Analisis Bahan Hukum Bahan Hukum Sekunder

1.4.4 Analisis Bahan Hukum

Analisis bahan hukum adalah proses untuk menemukan jawaban dari permasalahan. Langkah-langkah yang harus dipergunakan dalam melakukan suatu penelitian hukum, yaitu: 12 1. Mengidentifikasi fakta hukum dan mengeliminir hal-hal yang tidak relevan untuk menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan; 2. Pengumpulan bahan-bahan hukum yang sekiranya dipandang mempunyai relevansi juga bahan-bahan non hukum; 3. Melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan berdasarkan bahan-bahan yang telah dikumpulkan; 4. Menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang menjawab isu hukum; dan 5. Memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun di dalam kesimpulan. Langkah-langkah dalam melakukan penelitian hukum diatas merupakan sebuah analisa bahan hukum terhadap sebuah penelitian hukum yang menggunakan tipe penelitian yuridis normatif. Tujuan penelitian yang menggunakan bahan-bahan hukum sesuai dengan tahapan-tahapan tersebut, digunakan untuk mendapat hasil analisa yang memberikan pemahaman atas isu hukum dan menjawab atas permasalahan pokok yang dibahas dalam skripsi ini, dari analisa tentang apa yang seharusnya diterapkan berkaitan dengan permasalahan keabsahan perkawinan yang dilakukan tanpa izin orang tua oleh anak yang belum dewasa. 12 Ibid., Hlm. 171 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkawinan 2.1.1 Pengertian Perkawinan Awal dari kehidupan berkeluarga adalah dengan melaksanakan perkawinan sesuai dengan ketentuan agama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perkawinan merupakan peristiwa yang paling penting dalam kehidupan masyarakat, karena suatu perkawinan tidak hanya menyangkut kedua mempelai suami-isteri tetapi juga menyangkut keluarga dari kedua mempelai itu sendiri. Perkawinan berlangsung bukan hanya untuk keperluan sesaat, melainkan sekali seumur hidup dan tidak boleh berakhir begitu saja. Hal ini dikarenakan perkawinan mengandung ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang dibangun berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam perkawinan tidak cukup hanya dengan ikatan lahir saja atau ikatan batin saja, tetapi kedua-duanya harus terpadu erat. Undang-Undang Perkawinan dalam Pasal 1 memberikan definisi perkawinan sebagai berikut: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Berdasarkan definisi tersebut, maka terdapatlah lima unsur didalamnya: 13 1. Ikatan lahir batin Yang dimaksud ikatan lahir batin ialah, bahwa ikatan itu tidak hanya cukup dengan ikatan lahir saja atau batin saja, akan tetapi kedua-duanya harus terpadu erat. Suatu ikatan lahir merupakan ikatan yang dapat dilihat dan mengungkapkan adanya hubungan hukum antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama sebagai suami istri. Ikatan batin merupakan suatu ikatan yang tidak nampak, tidak nyata dan hanya dapat dirasakan oleh pihak yang bersangkutan. Ikatan batin ini merupakan dasar ikatan lahir, dan ikatan batin inilah yang dapat dijadikan sebagai fundasi dalam membentuk keluarga yang bahagia. 13 R. Soetojo Prawirohamidjojo, Pluralisme Dalam Perundang-undangan Perkawinan Di Indonesia, Surabaya: Airlangga University Press, 2002 , Hlm. 38-43