Farmakoterapi Pankreatitis

(1)

 

KARYA ILMIAH 

         

FARMAKOTERAPI

 

PANKREATITIS

 

 

 

 

 

Oleh:

 

 

YUANDANI,

 

S.

 

Farm.,

 

M.Si.,

 

Apt.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

FAKULTAS

 

FARMASI

 

UNIVERSITAS

 

SUMATERA

 

UTARA

 

M

 

E

 

D

 

A

 

N

 


(2)

 

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Farmakoterapi Pankreatitis. Karya ilmiah ini diharapkan dapat memberi tambahan informasi yang bermanfaat khususnya dalam bidang farmasi dan kedokteran. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar karya ilmiah ini menjadi lebih baik.

Penulis


(3)

DAFTAR ISI   Halaman   KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... BAB I PENDAHULUAN ... BAB II  ANATOMI DAN FISOLOGI PANKREAS ... 2.1 Anatomi Pankreas... 2.2 Fisiologi Pankreas ... BAB III  PANKREATITIS ... 3.1 Pankreatitis Akut ... 3.2 Pankreatitis Kronik... BAB IV  MANAJEMEN PANKREATITIS ... 4.1 Manajemen Pankreatitis Akut ... 4.2 Manajemen Pankreatitis Kronik ... BAB V  PENUTUP ... DAFTAR PUSTAKA ...   Ii iii 1 3 3 6 9 9 21 26 26 34 36 37


(4)

 

BAB I PENDAHULUAN

Pankreas merupakan organ yang istimewa karena mempunyai dua fungsi sekaligus yaitu sebagai kelenjar eksokrin dan endokrin. Sebagai kelenjar eksokrin pankreas mensekresikan enzim-enzim pankreas dan larutan kaya bikarbonat sedangkan sebagai kelenjar endokrin pankreas mensekresikan berbagai macam hormon ke sirkulasi darah. Gangguan pada unit eksokrin yang diawali karena adanya jejas di sel asini pankreas yang dapat disebabkan oleh karena; obstruksi duktus pankreatikus, stimulasi hormon cholecystokinin (CCK) sehingga akan mengaktivasi enzim pankreas, atau oleh karena iskemia sesaat sehingga dapat meningkatkan degradasi enzim pankreas, pada akhirnya menimbulkan inflamasi/peradangan pankreas atau yang biasa disebut pankreatitis.

Pankreatitis dapat terjadi pada wanita maupun pria, dengan prevalensi yang bervariasi, terkait dengan geografi, faktor etiologi (konsumsi alkohol), dan lingkungan atau faktor keturunan Pankreatitis akut pada pria dan wanita di Amerika lebih kecil dari 1%. Pankreatitis kronis pada pria 0,05% sedangkan pada wanita 0,01%. Pankreatitis kronis alkoholik lebih sering terjadi pada pria dengan puncak insidens antara 35-45 thn. Sekitar 80% perjalanan klinis pankreatitis akut bersifat ringan, mortalitas sekitar 1% selebihnya akan membaik secara spontan dalam 3-5 hari sehingga tidak perlu perawatan intensif maupun penanganan bedah. Sebaliknya 10-20% berkembang menjadi pankreatitis akut berat dengan resiko mortalitas 20-50%. Pasien meninggal akibat pankreatitis akut berat dapat


(5)

terjadi pada fase awal (minggu 1-2 setelah onset gejala) atau fase lambat (2-3 minggu setelah onset gejala).

Mengingat resiko mortalitas yang tinggi tersebut, maka manajemen terapi/penatalaksanaan yang tepat sangat dibutuhkan untuk memperbaiki tingkat kesembuhan pasien atau untuk mencegah komplikasi maupun kematian akibat pankreatitis.


(6)

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI PANKREAS

2.1 Anatomi Pankreas

Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan tebal sekitar 12,5 cm dan tebal + 2,5 cm (pada manusia). Pankreas terbentang dari atas sampai ke lengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke duodenum (usus 12 jari), terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum sehingga termasuk organ retroperitonial kecuali bagian kecil caudanya yang terletak dalam ligamentum lienorenalis. Strukturnya lunak dan berlobulus.

Pankreas dapat dibagi ke dalam:

a.Caput Pancreatis, berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagian cekung duodenum. Sebagian caput meluas di kiri di belakang arteri dan vena mesenterica superior serta dinamakan Processus Uncinatus.

b.Collum Pancreatis merupakan bagian pancreas yang mengecil dan menghubungkan caput dan corpus pancreatis. Collum pancreatis menghubungkan caput dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak di depan pangkal vena portae hepatis dan tempat dipercabangkannya arteria mesenterica superior dari aorta.

c.Corpus Pancreatis berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada potongan melintang sedikit berbentuk segitiga.


(7)

d. Cauda Pancreatis berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis dan mengadakan hubungan dengan bilum lienale, yang ditunjukkan pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Organ Pankreas Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :

 Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.

 Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan

getahnya namun sebaliknyamensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah.

Pankreas terdiri dari tiga tipe sel yaitu:

duct cells (sel duktulus): 10% pankreas dan mensekresi larutan yang kaya bikarbonat (unit eksokrin )

acinar cells (sel asinus): 80% pankreas, mensintesa dan mensekresi enzym pankreas (unit eksokrin )

islet cells (sel islet): 10% pankreas, bagian endokrin pankreas, mensekresi hormon insulin, glucagon, somatostatin, dan pancreatic polypeptid (unit endokrin ) yang ditunjukkan pada Gambar 2.2


(8)

Gambar 2.2 Gambar yang menujukkan bagian pankreas dan fungsinya

Pankreas memiliki unsur ekskrin maupun endokrin yang menempati sebagian besar kelenjar. Pankreas eksokrin yang merupakan bagian terbesar terdiri atas asini serosa yang berhimpitan, tersusun dalam lobulus kecil. Lobuli dikelilingi septa intra- dan interlobular, dengan pembuluh darah, duktus, saraf, dan kadang-kadang badan Pacini. Di dalam massa asini serosa, terdapat pulau Langerhans yang terisolasi. Pulau ini adalah bagian endokrin pankreas dan merupakan ciri khas pankreas. Pulau langerhans adalah massa sel endokrin berbentuk bulat dengan berbagai ukuran, yang dipisahkan dari jaringan asini eksokrin disekelilingnya oleh selapis serat retikular halus.

Pulau Langerhans biasanya lebih besar dari sel asini dan tampak sebagai kelompok padat sel-sel epitelial yang ditembus oleh banyak kapiler darah. Pankreas manusia mempunyai 1 ± 2 juta pulau langerhans, setiap pulau langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah kapiler.Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan


(9)

2.2 Fisiologi Pankreas

Fungsi pankreas dilaksanaka oleh populasi sel khusus. Karena pankreas adalah organ endokrin dan eksokrin, maka pankreas menghasilkan banyak enzim pencernaan dan hormon. Sekresi pankreas diatur oleh rangsangan hormonal maupun vagal. Dua hormon intestinal, yaitu sekretin dan kolesistokinin yang disekresi sel enteroendokrin dari mukosa duodenum ke aliran darah, mengatur sekresi pankreas. Pankreas menghasilkan cairan alkalis dan banyak enzim pencernaan yang merombak protein, lemak, dan karbohidrat menjadi molekul-molekul lebih kecil agar diabsorpsi di usus halus.

Sebagai respon atas adanya chymus asam di usus halus (duodenum), sekretin merangsang sel pankreas mensekresi banyak cairan berair yang kaya ion Na- bikarbonat. Cairan ini yang tidak atau sedikit mempunyai aktivitas enzimatik, dihasilkan terutama oleh sel-sel sentroasinar dn sel-sel yang melapisi duktus interkalaris yang lebih halus. Fungsi cairan ini adalah untuk menetralkan chymus asam tadi dan menciptakan lingkungan optimal bagi aktivitas enzim pankreas.


(10)

Sebagai respon atas lemak dan protein di dalam usus halus, kolesistokinin merangsang sel-sel asinar di pankreas untuk menyekresi sejumlah besar enzim pencernaan. Enzim pankreas yang diproduksi sel-sel asinar memasuki duodenum dalam bentuk tidak aktif dan kemudian diaktifkan oleh sebuah hormon yang disekresi mukosa usus, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Enzim pankreatik eksokrin yang utama adalah:

§ Proteolytic: trypsinogen, chymotrypsinogen,procarboxypeptidase, dan

proelastase

§ Amylolytic: amylase

§ Lipolytic: lipase, prophospholipase A2, dan carboxylesterase lipase § Nucleolytic: ribonuclease

§ Other: trypsin inhibitor dan colipase

Gambar 2.3 Skema Sekresi Enzim Pankreas

Ada dua mekanisme utama yang melindungi pankreas dari aksi degradative enzim pencernaannya sendiri:

1. Enzim pankreas disintesa sebagai zymogen (inaktif) yang membutuhkan


(11)

2. Getah pankreas mengandung inhibitor trypsin dalam konsentrasi rendah Sebagai kelenjar endokrin, pankreas menghasilkan dua hormon utama yang terutama mempengaruhi kadar gula darah serta memetabolismenya. Sel alfa yang mencakup kira-kira25 % dari seluruh sel mensekresikan glukagon pulau Langerhans menghasilkan hormon glukagon yang dibebaskan sebagai respon atas kadar glukosa darah yang rendah.

Sel beta menghasilkan hormon insulin yang pembebasannya dirangsang oleh meningkatnya kadar glukosa darah setelah makan. Fungsi fisiologis utama insulin adalah menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan transpor ke dalam sel-sel hati, otot, dan lemak. Insulindisintesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian diangkut ke aparatus golgi, tempat iadibungkus didalam granula yang diikat membran. Granula ini bergerak ke dinding sel oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan eksositosis.Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta kapiler berdekatan dan endotelfenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah.

Sel delta yang merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin. Sel ini menurunkan dan menghambat aktivitas sekresi sel alfa maupun sel beta melalui pengaruh lokal di dalam pulau Langerhans.


(12)

BAB III PANKREATITIS

Pankreatitis adalah suatu penyakit inflamasi pankreas yang identik menyebabkan nyeri perut dan terkait dengan fungsinya sebagai kelenjar eksokrin, (meskipun pada akhirnya fungsi sebagai kelenjar endokrin juga terganggu akibat kerusakan organ pankreas).

The Second International Symposium on The Classification of Pancreatitis, (Marseille,1980) membuat klasifikasi sebagai berikut:

1. Pankreatitis akut 2. Pankreatitis kronik

3.1 Pankreatitis Akut

Pankreatitis akut adalah pankreatitis yang dikarakterisasi oleh nyeri berat di perut bagian atas dan meningkatnya level enzim pankreas di dalam darah. Pankreatitis akut bisa ringan ataupun berat tergantung manifestasi klinis, tes laboratorium, dan diagnosa. Perjalanan penyakit dari ringan self limited sampai berat yang disertai renjatan gangguan ginjal dan paru-paru yang bisa berakibat fatal.

Pankreatitis yang berat, enzim-enzim pankreas, bahan-bahan vasoaktif dan bahan-bahan toksik lainnya keluar dari saluran- saluran pankreas dan masuk ke dalam ruang pararenal anterior dan ruang-ruang lain seperti ruang-ruang pararenal posterior, lesser sac dan rongga peritoneum. Bahan ini mengakibatkan iritasi kimiawi yang luas. Bahan-bahan tersebut memasuki sirkulasi umum melalui


(13)

saluran getah bening retroperitoneal dan jalur vena dan mengakibatkan berbagai penyulit sistemik seperti gagal pernapasan, gagal ginjal dan kolaps kardio-vaskuler.

A. Etiologi

Penyebab pankreatitis akut ditunjukkan pada Tabel 3.1. Batu empedu menjadi penyebab terbesar dari semua kasus pankreatitis yang ada, menyusul berikutnya penggunaan alkohol. Namun pada beberapa pasien tidak diketahui penyebabnya (idiophatic). Pankreatitis akut juga dapat terjadi setelah pasien

menjalani endoscopic retrograde cholangiography (ERCP)ataupun setelah

mengkonsumsi obat-obatan tertentu yang ditunjukkan pada Tabel 3.2.


(14)

Tabel 3.2 Obat-obat yang menginduksi pankreatitis

Dari tabel diatas terlihat banyak obat yang memiliki implikasi terhadap pankreatitis akut, namun hubungannya sebagai penyebab masih sulit dijelaskan. Oleh karena itu dibagi atas tiga golongan; “definite” menunjukkan hubungan yang sifatnya temporal antara pemberian obat dengan nyeri perut dan hiperamylasemia, adanya bukti yang mendukung dinyatakan sebagai “probable”, sedangkan yang tidak memiliki bukti yang kuat atau malah kontradiksi sebab mungkin dibutuhkan pada simptom awal pankreatitis dinyatakan sebagai “possible”.

B. Patofosiologi

Pankreatitis akut dimulai sebagai suatu proses autodigesti di dalam kelenjar akibat aktivasi prematur zimogen (prekursor dari enzim digestif) dalam sel-sel sekretor pankreas (asinar), sistem saluran atau ruang interstisial. Gangguan sel asini pankreas dapat terjadi karena beberapa sebab:


(15)

1. Obstruksi duktus pankreatikus. Penyebab tersering obstruksi adalah batu

empedu kecil (microlithiasis) yang terjebak dalam duktus. Sebab lain adalah

karena plug protein (stone protein) dan spasme sfingter Oddi pada kasus

pankreatitis akibat konsumsi alkohol,

2. Stimulasi hormon cholecystokinin (CCK) sehingga akan mengaktivasi enzim

pankreas. Hormon CCK terstimulasi akibat diet tinggi protein dan lemak (hipertrigliseridemia) dapat juga karena alkohol,

3. Iskemia sesaat dapat meningkatkan degradasi enzim pankreas. Keadaan ini dapat terjadi pada prosedur operatif atau karena aterosklerosis pada arteri di pankreas

Gangguan di sel asini pankreas akan diikuti dengan pelepasan enzim pankreas, yang selanjutnya akan merangsang sel-sel peradangan (makrofag, neutrofil, sel-sel endotel, dsb) untuk mengeluarkan mediator inflamasi (bradikinin, platelet activating factor [PAF]) dan sitokin proinflammatory

(TNF-, IL-1 beta(TNF-, IL-6(TNF-, IL-8 dan intercellular adhesive molecules (ICAM 1) dan

vascular adhesive molecules (VCAM) sehingga menyebabkan permeabilitas

vaskular meningkat, teraktivasinya sistem komplemen dan ketidakseimbangan sistem trombo-fibrinolitik. Kondisi tersebut akhirnya memicu terjadinya gangguan mikrosirkulasi, stasis mikrosirkulasi, iskemia dan nekrosis sel-sel pankreas. Kejadian di atas tidak saja terjadi lokal di pankreas tetapi dapat pula terjadi di jaringan/organ vital lainnya sehingga dapat menyebabkan komplikasi lokal maupun sistemik.


(16)

Dengan kata lain pankreatitis akut dimulai oleh adanya keadian yang menginisiasi luka kemudian diikuti kejadian selanjutnya memperberat luka, yang dapat digambarkan secara lebih jelas pada skema di bawah ini (Gambar 3.1). .

Gambar 3.1 Skema patogenesis Pankreatitis akut

Secara ringkas progresi pankreatitis akut dapat dibagi menjadi 3 fase berurutan, yaitu:

1. inflamasi lokal pankreas,

2. peradangan sistemik (systemic inflammatory response syndrome [SIRS]), 3. disfungsi multi organ (multiorgan dysfunctions [MODS]).

 

Berat ringannya pankreatitis akut tergantung dari respons inflamasi sistemik yang diperantarai oleh keseimbangan sitokin proinflammatory dan antiinflammatory,


(17)

sitokin proinflammatory lebih dominan daripada sitokin antiinflammatory (IL-10, IL-1 receptor antagonist (IL- 1ra) dan soluble TNF receptor (sTNFR) keadaan yang terjadi adalah pankreatitis akut berat.

C. Klasifikasi

Bradley membagi pankreatitis berdasarkan fisiologik, tes laboratorium, dan parameter klinis menjadi:

 Pankreatitis Akut Ringan; Biasanya tidak disertai komplikasi atau disfungsi organ

 Pankreatitis Akut Berat; disertai gangguan fungsi pankreas, terjadi komplikasi lokal atau sistemik

Pankreatitis akut berat dapat didefinisikan sebagai pankreatitis akut yang disertai dengan gagal organ dan atau dengan komplikasi lokal (pembentukan abses, nekrosis dan pseudocyst). Menurut klasifikasi Atlanta, pankreatitis akut dikategorikan sebagai pankreatitis akut berat apabila memenuhi beberapa kriteria dari 4 kriteria:

1. Gagal organ, apabila dijumpai satu atau lebih, adanya: syok (tekanan sistolik <90 mmHg), insufisiensi pulmonal (PaO2 <60 mmHg), gagal ginjal (kreatinin >2 mg/dl),perdarahan gastrointestinal (>500 ml/24 jam); 2. Komplikasi lokal, seperti: pseudocyst, abses atau pankreatitis nekrotika; 3. Kriteria Ranson, paling tidak dijumpai 3 dari 11 kriteria (tabel 3); 4. APACHE II, paling tidak nilai skor >8 (tabel 3).


(18)

Berdasarkan patologi dibedakan menjadi:

1. Pankreatitis Akut Interstisial. Secara makroskopik pankreas

membengkak secara difus dan pucat. Tidak terdapat nekrosis atau perdarahan, bila ada, minimal sekali. Secara mikroskopik, daerah interstisial melebar karena adanya edema ekstrasel, disertai sebaran sel leukosit PMN. Saluran pankreas diisi bahan purulen. Tidak didapatkan destruksi asinus.

2. Pankreatitis Akut Nekrosis Hemoragik. Secara makroskopik, tampak

nekrosis jaringan pankreas (lemak di tepi pankreas, parenkim) disertai perdarahan dan inflamasi yang dapat mengisi ruang retroperitoneal. Bila penyakit berlanjut, tampak abses dan timbulnya bakteri di jaringan nekrosis yang berdinding (abses purulen). Secara mikroskopik, adanya nekrosis lemak dan jaringan pankreas, kantong infiltrat yang meradang dan berdarah. Pembuluh darah di dalam dan di sekitar daerah nekrotik menunjukkan kerusakan mulai dari inflamasi perivaskular, vaskulitis, dan trombosis pembuluh darah. Bentuk pankreatitis ini lebih fatal dibanding pankreatitis akut interstisial

D. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi dapat bersifat lokal maupun sistemik, komplikasi lokal meliputi kumpulan cairan akut, nekrosis,abses, dan pseudosit (kumpulan getah pankreas dan pecahan jaringan yang selaputi dengan dinding berserat atau jaringan berbentuk granul) yang berkembang sekitar 4 – 6 minggu setelah serangan awal. Abses pankreatik biasanya merupakan infeksi sekunder dari


(19)

nekrosis jaringan atau pseudosit dan terkait dengan keparahan penyakit. Kematian biasanya disebabkan nekrosis infeksi dan sepsis. Asites pankreatik terjadi ketika sekresi pankreas menyebar ke rongga peritoneal.

Komplikasi sistemik meliputi gangguan kardiovaskular, renal, pulmonary, metabolik, hemoragik, abnormalitas sistem saraf pusat. Shock adalah penyebab utama kematian. Hipotensi terjadi akibat hipovolemia, hypoalbuminemia, da rilis kinin serta sepsis. Komplikasi renal biasanya disebabkan hipovolemia. Komplikasi pulmonary berkembang ketika terjadi akumulasi cairan diantara rongga pleura dan menekan paru, acute respiratory distress syndrome (ARDS) ini akan menahan pertukaran gas, yang dapat menyebabkan hipoksemia. Pendarahan gastrointestinal terjadi akibat ruptur pseudosit. Pankreatitis akut berat biasanya diserta kebingungan dan koma.

Zhu et al, melaporkan frekuensi terjadinya gagal organ pada pasien dengan pankreatitis akut berat: gagal organ multipel (27%), gagal respirasi (46%), gagal ginjal (16,2%), gagal jantung (17,6%), gagal hati (18,9%) dan perdarahan saluran cerna (10,8%), dengan angka mortalitas akibat gagal organ multipel sebesar 45%. Lebih jelasnya bagaimana komplikasi dapat terjadi diperlihatkan pada Tabel 3.3 dan Gambar 3.2.


(20)

Gambar 3.2 Tahapan patogenik pankreatitis

E. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis bervariasi tergantung keparahan penyakit dan bagian yang mengalami keruskan, meskipun demikian pada umumnya terdapat gejala klasik yaitu nyeri midepigastrik, mual dan muntah.

Keluhan yang sangat menyolok adalah rasa nyeri yang timbul tiba-tiba, intens, terus menerus dan makin lama makin bertambah; lokasinya kebanyakan di


(21)

epigastrium, dapat men- jalar ke punggung, kadang-kadang ke perut bagian bawah, nyeri berlanngsung beberapa hari. Gejala lain yakni mual, muntah-muntah dan demam.

Pada pemeriksaan jasmani didapatkan nyeri tekan di perut bagian atas, tanda-tanda peritonitis lokal, kadang-kadang bahkan peritonitis umum.

F. Diagnosis

Diagnosis: yang paling tepat adalah histologi pankreas, jika tidak diagnosis berdasarkan faktor etiologi, gejala, tes laboratorium, dan imaging technology.

a. Tes Laboratorium

Amylase

§ Total serum amylase adalah tes yang paling sering digunakan.

§ Nilainya meningkat pada 6 - 12 jam setelah onset of symptoms dan tetap

tinggi selama 3 - 5 hari pd kebanyakan kasus, kembali normal setelah 8-14 hari. Jika tetap tinggi kemungkinan terjadi nekrosis pankreas dan komplikasi lain

Lipase

Serum lipase assays, spesifik untuk pankreas. Peningkatan Level serum lipase bertahan lebih lama dibanding amilase


(22)

§ Serum immunoreactive cationic trypsin, elastase, dan phospholipase A2 ,trypsin activation peptide dan serum anionic trypsinogen

§ Diagnosis urin: rasio amylase dan creatinine clearance ratio (Cam/Ccr)

tidak memberikan keuntungan

§ Leukocytosis; lebih dari 25,000 cells/mm3 terdapat pada 80% pasien

§ Hypocalcemia terjadi pada lebih dari 30% pasien akibat kombinasi

hypoalbuminemia dan pengendapa kalsium di area nekrosis lemak.

Berbagai jenis pemeriksaan laboratorium tersebut memiliki sensitivitas yang beragam yang dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3 Sensitivitas tes laboratorium

b. Imaging test

§ Pemeriksaan foto rontgen perut standar bisa memperlihatkan pelebaran

usus atau memperlihatkan satu atau lebih batu empedu.

§ Pemeriksaan USG bisa menunjukkan adanya batu empedu di kandung

empedu dan kadang-kadang dalam saluran empedu, selain itu USG juga bisa menemukan adanya pembengkakan pankreas.


(23)

§ CT scan bisa menunjukkan perubahan ukuran dari pankreas dan digunakan pada kasus-kasus yang berat dan kasus-kasus dengan komplikasi (misalnya penurunan tekanan darah yang hebat).

§ ERCP (tehnik sinar X yang menunjukan struktur dari saluran empedu dan

saluran pankreas) biasanya dilakukan hanya jika penyebabnya adalah batu empedu pada saluran empedu yang besar.

Endoskopi dimasukkan melalui mulut pasien dan masuk ke dalam usus

halus lalu menuju ke sfingter Oddi. Kemudian disuntikkan zat warna radioopak ke dalam saluran tersebut. Zat warna ini terlihat pada foto rontgen. Bila pada rontgen tampak batu empedu, bisa dikeluarkan dengan menggunakan endoskop.

G. Indikator Keparahan

a. Menurut kriteria prognostik Ranson

Saat masuk RS

1. Usia >55 tahun 2. Lekosit >16000/mL 3. Gula darah >200 mg% 4. Déficit basa >4 mEq/L 5. LDH serum >350 UI/L 6. AST >250 UI/L

7. Penurunan hematokrit >10 % 8. Sekustrasi cairan >4000 mL


(24)

10.PO2 arteri <60 mmHg

11.BUN meningkat >1.8 mmol/L (>5 mg%) setelah pemberian cairan i.v. 12.Hipoalbuminemia <3.2 g%

Selama 48 jam perawatan

Bila terdapat ≥3 pada kriteria Ranson, pasien dianggap menderita pankreatitis akut berat

b. Penggunaan skor APACHE II >12 (Acute Physiologic and Chronic Health Evaluation)

c. Cairan peritoneal hemoragik d. Indikator penting

1. Hipotensi <90 mmHg atau takikardia >130/menit

2. PO2 <60 mmHg

3. Oligouria <50 mL/jam atau BUN, kreatinin meningkat 4. metabolik/Ca serum <8 mg% atau albumin serum <3.2 g%

3.2 PANKREATITIS KRONIK

Pankreatitis kronik merupakan peradangan pankreas menahun yang biasanya menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi pankreas. Pada kebanyakan pasien bersifat irreversible. Terjadi kerusakan permanen sehingga menyebabkan gangguan fungsi eksokrin dan endokrin.


(25)

Di Amerika Serikat, penyebab paling sering dari pankreatitis kronis adalah alkoholisme. Penyebab lainnya adalah faktor keturunan dan penyumbatan saluran pankreas yang disebabkan oleh penyempitan saluran atau kanker pankreas. Pankreatitis akut jarang menyebabkan penyempitan pada saluran pankreas yang akan mengarah pada terjadinya pankreatitis kronis. Pada banyak kasus, penyebab pankreatitis kronis tidak diketahui. Di negara-negara tropis (Indonesia, India, Nigeria), pankreatitis kronis dengan sebab yang tidak diketahui yang terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, bisa menyebabkan diabetes dan penumpukan kalsium di pankreas. Keseluruhan penyebab pankreatitis kronik ditunjukkan pada Tabel 3.4.

Tabel 3. 4 Penyebab Pankretitis kronik

B. Patofisiologi

Sebagian besar kasus pankreatitis kronis disebabkan oleh alkohol, tetapi mekanisme pasti bagaimana alkohol menyebabkan pankreatitis kronis belu diketahui. Sepertinya alkohol menginduksi pankreatitis bermula dari inflamasi


(26)

yang berkembang menjadi nekrosis selular dengan tahapan seperti yang ditunjukkan pada skema di bawah ini (Gambar 3.4).

Gambar 3.4 Patogeneis alkohol menginduksi Pankreatitis kronis

Kerusakan jaringan pankreas menyebabkan berkurangnya sekresi enzim pankreas dan hormon-hormon seperti insulin. Malabsorpsi lemak dan protein terjadi jika sekresi enzim berkurang sampai 90%

C. Manifestasi Klinis

Gejala pankreatitis kronis umumnya terbagi dalam dua pola. Yang pertama, penderita mengalami nyeri perut bagian tengah yang menetap, yang beratnya bervariasi. Yang kedua, penderita mengalami episode pankreatitis yang hilang timbul, dengan gejala yang mirip dengan pankreatitis akut ringan sampai sedang. Nyerinya kadang-kadang berat dan berlangsung selama beberapa jam atau beberapa hari.

Pada kedua pola tersebut, sejalan dengan perkembangan penyakitnya, sel-sel yang menghasilkan enzim pencernaan, secara perlahan mengalami kerusakan, sehingga akhirnya rasa nyeri tidak timbul. Dengan menurunnya jumlah enzim pencernaan, makanan tidak diserap secara optimal, dan penderita akan


(27)

mengeluarkan tinja yang banyak dan berbau busuk. Tinja bisa berwarna terang dan berminyak dan bahkan bisa mengandung tetesan-tetesan minyak. Gangguan penyerapan juga menyebabkan turunnya berat badan.

Secara ringkas, terdapat empat gejala klasik pada pankreatitis kronis, yaitu:

 Nyeri perut

 Malabsorpsi

 Berat badan turun

 Diabetes

D. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala atau adanya riwayat pankreatitis akut. Pemeriksaan darah kurang bermanfaat dalam mendiagnosis pankreatitis kronis, tetapi bisa menunjukan adanya peningkatan kadar amilase dan lipase. Pemeriksaan darah juga dapat digunakan untuk mengetahui kadar gula darah , yang mungkin akan meningkat.

Foto rontgen perut dan pemeriksaan USG bisa menunjukan adanya batu

pada pankreas. Endoskopi pankreatografi retrograd (tehnik sinar X yang

memperlihatkan struktur dari saluran pankreas) bisa memperlihatkan saluran yang melebar, penyempitan saluran atau batu pada saluran. CT scan bisa memperlihatkan adanya perubahan ukuran, bentuk dan tekstur dari pankreas.

Malabsorpsi lemak dapat diketahui dengan sudan staining pada feses. Pemeriksaan adanya kalsifikasi, steatorrhea, dan diabetes dikenal sebagai diagnosis triad. Biopsi jaringan pankreas melalui laparoskopi atau laparotomi adalah cara terbaik untuk menegaskan diagnosis pankreatitis kronik. Jika tidak


(28)

ada sampel histologi, teknik imaging sangat membantu mendeteksi kalsifikasi, penyebab nyeri lainnya, dan untuk membedakan pankreatitis kronik dengan kanker pankreas.


(29)

BAB IV

MANAJEMEN TERAPI PANKREATITIS

4.1 PANKREATITIS AKUT

Tujuan pengobatan adalah menghentikan proses peradangan dan antodigesti atau menstabilkan sedikitnya keadaan klinis sehingga memberi kesempatan resolusi penyakit. Pasien pankreatitis menerima terapi suportif yang teridiri dari kontrol nyeri secara efektif, penggantian cairan, dan nutrisi pendukung. Oleh karena itu manajemen pankreatitis akut, biasanya terdiri dari:

§ Manajemen Cairan

§ Nutrisi Pendukung

 Untuk mengistirahatkan saluran cerna

 Diberikan nutrisi secara enteral maupun parenteral

§ Manajemen nyeri

Selain itu dapat juga dilakukan intervensi radiologi dan ERCP atau terapi bedah. Manajemen terapi yang diberikan tersebut dibagi dalam terapi farmakologi dan non farmakologi.

A. Terapi Non Farmakologi a. Nutrisi Pendukung

Pemberian nutrisi pendukung dilakukan untuk mengistirahatkan saluran cerna sehingga mengurangi stimulasi terhadap pankreas juga karena terjadinya malnutrisi. Malnutrisi diakibatkan metabolisme pada pasien dengan pankreatitis


(30)

akut berat menyerupai keadaan sepsis, yang ditandai dengan hiperdinamik, hipermetabolik, dan hiperkatabolik.

Dalam beberapa tahun lalu pemberian nutrisi yang direkomendasikan adalah nutrisi parenteral melalui vena sentral. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa pemberian nutrisi per-oral akan merangsang produksi enzim pankreas sehingga justru akan memperberat penyakit. Namun seiring dengan penelitian klinis konsep telah berubah, justru sebaiknya nutrisi diberikan secara enteral.

Berdasarkan penelitian, pemberian nutrisi parenteral dapat mengakibatkan:

1. Atrofi jaringan limfoid usus (GALT/gut associated lymphoid tissue) yang

merupakan sumber utama imunitas mukosa,

2. Terganggunya fungsi limfosit Sel T dan sel B, menurunnya aktivitas kemotaksis leukosit dan fungsi fagositosis sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri (bacterialovergrowth),

3. Meningkatnya permeabilitas dinding usus yang dapat mempermudah terjadinya translokasi bakteri, endotoksin, dan antigen masuk ke dalam sirkulasi.

Pemberian nutrisi enteral berdasarkan penelitian lebih menguntungkan karena: 1. Dapat melindungi fungsi barrier usus,

2. Menurunkan produksi mediator proinflamatori sehingga risiko translokasi

bakterial dan endotoksin menurun.

Nutrisi yang diberikan secara oral, nasogatrik maupun melalui duodenum dapat meningkatkan produksi enzim pankreas. Namun nutrisi enteral melalui

nasojejunal tube (NJT) tidak merangsang produksi enzim. Hal ini dibuktikan oleh Zhao et al, pada pasien dengan pankreatitis akut berat, pemberian nutrisi enteral dikombinasi dengan nutrisi parenteral vs dengan nutrisi parenteral saja


(31)

disimpulkan: kadar TNF- , IL-6, kadar CRP lebih rendah pada kelompok nutrisi enteral, dan kadar enzim pankreas tidak terpacu dengan pemberian nutrisi enteral.

Nutrisi enteral diberikan segera setelah dilakukan resusitasi cairan, dapat diberikan 48 jam pertama bila kondisi sudah stabil, dan tidak ada kontraindikasi seperti: adanya syok, perdarahan gastrointestinal masif, obstruksi intestinal, fistula jejunum atau enteroparalisis berat. Ada tiga alternatif pemberian nutrisi enteral pada pankreatitis akut berat:

(1) nasojejunal tube,

(2) gastrostomy/jejunostomy tube,

(3) jejunostomi secara bedah.

Pemberian secara NJT lebih terpilih karena lebih aman, non-invasif dan lebih

mudah dikerjakandengan bantuan endoskopi/fluoroskopi.

b. Intervensi radiologi dan ERCP

Mengangkat batu empedu dengan ERCP atau pembedahan biasanya dapat mengatasi Pankreatitis akut dan mencegah kambuh kembali. Meskipun demikian pada saat ini terapi pankreatitis akut berat telah bergeserdari tindakan pembedahan awal ke perawatan intensif agresif. Seiring dengan berkembangnya radiologi dan endoskopi intervensi, tindakan bedah dapat diminimalisasi.

Tindakan ERCP, drainase endoskopis dan perkutaneus baik dengan panduan USG maupun CT scan dapat diindikasikan pada komplikasi pankreatitis

berat seperti: timbunan cairan peripankreatik, pseudocyst dan abses lambat.


(32)

lebih dari 4 minggu, terjadi akibat rupturnya duktus pankreatikus dapat didrainase secara endoskopis dengan keberhasilan sekitar 83%.

Batu empedu yang bermigrasi dan terjebak di ampula merupakan penyebab tersering pankreatitis akut (acute biliary pancreatitis). Batu empedu ditemukan pada tinja sebesar 85-95% pada pasien yang menderita pankreatitis akut. ERCP merupakan prosedur endoskopik untuk mengevaluasi sistem bilier dan sistem duktus pankreatikus. Beberapa studi membuktikan bahwa ERCP yang dilakukan pada 24–72 jam dari onset klinis pada pasien pankreatitis akut berat yang terbukti dengan obstruksi bilier, kolangitis dan peningkatan bilirubin dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas.

Pasien yang menjalani ERCP seringkali dikombinasi dengan tindakan sfingterotomi endoskopis tanpa memandang ada/tidaknya batu di duktus biliaris. Pada pasien dengan kolangitis memerlukan tindakan sfingterotomi endoskopis atau drainase duktus dengan stent perlu dilakukan untuk menghilangkan obstruksi bilier.

c. Terapi Bedah

Tindakan bedah diindikasikan pada pankreatitis akut berat: 1. Pankreatitis nekrotik akut terinfeksi,

2. Pankreatitis nekrotik steril dengan pankreatitis akut fulminan (ditandai dengan menurunnya kondisi pasien akibat gagal organ multipel yang muncul dalam beberapa hari sejak onset gejala),

3. Pankreatitis akut dengan perdarahan usus.

Tujuan tindakanbedah adalah untuk membersihkan jaringan nekrotik sebersih mungkin dengan menyisakan jaringan pankreas yang masih viabel.


(33)

Tindakan debridement (necrotomy) merupakan gold standard pada pankreatitis nekrosis akut terinfeksi dan nekrosis peripankreatik. Pankreatitis nekrotik akut steril tidak perlu tindakan bedah, cukup konservatif kecuali terjadi pankreatitis akut fulminan. Berdasarkan penelitian, dari 172 pasien dengan nekrosis steril mortalitas terjadi sebanyak 13,1% pada kelompok yang menjalani pembedahan dibandingkan yang konservatif hanya 6,2%. Tindakan bedah dilakukan pada

minggu ke 3-4 setelah onset gejala karena intervensi pada minggu awal

meningkatkan risiko mortalitas >65% karena komplikasi pulmonal/kardial.

B. Terapi Farmakologi a. Manajemen Nyeri

Untuk mengatasi nyeri perut diberikan analgesik. Faktor penting yang perlu diperhatikan dalam memilih analgetik adalah efikasi dan keamanan. Dahulu tritmen biasanya diawali dengan pemberian meperidine secara parenteral (50-100 mg tiap 3-4 jam), karena tidak mengakibatkan pankreatitis. Sekarang ini, banyak rumah sakit yang membatasi atau malah tidak menggunakannya lagi karena tidak seefektif narkotik lainnya dan dikontraindikasikan pada pasien gangguan ginjal. Selain kurang efekif, juga dibutuhkan dosis dan frekuensi yang lebih tinggi. Hal yang terpenting adalah bahwa metabolit aktif meperidine berakumulasi pada pasien gagal ginjal dan dapat menyebabkan kejang atau psikosis.

Parenteral morfin lebih direkomendasikan. Tetapi penggunaannya terkadang harus dihindari karena dapat menyebabkan spasm sphincter of Oddi, meningkatkan serum amylase, dan (jarang) pankreatitis. Hidromorfon lebih


(34)

disukai karena memiliki waktu paruh yang lebih panjang. Belum ada bukti bahwa obat antsekretori dapat mencegah eksaserbasi nyeri perut.

b. Pembatasan Komplikasi Sistemik Dan Pencegahan Nekrosis Pankres

Manajemen Cairan

Penggantian cairan dan suport sistem pernafasan, kariovaskular, hepatobiliary dapat mengurangi komplikasi. Meskipun belum ada bukti metode untuk mencegah komplikasi, terdapat hubungan erat antara hemokonsentrasi dengan nekrosis pankreas. Oleh karena itu penggantian cairan sangat penting utuk mengkoreksi volume intravaskular. Selain itu prognosis pasien sangat tergantung dengan restorasi cairan yang cepat dan adekuat, sesuai dengan jumlah cairan yang masuk ke rongga peritoneal. Pasien pankreatitis akut mungkin terjadi penyisipan cairan 4-12 L ke rongga peritoneal akibat inflamasi.

Vasodilatasi akibat respons inflamasi, muntah, dan nasogastrik juga menyebabkan hypovolemia dan kehilangan cairan dan elektrolit. Pada pankreatitis berat pembuluh darah di dan sekitar pankreas mungkin ruptur dan menyebabkan perdarahan. Pemberian koloid secara intravena mungkin diperlukan untuk mempertahankan volume dan tekanan darah karena kehilangan cairan kaya protein.

Obat-obatan

Sejumlah obat diteliti efikasinya dalam mencegah komplikasi pankreas diantaranya adalah:

 Antagonis H2, , proton pump inhibitor  protease inhibitor: gabexate, aprotinin


(35)

 platelet-activating factor antagonist: lexipafant

 Somatostatin dan Octreotide

o Inhibitor potent sekresi enzim pankreas

o Mengurangi kematian tetapi tidak mengurangi komplikasi

c. Pencegahan Infeksi

Salah satu penyebab kematian pada pankreatitis akut berat adalah karena pankreatitis nekrotika akut. Pankreas yang mengalami nekrosis dapat bersifat steril atau terinfeksi. Pankreas yang terinfeksi mempunyai mortalitas lebih tinggi (10–50%) dibandingkan yang steril (10%). Risiko pankreatitis nekrotika akut terinfeksi tergantung dari luasnya area nekrosis. Semakin luas nekrosis semakin besar risiko infeksi.

Penyebab infeksi terbanyak adalah: Echerichia coli (32%), Enterococcus (25%), Klebsiella (15%), Staphylococcus epidermidis (15%), Staphylococcus aureus (14%), Pseudomonas (7%) dan Candida (11%). Infeksi lebih banyak bersifatmonomikrobial (66%) dibandingkan polimikrobial (34%). Invasi bakterial ke jaringan pankreas dapat terjadi melalui beberapa cara: translokasi bakterial dari colon, refluks cairan bilier melalui duodenum, penyebaran secara hematogen atau melalui saluran limfatika. Saat ini diketahui translokasi bakteri dari lumen saluran cerna merupakan sumber utama bakteri yang mencapai dan menyebabkan nekrosis pankreas/abses yang merupakan salah satu bentuk komplikas lokal. Hal ini disebabkan penurunan motilitas saluran cerna sehingga memperlama eliminasi bakteri dan memungkinkan bakteri berproliferasi di intestin. Integritas mukosa, yang dipertahankan oleh normal enterik di villi adalah salah satu faktor utama mekanisme perlindungan saluran cerna. Kegagalan barier intestinal dan juga


(36)

pertumbuhan bakteri yang sangat besar akibat perubahan motilitas tersebut dan imunosupresi akan meningkatkan kontaminasi pankreas oleh translokasi bakteri pada pasien pankreatitis akut berat.

Pemberian antibiotika profilaksis pada pankreatitis nekrotika akut masih kontroversial. Salah satu keberatannya adalah meningkatnya resistensi mikroba dan risiko meningkatnya infeksi nosokomial akibat organisme nonenterik. melaporkan pemberian antibiotika awal pada pasien yang mengalami nekrosis pankreas akut dengan cefuroxime 4,5 g/hari dibandingkan dengan plasebo dapat menurunkan mortalitas dan risiko sepsis (p=0,01).

Untuk efektivitas pengobatan antibiotika yang diberika adalah antibiotika broad spectrum yang dapat menembus barier sehingga mencapai tempat infeksi, seperti metronidazole, cefotaxime, piperacillin, mezlocillin,ofloxacin, and ciprofloxacin. Apabila diberikan secara profilaktik disarankan lama pemberian berkisar antara 7-14 hari.

Pemeriksaan aspirasi jarum halus yang dipandu dengan USG/CT scan sebaiknya dilakukan untuk membedakan nekrosis pankreas akut bersifat steril atau terinfeksi dan melakukan kultur dan sensitivitas sebagai pedoman pemberian antibiotika yang tepat. Aspirasi jarum halus relatif aman dan memberikan hasil yang akurat, dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas untuk menegakkan nekrosis pankreas terinfeksi sebesar masing masing 90% dan 96%.

d. Pankreatitis Post-ERCP

Pankreatitis yang terjadi akibat trauma setelah ERCP (Endoscopic


(37)

sendiri. Jika memerlukan pengobatan yang diberikan adalah Somatostatin dan gabexate

4.2 MANAJEMEN PANKREATITIS KRONIK A. Terapi Non farmakologi

Selama suatu serangan, yang sangat penting adalah menghindari alkohol. Menghindari semua makanan dan hanya menerima cairan melalui infus, dapat mengistirahatkan pankreas dan usus juga bisa mengurangi rasa nyeri.

Untuk mengurangi serangan, dianjurkan makan 4-5 kali/hari, yang mengandung sedikit lemak dan protein, dan banyak karbohidrat. Alkohol harus tetap dihindari.

Bila sakit berlanjut, kemungkinan telah terjadi komplikasi, seperti masa

peradangan di kepala pankreas atau suatu pseudokista. Masa peradangan

memerlukan terapi pembedahan. Pseudokista yang menyebabkan nyeri sejalan

dengan perkembangannya, mungkin harus menjalani dekompresi (pengurangan

penekanan).

Pada pecandu alkohol yang mengalami penyembuhan, pengangkatan sebagian pankreas dilakukan hanya pada mereka yang dapat mengatasi diabetes yang akan terjadi setelah pembedahan


(38)

Tetapi pereda nyeri golongan narkotik, masih sering diperlukan untuk mengurangi rasa nyeri. Bila penderita terus menerus merasakan nyeri dan tidak ada komplikasi, biasanya dokter menyuntikan penghambat nyeri ke saraf pankreas sehingga rangsangannya tidak sampai ke otak. Bila cara ini gagal, mungkin diperlukan pembedahan. Jika saluran pankreasnya melebar, pembuatan jalan pintas dari pankreas ke usus halus, akan mengurangi rasa nyeri pada sekitar 70-80% penderita. Jika salurannya tidak melebar, sebagian dari pankreas mungkin harus diangkat. Bila kepala pankreas terkena, bagian ini diangkat bersamaan dengan usus dua belas jari. Pembedahan ini dapat mengurangi nyeri pada 60-80% penderita.

Dengan meminum tablet atau kapsul yang mengandung ekstrak enzim pankreas pada saat makan, dapat membuat tinja menjadi kurang berlemak dan memperbaiki penyerapan makanan, tapi masalah ini jarang dapat teratasi. Bila perlu, larutan antasid atau penghambat H2 dapat diminum bersamaan dengan enzim pankreas. Dengan pengobatan tersebut, berat badan penderita biasanya akan meningkat, buang air besarnya menjadi lebih jarang, tidak lagi terdapat tetesan minyak pada tinjanya dan secara umum akan merasa lebih baik.

Jika pengobatan diatas tidak efektif, penderita dapat mencoba mengurangi asupan lemak. Mungkin juga dibutuhkan tambahan vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E dan K).


(39)

BAB IV PENUTUP

Pankreas merupakan organ yang istimewa karena mempunyai dua fungsi sekaligus yaitu eksokrin dan endokrin. Kerusakan yang diawali pada sel asini unit eksokrin mengakibatkan terjadinya pankreatitis baik akut yang dapat normal kembali fungsi pankreasnya maupun pankreatitis kronik dengan kerusakan permanen.

Dalam penatalaksanaannya yang penting untuk pankreatitis akut adalah mengatasi nyeri perut, manajemen penggantian cairan, dan pemberian nutrisi pendukung. Selain itu Juga diberikan antibiotika untuk profilaksis pada pankreatitis nekrosis. Terapi intervensi dengan endoskopi maupun bedah juga perlu dilakukan pada kondisi tertentu. Pada pankreatitis kronik tritmen ditujukan untuk mengatasi nyeri kronik, malabsorpsi, dan diabetes.


(40)

DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, B. dan Suharjo, J.B. 2006. Manajemen Pankreatitis Akut. DEXA

MEDIA No. 2, Vol. 19, April - Juni 2006

DiPiro, J.T. 2005. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 7e. Joseph T. DiPiro, New York: McGraw-Hill

Ganong, W. F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ganong. Edisi 22,

Jakarta:EGC

Kumar V., Cotran R. S., Robbins S. L. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta : EGC

Matsuda, J. 2009. Pankreatitis Kronis. Available from: http://medicastore.com. Diakses pada tanggal 1 juli 2011

Nurman, L.A. 2000. Penatalaksanaan Pankreatitis Akut. Cermin Dunia

Kedokteran. No. 128, 2000 37

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2007. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : EGC

Price S. A., Wilson L. M., 2006. Patofisiologi – Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC

Panmedical. 2010. Pankreatitis Akut. Available from: http://panmedical.wordpress.com. Diakses pada tanggal 1 juli 2011

Sainio V, Kemppainen E, Puolakkainen P. 1995. Early antibiotic treatment in acute necrotizing pancreatitis. Lancet; 346:663-7

Zhu AJ, Shi JS, Sun XJ. Organ failure associated with severe acute pancreatitis.


(1)

 platelet-activating factor antagonist: lexipafant  Somatostatin dan Octreotide

o Inhibitor potent sekresi enzim pankreas

o Mengurangi kematian tetapi tidak mengurangi komplikasi c. Pencegahan Infeksi

Salah satu penyebab kematian pada pankreatitis akut berat adalah karena pankreatitis nekrotika akut. Pankreas yang mengalami nekrosis dapat bersifat steril atau terinfeksi. Pankreas yang terinfeksi mempunyai mortalitas lebih tinggi (10–50%) dibandingkan yang steril (10%). Risiko pankreatitis nekrotika akut terinfeksi tergantung dari luasnya area nekrosis. Semakin luas nekrosis semakin besar risiko infeksi.

Penyebab infeksi terbanyak adalah: Echerichia coli (32%), Enterococcus (25%), Klebsiella (15%), Staphylococcus epidermidis (15%), Staphylococcus aureus (14%), Pseudomonas (7%) dan Candida (11%). Infeksi lebih banyak bersifatmonomikrobial (66%) dibandingkan polimikrobial (34%). Invasi bakterial ke jaringan pankreas dapat terjadi melalui beberapa cara: translokasi bakterial dari colon, refluks cairan bilier melalui duodenum, penyebaran secara hematogen atau melalui saluran limfatika. Saat ini diketahui translokasi bakteri dari lumen saluran cerna merupakan sumber utama bakteri yang mencapai dan menyebabkan nekrosis pankreas/abses yang merupakan salah satu bentuk komplikas lokal. Hal ini disebabkan penurunan motilitas saluran cerna sehingga memperlama eliminasi bakteri dan memungkinkan bakteri berproliferasi di intestin. Integritas mukosa, yang dipertahankan oleh normal enterik di villi adalah salah satu faktor utama mekanisme perlindungan saluran cerna. Kegagalan barier intestinal dan juga


(2)

pertumbuhan bakteri yang sangat besar akibat perubahan motilitas tersebut dan imunosupresi akan meningkatkan kontaminasi pankreas oleh translokasi bakteri pada pasien pankreatitis akut berat.

Pemberian antibiotika profilaksis pada pankreatitis nekrotika akut masih kontroversial. Salah satu keberatannya adalah meningkatnya resistensi mikroba dan risiko meningkatnya infeksi nosokomial akibat organisme nonenterik. melaporkan pemberian antibiotika awal pada pasien yang mengalami nekrosis pankreas akut dengan cefuroxime 4,5 g/hari dibandingkan dengan plasebo dapat menurunkan mortalitas dan risiko sepsis (p=0,01).

Untuk efektivitas pengobatan antibiotika yang diberika adalah antibiotika broad spectrum yang dapat menembus barier sehingga mencapai tempat infeksi, seperti metronidazole, cefotaxime, piperacillin, mezlocillin,ofloxacin, and ciprofloxacin. Apabila diberikan secara profilaktik disarankan lama pemberian berkisar antara 7-14 hari.

Pemeriksaan aspirasi jarum halus yang dipandu dengan USG/CT scan sebaiknya dilakukan untuk membedakan nekrosis pankreas akut bersifat steril atau terinfeksi dan melakukan kultur dan sensitivitas sebagai pedoman pemberian antibiotika yang tepat. Aspirasi jarum halus relatif aman dan memberikan hasil yang akurat, dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas untuk menegakkan nekrosis pankreas terinfeksi sebesar masing masing 90% dan 96%.

d. Pankreatitis Post-ERCP

Pankreatitis yang terjadi akibat trauma setelah ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography) biasanya ringan dan dapat sembuh


(3)

sendiri. Jika memerlukan pengobatan yang diberikan adalah Somatostatin dan gabexate

4.2 MANAJEMEN PANKREATITIS KRONIK A. Terapi Non farmakologi

Selama suatu serangan, yang sangat penting adalah menghindari alkohol. Menghindari semua makanan dan hanya menerima cairan melalui infus, dapat mengistirahatkan pankreas dan usus juga bisa mengurangi rasa nyeri.

Untuk mengurangi serangan, dianjurkan makan 4-5 kali/hari, yang mengandung sedikit lemak dan protein, dan banyak karbohidrat. Alkohol harus tetap dihindari.

Bila sakit berlanjut, kemungkinan telah terjadi komplikasi, seperti masa peradangan di kepala pankreas atau suatu pseudokista. Masa peradangan memerlukan terapi pembedahan. Pseudokista yang menyebabkan nyeri sejalan dengan perkembangannya, mungkin harus menjalani dekompresi (pengurangan penekanan).

Pada pecandu alkohol yang mengalami penyembuhan, pengangkatan sebagian pankreas dilakukan hanya pada mereka yang dapat mengatasi diabetes yang akan terjadi setelah pembedahan


(4)

Tetapi pereda nyeri golongan narkotik, masih sering diperlukan untuk mengurangi rasa nyeri. Bila penderita terus menerus merasakan nyeri dan tidak ada komplikasi, biasanya dokter menyuntikan penghambat nyeri ke saraf pankreas sehingga rangsangannya tidak sampai ke otak. Bila cara ini gagal, mungkin diperlukan pembedahan. Jika saluran pankreasnya melebar, pembuatan jalan pintas dari pankreas ke usus halus, akan mengurangi rasa nyeri pada sekitar 70-80% penderita. Jika salurannya tidak melebar, sebagian dari pankreas mungkin harus diangkat. Bila kepala pankreas terkena, bagian ini diangkat bersamaan dengan usus dua belas jari. Pembedahan ini dapat mengurangi nyeri pada 60-80% penderita.

Dengan meminum tablet atau kapsul yang mengandung ekstrak enzim pankreas pada saat makan, dapat membuat tinja menjadi kurang berlemak dan memperbaiki penyerapan makanan, tapi masalah ini jarang dapat teratasi. Bila perlu, larutan antasid atau penghambat H2 dapat diminum bersamaan dengan enzim pankreas. Dengan pengobatan tersebut, berat badan penderita biasanya akan meningkat, buang air besarnya menjadi lebih jarang, tidak lagi terdapat tetesan minyak pada tinjanya dan secara umum akan merasa lebih baik.

Jika pengobatan diatas tidak efektif, penderita dapat mencoba mengurangi asupan lemak. Mungkin juga dibutuhkan tambahan vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E dan K).


(5)

BAB IV PENUTUP

Pankreas merupakan organ yang istimewa karena mempunyai dua fungsi sekaligus yaitu eksokrin dan endokrin. Kerusakan yang diawali pada sel asini unit eksokrin mengakibatkan terjadinya pankreatitis baik akut yang dapat normal kembali fungsi pankreasnya maupun pankreatitis kronik dengan kerusakan permanen.

Dalam penatalaksanaannya yang penting untuk pankreatitis akut adalah mengatasi nyeri perut, manajemen penggantian cairan, dan pemberian nutrisi pendukung. Selain itu Juga diberikan antibiotika untuk profilaksis pada pankreatitis nekrosis. Terapi intervensi dengan endoskopi maupun bedah juga perlu dilakukan pada kondisi tertentu. Pada pankreatitis kronik tritmen ditujukan untuk mengatasi nyeri kronik, malabsorpsi, dan diabetes.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, B. dan Suharjo, J.B. 2006. Manajemen Pankreatitis Akut. DEXA MEDIA No. 2, Vol. 19, April - Juni 2006

DiPiro, J.T. 2005. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 7e. Joseph T. DiPiro, New York: McGraw-Hill

Ganong, W. F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ganong. Edisi 22, Jakarta:EGC

Kumar V., Cotran R. S., Robbins S. L. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta : EGC

Matsuda, J. 2009. Pankreatitis Kronis. Available from: http://medicastore.com. Diakses pada tanggal 1 juli 2011

Nurman, L.A. 2000. Penatalaksanaan Pankreatitis Akut. Cermin Dunia Kedokteran. No. 128, 2000 37

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : EGC

Price S. A., Wilson L. M., 2006. Patofisiologi – Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC

Panmedical. 2010. Pankreatitis Akut. Available from: http://panmedical.wordpress.com. Diakses pada tanggal 1 juli 2011

Sainio V, Kemppainen E, Puolakkainen P. 1995. Early antibiotic treatment in acute necrotizing pancreatitis. Lancet; 346:663-7

Zhu AJ, Shi JS, Sun XJ. Organ failure associated with severe acute pancreatitis. World J Gastroenterol 2003; 9(11):2570-3