3. Asas mengikatnya suatu perjanjian pacta sunt servanda.
Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi yang membuatnya Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata.
4. Asas itikad baik Togue dentrow.
Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata. Itikad baik ada dua, yakni:
a Bersifat objektif, artinya mengindahkan kepatutan dan kesusilaan.
Contoh, Si A melakukan perjanjian dengan si B membangun rumah. Si A ingin memakai keramik cap gajah namun di pasaran habis maka
diganti cap semut oleh si B. b
Bersifat subjektif, artinya ditentukan sikap batin seseorang. Contoh, si A ingin membeli motor, kemudian datanglah si B berpenampilan seperti
preman yang mau menjual motor tanpa surat-surat dengan harga yang sangat murah. Si A tidak mau membeli karena takut bukan barang halal
atau barang tidak legal. 5.
Asas kepribadian personalitas Pada umumnya tidak seorang pendapat mengadakan perjanjian kecuali
untuk dirinya sendiri.Pengecualiannya terdapat di dalam Pasal 1317 KUH Perdata tentang janji untuk pihak ketiga.
B. Jenis- Jenis Perjanjian
Mengenai perjanjian diatur dalam buku III KUH Perdata, peraturan-peraturan yang tercantum dalam buku III KUH Perdata ini sering disebut juga dengan peraturan
Universitas Sumatera Utara
pelengkap, bukan peraturan memaksa, yang berarti bahwa para pihak dapat mengadakan perjanjian dengan, mengeyampingkan peraturan-peraturan perjanjian
yang ada. Oleh karena itu para pihak yang hendak mengadakan perjanjian , berhak untuk mengadakan perjanjian-perjanjian yang sama sekali tidak diatur dalam KUH
Perdata. Perjanjian dapat dibedakan menururut berbagai cara, yaitu:
1. Perjanjian menurut sumbernya :
a Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga misalnya, perkawinan.
b Perjanjian yang bersumber dari hukum kebendaan, adalah perjanjian
yang berhubungan dengan peralihan hukum benda.
c Perjanjian obligatoir , adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban.
d Perjanjian yang bersumber dari hukum acara.
e Perjanjian yang bersumber dari hukum publik.
2. Perjanjian menurut namanya, dibedakan menjadi :
a Perjanjian bernama, yaitu merupakan perjanjian-perjanjian yang diatur
dalam KUH Perdata. Yang termasuk kepada perjanjian ini misalnya, perjanjian jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa dan lain-lain.
b Perjanjian tidak bernama, yaitu merupakan perjanjian-perjanjian yang
tidak diatur dalam KUH Perdata. Jadi dalam hal ini para pihak yang menentukan sendiri perjanjian itu. Dalam hal ini ketentuan-ketentuan
yang ditetapkan oleh para pihak, berlaku sebagai undang-undang bagi masing-masing pihak.
Universitas Sumatera Utara
3. Perjanjian menurut bentuknya ada 2 macam, yaitu perjanjian lisantidak
tertulis dan perjanjian tertulis. Yang termasuk perjanjian lisan adalah: a
Perjanjian konsensual dan perjanjian real. Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena adanya
persetujuan kehendak antara para pihak. b
Sedangkan perjanjian real adalah perjanjian disamping adanya persetujuan kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas
barangnya.Contohnya jual beli barang bergerak, perjanjian penitipan, perjanjian pinjam pakai dan sebagainya.
Sedangkan yang termasuk perjanjian tertulis, yaitu : a
Perjanjianstandar atau baku adalah perjanjian tertulis yang berbentuk tertulis berupa formulir yang isinya telah di standarisasi dibakukan
terlebih dahulu secara sepihak oleh produsen, serta bersifat massal, tanpa mempertimbangkan perbedaan kondisi yang dimiliki
konsumen. b
Perjanjian formal adalah perjanjian yang telah ditetapkan dengan formalitas tertentu, misalanya perjanjian perdamaian yang harus
secara tertulis, perjanjian hibah dengan akta notaris.
23
23
Ibid., hlm.59.
Universitas Sumatera Utara
Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya ditinjau dari segi prestasi perjanjian, dapat dibagi antara “perjanjian untuk memberikan sesuatu” ,
“melakukan sesuatu”, “tidak melakukan sesuatu”. Selain jenis-jenis perjanjian yang telah disebutkan di atas, hukum perdata juga
mengenal beberapa jenis perjanjian yang lainnya, yaitu : 1.
Perjanjian Positif dan Negatif. Perjanjian positif dan negatif ini adalah pembagian perjanjian yang
ditinjau dari segi “isi” prestasi yang harus dilaksanakan. Suatu perjanjian disebut positif apabila pelaksanaan prestasi yang
dimaksud dalam isi perjanjian merupakan “tindakan positif”, baik berbuat sesuatu, menyerahkan sesuatu, atau melakukan sesuatu.
Dan yang disebut dengan perjanjian negatif adalah, apabila prestasi yang menjadi maksud perjanjian merupakan sesuatu tindakan ngatif hal ini terdapat
pada persetujuan yang berupa “tidak melakukan sesuatu” niet te doen.
24
2. Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik.
Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak saja, sedangkan dilain pihak hanya ada haknya saja.Contohnya
perjanjian hibah, hadiah, perjanjian pinjam pakai cuma-cuma.Sedangkan perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban
kepada kedua belah pihak. Contohnya
24
M.Yahya Harahap,Op.Cit., hlm.34.
Universitas Sumatera Utara
Perjanjian jual-beli, perjanjian sewa-menyewa, dan sebagainya. Didalam KUH Perdata Buku III diatur berbagai persetujuan tertentu, seperti
jual beli,sewa menyewa,tukar menukar barang, pemberian kuasa, perjanjian perburuhan, pemborongan kerja dan lain-lain.
Lalu dari peraturan tersebut timbul pertanyaan, apakah perjanjian pengangkutan dapat dikategorikan kepada salah satu dari perjanjian tertentu yang ada dalam KUH
Perdata. Menurut HMN. Purwosujtipto,SH. Bahwa perjanjian pengangkutan tidak termasuk kedalam salah satu perjanjian tertentu yang diatur dalam KUH Perdata.
Demikian juga pendapat Prof. Wirjonoprodjodikoro,SH.
25
25
HMN.Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Buku III Hukum Pengangkutan,Djambatan, Jakarta,1987, hlm 187.
Persamaan antara perjanjian pengangkutan dan pemberian kuasa hanya terdapat dalam hal unsur menyuruh orang lain mengerjakan Sesutu bagi kepentingan pihak
yang menyuruh. Tetapi perbedaannya sangat mendasar. Bahwa dalam pemberian kuasa, ada hubungan yang hakiki dan erat antara yang memberi kuasa dan yang diberi
kuasa dalam suatu perbuatan tertentu sehingga dengan perbuatan tersebut timbul hubungan hukum antara si pemberi kuasa sendiri, dan penyuruhan orang lain pada
hakekatnya hanya dilakukan dalam hal si pemberi kuasa berhalangan atau keberatan untuk melakukan perbuatan itu sendiri.
Jadi dalam hal pemberian kuasa perlu dibuat suatu pasal-pasal yang jelas mengenai hubungan antara pihak pemberi kuasa dan pihak penerima kuasa.Hal
tersebut tidak diperlukan dalam perjanjian pengangkutan.
Universitas Sumatera Utara
Jadi dengan demikian dapat dikatakan bahwa perjanjian pengangkutan tidak termasuk kepada perjanjian-perjanjian tertentu seperti yang diatur dalam KUH
Perdata,akan tetapi merupakan jenis perjanjian khusus yang diatur dalam KUH Dagang.
Perjanjian dan perikatan adalah dua hal yang berbeda, meskipun keduanya memiliki ciri yang hampir sama. Perbedaan itu dapat dilihat dalam tabel dibawah
ini:
26
Perjanjian Perikatan
Perjanjian menimbulkan perikatan Perikatan adalah isi perjanjian
Perjanjian lebih konkret daripada perikatan, artinya perjanjian itu dapat
dilihat dan didengar Perikatan merupakan pengertian yang
abstrak hanya dalam pikiran
Pada umumnya perjanjian merupakan hubungan hukum bersegi dua,
artinya:Akibat hukum dikehendaki kedua belah pihak. Hal ini bermakna
bahwa hak dan kewajiban dapat dipaksakan. Pihak-pihak berjumlah
lebih dari atau sama dengan 2 sehingga bukan pernyataan sepihak, dan
merupkan perbuatan hukum. Bersegi satu, hal ini berarti belum tentu
menimbulkn akibat hukum, sebagai contoh, perikatan alami tidak dapat
dituntut dimuka pengadilan hutang karena judi pemenuhannya tidak dapat
dipaksakan. Pihaknya hanya berjumlah 1 maka merupakan pernyataan sepihak dan
merupakan perbuatan biasa bukan perbuatan hukum
26
Handri Raharjo,Hukum Perjanjian di Indonesia,Pustaka Yustisia,Yogyakarta,2009.,hlm.43.
Universitas Sumatera Utara
C. Syarat-syarat Perjanjian