Jaringan lunak Prosesus alveolaris Tuberositas maksilaris

BAB 4 PERAWATAN

Pada bab sebelumnya telah dijelaskan beberapa komplikasi yang dapat timbul pada ekstraksi gigi. Komplikasi-komplikasi tersebut harus mendapatkan perawatan agar tidak terjadi komplikasi lanjutan yang lebih serius lagi bahkan berakibat fatal. Perawatan yang dilakukan sesuai dengan komplikasi ekstraksi gigi yang terjadi.

4.1 Trauma Jaringan sekitarnya

Perawatan yang dilakukan pada trauma jaringan sekitar gigi harus dilakukan sesuai dengan trauma yang ditiimbulkan. Pencegahan terjadinya trauma pada jaringan lunak, prosesus alveolaris, tuberositas maksilaris dan nervus penting dilakukan agar tidak terjadi komplikasi serius.

4.1.1 Jaringan lunak

Hal yang paling utama dalam menanggulangi keadaan ini adalah dengan pemeriksaan daerah luka secara seksama untuk memastikan bahwa tidak ada benda asing atau fragmen gigi yang tertinggal. Pada mukosa yang robek dapat dihindari dengan membuat flep dengan ukuran yang memadai dan menggunakan retraksi minimal. Perawatan yang dilakukan adalah pembersihan luka dengan memakai larutan garam atau aquades, reposisi flep dan penjahitan. Mukosa yang tertusuk elevator dapat dihindari dengan perhatian yang cermat dari operator dan asistennya. Perawatan yang dilakukan adalah pencegahan Universitas Sumatera Utara inflamasinya dan dibiarkan sembuh secara sekunder. Kalau merupakan indikasi, luka yang dalam, dapat dilakukan penjahitan. 2-5,10,13-16

4.1.2 Prosesus alveolaris

Untuk menghindari terjadinya fraktur pada prosesus alveolaris dapat dilakukan evaluasi kondisi tulang secara klinis dan radiografis, mengontrol kekuatan selama instrumentasi agar tidak berlebihan dan apabila dirasa perlu mengambil tulang banyak maka dilakukan pembuatan flep. Perawatan yang dilakukan pada trauma prosesus alveolaris adalah dengan mengambil tulang-tulang tajam didekatnya dan dilakukan penghalusan tepi-tepi tulang dengan kikir tulang, apabila mukoperiosteum diatasnya sangat terpisah dengan tulangnya maka dilakukan penjahitan. Jika fragmennya kecil dan telah terpisah dari perlekatan periostealnya maka sebaiknya fragmen tersebut disingkirkan. Jika fragmennya besar dan perlekatan periostealnya masih baik, maka fragmen fraktur tersebut direposisi dengan penekanan dan dilakukan penjahitan. 2-5,10

4.1.3 Tuberositas maksilaris

Pencegahan fraktur pada tuberositas maksilaris dan prosesus alveolaris pada umumnya sama yakni evaluasi kondisi tulang secara klinis dan radiografis, mengontrol kekuatan selama instrumentasi agar tidak berlebihan dan apabila dirasa perlu mengambil tulang banyak maka dilakukan pembuatan flep. Umumnya gerakan tuberositas maksilaris dapat dideteksi sewaktu ekstraksi gigi. Apabila hal ini terjadi maka prosedur ditunda dan gigi-gigi yang terlibat displinting dan sebisa mungkin Universitas Sumatera Utara dibebaskan dari oklusi. Karena sinus maksilaris cedera sampai batas tertentu, maka diberikan antibiotik spektrum luas dan dekongestan sistemik. Ekstraksi gigi dilakukan setelah 6-8 minggu melalui pembedahan. Apabila tuberositas maksilaris terangkat pada waktu ekstraksi gigi, maka gigi diekstraksi dengan pembedahan dan tulang dikembalikan pada daerah fraktur sebagai graft bebas. Kemudian dilakukan penjahitan mukoperiosteum karena sebagian besar dasar sinus maksilaris harus diganti. 2,-5,15-18

4.1.4 Nervus