suami bila talak itu berupa talak r aj‟i.
14
Pemahaman ini diinspirasikan secara implisit oleh pasal-pasal yang berhubungan dengan masalah idah itu sendiri, yaitu pasal 11
Undang-undang RI No. 1 Tahun 1974 dan pasal 39 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975. Dengan demikian, pengertian idah adalah masa tenggang waktu atau
tunggu sesudah jatuhnnya talak. Di dalam waktu idah itu, bekas suami diperbolehkan untuk merujuk kepada bekas istrinya. Atas dasar inilah istri tidak diperbolehkan
melangsungkan perkawinan baru dengan laki-laki lain.
15
C. Macam-macam Idah
Mengenai macam-macam idah atau waktu tunggu secara spesifikasi, maka macam-macam idah itu antara lain ialah :
1. Idah Perempuan yang Haid
Jika perempuannya bisa haid, maka idahnya tiga kali quru. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqoroh 2 ayat 228. Secara zahir, ayat tersebut dengan
tegas mengatur tentang idah bagi istri yang diceraikan oleh suaminya. Sedangkan bagi istri yang belum pernah disetubuhi oleh suami yang mentalaknya, maka bagi
istri tersebut tidak mempunyai masa idah. Sedangkan istri yang ditinggal suami dan pernah bersetubuh, maka ia harus beridah seperti idah orang yang disetubuhi, hal ini
berdasar firman Allah swt. yang berbunyi sebagai berikut :
14
Arso Sostroatmodjo, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, cet.III Jakarta: Bulan Bintang 1981, h. 80.
15
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, cet.Pertama Yogyakarta: Liberty, 1982, h. 120.
Artinya: Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri hendaklah para isteri itu menangguhkan dirinya ber`iddah empat
bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis `iddahnya, maka tiada dosa bagimu para wali membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang
patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. QS. Al Baqarah 2: 234
Wajib idah bagi istri tersebut dimaksudkan untuk menghormati bekas suaminya. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Sayyid Sabiq sebagai berikut : istri
yang ditinggal karena kematian suaminya wajib idah sekalipun belum pernah disetubuhi, hal ini untuk menyempurnakan dan juga untuk menghargai hak suami
yang meninggal dunia.
16
Istri yang telah dicerai dalam keadaan masih haid harus menjalani idah waktu tunggu selama 3 tiga kali suci dan bila di harikan minimal
90 sembilan puluh hari. Hal ini sebagaimana yang disebut dalam pasal 39 peraturan pemerintah No. 9 tahun 1975.
2. Idah istri yang tidak berhaid
Istri yang tidak berhaid lagi jika dicerai oleh suaminya atau ditinggal mati oleh suaminya, maka mereka istri beridah selama 3 bulan. Ketentuan ini berlaku
bagi perempuan yang belum baligh dan perempuan yang sudah tua tetapi tidak berhaid lagi, baik ia sama sekali tidak berhaid sebelumnya atau kemudian berhaid
16
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah. Penerjemah: M.Ali Nursydi, Hunainah dan M thohir Makmun, h. 80.
akan tetapi putus haidnya. Hal ini berdasarkan pada firman Allah yang berbunyi sebagai berikut :
Artinya: Perempuan-perempuan yang tidak haid lagi menopause diantara istri- istrimu jika kamu ragu-ragu tentang masa idahnya maka idahnya adalah tiga
bulan; dan begitu juga perempuan-perempuan yang tidak haid.QS:at-Talaq 45: 4 Sedangkan berdasarkan hukum positif yang berlaku di Indonesia, aturan idah
bagi wanita yang tidak haid, maka idah yang harus dijalani bagi wanita tersebut istri masa tunggu selama 90 sembilan puluh hari. Ini sejalan dengan pasal 153
Kompilasi Hukum Islam bagian kedua mengenai pengaturan masa tunggu ayat 2 sub b yang berbunyi sebagai berikut :
“Apabila perkawinan putus karena perceraian waktu tunggu yang masih haid ditetapkan tiga 3 kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 sembilanpuluh hari,
dan bagi yang tidak haid di tetapkan 90 sembilanpuluh hari ”.
17
3. Idah istri yang telah disetubuhi
Idah istri yang telah disetubuhi masih haid dan ada kalanya tidak berhaid lagi. Masa idah yang masih haid adalah selama 3 kali quru sebagaimana disebutkan dalam
firman Allah dalam surat al-Baqoroh ayat 228 yang telah disebutkan di atas.
17
Kompilasi Hukum Islam, Hukum Perkawinan, Kewarisan dan Perwakafan, h. 47.
4.
Idah perempuan hamil Perempuan yang dicerai atau ditinggal mati suami dan sedang hamil, idahnya
sampai ia melahirkan. Hal ini didasarkan pada firman Allah dalam surat at-Talaq ayat 4 sebagaimana yang telah ditulis di atas. Istri tersebut harus menjalani masa tunggu
yakni sampai ia melahirkan bayinya. Ini sejalan dengan Kompilasi Hukum Islam pasal 135, ayat 2, sub c, yang berbunyi sebagai berikut :
“Apabila perkawinan putus karena perkawinan sedang janda tersebut dalam keadaan hamil waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan”.
18
5. Idah perempuan yang suaminya meninggal dunia
Idah wanita yang ditinggal mati suaminya dan ia dalam keadaan tidak hamil, maka lama idahnya ialah 4 bulan 10 hari, ini berdasarkan pada firman Allah dalam
surat al-Baqoroh 2 ayat 234 yang telah disebutkan di atas. 6.
Idah Perempuan Yang Suaminya Hilang Jika seorang istri yang ditinggal pergi oleh suaminya dan tidak pernah
kembali serta tidak pula ada kabar yang jelas mengenai keberadaan suaminya, maka wanita itu tidak boleh menikah dengan laki-laki lain sampai wanita tersebut benar-
benar meyakini kematian suaminya tersebut, atau meyakini bahwa talak telah dijatuhkan oleh suaminya.
19
Mengenai pembahasan tentang masalah ini, para ulama mazhab berbeda pendapat. Berikut penulis uraikan beberapa perbedaan mengenai penjelasan tentang
suami hilang yang dalam istilah fikih disebut dengan suami mafqud.
18
Ibid., h. 47.
19
Syekh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, cet.V Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008, h. 435.
Ada dua macam hilangnya suami. Pertama, ketidak beradaannya tidak terputus hubungan dengan istri sama sekali, artinya suami tersebut diketahui
tempatnya dan masih diketahui kabar beritanya. Dalam hal ini, seluruh ulama mazhab sepakat bagi wanita tidak boleh menikah dengan lelaki lain. Kedua, suami tidak
diketahui kabar beritanya dan tidak diketahui tempat tinggalnya. Mengenai pendapat yang kedua, para ulama berbeda pendapat dalam kaitannya dengan istri, pendapat-
pendapat para Imam Mazhab mengenai hal tersebut antara lain: Imam Abu Hanifah mengatakan istri laki-laki yang tidak ada kabar beritanya
tersebut tidak halal kawin lagi sampai ia melewati waktu yang lazimnya suaminya dinyatakan tidak mungkin masih hidup yang dibatasi dengan waktu
seratus dua puluh tahun lagi. Apabila suaminya muncul kembali, sedangkan wanita tersebut sudah bersuami lagi, maka perkawinannya dengan suami yang
kedua menjadi batal dan statusnya kembali menjadi istri dari suami yang pertama.
Imam Malik mengatakan wanita itu harus menahan diri selama empat tahun, kemudian beridah selama empat bulan sepuluh hari, dan sesudah itu dia halal
kawin dengan laki-laki lain. Apabila suami yang pertama datang sebelum suami yang kedua mencampurinya, maka wanita tersebut tetap istri
suaminya yang pertama. Sedangkan bila sudah dicampuri, maka tetaplah dia menjadi istri suami yang kedua, tapi suami yang kedua ini wajib membayar
mahar pada suami pertama. Hal ini sesuai dengan hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Malik yaitu:
20
Artinya: “Dari Umar r.a. tentang seorang istri yang kehilangan suaminya “ia harus menunggu selama empat tahun, kemudian ia menjalani masa idah selama empat
bulan sepuluh hari.” HR.Malik dan asy-Syafi‟i
Sementara itu menurut Imam Syafi‟i dalam qaul jadidnya mengatakan, istri laki-laki yang tidak ada kabar beritanya tersebut tidak halal kawin lagi sampai
dia melewati waktu yang lazimnya suaminya dinyatakan tidak mungkin masih hidup, dalam hal ini Imam Syaf
i‟i membatasi dalam hitungan waktu sepuluh tahun. Apabila suaminya muncul kembali, sedangkan wanita tersebut
sudah bersuami lagi, maka perkawinan dengan suami yang kedua menjadi batal dan statusnya kembali menjadi istri dari suami yang pertama. Pendapat
Im am Syafi‟i ini sesuai dengan sabda Rasullulluah saw. sebagai berikut:
.
21
Artinya: “Istri orang yang hilang adalah istrinya sehingga datang penjelasan
tentangnya”. Imam Ahmad bin Hambal mengatakan istri laki-laki yang tidak ada kabar
beritanya tersebut tidak halal kawin lagi sampai dia melewati waktu yang
20
Ibnu Hajar al-Asqalani. Terjemah lengkap Bulugul Maram, cet.Pertama. Penerjemah: Abdul Rosyad Siddiq Jakarta: Akbar Media Sarana, 2007, h. 511.
21
Hadis dari Mughirah bin Syu‟bah r.a. hadist ini diriwayatkan oleh ad-Daruqutnhni dengan sanad yang dhaif. Lihat Ibnu Hajar al-Asqalani. Terjemah lengkap Bulugul Maram,h.511.
lazim yang dinyatakan suaminya masih hidup, Imam Ahmad bin Hambal memberikan batasan waktu sepuluh tahun. Apabila wanita itu belum
dicampuri oleh suami barunya, maka ia masih tetap istri suaminya yang pertama, tapi apabila sudah dicampuri maka persoalannya berada ditangan
suaminya. Bila suami pertama mau dia dapat mengambilnya dari suami barunya, tapi dia dapat mengambil mahar dari suami baru itu.
22
Berdasarkan penjelasan di atas mengenai suami mafkud atau hilang, hal tersebut diatur pula dalam peraturan yang berlaku di Indonesia. Dalam Kompilasi Hukum
Islam mengatur dan menjelaskan apabila hal tersebut terjadi, maka wanita dapat menggugat cerai suaminya, sebagaimana yang tertera dalam pasal 116 huruf b
yaitu: “Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 dua tahun berturut-turut
tanpa izin pihak lain dan tanpa alas an yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
”
23
D. TUJUAN DAN HIKMAH IDAH