Indikasi Sirkumsisi Kontraindikasi Prinsip dasar dalam melakukan sirkumsisi

umumnya pemisahan prepusium dengan glans penis terjadi saat pubertas Gairdner, 1949. Gambar 2.1 Foreskin McCoombe and Short, 2006 Prepusium memiliki dua fungsi utama. Pertama, prepusium berfungsi untuk melindungi glans penis. Kedua, prepusium adalah bagian sensoris utama pada penis Kim D, 2007.

2.2.4. Indikasi Sirkumsisi

a. Agama Sirkumsisi dalam agama Yahudi dilakukan pada bayi laki-laki berumur 8 tahun. Hal ini dilakukan karena adanya suatu perjanjian antara Abraham dan Tuhan bahwa semua bangsa Yahudi harus melakukan sirkumsisi Johnson, 1993. Dalam agama Islam, sirkumsisi dilakukan sebagai tuntunan syariat Islam yang dilakukan pada laki-laki maupun perempuan Thomas, 2003. b. Medis 1. Fimosis Fimosis adalah keadaan dimana prepusium tidak dapat ditarik ke belakang untuk membuka seluruh bagian glans penis Cathcart P et al, 2006. 2. Parafimosis Parafimosis adalah keadaan dimana prepusium dapat ditarik ke belakang, tetapi tidak dapat kembali ke depan dan akhirnya menjepit penis sehingga menyebabkan pembengkakan Rickwood AM, 1999 Universitas Sumatera Utara 3. Balanopostitis Balanopostitis adalah suatu inflamasi mukosa permukaan pada prepusium yang terjadi secara akut ataupun kronik Rickwood AM, 1999. 4. Balanitis xerotica obliterans Balanitis xerotica obliterans adalah suatu sklerosis kronik dan proses atropi dari glans penis maupun prepusium. Keadaan ini juga menjadi faktor risiko terjadinya suatu kanker penis dan satu-satunya indikasi absolut pada sirkumsisi Holman JR, 1999. 5. Indikasi yang jarang Tumor-tumor pada prepusium, kulit frenulum yang terlalu berlebihan maupun terlalu sedikit melekat Holman JR, 1999.

2.2.5. Kontraindikasi

Pada sirkumsisi terdapat beberapa kontraindikasi Hammond T, 1999: 1 Hipospadi dan kelainan kongenital penis lainnya, seperti epispadia 2 Chordee bagian ventral penis yang mengalami angulasi 3 Buried penis penis yang berukuran normal namun seperti tertanam dibawah abdomen, paha, atau skrotum. 4 Bayi yang sakit dan dalam kondisi yang tidak stabil 5 Jaundice ataupun ikterus 6 Riwayat kelainan perdarahan pada keluarga 7 Fasilitas dan tenaga kesehatan yang tidak memadai

2.2.6. Prinsip dasar dalam melakukan sirkumsisi

Sirkumsisi dilakukan harus sesuai dengan beberapa prinsip dasar, yaitu: 1. Asepsis 2. Pengangkatan kulit prepusium secara adekuat 3. Hemostasis yang baik 4. Kosmetik Universitas Sumatera Utara Sirkumsisi pada neonatus 1 bulan dapat dikerjakan tanpa menggunakan anastesi, sedangkan anak yang lebih besar harus dengan anastesi umum. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya trauma psikologis Purnomo, 2003. Metode sirkumsisi pada anak maupun dewasa 1. Persiapan pasien 1. Rambut di sekitar penis pubes dicukur 2. Penis dan sekitarnya dibersihkan dengan air sabun 3. Perlu dilakukan pendekatan agar tidak cemas dan gelisah 4. Periksa apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap obat dan riwayat penyakit terdahulu Bachsinar, 1993. 2. Teknik dalam sirkumsisi Teknik sirkumsisi yang paling sering digunakan adalah dorsumsisi dan klasik WHOUNAIDSJHPIEGO, 2008. Prosedur tindakan sirkumsisi adalah, sebagai berikut: 1 Disinfeksi lapangan operasi dengan povidon yodium 2 Daerah operasi ditutup dengan kain steril 3 Pada anak yang lebih besar atau dewasa, pembiusan dilakukan dengan memaki anasteri local dengan menyuntikkan obat pada basis penis . obat anastesi disuntikkan dengan cara di bawah kulit dan melingakar basis ilfiltrasi di bawah kulit dan melingkari bawah kulit. Kemudian ditunggu beberapa saat dan dinyakinkan bahwa batang penis sudah terbius. 4 Jika terjadi fimosis, dilakukan dilatasi dulu dengan klem sehinggga prepusium dapat ditarik ke proksimal. Selanjutnya prepusium dibebaskan dari perekatannya dengan glands penis dan dibersihkan dari smegma atau kotoran lain. 5 Pemotongan prepusium B Purnomo, 2003. Dorsumsisi adalah teknik sirkumsisi dengan cara memotong prepusium pada jam 12, sejajar dengan sumbu panjang penis kearah proksimal, kemudian dilakukan Universitas Sumatera Utara petongan melingkar ke kiri dan ke kanan sepanjang sulkus koronarius glandis. Cara ini lebih dianjurkan, karena dianggap lebih etis dibanding cara guilotin. Dengan sering berlatih melakukan cara ini, maka akan semakin terampil, sehingga hasil yang didapat juga lebih baik Bachsinar, 1993. Keuntungan dengan menggunakan teknik dorsumsisi adalah: 1 Kelebihan mukosa-kulit bisa diatur. 2 Tidak terdapat insisi mukosa yang berlebihan seperti cara guilotin. 3 Kemungkinan melukai glands penis dan merusak frenulum prepusium lebih kecil. 4 Pendarahan mudah dilatasi, karena insisi dilakukan bertahap Kerugian dengan menggunakan teknik dorsumsisi adalah: 1 Tekniknya lebih rumit dibandingakan cara guilotin 2 Bila tidak terbiasa, insisi tidak rata 3 Memerlukan waktu relatif lebih lama dibandingkan guilotin Bachsinar, tahun 1993 Cara kerja dalam melakukan teknik dorsumsisi adalah: 1 Prepsium dijepit pada jam 11, 1 dan 6 2 Prepusium diinsisi di antara jam 11 dan 1 ke arah sulkus koronarius glandis, sisakan mukosa-kulit 2-3 mm dari bagian distal sulkus; pasanglah tali kendali 3 Insisi melingkar ke kiri dan ke kanan sejajar sulkus 4 Pada frenulum prepusim insisi dibuat agak runcing membentuk segitiga 5 Perdarahan dirawat 6 Buatlah tali kendali pada jam 3 dan 9 7 Lakukan penjahitan frenlum-kulit dengan jahitan berbetuk angka 8. 8 Lakukan penjahitan mukosa-kulit di sekeliling penis Purnomo, 2003 Pada dorsumsisi perlu diperhatikan: Universitas Sumatera Utara 1 Ukurlah mukosa-kulit pada pemotongan antara jam 11 dan 1 sebagai patokan pada insisi ke lateral 2 Pada insisi ke lateral, kulit-mukosa tak boleh terlalu ditarik karena sisa mukosa dapat menjadi terlalu sedikit, yang mempersulit penjahitan 3 Ikatan plain cat-gut pada perwatan perdarahaan dilakukan minimal tiga kali, untuk mencegah terlepasnya benang dari simpul 4 Pada penjahitan keliling, jahitan harus serapat mungkin, tidak boleh terdapat tumpang tindih Purnomo, 2003. Gambar 2.2. Dorsumsisi Purnomo, 2003 Setelah dilakukan tindakan sirkumsisi, perlu diperhatikan perawatan pascasirkumsisi. Ada beberapa perawatan yang harus dilakukan pasca operasi, yaitu:

1. Obat analgesik dan antibiotik

Segera setelah disirkumsisi sebaiknya meminum obat analgesik penghilang nyeri untuk menghindarkan rasa sakit setelah obat anestesi lokal yang disuntikkan habis diserap tubuh. Umumnya obat anestesi mampu bertahan antara satu jam sampai satu setengah jam setelah disuntikkan. Diharapkan setelah obat bius tersebut habis masa kerjanya maka dapat tergantikan dengan obat Analgesik. Universitas Sumatera Utara Obat antibiotik juga sebaiknya diminum secara teratur umumnya diberikan untuk 5-10 hari agar tidak terjadi infeksi yang pada akhirnya akan menghambat penyembuhan luka khitan.

2. Menjaga daerah alat kelamin tetap bersih dan kering

a Menggunakan celana yang tidak ketat untuk menghindari gesekan. b Membersihkan uretra eksternal secukupnya secara perlahan setiap selesai buang air kecil tanpa mengenai bekas sirkumsisi. c Membersihkan penis dari bercak-bercak darah yang menggumpal seperti borok dengan menggunakan iodine atau rivanol. d Jika sudah lebih dari 3 hari maka bekas luka sirkumsisi boleh dibersihkan dengan air hangat dengan cara masukkan kassa steril ke dalam air hangat lalu peras dan bersihkan secara perlahan “bekas darah” sampai terlepas.

3. Bengkak pada alat kelamin merupakan kejadian normal

Bekas suntikan obat anestesibius di pangkal penis terutama bagian atas terkadang dapat menimbulkan bengkak yang sebenarnya akan diserap sendiri oleh tubuh dalam waktu 1-2 minggu. Jika dirasakan mengganggu, bengkak dapat dikompres selama 5-10 menit dengan kassa yang dicelupkan air hangat 2 kali dalam sehari. Perlakuan ini dapat dilakukan mulai 2 hari setelah sirkumsisi dan usahakan air tersebut tidak mengenai lukanya. 4. Mengatur Makanan Sebenarnya tidak ada pantangan makanan tertentu yang khusus untuk pasien sirkumsisi. Ikan, telur dan daging bukan suatu “larangan untuk dimakan” karena hal t ersebut hanyalah “mitos” yang salah dan banyak berkembang di masyarakat. Sebaliknya kandungan vitamin dan protein yang terkandung dalam makanan tersebut diperlukan tubuh untuk membantu proses penyembuhan luka agar lebih cepat kering. Ikan, telur dan dagin g hanyalah pantangan bagi mereka yang memang “alergi” terhadap makanan tersebut. Cirinya adalah setiap kali orang tersebut mengkonsumsi makanan tersebut maka menyebabkan reaksi alergi gatal, bentol, dan lain-lain dan Universitas Sumatera Utara hal tersebut sudah berlangsung lama semenjak lahirkecil dan bukan pada saat proses khitan saja.

5. Tidak perlu berlebihan

Biasanya orang yang terlalu khawatir akan penyembuhan luka pasca sirkumsisi menggunakan berbagai obat ataupun salep secara berlebihan. Hal ini justru sangat tidak dianjurkan karena bisa menjadi kotoran yang berdampak pada infeksi bila tidak rajin dibersihkan. Selama 4-5 hari setelah sirkumsisi sebaiknya mandi dengan cara dilap tubuhnya. Setelah waktu itu jika luka khitan sudah kering maka diperbolehkan mandi dengan air seperti biasanya.Gunakanlah sabun secukupnya dan tidak berlebihan agar tidak menyebabkan perih apabila mengenai bekas luka khitan.

6. Usahakan tidak bergerak terlalu aktif

Istirahat untuk beberapa hari sangat diperlukan untuk menghindari bengkak oedem yang berlebihan. Kalau memang harus berjalan, tidak apa-apa seperlunya. Yang penting jangan melakukan aktifitas yang berlebihan seperti melompat-lompat atau berlari-lari. Hubungan seksual juga sebaiknya ditahan sampai penisnya sembuh total, yaitu sekitar satu setengah bulan.

7. Kontrol dan Melepas Perban

Penggantian perban dapat dilakukan setiap 2-3 hari tergantung perkembangan luka khitan. Jika anda sudah mahir hal tersebut dapat dilakukan sendiri di rumah. Jika merasa kesulitan sebaiknya dibawa ke dokter. Lakukan kontrol rutin ke dokter yang melakukan sirkumsisi pada hari ketiga dan pada hari kelima-ketujuh. Apabila luka sirkumsisi sudah betul-betul kering maka perban bisa dilepaskan secara total. Sebelumnya lakukan pemberian air hangat, baby oil atau minyak kelapa pada perban dengan cara meneteskan secukupnya. Hal ini berguna untuk melunakkan kulit luka dan perban, sehingga mudah dilepaskan. Jika diperlukan, pelepasan perban dapat dibantu dengan penggunaan anastesi spray untuk mengurangi nyeri Hana, 2008. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang