Landasan Hukum Wadi’ah

2. Landasan Hukum Wadi’ah

lmam Malik berpendapat bahwa menerima titipan itu tidak diwajibkan sama sekali. Karena menerima titipan itu sunat apabila ia yakin dengan kemampuan dan kejujuran dirinya. Tetapi jika ditempat tersebut tidak ada orang lain yang akan dititipi kecuali dirinya sendiri dan dikhawatirkan rusaknya titipan itu jika dia tidak menerimanya, maka para ulama telah menetapkan bahwa orang tersebut wajib menerima Wadi’ah yang akan dititipkan kepadanya itu. Namun kewajiban menerima barang titipan tersebut dengan syarat tidak membahayakan atau tidak merugikan kepentingan dirinya sendiri dan penerima titipan tidak sampai mengeluarkan biaya untuk menjaga barang titipan tersebut. Tetapi jika orang tersebut tidak mampu menjaga barang titipan itu atau tidak mampu melaksanakan sebagaimana mestinya, maka haram bagi orang itu untuk menerima barang titipan tersebut. 6 Pada dasarnya, penerima simpanan adalah yad al-amanah, yang pada prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. 7 Sesuai sabda Rasulullah SAW dalam suatu hadits: 6 Fela Lestia, Analisis Perkembangan Giro Wadi’ah Pada PT. Bank Tabungan Negara Persero Kantor Cabang Syariah Jakarta Harmoni Periode 2006-2008, Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010, hal. 19 7 Rodoni . Lembaga Keuangan Syariah . hal. 32. “Jaminan pertanggungjawaban tidak diminta dari peminjam yang tidak menyalahgunakan pinjaman dan penerima titipan yang tidak lalai terhadap titipan tersebut.” 8 Sebagaimana yang termasuk dalam AI-Qur’anul Karim yang tertuang dalam surat An-Nisa ayat 58: ⌧ ☺ ☺ ⌧ ☺ ⌧ ءﺎ ا : ٥ Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.” Akan tetapi, dalam aktivitas perekonomian modern, si penerima simpanan tidak mungkin akan meng-idle-kan aset tersebut, tetapi mempergunakannya dalam aktivitas perekonomian tertentu. Karenanya, ia harus meminta izin dari si pemberi titipan untuk kemudian mempergunakan hartanya tersebut dengan catatan ia menjamin akan mengembalikan aset tersebut secara utuh. Dengan demikian, ia bukan lagi yad al-amanah, tetapi yad adh-dhamanah yang 8 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, hal. 86 ⌧ ⌧ ⌦ ⌧ ☺ ☺ ☺ ⌦ ☺ ☺ ةﺮ ا : Artinya : “Jika kamu dalam perjalanan dan bermuamalah tidak secara tunai sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang oleh yang berpiutang. akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya hutangnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu para saksi Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Dan dalam hadist disebutkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda : ْ ﻋ ﺑأ لﺎ ةﺮ ﺮه : ْ ْ ﻻ و ﻚ ْﺋا إ ﺔ ﺎ ﻷاﱢدأ ﱠ و ﻪﻴ ﻋ ﻬﱠ ا ﺻ ﱠ ا لﺎ ﻚ ﺎ آﺎﺤ او يﺬى ﺮ او دواد ﻮﺑأ اور Artinya : Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Sampaikanlah tunaikanlah amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat kepada orang yang telah mengkhianatimu.” HR Abu Dawud dan menurut Tirmidzi hadits ini hasan, sedang Imam Hakim mengkategorikannya sahih. Rukun dan syarat wadi’ah menurut jumhur ulama menyatakan bahwa rukun wadi’ah itu ada tiga, yaitu: 9 a. Pihak yang Berakad: - Orang yang menitipkan muwaddi’ - Orang yang dititipi barang waddi’ b. Obyek yang diakadkan: - Barang yang dititipkan Wadi’ah c. Sighot - Serah ijab - Terima qabul Adapun syarat dan masing-masing rukun tersebut yaitu: 9 Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syariah, Jakarta: Djambatan, 2003, hal. 59-60. a. Pihak yang berakad: - Cakap hukum - Suka rela ridho, tidak dalam keadaan dipaksaterpaksa di bawah tekanan b. Obyek yang dititipkan merupakan milik mutlak si penitip muwaddi’ c. Sighot - Jelas apa yang dititipkan - Tidak mengandung persyaratan-persyaratan lain.

3. Ciri-ciri Giro Wadi’ah

Dokumen yang terkait

Perbandingan Giro Wadi’ah dengan Giro Mudharabah dalam Perbankan Syariah (Studi pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, Cabang Tanjungbalai)

6 49 110

ANALISIS MANAJEMEN LABA PADA LAPORAN KEUANGAN PERBANKAN SYARIAH PERIODE 2005 – 2015 (Studi pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk., PT. Bank Syariah Mandiri dan PT. Bank Mega Syariah)

0 10 90

PERBANDINGAN TINGKAT KESEHATAN BANK KONVENSIONAL DENGAN BANK SYARIAH DITINJAU DARI KINERJA KEUANGAN (Studi pada PT. Bank Central Asia, Tbk dan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk )

0 21 1

Analisa aplikasi produk jasa Bank Garansi dalam suatu perbandingan : Studi kasus pada PT.Bank Muamalat Tbk.Dan Bank Syariah Mega Indonesia

0 7 89

Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Pt Bank Muamalat Indonesia Tbk Dan Pt Bank Syariah Mandiri COVER

0 0 11

Perbandingan Giro Wadi’ah dengan Giro Mudharabah dalam Perbankan Syariah (Studi pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, Cabang Tanjungbalai)

0 0 2

Perbandingan Giro Wadi’ah dengan Giro Mudharabah dalam Perbankan Syariah (Studi pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, Cabang Tanjungbalai)

0 0 10

Perbandingan Giro Wadi’ah dengan Giro Mudharabah dalam Perbankan Syariah (Studi pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, Cabang Tanjungbalai)

0 0 1

Perbandingan Giro Wadi’ah dengan Giro Mudharabah dalam Perbankan Syariah (Studi pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, Cabang Tanjungbalai)

0 0 15

Perbandingan Giro Wadi’ah dengan Giro Mudharabah dalam Perbankan Syariah (Studi pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, Cabang Tanjungbalai)

0 0 34