BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Industri perbankan di Indonesia sangat penting peranannya dalam pembangunan perekonomian, terutama sekali dalam menyediakan dana bagi dunia
usaha. Selain itu, perbankan dibutuhkan karena mempunyai fungsi yang sangat mendukung bagi pertumbuhan perekonomian. Jasa keuangan yang dilakukan oleh
bank di samping menyalurkan dana atau memberikan pinjaman kredit juga melakukan usaha menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan.
Perbankan memiliki peranan yang sangat strategis dalam menunjang berjalannya roda perekonomian dan pembangunan nasional mengingat fungsinya sebagai
lembaga intermediasi, penyelenggara transaksi pembayaran, serta alat transmisi kebijakan moneter.
Pada pertengahan tahun 1997, memasuki krisis moneter terjadi penurunan kinerja bank. Kondisi moneter perbankan pada saat itu, lebih didominasi oleh
masalah-masalah yang berkaitan dengan jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Hal ini mempunyai dampak yang begitu luas, seperti banyaknya bank
yang tidak mampu memenuhi kewajibannya karena menurunnya nilai tukar rupiah. Hal-hal tersebut memicu para pemilik dana untuk menarik kembali dana
yang mereka simpan, karena khawatir akan keamanan harta kekayaan yang mereka simpan di bank. Keadaan seperti ini membuat sistem perbankan pada
umumnya mengalami likuiditas jangka panjang. Hal ini akan berpengaruh pada
Universitas Sumatera Utara
penurunan rentabilitas bank. Bagi bank-bank yang pada dasarnya sudah mempunyai persoalan pokok, maka hal ini akan semakin memperburuk keadaan.
Kinerja PT Bank Tabungan Negara Persero Tbk BTN mulai menunjukkan peningkatan pasca-IPO Initial Public Offering. Berdasarkan
kinerja perusahaan per 31 Maret 2010 unaudited BTN telah membukukan aset Rp 56,2 triliun atau tumbuh 21,3 persen dari asetnya pada periode yang sama
tahun 2009 yang sebesar Rp 46,3 triliun. Berdasarkan paparan kinerja perseroan triwulan I2010, indikator keuangan mengalami pertumbuhan dibanding periode
yang sama tahun 2009. Semua itu dapat dilihat baik dari sisi aset, kredit, dana pihak ketiga, laba dan bahkan beberapa rasio keuangannya. Sementara dari sisi
kredit, juga mengalami pertumbuhan dari Rp 33,5 triliun pada 31 Maret 2009 menjadi Rp 43,1 triliun pada 31 Maret 2010. Pertumbuhan kredit ini mencapai
28,6 persen. Pencapaian ini ditopang oleh adanya ekspansi kredit perseroaan selama triwulan I2010 yang mencapai lebih dari Rp 4,5 triliun. Sementara pada
periode yang sama tahun 2009 ekspansi kredit hanya sebesar Rp 3,1 triliun. Dengan potret ekspansi kredit ini dimungkinkan pertumbuhan kredit perseroan
pada tahun 2010 akan lebih tinggi dibanding tahun 2009. Meskipun ekspansi kredit BTN cukup tinggi, tetapi perseroan berhasil menjaga NPL kreditnya tetap
sehat. NPL Net BTN per 31 Maret 2010 tercatat 3,2 persen. NPL ini, lebih baik jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2009 yang sebesar 3,4 persen.
PT Bank Tabungan Negara BTN pada 2009 membukukan laba bersih Rp490 miliar, naik 14 persen dibanding laba 2008 yang senilai Rp430 miliar.
Kenaikan laba ini didorong oleh naiknya pendapatan yang mencapai Rp5,73 triliun atau naik 25,65 persen dari 2008 senilai Rp4,56 triliundan 90 persen
Universitas Sumatera Utara
pendapatan disumbang dari pendapatan bunga. Rasio keuangan BTN dapat dipelihara dengan baik oleh manajemen walaupun kondisi makro ekonomi 2009
berada dalam posisi kurang kondusif. Ini dapat dilihat dari adanya likuiditas yang ketat yang mengakibatkan bank perlu waktu untuk penyesuaian suku bunga
kredit. Akibatnya dalam kondisi itu profitabilitas bank tertekan, namun BTN bisa menjaga rasio keuangannya tetap sehat. Sepanjang tahun 2009, BTN
membukukan aset Rp58,5 triliun tumbuh 30,06 persen dari aset 2008 Rp44,9 triliun sehingga PT Bank Tabungan Negara BTN berhasil masuk jajaran 10
besar bank umum dengan aset terbesar di Indonesia. BTN menggeser posisi bank umum asing, Citibank NA. Data Stastistik Bank Indonesia BI per Oktober 2009
menyebutkan, total aset BTN tercatat Rp 52,165 triliun atau 2,18 persen dari total pangsa aset bank umum dan menempatkan bank ini di urutan kesepuluh di
Indonesia yang memiliki aset terbesar. Saat ini, BTN merajai pangsa pasar kredit perumahan, terutama untuk segmentasi kelas menengah ke bawah.
Penilaian tingkat kesehatan bank di Indonesia sampai saat ini secara garis besar didasarkan pada faktor CAMEL Capital, Assets Quality,
Management, Earning dan Liquidity. Seiring dengan penerapan risk based supervision, penilaian tingkat kesehatan juga memerlukan penyempurnaan. Saat
ini BI tengah mempersiapkan penyempurnaan sistem penilaian bank yang baru, yang memperhitungkan sensitivity to market risk atau risiko pasar. Dengan
demikian faktor-faktor yang diperhitungkan dalam system baru ini nantinya adalah CAMEL. Kelima faktor tersebut memang merupakan faktor yang
menentukan kondisi suatu bank. Apabila suatu bank mengalami permasalahan pada salah satu faktor tersebut apalagi apabila suatu bank mengalami
Universitas Sumatera Utara
permasalahan yang menyangkut lebih dari satu faktor tersebut, maka bank tersebut akan mengalami kesulitan. Selanjutnya Hasil dari analisis CAMEL
tersebut dapat digolongkan menjadi lima kategori tingkat kesehatan bank yaitu sangat sehat, sehat, cukup sehat, kurang sehat dan tidak sehat. Bank yang sehat
diharapkan akan mampu tumbuh dan berkembang dengan baik, sehingga mampu memberikan kontribusi bagi perkembangan ekonomi nasional. Berdasarkan
beberapa penjelasan di atas, maka penelitian ini mengambil judul “ Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Melalui Metode Analisa CAMEL Pada PT. Bank
Tabungan Negara Persero Tbk.”
B. Perumusan Masalah