh HSC.
Iman Randal Tarigan : Hubungan Kadar Serum Laminin Dengan Keparahan Sirosis Hati, 2008 USU e-Repository © 2008
3. Pelepasan dan aktivitas berbagai
growth factors
seperti TGF- yang terutama dihasilkan oleh sel kupffer yang teraktivitasi dan oleh sel-sel endotelial lainnya.
4. Pengeluaran proteinase, misalnya matrix metalloproteinase-9 MMP-9 yang dihasilkan oleh
sel kupffer. 5.
Gangguan reseptor HSC.
Peroxisome poliferator activated reseptor
yang terdapat pada reseptor HSC terdiri dari reseptor PPAR
g, dan . Peningkatan PPARg pada penurunan PPARv menyebabkan aktivasi HSC. Mekanisme ini sering terjadi pada steatosis hati
nonalkoholik. Gangguan reseptor PPRAR juga meningkatkan stres oksidatif.
26,28,29
B. Fase “pengkekalan”
perpetuation phase
Terjadi respons selular akibat proses inisasi. Pada fase ini terjadi berbagai reaksi yang menguatkan fenotif sel aktif melalui peningkatan ekspresi berbagai faktor pertumbuhan dan
responsnya yang merupakan hasil rangsang autokrin dan parakrin serta akselerasi
remodelling
MES. Fase ini sangat dinamis dan berkesinambungan. Fase pengkekalan ini juga merupakan hasil stimulasi paraktrin dan autokrin, meliputi
tahap proliferasi, fibrogenesis, peningktan kontraktilitas, pelepsan sitokin proinflamasi, kemotaksis, retinnoids loss dan defradasi matriks. Uraian mengenai tahapan-tahapan tersebut
ialah sebagai berikut : a.
Tahap proliferasi. Di sini terjadi peningkatan jumlah HSC oleh berbagai rangsangan mitogenik dan aktivasi reseptor tirosin kinesa HSS. Berbagai rangsangan mitogenik antara
lain adalah PDGF, yang merupakan rangsang utama, oleh ET-1, trombin, fibroblast
growth factor
FGD, VEGF dan insulin-like
growth factor
IGF. Ketiga subtansi yang disebutkan terakhir adalah ligans reseptor tirosinkinase HSC. Rangsangan pada reseptor
tirosin kinase HSC oleh berbagai
growth factor
yang disebutkan diatas juga menyebabkan peningkatan jumlah, HSC.
26,27
Iman Randal Tarigan : Hubungan Kadar Serum Laminin Dengan Keparahan Sirosis Hati, 2008 USU e-Repository © 2008
b. Tahap fibrogenesis dimana terjadi peningkatan produksi MES yang terutama disebabkan
oleh pengaruh TGF
1
yang dihasilakn oleh HSC, sel kupffer dan platelet. Sitokin lain yang merangsang produksi MES ialah
connective tissue growth factor
CTGF. Aktivasi TGF-
1
dipengaruhi leh berbagai subtansi, diantaranya MMP dan
tissue plasminogen activators
tPA. Perlu diketahui interaksi HSC dan MES dijembatani oleh integrin dengan bantuan enzim
focal adhesion kinas
FAK.
27,30
c. Tahap kenaikan kontraktilitas HSC disebabkan ET-1 yang mengakibtkan peningkatan
resistensi portal karena adanya konstruksi sinusoid dan kontraksi jaringan hati sirotik. Meskipun antagonis fisiologik ET-1 yaitu nitricopxide NO juga dihasilkan oleh HSC.
d. Tahap pelepasan sitokin proinflamasi dari HSC merupakan tahap pelepasan TFG, PDGF-
1
,FGF,
hypatofcyte growth factors
HGF,
platelet activating factor
AF dan ET-1. selanjutnya terjadi pelepasan komoatrakan monosit dan limfosit. Komotraktan tersebut
ialah berbagai
colony stimulating, factors, mobocyte chematactic protein-1
MCP-1 dan IL-8 dan IL-8, berbagai produk HSC tersebut memperkuat proses inlamasi hati. Meskipun
demikian sitokin anti inflamasi, terutama IL-10, juga dihasilkan oleh HSC.
26,30
e. Tahap pembuangan retinoids HSC
retinoids loss
ditandai dengan pengeluaran substansi tersebut ke ruangan ekstraseluler.
f. Tahap akumulasi ditandai oleh terjadinya pengeluaran HSC pada lokasi radang, baik
dengan migran langsung maupun melalui proses kemotaksis, setelah terjadinya proliferasi lokal HSC
26
Tahap akhir dari perpetuation phase ialah degradasi matriks diatur oleh keseimbangan
antara matrix metalloproteinase
MMP dan antagonisnya yaitu TIMP
tissue inhibitor metalloproteinases
. Terdapat 2 jenis degradasi MES yaiu degradasi restoratif yang merusak matriks densitasi rendah pada hati menyebabkan degradasi restoratif yang merusak kelebihan
Iman Randal Tarigan : Hubungan Kadar Serum Laminin Dengan Keparahan Sirosis Hati, 2008 USU e-Repository © 2008
jaringan parut. Yang menyebabkan degradasi patologik adalah MMP2 dan MMP-9 dimana kedua enzim ini merusakan kalogen tipe IV, serta
membrane type metallopriteinase
1 dan 2 aktivator MMP-2. Dan stromellisin-1 yang merusak protegoglikan dan glikprotein serta
mengaktivasi kolagenease laten. Kegagalan degradasi restoratif berupa gangguan penghancuran jaringan parut yang berlebihan terutama disebabkan penurunan jumlah MMP-1
protease kolagen tipe 1, kolagen utama pada fibrosis hati dan peningkatan TIMP-1 dan TIMP- 2 perlu diketahui bahwa TIMP juga dihasilkan oleh HSC aktif.
25,31
C. Fase Resolusi
Pada fase ini jumlah HSC yang aktif berkurang dan integritas jaringan kembali normal. Pada fase ini terjadi 2 hal, yaitu reversi dimana terjadi perubahan HSC aktif menjadai inaktif yang
sementara baru dapat diobservasi secara
invitro
dan apoptosis. Pada keadaan jejas hati, apoptosis dihambat oleh berbagai faktor dan komponen matriks yang terlihat dalam pross
infalmasi yang berperan penting menghambat apoptosis ialah TIMO-1 selain itu IGF-1 serta TNF- juga menghambat proses tersebut.
28,29,32
Iman Randal Tarigan : Hubungan Kadar Serum Laminin Dengan Keparahan Sirosis Hati, 2008 USU e-Repository © 2008
Gambar 2.3.
Mekanisme Seluler fibrosis Hati
26
Iman Randal Tarigan : Hubungan Kadar Serum Laminin Dengan Keparahan Sirosis Hati, 2008 USU e-Repository © 2008
2.3. FI BROSI S HATI 2.3.1. Diagnosis Fibrosis Hati
Dari defenisi penyakit ini, jelaslah bahwa diperlukan 4 unsur untuk terjadinya fiborsis hati yaitu :
1. Adanya penyakit dasar sebagai penyebab
injury
yang mengakibatkan inflamasi kronik. 2.
Aktivasi HSC. 3.
Terlibat berbagai jenis medaitor,
growth factors
dan berbagai sel atau subtansi yang terlihat dalam proses radang kronis hati.
4. Terjadinya fibrogenesis, penumpukkan sel matriks ekstraseluler mes dan penguraian
jaringan ikat tersebut. Dengan demikian diagnosis FH di dasarkan pada :
a. Diagnosis penyakit dasar misalnya hepatitis virus C.
b. Aktivasi HSC dengan berbagai penandanya diantaranya alpha-smoth muscle action
g-SMA,
neural cell adhension molecule dan mestin.
Penanda yang lebih baru ialah
prion protein
PrP, suatu sialoglikopretoin yang terutama terdapat pada neuron dan sel glia pada susunan saraf pusat. Protein ini dikatakan merupakan indikator yang
baik untuk inflamasi aktif dan fibrogenesis. Pemeriksaan-pemeriksaan ini belum cukup spesifik untuk penyakit fibrosis hati.
24,33
c. Pemeriksaan produk degradasi MES dan enzim yang berperan dalam pembentukan
maupun degradasi MES. d.
Adanya fibrosis dan fibrogenesis yang dapat dilihat secara pasti dengan biopsi hati sebagai baku emas diagnosis FH
Aktivitias fibrogenesis juga dapat dinilai secara tidak langsung dari adanya prose inflamasi dan nekrosis hati. Meskipun demikian
biopsi hati memiliki beberapa kelemahan seperti yang telah diterangkan didepan.
Iman Randal Tarigan : Hubungan Kadar Serum Laminin Dengan Keparahan Sirosis Hati, 2008 USU e-Repository © 2008