didapat tanpa menggunakan perencanaan tertulis. Demikian juga, kapal tersebut tidak dilengkapi dengan perhitungan-perhitungan hidrostatik dan stabilitas.
Kapal-kapal yang berlabuh di PPN Kejawanan merupakan kapal kayu yang dibangun dengan menggunakan metode tradisional. Pembangunan kapal
secara tradisional ini diduga tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh BKI. Kapal yang tidak sesuai dengan aturan BKI dapat saja dikatakan tidak
layak laut, namun pada kenyataannya kapal-kapal yang dibangun secara tradisional tersebut tetap dapat melakukan operasi penangkapan dengan baik.
Beberapa pernyataan tersebut membuat penulis tertarik untuk meneliti kesesuaian ukuran beberapa konstruksi bagian kapal penangkap ikan di PPN Kejawanan
dengan aturan BKI. Penelitian serupa juga sudah dilakukan oleh Bramantyas Febriyansyah di PPI Muara Angke pada tahun 2009 dan Arif Mullah di PPN
Palabuhanratu pada tahun 2010. Berdasarkan kedua hasil penelitian tersebut sebagian besar konstruksi kapal penangkap ikan tidak sesuai dengan aturan BKI.
Penelitian kesesuaian beberapa konstruksi kapal penangkap ikan yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lebih lanjut data ukur
yang didapat dengan aturan yang ditetapkan BKI. Data ukur serta hasil analisis tersebut diharapkan dapat memunculkan ide-ide penelitian selanjutnya serta
memberikan informasi bagi nelayan akan pentingnya modernisasi desain pada konstruksi kapal penangkap ikan. Melihat dari beberapa tujuan dan manfaat dalam
penelitian ini, penulis menganggap bahwa penelitian ini sangat perlu dilakukan.
1.2 Perumusan Masalah
Beberapa permasalahan yang mendorong penulis untuk menelaah lebih jauh data beberapa bagian konstruksi kapal perikanan di PPN Kejawanan Cirebon
adalah sebagai berikut: 1 Berapa ukuran beberapa bagian-bagian konstruksi kapal penangkap ikan di
PPN Kejawanan Cirebon Jawa Barat? ; dan 2 Apakah ukuran bagian konstruksi kapal di PPN Kejawanan Cirebon Jawa
Barat sudah sesuai dengan aturan BKI?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitan ini bertujuan untuk: 1 Mendapatkan data ukur pada beberapa bagian konstruksi kapal penangkap
ikan di PPN Kejawanan Cirebon Jawa Barat; dan 2 Menganalisis kesesuaian data ukur yang didapat dari bagian konstruksi
kapal penangkap ikan di PPN Kejawanan Cirebon Jawa Barat dengan standar yang ditetapkan BKI.
1.4 Manfaat Penelitian
1 Menjadi sarana bagi penulis untuk dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah ditetapkan di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, dan
dapat meningkatkan kemampuan analisis bagi penulis; 2 Sebagai bahan masukan bagi BKI untuk menetapkan standar yang sesuai
dengan kondisi yang ada di Indonesia; 3 Sebagai sumber data dan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan
serta bahan acuan untuk penelitian selanjutnya; dan 4 Memberikan informasi kepada nelayan tentang data ukur yang telah
ditetapkan dalam standar BKI.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kapal Perikanan
Terdapat beberapa definisi mengenai kapal perikanan, menurut Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, kapal perikanan adalah kapal,
perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan
ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan,dan penelitian atau eksplorasi perikanan. Menurut Fyson 1985, kapal perikanan merupakan kapal yang dibuat
untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan penangkapan ikan fishing operation, menyimpan ikan dan lain sebagainya yang didesain dengan ukuran, rancangan
bentuk dek, kapasitas muat, akomodasi, mesin serta berbagai perlengkapan yang secara keseluruhan disesuaikan dengan fungsi dan rencana operasi.
Kapal penangkap ikan berbeda dengan jenis kapal yang lain sehingga kapal penangkap ikan memiliki beberapa keistimewaaan yang membedakan
dengan kapal-kapal jenis lain Nomura dan Yamazaki 1977, yaitu: 1
Kecepatan kapal; umumnya kapal perikanan membutuhkan kecepatan yang tinggi untuk mengejar kelompok ikan, dan membawa hasil tangkapan
ikan segar dalam waktu yang relatif singkat. 2
Kemampuan olah gerak kapal; kapal membutuhkan olah gerak khusus yang baik pada saat pengoperasiannya, seperti kemampuan steerability
yang baik, radius putaran turning cycle yang kecil dan daya dorong mesin propulsion engine yang dapat dengan mudah bergerak maju dan
mundur. 3
Kelaik-lautan; laik-laut untuk digunakan dalam pengoperasian penangkap ikan dan cukup tahan untuk melawan kekuatan angin, gelombang dan juga
kapal. 4
Harus memiliki stabilitas yang tinggi dan daya apung yang cukup untuk menjamin keamanan dalam pelayaran.
5 Lingkup area pelayaran kapal perikanan luas karena pelayarannya
ditentukan oleh pergerakan kelompok ikan daerah musim ikan dan migrasi ikan.
6 Konstruksi badan kapal yang kuat; konstruksi harus kuat karena dalam
operasi penangkapan ikan akan menghadapi kondisi alam yang berubah- ubah. Disamping itu, konstruksi kapal perikanan juga harus dapat menahan
beban getaran yang kecil pula. 7
Daya dorong mesin; kapal perikanan yang terutama menggunakan jaring untuk alat tangkapnya membutuhkan daya dorong mesin yang cukup besar
agar cepat mengelilingi kelompok ikan yang menjadi target sasaran. 8
Fasilitas penyimpanan dan pengolahan ikan; umumnya kapal perikanan dilengkapi dengan fasilitas penyimpanan hasil tangkapan dalam ruang
tertentu palka berpendingin, terutama untuk kapal-kapal yang memiliki trip yang cukup lama, terkadang dilengkapi pula dengan ruang pembekuan
dan pengolahan. 9
Mesin-mesin bantu penangkapan; pada umumnya kapal perikanan dilengkapi dengan mesin-mesin bantu seperti: winch, power block, dan
line hauler. Desain dan konstruksi kapal perikanan dengan ukuran tertentu harus dapat menyediakan tempat untuk hal tersebut.
Menurut Nomura dan Yamazaki 1977 aktivitas kapal perikanan antara lain mencari daerah penangkapan ikan, mengejar gerombolan ikan,
mengoperasikan alat tangkap dan sebagai tempat untuk menampung dan membawa hasil tangkapan yang diperoleh. Aktivitas kapal perikanan tersebut
tentunya tidak akan berjalan dengan lancar tanpa konstruksinya yang kuat. Salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan konstruksi pada sebuah kapal perikanan
adalah pemilihan material yang tepat. Material kapal kayu yang digunakan harus dalam keadaan baik dan baru.
Bahan utama konstruksi harus memiliki kelas yang kuat dan kelas awet dengan kekeringan atau kadar air tertentu sesuai dengan yang diisyaratkan oleh Biro
Klasifikasi Indonesia BKI. Bagian utama kapal berdasarkan BKI, minimal memiliki kelas kuat II dengan kadar air 16 BKI, 1996.
Selanjutnya Fyson 1988, menyatakan bahwa kelengkapan dari perencanaan desain dan konstruksi kapal penangkapan ikan yaitu dengan adanya
gambar-gambar rencana garis lines plan, table offset, gambar rencana pengaturan ruang kapal serta instalasinya general arrangement dan gambar
konstruksi beserta spesifikasinya. Kelengkapan perencanaan desain tersebut sangat membantu dalam pembangunan kapal yang aman untuk dioperasikan.
Sebuah kapal bukan hanya harus dibangun dengan baik, tetapi juga harus mempunyai kekuatan dan stabilitas kapal yang baik. Kekuatan pada kapal sangat
ditentukan oleh konstruksi-konstruksi yang berada pada kapal. Sistem konstruksi kapal yang tidak memiliki sambungan akan memberikan beban konstruksi merata,
sehingga badan kapal menjadi lebih kuat dan tegar. Sistem konstruksi yang menggunakan kayu sambungan akan menimbulkan kelemahan akibat lubang baut
dan mengurangi luas penampang Pasaribu, 1987.
2.2 Bagian konstruksi kapal