Analisis Strategi Bisnis Ekspor Pembekuan ikan (Studi Kasus: PD Sambu di Komplek Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Kejawanan, Cirebon, Jawa Barat

(1)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perikanan Indonesia menjadi salah satu sektor yang memiliki potensi untuk dikembangkan baik pada sektor budidaya, perikanan tangkap maupun pengolahan. Sebagai negara dengan luas laut sekitar 7,9 juta km2 dan garis pantai sepanjang 80.791 km didukung luas pertambakan dan kolam ikan yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia. Dibandingkan luas daratannya yang hanya 1,9 juta km2 ternyata Indonesia memiliki luas laut 81 persen dari seluruh luas wilayah Indonesia, sehingga bukan tidak mungkin bila indonesia dapat menguasai bisnis perikanan dunia (Dahuri et al. 2001).

Berdasarkan Review of National Fisheries (2007), volume produksi perikanan tangkap nasional pada tahun 2007 lebih didominasi oleh penangkapan ikan dengan persentase yang cukup besar yaitu 89,4 persen. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Volume Produksi Perikanan Tangkap Nasional Berdasarkan Jenis Sumber : Review of National Fisheries (2007)

Dengan dukungan kondisi alam tersebut, Indonesia sangat berpotensi dalam melakukan kegiatan budidaya ikan sepanjang tahun. Ikan menjadi salah satu produk dari komoditi perikanan yang masih menjadi unggulan untuk pengembangan di sektor usaha budidaya maupun pengolahan baik itu untuk kebutuhan domestik maupun ekspor. Rata-rata volume ekspor produk dari sektor perikanan termasuk ikan dan olahannya mengalami perkembangan yang cukup baik meskipun mengalami fluktuasi setiap tahun dan hal ini dapat dilihat melalui Tabel 1.

Binatang Berkulit

Keras; 6,69% Binatang Lunak; 3,62% Binatang Air Lainnya; 0,18% Tanaman Air ;

0,10%

Ikan ; 89,41%


(2)

2 Tabel 1. Rata-rata Volume Ekspor Non-minyak dan Gas Per Tahun (Dalam

Ratusan Ton)

Produk 2007 2008 2009 2010 2011*

Daging dan olahan daging 0,75 0,75 0,83 0,83 2,76 Hasil susu dan telur 3,25 5,42 4,17 4,17 3,9 Ikan, kerang-kerangan, moluska dan

olahannya 75,3 71,17 63,67 73,67 69,0

Gandum dan olahan gandum 21,67 29,25 17,0 19,67 14,7 Buah-buahan dan sayuran 85,83 83,25 82,17 79,2 86,9 Gula, olahan gula dan madu 41,08 82,08 46,1 42,83 57,7 Kopi, teh, coklat dan rempah-rempah 86,3 101,5 107,58 106,83 84,2 Keterangan:

* : Data sementara

Sumber : Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Diacu Dalam Bank Indonesia (2011)

Ikan, kerang-kerangan, moluska dan olahannya memiliki rata-rata volume ekspor yang cukup besar bila dibandingkan ekspor produk non-minyak yang lainnya. Berdasarkan sumber Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, tahun 2007 rata-rata volume ekspor mencapai 7.530 ton. Namun, mengalami penurunan hingga tahun 2009, yaitu mencapai 6.367 ton. Kemudian meningkat kembali di tahun 2010 menjadi 7.367 ton. Meskipun mengalami fluktuasi, namun hal ini mengindikasikan bahwa produk periknan Indonesia masih tetap diminati yang terbukti dengan meningkatnya rata-rata volume ekspor pada tahun 2010.

Fluktuasi ini diakibatkan oleh produksi perikanan yang bersifat musiman dan masa panen yang terbatas dalam periode tertentu yang relatif singkat. Barang hasil perikanan berupa bahan makanan yang mempunyai sifat mudah rusak. Masalah ini membutuhkan usaha atau perawatan khusus dalam proses pemasarannya untuk mempertahankan mutu salah satunya adalah melalui pembekuan (Hanafiah A. M. dan Saefuddin A. M. 1983).

Penyumbang devisa negara tidak hanya dari ikan dalam bentuk fresh product, ikan yang telah mengalami pengolahan juga menjadi daya tarik tersendiri. Industri pengolahan ikan merupakan salah satu bagian dari agroindustri perikanan yang juga memiliki peranan penting dalam meningkatkan mutu makanan rakyat Indonesia. Saat ini, industri pengolahan ikan baik dalam skala besar, menengah maupun kecil terdiri dari industri pembekuan ikan, pengasapan, pemindangan, pengawetan, tepung ikan dan lain sebagainya. Pada tahun 2007 sebanyak 58,9 persen hasil penangkapan laut dipasarkan dalam bentuk segar dan sekitar 16 persen dipasarkan dalam bentuk bekuan, hal ini membuat masih


(3)

3 terbukanya peluang untuk meningkatkan pasar produk ikan beku dengan memanfaatkan bahan baku ikan segar yang diproduksi hampir setengahnya yang dapat dilihat berdasarkan Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Produksi Penangkapan di Laut Berdasarkan Perlakuan Sumber: Review national fisheries (2007)

Produk ikan beku banyak dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan luar negeri. Salah satu negara yang menjadi tujuan ekspor produk ikan beku dari Indonesia adalah Cina dengan volume ekspor yang cukup tinggi. Tahun 2010 volume ekspor ikan Indonesia sebesar 112.870 ton dengan nilai ekspor 48.749.557 dolar AS. Volume ekspor ikan Indonesia menurun di tahun 2011 menjadi 107.502 ton, namun hal ini berbeda dengan nilai ekspor ikan Indonesia yang semakin meningkat menjadi 65.829.341 dolar AS. Hal ini merupakan indikasi semakin baiknya nilai jual produk perikanan Indonesia ke Cina. Fluktuasi ini dapat dilihat melalui Tabel 2.

Tabel 2. Ekspor Ikan Termasuk Ikan Beku Indonesia ke Beberapa Negara Tahun 2010-2011

No. Negara Tujuan Nilai (US$) Volume (Kg)

2010 2011 2010 2011

1 Thailand 75.525.584 78.706.248 172.596.787 138.009.721 2 Rep.Rakyat Cina 48.749.557 65.829.341 112.869.967 107.502.015 3 Jepang 37.758.982 65.053.655 26.631.064 33.284.703 4 Vietnam 30.415.179 49.022.751 21.824.061 30.862.375 5 Amerika Serikat 38.335.722 34.899.949 8.338.286 5.767.800 6 Spanyol 1.657.252 21.761.896 688.678 7.205.966 7 Korea Selatan 14.665.382 18.624.322 13.777.290 8.619.621 8 Taiwan 13.098.349 11.066.225 17.586.716 10.445.697 9 Singapura 11.428.786 10.941.791 5.550.051 28.097.478 10 Italia 1.243.708 8.538.790 421.295 1.923.940 Sumber: Pusat Data dan Informasi Kementerian Perindustrian dan Perdagangan (2012)

Pengeringan/ Penggaraman;

15,1% Pemindangan; 3,5% Peragian; 0,8%

Pengasapan; 2,2% Pembekuan; 16,0% Pengalengan; 1,3%

Tepung Ikan; 1,3% Pengawetan

Lainnya; 0,9% Dipasarkan


(4)

4 Departemen Perindustrian dan Perdagangan (2004), Indonesia memiliki 327 sentra agroindustri perikanan dengan sentra utamanya di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara.

Cirebon merupakan daerah pesisir pantai Laut Jawa yang berada di wilayah Jawa Barat dan terkenal sebagai sentra perikanan. Cirebon juga sering disebut sebagai salah satu kota pelabuhan tertua di Indonesia dengan budaya bahari masyarakat yang kuat. Daerah Cirebon menyediakan kemurahan sumber daya berupa laut yang dapat dimanfaatkan untuk dapat menghasilkan produk perikanan maupun turunannya.1 Cirebon merupakan salah satu daerah yang memiliki industri pengolah ikan dengan volume produksi terbesar kedua setelah Indramayu. Besarnya volume produksi yang dihasilkan dari industri pengolah ikan di daerah Cirebon sebesar 28.338,94 ton.2

Tabel 3. Daerah Sebaran Industri Pengolah Ikan di Jawa Barat Tahun 2005

Sumber: Bank Indonesia (2005)

Dinas Kelautan, Pertanian, Perikanan dan Perkebunan Kota Cirebon (2009), Cirebon memiliki lima eksportir pengolah hasil laut, empat eksportir berlokasi di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Kejawanan, yaitu PT Pan Putera Samudera dan PD Sambu. Dua lainnya berlokasi di Kelurahan Panjunan

1

DKP. 2011. Prospek Perikanan Masih Cerah. http://www.dkp.go.id /archives /c/58 /3514/ prospek- perikanan-masih-cerah/[27 Desember 2011]

2 Bank Indonesia. 2007. Daerah Sebaran Industri Ikan di Jawa Barat. http://www.bi.go.id/ sipuk/id/dss/comodity.asp [27 Desember 2011]

Kabupaten/Kota Volume (Ton)

Bekasi 1324,58

Ciamis 2460

Cianjur 89,3

Cirebon 24268,84

Garut 7298,16

Indramayu 65937,43

Karawang 10769,7

Kota Cirebon 4070,1

Subang 16143,95

Sukabumi 9124,14


(5)

5 yaitu PT Sheraton dan PD Jaya Sakti serta PT Biotech Surindo dibidang pengelolaan Chitin untuk bahan baku Chitosan.3

Salah satu perusahaan pengolahan ikan yang terdapat di Cirebon adalah PD Sambu. PD Sambu merupakan perusahaan dagang yang memproduksi olahan ikan dalam bentuk beku untuk tujuan ekspor. Negara yang menjadi tujuan utama perusahaan adalah Cina dan sebagian ke Hongkong serta beberapa negara Asia lainnya. Adapun produk yang diproduksi diantaranya ikan mata goyang dalam bentuk utuh atau potong kepala, ikan kurisi dalam bentuk utuh atau potong kepala, ikan acang-acang, ikan kakap merah, ikan layur, tenggiri, bawal dan ikan remang. Sebagai perusahaan yang berorientasi ekspor, tentunya memerlukan tatanan manajemen bisnis yang tepat dalam menjalankan usahanya. Untuk mencapai tujuan perusahaan diperlukan langkah awal, yaitu dengan menyusun strategi bisnis yang tepat.

Strategi bisnis yang tepat juga diperlukan agar mendapatkan keuntungan yang maksimal, serta dapat meraih dan mempertahankan pangsa pasar dalam kondisi yang sangat kompetitif. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengkajian terhadap analisis yang terkait dengan penyusunan strategi, dimana hasil dari pengkajian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk pengembangan usaha ini ke depannya.

1.2. Perumusan Masalah

Sumberdaya perikanan cukup berperan dalam komoditas ekspor Indonesia dan salah satu sumberdaya perikanan tersebut adalah ikan. Ikan banyak dimanfaatkan karena memiliki kandungan gizi yang baik bagi tubuh. Produk perikanan yang di ekspor salah satunya adalah ikan beku. Ikan beku banyak diproduksi oleh perusahaan yang bisnisnya berbasis cold storage.

PD Sambu merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bisnis cold storage dan produk yang dihasilkan adalah ikan beku. Adapun ikan yang diproses oleh perusahaan ini antara lain ikan mata goyang dalam bentuk utuh atau potong kepala, ikan kurisi dalam bentuk utuh atau potong kepala, ikan remang,

3

Dinas Kelautan, Pertanian, Perikanan dan Perkebunan. 2009. Dalam Bisnis Cirebon. 2009. Ekspor Ikan Cirebon Masih Jalan Meski Sulit Bahan Bakunya. http://bisniscirebon.blogspot.com/2009/06/ekspor-ikan-cirebon-masih-jalan-meski.html. [27 Desember 2011]


(6)

6 acang, kakap merah, tenggiri, bawal dan layur. Dalam menjalankan usahanya, perusahaan menghadapi beberapa masalah internal diantaranya kerusakan mesin saat sedang melakukan kegiatan packing serta human error seperti kesalahan dalam menimbang bobot dan menyortir produk, belum matangnya ikan yang berada dalam air blast freezer karena kehabisan gas, terjadinya konflik diantara karyawan, tingginya tingkat bolos kerja karyawan, masih terjadi tumpang tindih pekerjaan dan kesalahan dalam membuat kardus untuk produk yang akan diproses keesokkan harinya.

Kegiatan produksi perusahaan juga seringkali mengalami kendala dikarenakan kesulitan mendapatkan bahan baku. Bahan baku perusahaan sangat tergantung pada supplier yang berasal dari pasokan nelayan yang tidak menentu karena tergantung pada musim dan panen terbatas dalam periode tertentu yang relatif singkat. Hal ini membuat ekspor produk PD Sambu ke negara tujuan ekspor menjadi berfluktuasi. Menurut Manajer Produksi dan Quality Control PD Sambu, saat kondisi cuaca baik perusahaan dapat memproduksi ikan beku rata-rata 5 kuintal. Namun, jika kondisi cuaca kurang mendukung perusahaan hanya bisa memproduksi ikan beku sebanyak 20 kg dalam satu kali proses produksi. Setelah tahun baru atau pada bulan Januari biasanya menjadi bulan paling sedikit ikan yang diekspor karena sebagian pemasok maupun nelayan libur dari kegiatannya masing-masing. Fluktuasi ekspor produk ikan beku PD Sambu tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Ekspor Ikan Beku PD Sambu Tahun 2011

Sumber : Dinas Kelautan, Pertanian, Perikanan, dan Perkebunan Kota Cirebon (2012) 0,00

100.000,00 200.000,00 300.000,00 400.000,00 500.000,00 600.000,00 700.000,00 800.000,00

Volume (Kg) Nilai Ekspor (US$)


(7)

7 Saat ini yang terjadi adalah semakin banyak perusahaan pembekuan ikan yang gulung tikar. Di kota Cirebon sendiri terjadi penurunan perusahaan pembekuan ikan dari 14 eksportir di tahun 1980 hingga sekarang hanya terdapat 3 eksportir ikan beku yaitu PD Sambu, PT Jaya Sakti, dan PT Samtu. Selain itu, keberlangsungan usaha pembekuan ikan PD Sambu dipengaruhi oleh persaingan bisnis ekspor ikan beku diantara perusahaan-perusahaan pembekuan ikan terutama terjadi karena persaingan dalam mendapatkan bahan baku dan harga. Salah satu pesaing utama PD Sambu adalah PT Jaya Sakti, perusahaan ini memproduksi produk yang sejenis dengan PD Sambu dan mengekspor produk ke negara yang sama. Volume ekspor PD Sambu lebih besar bila dibandingkan dengan PT Jaya Sakti. Namun dilihat dari nilai ekspor produk, PT Jaya Sakti dapat dikatakan lebih baik bila dibandingkan dengan PD Sambu. Hal ini dapat terlihat dari total nilai ekspor PT Jaya Sakti selama tujuh bulan terakhir di tahun 2011, dari total volume ekspor 555.069,2 kg memiliki nilai ekspor US$ 1.098.804,13. Sedangkan PD Sambu dari total volume ekspor 2.364.138,80 kg memiliki nilai ekspor US$ 2.251.321,67. Oleh karena itu, perusahaan perlu memiliki strategi yang tepat agar lebih baik dari pesaingnya. Perbandingan tersebut dapat dilihat melalui Tabel 4. Tabel 4. Perbandingan Nilai Ekspor PD Sambu dan PT Jaya Sakti Tahun 2011

Bulan PD Sambu PT Jaya Sakti

Volume (Kg) Nilai Ekspor (US$) Volume (Kg) Nilai Ekspor (US$) Juni 520.939,80 451.280,39 25.430,60 24.547,95 Juli 331.078,70 343.172,35 14.398,00 43.001,25 Agustus 366.718,60 364.960,35 76.441,00 124.691,40 September 106.661,50 141.554,70 140.941,60 147.484,60 Oktober 368.597,40 337.804,32 102.740,00 171.434,60 November 262.945,80 245.419,50 137.668,00 425.052,23 Desember 407.197,00 367.130,06 57.450,00 162.592,10 Total 2.364.138,80 2.251.321,67 555.069,20 1.098.804,13 Sumber : Dinas Kelautan, Pertanian, Perikanan, dan Perkebunan Kota Cirebon (2012)

Produk–produk PD Sambu selama ini lebih banyak diekspor ke negara Cina. Adanya implementasi dari ACFTA terkait penghapusan tarif perdagangan beberapa produk diantara negara-negara ASEAN termasuk Indonesia dan Cina dapat memberikan momentum bagi peningkatan ekspor produk perikanan Indonesia ke Cina dengan mudah. Perjanjian tersebut dilakukan secara bertahap, dimulai dari penghapusan tarif melalui Early Harvest Program (EHP) dimana tarif beberapa produk akan menjadi nol di tahun 2006, selanjutnya normal track


(8)

8 ACFTA yang diberlakukan di tahun 2010 dan untuk produk sensitif di tahun 2012 akan diturunkan hingga mencapai tarif maksimum 20 persen (Ditjen KPI 2005). Dan produk yang termasuk dalam perjanjian tersebut adalah ikan beku. Dengan adanya hal tersebut, bisa menjadi peluang bagi PD Sambu untuk meningkatkan ekspor produknya ke Cina dengan dukungan bahan baku yang memadai dan strategi yang tepat.

Dalam menghadapi berbagai permasalahan serta perubahan yang terjadi baik dari sisi internal dan eksternal, PD Sambu sebagai perusahaan yang berorientasi ekspor mengharuskan adanya pembuatan strategi yang tepat agar mampu bersaing diantara perusahaan dalam industri pembekuan ikan lainnya. Sehingga perusahaan dapat lebih siap untuk menghadapi permasalahan dan perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal dengan memanfaatkan kekuatan internal yang dimiliki.

Berdasarkan uraian tersebut, menjadi dasar bagi peneliti melakukan penelitian terhadap strategi bisnis ekspor pembekuan ikan di PD Sambu. Adapun rumusan masalah yang akan dibahas antara lain:

1. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kekuatan dan kelemahan dari lingkungan internal PD Sambu dalam melakukan bisnis ekspor ikan beku? 2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi peluang dan ancaman dari lingkungan

eksternal PD Sambu dalam melakukan bisnis ekspor ikan beku?

3. Alternatif strategi apa saja yang dapat diterapkan PD Sambu yang sesuai dengan kondisi perusahaan?

4. Program-program kegiatan apa saja yang dapat direkomendasikan dari alternatif strategi bisnis PD Sambu berdasarkan jangka waktu tertentu? 1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain:

1. Menganalisis faktor-faktor internal yang ada pada PD Sambu dalam memproduksi ikan beku.

2. Menganalisis faktor-faktor eksternal yang dihadapi PD Sambu di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Kejawanan, Cirebon, Jawa Barat.


(9)

9 4. Merekomendasikan program-program kegiatan dari alternatif strategi bisnis

PD Sambu berdasarkan jangka waktu tertentu. 1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Perusahaan sebagai masukan untuk bahan pertimbangan dalam menentukan strategi yang dapat digunakan untuk periode selanjutnya.

2. Para akademisi sebagai tambahan informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya.

3. Masyarakat sebagai masukan bagi pembaca untuk memperluas wawasan, pengalaman di lapang dan ilmu pengetahuan mengenai industri agribisnis terutama dalam bidang pembekuan ikan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada usaha ekspor pembekuan ikan PD Sambu, dengan batasan analisis lingkungan internal menggunakan rantai nilai dan lingkungan eksternal menggunakan lingkungan jauh dan kekuatan kompetitif. Pada penelitian ini hanya membahas mengenai tahapan perumusan strategi.


(10)

10

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan

Menurut Rosyidi (2007), dalam melakukan kegiatan ekspor suatu perusahaan dapat menentukan sendiri kebijakan mengenai pemasaran produknya. Perusahaan akan memproduksi produk sesuai dengan pesanan pembeli (make to order) terkait kualitas, spesifikasi dan jenis produknya dan hanya memiliki pembeli tunggal. Pemasaran produk tidak difokuskan untuk pasar lokal, terkecuali ada penolakan produk yang telah diekspor maka perusahaan akan menjual ke restoran-restoran atau hotel-hotel di dalam negeri. Untuk ekspor ke negara Jepang dan Uni Eropa menerapkan regulasi terkait ambang batas maksimal untuk antibiotik dan residu sebesar 1 miligram per ton, yang menunjukkan semakin ketatnya pengawasan terhadap masalah kebersihan dan kesehatan.

Irianto dan Soesilo (2007) menyatakan bahwa Ikan termasuk komoditas yang cepat rusak dan bahkan lebih cepat dibandingkan dengan daging hewan lainnya. Kecepatan pembusukan ikan dipengaruhi oleh teknik penangkapan dan pemanenan, kondisi biologis ikan, serta teknik penanganan diatas kapal. Oleh karena itu, diperlukan pengawetan ikan dengan cara pembekuan. Teknologi pembekuan telah dimanfaatkan untuk menghasilkan berbagai jenis produk yang dipasarkan dan disimpan dalam keadaan beku dengan bahan mentah seperti ikan atau udang. Produk ikan dapat dipasarkan beku dalam bentuk ikan utuh yang telah disiangi, loin, fillet, dan lain-lain yang pada umumnya dari ikan laut.

Produk ikan beku dapat disimpan cukup lama, yaitu berbulan-bulan bahkan bisa lebih dari 1 tahun. Selama pembekuan, pertumbuhan mikroorganisme dalam ikan akan terhambat. Faktor-faktordasar yang mempengaruhi mutu produk akhir ikan beku adalah mutu bahan baku, penanganan sebelum pembekuan, metode dan kecepatan pembekuan, suhu penyimpanan dan fluktuasi suhu, waktu penyimpanan, kelembaban lingkungan penyimpanan, serta sifat bahan kemasan yang digunakan. Proses pembekuan harus dilakukan dengan cepat, yaitu penurunan suhu dari 0oC menjadi –5oC dalam waktu tidak lebih dari 2 jam, kemudian diteruskan dengan pembekuan dalam cold storage sehingga suhu mencapai –30oC pada akhir pembekuan (Suryaningrum 2008).


(11)

11 Perusahaan yang bergerak dalam ekspor pembekuan sering menghadapi permasalahan seperti, jumlah produksi yang tergantung permintaan pembeli. Perusahaan harus mempertimbangkan efisiensi produksi mengenai jumlah tenaga produksi yang dibutuhkan, jumlah ketersediaan bahan baku dan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pesanan dari pembeli, sehingga dengan penurunan produksi membuat perusahaan harus menekan biaya produksi (Rosyidi 2007).

Pengolahan modern seperti pembekuan ikan menurut Heruwati (2002), menuntut pasokan bahan baku yang bermutu tinggi, jenis dan ukuran seragam serta tersedia dalam jumlah yang cukup banyak sesuai dengan kapasitas industri. Di Indonesia, persyaratan tersebut sulit dipenuhi karena beberapa hal. Pertama, corak perikanan bersifat perikanan rakyat, dengan 90 persen armada perahu kecil tanpa motor, pola produksinya tersebar diantara nelayan yang sangat banyak jumlahnya, sedangkan jumlah hasil tangkapan per nelayan hanya sedikit. Kedua, perikanan tropik mempunyai ciri khas berupa jenis dan ukuran ikan yang sangat beragam. Kedua hal ini menjadi kendala dalam memasok ikan dengan jenis dan ukuran yang seragam serta jumlah yang cukup.

Permasalahan industri perikanan yang terlihat di Jawa Barat menurut penelitian Rahayu (2009), yaitu rendahnya mutu produk dan bahan baku serta lemahnya kemampuan teknologi. Oleh karena itu, diperlukan adanya desain untuk meningkatkan daya saing industri pengolahan. Peningkatan daya saing industri pengolahan ikan dapat dilakukan dengan perbaikan kinerja mutu pada rantai pasok, dan untuk mewujudkannya diperlukan bantuan dari beberapa pihak terkait seperti Dinas Perikanan Daerah, Dinas Perindustrian Daerah, DKP, Departemen Perindustrian, Pemerintah Pusat dan Daerah, Kementerian KUKM, lembaga bantuan permodalan, serta seluruh pelaku yang terlibat dalam rantai pasok industri pengolahan ikan laut tangkapan.

Selain itu, hasil penelitian Park et al. (2008) diacu Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (2012) menemukan bahwa pelaksanaan liberalisasi ACFTA yang dilakukan diantara negara-negara ASEAN dan Cina akan menyebabkan penurunan surplus perdagangan negara ASEAN dibandingkan Cina. Negara ASEAN memiliki industri yang kurang kompetitif


(12)

12 dibandingkan Cina, sehingga diperlukan upaya perbaikan kinerja buruh, infrastruktur dan teknologi untuk meningkatkan daya saing produk ASEAN terhadap Cina.

Oleh karena itu, diperlukan program untuk meningkatkan daya saing produk perikanan Indonesia. Pada PJPT II, pemerintah membuat kebijaksanaan yang berhubungan dengan pembangunan ekonomi, yaitu mengeluarkan beberapa deregulasi yang salah satunya menggalakkan ekspor non-migas, hal ini menjadi faktor yang secara tidak langsung mendukung peningkatan daya saing industri perikanan (Ditjen Perikanan 1999 diacu Risnawati 2002).

2.2. Strategi Bisnis Ekspor

Adanya beberapa penelitian terdahulu yang melakukan analisis mengenai strategi bisnis pada suatu perusahaan menandakan bahwa strategi dalam kegiatan usaha perlu dilakukan pengkajian untuk mengetahui maupun menentukan faktor-faktor lingkungan perusahaan.

Dalam menganalisis strategi bisnis perusahaan yang melakukan kegiatan ekspor, peneliti mempertimbangkan semua aspek yang terdapat dalam lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Proses analisis faktor internal dan eksternal perusahaan dapat dilakukan melalui analisis IFE (Internal Factor Evaluation) dan

EFE (External Factor Evaluation) (Sapanli 2007). Dalam mendapatkan informasi untuk mengidentifikasi faktor internal perusahaan dapat dilakukan melalui analisis pangsa pasar untuk membandingkan volume ekspor ikan tuna perusahaan terhadap volume ekspor ikan tuna Indonesia (Risnawati 2002). Selain itu, identifikasi lingkungan internal dapat juga menggunakan pendekatan rantai nilai dan untuk mengidentifikasi lingkungan eksternal dapat digunakan alat analisis dari Porter (Indriyasari 2011). Penetapan strategi bisnis sangat terkait dengan peluang dan ancaman yang berasal dari faktor eksternal maupun kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dari sisi internal perusahaan.

Raimu (2000) menyatakan bahwa dalam menganalisis strategi bisnis pada tahap menentukan alternatif strategi bagi perusahaan melalui tahap pencocokan hasil IFE dan EFE dapat dilakukan dengan matriks SWOT. Setelah didapat beberapa alternatif strategi dari matriks SWOT selanjutnya dapat dibuat beberapa program kegiatan menggunakan arsitektur strategik (Indriyasari 2011). Rancangan


(13)

13 arsitektur strategik didapat melalui analisis terhadap sasaran dan tantangan yang dihadapi perusahaan serta akan menghasilkan rekomendasi bagi perusahaan berdasarkan penjabaran dari alternatif strategi yang dihasilkan matriks SWOT.

Dalam menganalisis strategi bisnis, pertama kali yang harus dilakukan adalah menganalisis kekuatan dan kelemahan internal perusahaan serta menganalisis peluang dan ancaman yang dihadapi dari sisi eksternal perusahaan. Adapun kekuatan internal yang dapat dimiliki bagi perusahaan eksportir agar mampu bersaing dalam industri ekspor.

Berdasarkan Raimu (2000) kekuatan yang dimiliki perusahaan eksportir, yaitu memiliki fasilitas produksi lengkap, produk bermutu tinggi, diversifikasi produk, memiliki cold storage sendiri dan teknologi yang mampu menghasilkan produk turunan, memiliki tenaga kerja yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing, memiliki hubungan baik dengan pemasok dan reputasi perusahaan yang baik selama meminjam kredit pada kreditur. Hal ini berbeda dengan yang diungkapkan oleh Sapanli (2007) yang menyatakan bahwa kekuatan perusahaan dapat berasal dari budaya disiplin yang tinggi, sistem distribusi penjualan produk yang baik, keunggulan kompetitif dalam bersaing, memiliki sertifikat HACCP dan lokasi yang strategis. Kepemilikan sertifikat internasional menjadi faktor kekuatan internal yang penting bagi perusahaan eksportir karena dengan sertifikat tersebut sudah pasti perusahaan akan menghasilkan produk sesuai standar yang diterapkan sehingga produk yang dihasilkan pasti berkualitas baik. Kekuatan-kekuatan tersebut dapat dimanfaatkan perusahaan untuk mendapatkan peluang yang ada dan mengurangi dampak dari kelemahan yang dimiliki maupun ancaman yang dihadapi.

Kelemahan yang biasa terjadi di perusahaan ekspor pembekuan, diantaranya persediaan yang hanya tergantung pada pemasok yang tidak terikat kontrak, karyawan perusahaan yang kurang disiplin (seperti, saat melakukan kegiatan pemrosesan tidak menggunakan penutup mulut dan kepala), nilai dan volume ekspor perusahaan yang menurun tiap tahunnya mengakibatkan posisi perusahaan di pasar ekspor hanya sebagai penggarap relung pasar (Raimu 2000). Hal yang berbeda ditunjukkan oleh Indriyasari (2011). Dalam penelitiannya, kelemahan perusahaan lebih banyak berasal dari manajemen perusahaan. Adapun


(14)

14 kelemahan tersebut antara lain, pemilik tidak hanya fokus menjalankan satu usaha, segala keputusan kegiatan usaha masih bergantung pada pemilik, tidak adanya divisi pemasaran secara khusus, pemasaran dilakukan oleh pemilik, administrasi dan keuangan perusahaan belum rapi, modal usaha terbatas. Kelemahan-kelemahan tersebut dapat diminimalkan dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki agar tidak menjadi kendala dalam menjalankan usaha dan memanfaatkan peluang yang akan muncul.

Peluang yang memiliki kemungkinan untuk muncul diantaranya dapat berasal dari kebijakan pemerintah yang mendukung dunia usaha, adanya fasilitas bea masuk bagi produk tersebut, kondisi perekonomian Indonesia yang semakin baik, adanya konsumen yang menyukai produk yang ditawarkan perusahaan, kondisi sosial masyarakat yang kondusif, kemajuan teknologi dibidang transportasi; informasi; dan industri, hambatan masuk bagi pendatang baru yang relatif tinggi, sumber bahan baku melimpah, jumlah pemasok banyak dan merebaknya penyakit pada hewan konsumsi non-perikanan (Rosyidi 2007). Peluang tersebut dapat dimanfaatkan perusahaan untuk meningkatkan penjualan produknya ataupun memperluas pangsa pasar perusahaan.

Selain peluang, perusahaan juga menghadapi beberapa ancaman dalam menjalankan usahanya. Ancaman yang dihadapi oleh perusahaan yang melakukan kegiatan ekspor terutama dari subsektor perikanan antara lain, semakin baiknya pengusahaan produk negara pesaing maupun perusahaan sejenis di Indonesia, adanya arus globalisasi ekonomi, dan pemberlakuan standar mutu yang ketat. Ancaman tersebut dapat menimbulkan pasar yang semakin kompetitif dalam persaingan mutu produk (Raimu 2000). Ancaman lain yang dapat dihadapi adalah adanya bahaya isu bioterorism internasional, birokrasi perijinan usaha dan perijinan ekspor yang rumit, pajak yang masih tinggi dan banyaknya pungutan liar, adanya hambatan perdagangan internasional, sering terjadinya bencana alam serta semakin rusaknya ekosistem lingkungan perairan (Sapanli 2007). Analisis terhadap ancaman ini diperlukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruhnya terhadap kondisi perusahaan dan mengurangi dampak ancaman tersebut dengan kekuatan yang dimiliki maupun memanfaatkan peluang yang ada.


(15)

15 Penelitian mengenai strategi bisnis terutama ekspor ini bertujuan untuk mendapatkan alternatif strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan keunggulan bersaing perusahaan diantara para pesaingnya. Setelah mengidentifikasi faktor kekuatan dan kelemahan internal serta faktor peluang dan ancaman eksternal maka akan didapat beberapa alternatif strategi. Dalam Risnawati (2002) menunjukkan bahwa strategi kebijaksanaan bisnis yang dapat diterapkan oleh perusahaan yang melakukan kegiatan ekspor ikan beku adalah memperluas segmen pasar tidak hanya tergantung pada satu pembeli, mencari dan mengembangkan pasar baru, membentuk divisi pemasaran dan merekrut tenaga ahli pemasaran. Sedangkan langkah operasional yang dapat dilakukan adalah memperbaiki teknik penetapan target penjualan dengan memperhatikan perubahan situasi eksternal yang terjadi, menetapkan tujuan tahunan dan mengalokasikan sumberdaya yang diperlukan untuk melakukan ekspansi pasar, melakukan riset pasar secara mendalam di daerah pemasaran saat ini dan daerah potensial pemasaran dan membudayakan penggunaan sistem informasi komputer (Etriya 2001).

Alternatif-alternatif strategi bisnis ekspor tersebut dapat digunakan perusahaan sebagai rencana untuk membangun dan memperkuat posisi bersaing produk perusahaan eksportir (Rosyidi 2007). Selain itu, berguna untuk semakin meningkatkan kekuatan dan meminimalkan kelemahan yang dimiliki agar mampu meraih peluang yang ada dan menghadapi ancaman yang mungkin muncul dari sisi eksternal perusahaan. Untuk lebih mempermudah dalam membaca dan memahami alternatif strategi yang telah dibuat dapat dilakukan dengan menggambarkannya ke dalam arsitektur strategik (Indriyasari 2011).


(16)

16

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Manajemen Strategis

Strategi merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaimana mencapai misi dan tujuan perusahaan. Strategi akan memaksimalkan keunggulan kompetitif dan meminimalkan keterbatasan bersaing (Hunger dan Wheelen 2003).

Manajemen strategis adalah sebuah keputusan dan tindakan yang mengarah pada penyusunan suatu strategi atau sejumlah strategi yang efektif untuk membantu mencapai sasaran perusahaan. Dalam melaksanakan manajemen strategis ini, perusahaan tidak hanya melihat dan mengambil keputusan pada saat ini, untuk dunia sekarang dan bisnis sekarang, tetapi mencoba untuk mengetahui keadaan masa depan dan bersiap untuk menghadapinya (Jauch dan Glueck 1988). Manajemen strategis juga dapat didefinisikan sebagai sebuah seni dan pengetahuan dalam merumuskan, mengimplementasikan serta mengevaluasi keputusan-keputusan lintas fungsional yang membuat suatu perusahaan mampu mencapai tujuannya. Tujuan manajemen strategis adalah mengeksploitasi serta menciptakan berbagai peluang baru dan berbeda dari organisasi yang lainnya dengan dasar pertimbangan kondisi internal dan eksternal organisasi untuk masa yang akan datang (David 2009).

3.1.2. Tahapan dan Model Manajemen Strategis

Manajemen strategis terdiri dari tiga tahapan diantaranya perumusan strategi, penerapan strategi dan penilaian atau evaluasi strategi. Tahapan tersebut dapat dijelaskan dengan sebuah model yang disebut model manajemen strategis komprehensif. Perumusan strategi mencakup pengembangan visi dan misi, identifikasi peluang dan ancaman eksternal suatu organisasi, kesadaran akan kekuatan dan kelemahan internal, penetapan tujuan jangka panjang, pencarian strategi-strategi alternatif dan pemilihan strategi tertentu untuk mencapai tujuan (David 2009). Dalam menganalisis lingkungan internal dapat menggunakan pendekatan Porter (1992), yaitu rantai nilai sedangkan analisis lingkungan eksternal menggunakan pendekatan David (2009) dan Porter (1992).


(17)

17 Tahap selanjutnya adalah implementasi strategi. Tahapan ini menuntut perusahaan untuk menentukan tujuan tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan dan mengalokasikan sumberdaya, sehingga strategi-strategi yang telah dirumuskan dapat dijalankan. Tahap ini sering disebut “tahap aksi” dari manajemen strategis.

Tahap terakhir dari manajemen strategis adalah penilaian strategi. Tiga aktivitas yang biasa dijalankan dalam tahap ini adalah peninjauan ulang faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi landasan bagi strategi saat ini, pengukuran kinerja dan pengambilan langkah korektif. Proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Model Komprehensif Manajemen Strategis Sumber : David (2009)

3.1.3. Pernyataan Visi dan Misi

Mengembangkan pernyataan visi sering kali dipandang sebagai langkah pertama dari perencanaan strategis, bahkan mendahului pembuatan pernyataan misi. Pernyataan visi harus menjawab pertanyaan dasar, “Ingin menjadi seperti apakah kita?” (David 2009). Berdasarkan Jauch dan Glueck (1988), misi dapat dipandang sebagai mata rantai antara melaksanakan beberapa fungsi sosial dan tujuan yang lebih khas dari organisasi tersebut. Misi ini dapat digunakan sebagai legitimasi keberadaan perusahaan. Sebagian dari pernyataan misi adalah batasan

Melakukan Audit Eksternal Menetapkan Tujuan-tujuan Jangka Panjang Mengembangkan Pernyataan Visi dan Misi

Menciptakan, Mengevaluasi dan Memilih Strategi Menerapkan Strategi Isu-isu Manajemen Menerapkan Strategi Pemasaran, Keuangan, Akuntansi, Litbang dan Sistem Informasi Manajemen Mengukur dan Mengevaluasi Kinerja Melakukan Audit Intenal


(18)

18 bisnis itu sendiri, seperti uraian produk, kegiatan, fungsi dan pasar yang saat ini dijalankan perusahaan. David (2004) menyatakan bahwa misi merupakan pernyataan jangka panjang mengenai tujuan yang membedakan sebuah bisnis dari perusahaan lain yang serupa.

3.1.4. Lingkungan Perusahaan

Analisis lingkungan adalah suatu proses yang digunakan perencana strategi untuk memantau sektor lingkungan dalam menentukan peluang atau ancaman terhadap perusahaan. Perusahaan perlu menganalisis dan mendiagnosis lingkungan karena faktor lingkungan merupakan pengaruh utama terhadap perubahan strategi. Analisis lingkungan memberikan kesempatan bagi perencana strategi untuk mengantisipasi peluang dan membuat rencana untuk melakukan tanggapan pilihan terhadap peluang ini. Hal ini juga membantu perencana untuk menghindari ancaman atau mengembangkan strategi yang dapat mengubah ancaman menjadi keuntungan perusahaan (Jauch dan Glueck 1988).

3.1.4.1. Lingkungan Internal

Lingkungan internal terdiri dari varibel-variabel (kekuatan dan kelemahan) yang ada di dalam organisasi tetapi biasanya tidak dalam pengendalian jangka pendek. Variabel tersebut membentuk suasana dimana pekerjaan dilakukan. Variabel itu meliputi struktur, budaya dan sumber daya organisasi (Hunger dan Wheelen 2003). Lingkungan internal dapat dikaji dengan pendekatan analisis rantai nilai yang dapat dilihat pada Gambar 5.

3.1.4.2. Analisis Rantai Nilai

Analisis rantai nilai seperti yang dikemukakan oleh Porter adalah satu cara untuk menguji sifat dan tingkat sinergi, apabila ada, diantara kegiatan-kegiatan internal perusahaan. Setiap perusahaan melakukan kegiatan merancang, membuat, memasarkan, mengantarkan dan mendukung produknya. Seluruh kegiatan tersebut dapat digambarkan dengan menggunakan rantai nilai. Perbedaan-perbedaan diantara rantai nilai para pesaing adalah sumber kunci keunggulan kompetitif. Analisis rantai nilai dapat diidentifikasi dengan lima kegiatan utama yang biasanya terjadi di setiap bisnis yaitu (1) inbound logistic; penanganan bahan baku dan pergudangan, (2) operasi seperti mesin, perakitan dan pengujian, (3)


(19)

19

outbound logistic; penggudangan dan distribusi harga, produk jadi, (4) pemasaran dan penjualan, serta (5) layanan konsumen. Porter juga mengidentifikasi empat kegitan pendukung diantaranya (1) pembelian bahan mentah, mesin dan peralatan, (2) perkembangan teknologi seperti research and development, perbaikan produk dan proses, (3) manajemen sumber daya manusia terdiri dari perekrutan, pelatihan, pengembangan dan (4) infrastruktur perencanaan, akuntansi, keuangan, hukum, hubungan pemerintah dan manajemen kualitas.

a

b Keterangan: a : Kegiatan Penunjang

b : Kegiatan Utama Gambar 5. Analisis Rantai Nilai

Sumber : Hunger dan Wheelen (2003)

3.1.4.3. Lingkungan Eksternal

Menurut David (2009), analisis mengenai lingkungan eksternal dipengaruhi oleh lima kategori luas yaitu (1) kekuatan ekonomi, (2) kekuatan sosial, budaya, demografis dan lingkungan, (3) kekuatan politik, pemerintahan dan hukum, (4) kekuatan teknologi, dan (5) kekuatan kompetitif.

1. Kekuatan Ekonomi

Kekuatan ekonomi ini yang mengatur pertukaran material, uang, energi dan informasi. Faktor ekonomi memiliki dampak langsung terhadap daya tarik potensial dari beragam strategi. Semakin buruk kondisi ekonomi maka akan semakin buruk pula iklim bisnis di negara tersebut. Faktor-faktor ekonomi yang dapat mempengaruhi suatu perusahaan ekspor diantaranya inflasi dan nilai tukar atau kurs mata uang rupiah terhadap dolar.

Margin Infrastruktur Perusahaan

Manajemen Sumber Daya Manusia Perkembangan Teknologi

Pembelian

Inbound Operasi Outbound Pemasaran Layanan

Logistic Logistic dan Penjualan


(20)

20 2. Kekuatan Sosial, Budaya, Demografis dan Lingkungan

Perubahan sosial, budaya, demografis dan lingkungan memiliki dampak yang besar atas hampir semua produk, jasa, pasar dan konsumen. Tren-tren sosial, budaya, demografis dan lingkungan membentuk cara orang hidup, bekerja, memproduksi dan mengkonsumsi. Tren tersebut menciptakan jenis konsumen yang berbeda dan konsekuensinya menciptakan kebutuhan akan produk, jasa dan strategi yang berbeda pula. Tren sosial yang mungkin mempengaruhi seperti gaya hidup (status atau kedudukan) dan perilaku masyarakat di sekitar perusahaan maupun pembeli produk perusahaan. Sedangkan tren budaya berkaitan dengan adat istiadat dan kebiasaan dari masyarakat di luar perusahaan.

Tren demografis yang dapat mempengaruhi perusahaan dari sisi eksternalnya adalah jumlah penduduk yang bisa menjadi peluang bagi produk yang dihasilkan perusahaan. Dan faktor lingkungan yang dapat berpengaruh diantaranya perubahan musim, dalam hal ini berpengaruh terhadap peningkatan atau penurunan permintaan ikan dikarenakan musim tertentu.

3. Kekuatan Politik, Pemerintahan dan Hukum

Faktor politik, pemerintahan dan hukum dapat merepresentasikan peluang atau ancaman utama baik bagi organisasi kecil maupun besar. Pemerintah sebagai pembuat regulasi, deregulasi, penyubsidi, pemberi kerja serta konsumen utama dalam organisasi sangat berperan dalam kelangsungan hidup suatu perusahaan. Selain itu, tujuan kebijakan dan stabilitas politik pemerintahan menjadi faktor penting yang mempengaruhi perusahaan dari sisi eksternalnya. Perubahan-perubahan dalam hukum paten, undang-undang, dan tarif pajak dapat mempengaruhi perusahaan secara signifikan.

4. Kekuatan Teknologi

Kekuatan teknologi merepresentasikan peluang dan ancaman besar yang harus dipertimbangkan dalam perumusan strategi. Kemajuan teknologi bisa secara dramatis mempengaruhi produk, jasa, pasar, pemasok, distributor, pesaing, konsumen, proses produksi, praktik pemasaran dan


(21)

21 posisi kompetitif organisasi. Selain itu, kemajuan teknologi dapat menciptakan pasar baru, menghasilkan produk yang baru dan lebih baik, mengubah posisi biaya kompetitif dalam suatu industri, serta membuat produk dan jasa yang ada saat ini usang. Teknologi dapat berkaitan dengan kecepatan transfer teknologi oleh karyawan, masa atau waktu keusangan teknologi dan harga teknologi yang diadopsi seperti transportasi, komunikasi dan informasi (penggunaan internet dan e-commerce).

5. Kekuatan Kompetitif

Menurut Porter (1992), kekuatan persaingan yang dapat secara bersama-sama menentukan intensitas persaingan dan kemampulabaan dalam industri atau kekuatan yang paling besar akan menentukan serta menjadi sangat penting dari sudut pandang perumusan strategi. Kekuatan persaingan terdiri dari masuknya pendatang baru, ancaman produk pengganti, kekuatan tawar-menawar pembeli, kekuatan tawar-menawar pemasok, serta persaingan diantara para pesaing yang ada.

a. Ancaman Pendatang Baru

Pendatang baru dalam industri membawa kapasitas baru, keinginan untuk merebut bagian pasar, serta sering kali juga sumber daya yang besar. Akibatnya harga dapat menjadi turun atau biaya membengkak sehingga mengurangi kemampulabaan. Ancaman masuknya pendatang baru ke dalam industri tergantung pada rintangan masuk yang ada, digabung dengan reaksi dari pada pesaing yang sudah ada yang dapat diperkirakan oleh pendatang baru. Terdapat enam sumber utama rintangan masuk yaitu skala ekonomis, diferensiasi produk, kebutuhan modal, biaya beralih pemasok, akses ke saluran distribusi dan biaya tak menguntungkan terlepas dari skala.

b. Ancaman Produk Pengganti

Mengenali produk-produk pengganti adalah persoalan mencari produk lain yang dapat menjalankan fungsi yang sama seperti produk dalam industri. Produk pengganti membatasi laba potensial dari industri karena batas atas pada harga-harga perusahaan dalam suatu industri. Produk pengganti yang perlu mendapat perhatian adalah produk yang


(22)

22 (1) mempunyai kecenderungan untuk memiliki harga atau prestasi yang lebih baik dibanding produk dalam industri, (2) dihasilkan oleh industri yang berlaba tinggi. Dalam hal terakhir, produk pengganti seringkali dengan cepat ikut berperan jika terjadi perkembangan tertentu yang meningkatkan persaingan dalam industri perusahaan tersebut dan menyebabkan penurunan harga atau peningkatan prestasi. Produk pengganti akan memberikan ancaman saat produk pengganti tersebut memiliki harga yang lebih murah dari produk yang dihasilkan perusahaan dengan kualitas sama ataupun lebih tinggi (David 2009). c. Kekuatan Tawar-menawar Pembeli

Pembeli bersaing di industri dengan cara memaksa harga turun, tawar-menawar untuk mutu yang lebih tinggi dan pelayanan yang lebih baik, serta berperan sebagai pesaing satu sama lain yang mengorbankan kemampulabaan industri. Kekuatan dari tiap-tiap kelompok pembeli yang penting dalam industri tergantung pada sejumlah karakteristik situasi pasarnya dan pada kepentingan relatif pembeliannya dari industri yang bersangkutan dibandingkan dengan keseluruhan bisnis pembeli tersebut. Daya tawar pembeli dapat menggambarkan kekuatan besar yang mempengaruhi intensitas persaingan di suatu industri. Oleh karena itu, untuk menarik konsumen perusahaan dapat menawarkan garansi yang panjang atau layanan khusus untuk mendapatkan loyalitas konsumen (Porter 1992).

d. Kekuatan Tawar-menawar Pemasok

Pemasok dapat menggunakan kekuatan tawar-menawar terhadap para peserta industri dengan mengamcam akan menaikkan harga atau menurunkan mutu produk atau jasa yang dibeli. Pemasok yang kuat dapat menekan kemampulabaan industri yang tidak mampu mengimbangi kenaikan harganya. Kondisi-kondisi yang menentukan kekuatan pemasok tidak hanya dapat berubah melainkan juga seringkali berada di luar kekuasaan perusahaan. Tetapi, perusahaan terkadang dapat memperbaiki situasi melalui strategi. Perusahaan dapat memperkuat ancamannya seperti melakukan integrasi ke belakang


(23)

23 untuk mendapatkan kendali terhadap pemasok ataupun menghilangkan biaya peralihan.

e. Persaingan Diantara Para Pesaing yang Ada

Menurut Porter (1992), rivalitas dikalangan pesaing yang ada berbentuk perlombaan untuk mendapatkan posisi dengan menggunakan taktik seperti persaingan harga, perang iklan, introduksi produk dan meningkatkan pelayanan atau jaminan kepada pelanggan. Intensitas persaingan berhubungan dengan beberapa faktor yaitu jumlah pesaing, tingkat pertumbuhan industri, karakteristik produk atau jasa, jumlah biaya tetap, kapasitas, tingginya penghalang untuk keluar dan diversitas pesaing. Hal ini dapat dilihat melalui model lima kekuatan persaingan pada Gambar 6.

Gambar 6. Model Lima Kekuatan Persaingan Sumber: Porter (1992)

3.1.5. Penetapan Tujuan Jangka Panjang

Tujuan jangka panjang merepresentasikan hasil-hasil yang diharapkan dari pelaksanaan strategi tertentu. Strategi merepresentasikan berbagai tindakan yang perlu diambil untuk mencapai tujuan jangka panjang. Kerangka bagi tujuan dan strategi harus konsisten, biasanya berkisar antara dua sampai lima tahun. Tujuan harus kuantitatif, dapat diukur, realistis, dapat dimengerti, menantang, hierarkis, mungkin untuk dicapai dan kongruen antarunit organisasional. Tiap tujuan juga harus terkait dengan garis waktu. Tujuan diperlukan di tingkat perusahaan, divisional dan fungsional dari suatu organisasi. Tujuan juga menyediakan landasan bagi pengambilan keputusan yang konsisten oleh para manajer yang memiliki nilai dan sikap yang berbeda (David 2009).

Kekuatan tawar-menawar pemasok

Ancaman masuknya pendatang baru

Kekuatan tawar-menawar pembeli

Ancaman produk atau jasa pengganti Persaingan diantara perusahaan yang ada


(24)

24 3.1.6. Market Share

Market share atau pangsa pasar merupakan bagian pasar yang dapat diraih perusahaan serta sebuah indikator tentang apa yang dilakukan oleh sebuah perusahaan terhadap kompetitornya dengan dukungan perubahan-perubahan dalam penjualan. Market share adalah persentase pasar yang ditentukan dalam ukuran unit maupun revenue dan dihitung berdasarkan specific entity. Pangsa pasar menjelaskan penjualan perusahaan sebagai persentase volume total penjualan dalam industri, market atau produk. Pangsa pasar dan pertumbuhannya akan memberikan perspektif kunci terhadap permintaan pasar saat ini dan yang akan datang. Adanya keputusan terkait jumlah produk yang akan diproduksi dengan tepat dan besarnya skala produksi yang akan dikembangkan, akan memberikan dampak besar terhadap perolehan keuntungan dari bisnis suatu perusahaan (Sumarwan et. al 2010).

3.1.7. Alternatif Strategi

Berdasarkan David (2009), alternatif strategi yang dapat dilakukan perusahaan dengan analisis matriks SWOT adalah sebagai berikut:

1. Strategi SO

Strategi ini dilakukan dengan memanfaatkan kekuatan internal perusahaan untuk menarik keuntungan dari peluang eksternal. Secara umum, organisasi akan menjalankan strategi WO, ST, atau WT untuk mencapai situasi dimana mereka dapat melaksanakan strategi SO. Jika sebuah perusahaan memiliki kelemahan besar, maka perusahaan akan berjuang untuk mengatasinya dan mengubahnya menjadi kekuatan. Ketika sebuah organisasi dihadapkan pada ancaman yang besar, maka perusahaan akan berusaha untuk menghindarinya untuk berkonsentrasi pada peluang. 2. Strategi WO

Strategi ini bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan cara mengambil keuntungan dari peluang eksternal. Terkadang peluang-peluang besar muncul, tetapi perusahaan memiliki kelemahan internal yang menghalanginya memanfaatkan peluang tersebut.


(25)

25 3. Strategi ST

Strategi ini menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal. Hal ini tidak berarti bahwa organisasi yang kuat pasti selalu menghadapi ancaman langsung dalam lingkungan eksternal.

4. Strategi WT

Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Sebuah perusahaan yang dihadapkan pada berbagai ancaman eksternal dan kelemahan internal berada pada posisi yang penuh risiko. Faktanya, perusahaan ini mungkin harus berjuang agar dapat bertahan, merjer, penghematan, menyatakan bangkrut atau memilih pailit.

3.1.8. Perumusan Strategi

Perumusan strategi dapat dilakukan melalui dua pendekatan antara lain: 1. Matriks SWOT

Matriks SWOT menggambarkan bagaimana manajemen dapat mencocokkan peluang-peluang dan ancaman-ancaman eksternal yang dihadapi suatu perusahaan tertentu dengan kekuatan dan kelemahan internal untuk menghasilkan empat rangkaian alternatif strategis. SWOT adalah akronim dari Strength, Weaknesses, opportunities dan Threats dari organisasi yang kesemuanya merupakan faktor-faktor strategis. Sehingga analisis SWOT harus mengidentifikasi kompetensi langka perusahaan yaitu keahlian tertentu dan sumber-sumber yang dimiliki oleh sebuah perusahaan dan cara unggul yang mereka gunakan. Penggunaan kompetensi langka perusahaan secara tepat akan memberikan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Matriks SWOT dapat diaplikasikan baik pada perusahaan bisnis tunggal maupun multibisnis, dan bahkan untuk unit bisnis (Hunger dan Wheelen 2003).

2. Arsitektur Strategik

Pendekatan arsitektur strategik ini pertama kali dikenalkan oleh Gary Hamel dan C. K. Prahalad pada awal tahun 1990-an. Dalam pendekatan ini, strategi dan program yang dirancang tidak selalu terpaku dan


(26)

26 senantiasa responsif terhadap perubahan lingkungan bisnis. Namun, organisasi dituntut untuk membangun kekuatan internal, menetapkan bidang bisnis saat ini dan bidang bisnis potensial yang akan digarap, dan menentukan masa depan organisasi sendiri. Penentuan masa depan ini adalah dengan menyusun industry foresight yang intinya merevisi ulang batasan industri yang akan digeluti oleh organisasi yang bersangkutan. Seluruh komponen kemudian dipetakan dalam bentuk blue print strategy

yang disusun dengan maksud untuk memaksimalkan kemungkinan untuk mencapai masa depan pada waktu yang telah diperhitungkan dengan cermat. Dengan arsitektur startegik, perusahaan dapat mengembangkan skenario sendiri untuk melancarkan jalan menuju tercapainya visi dan misi. Selain itu, pilihan strategi yang akan diimplementasikan dapat dipetakan sehingga memudahkan pelaksana dalam membaca, memahami, dan melakukan atau mengimplementasikan serta mengevaluasinya (Yoshida 2006).

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Kendala dalam mendapatkan bahan baku ikan segar dari supplier

merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi PD Sambu. Kesulitan mendapatkan bahan baku dikarenakan ketersediaan ikan laut yang tidak dapat diprediksi terkait gangguan cuaca maupun iklim sehingga hasil tangkapan nelayan menjadi tidak menentu. Akibat tidak tersedianya bahan baku berupa ikan segar, perusahaan mengalami gangguan produksi sehingga menyebabkan produk ikan beku yang diekspor sedikit. Ikan yang diproduksi perusahaan saat cuaca baik bisa mencapai rata-rata 5 kuintal. Akan tetapi, ketika kondisi cuaca kurang baik perusahaan hanya dapat memproduksi sebanyak rata-rata 20 kg ikan beku. Adanya persaingan dalam mendapatkan bahan baku dari sesama perusahaan pembekuan ikan juga merupakan permasalahan yang dihadapi PD Sambu. Selain itu, semakin banyaknya perusahaan pembekuan ikan yang gulung tikar menjadi kondisi yang harus diperhatikan agar mampu bertahan ditengah tren penurunan jumlah perusahaan pembekuan ikan. Di kota Cirebon sendiri terjadi penurunan perusahaan pembekuan ikan dari 14 eksportir di tahun 1980 hingga sekarang


(27)

27 hanya terdapat 3 eksportir ikan beku yaitu PD Sambu, PT Jaya Sakti, dan PT Samtu.

Hal ini mendasari peneliti untuk mencoba membuat strategi yang dapat digunakan perusahaan. Perumusan strategi yang perlu dilakukan pertama kali adalah mengetahui visi, misi dan tujuan PD Sambu. Sehingga strategi yang dibuat sejalan dengan visi, misi dan tujuan yang ingin dicapai. Kemudian dilakukan identifikasi lingkungan eksternal dan lingkungan internal. Analisis lingkungan eksternal dilakukan dengan menganalisis kekuatan ekonomi; kekuatan sosial, budaya, demografis dan lingkungan; kekuatan politik, pemerintahan dan hukum; kekuatan teknologi dan kekuatan kompetitif yang mempengaruhi perusahaan. Sedangkan analisis lingkungan internal dilakukan dengan menggunakan pendekatan rantai nilai. Selain itu, dilakukan perhitungan terhadap pangsa pasar perusahaan sebagai tambahan informasi dalam melakukan analisis terhadap faktor internal. Hasil dari analisis eksternal dan internal selanjutnya diplotkan ke dalam matriks SWOT untuk merumuskan strategi sehingga mendapatkan alternatif strategi yang dapat digunakan PD Sambu. Alternatif-alternatif strategi yang dihasilkan kemudian akan dibuat rekomendasi program kegiatan yang dapat dijalankan dengan melihat tantangan yang dihadapi dan sasaran yang ingin dicapai oleh perusahaan. Program-program tersebut akan dipetakan ke dalam arsitektur strategik berdasarkan jangka waktu tertentu. Penentuan waktu ini didasarkan pada kesesuaian untuk melihat kemungkinan perubahan lingkungan yang terjadi di masa depan dan kemampuan perusahaan dalam menjalankan program tersebut.


(28)

28

Gambar 7. Kerangka Pemikiran Operasional

Pembekuan Ikan PD Sambu 1. Fluktuasi jumlah ikan beku yang diekspor

2. Pemerolehan bahan baku yang menghadapi persaingan 3. Penurunan jumlah perusahaan pembekuan ikan

Visi, Misi dan Tujuan PD Sambu

Identifikasi Lingkungan Eksternal 1. Kekuatan Ekonomi

2. Kekuatan Sosial, Budaya, Demografi dan Lingkungan 3. Kekuatan Politik, Pemerintahan

dan Hukum

4. Kekuatan Teknologi 5. Kekuatan Kompetitif

a) Ancaman Pendatang Baru

b) Persaingan Dalam Industri

c) Kekuatan Pemasok

d) Kekuatan Pembeli

e) Ancaman Produk Pengganti Identifikasi Lingkungan Internal

Analisis Rantai Nilai A.Kegiatan Utama

1. Logistik ke dalam 2. Operasi

3. Logistik keluar

4. Pemasaran dan Penjualan 5. Pelayanan

B. Kegiatan Penunjang

1. Infrastruktur Perusahaan 2. Manajemen SDM

3. Pengembangan Teknologi 4. Pembelian

Rekomendasi Program Kegiatan Matriks SWOT

Alternatif Strategi Bisnis PD Sambu

Tantangan Sasaran


(29)

29

IV.

METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di PD Sambu yang beralamat di Komplek Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Kejawanan, Cirebon, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling (sengaja). Pertimbangan dalam pengambilan tempat sampling didasarkan karena PD Sambu merupakan salah satu perusahaan agroindustri yang mampu memberikan nilai tambah bagi produk perikanan yang berada di Kota Cirebon. Perusahaan ini bergerak dalam bisnis

cold storage dengan bahan baku utamanya ikan seperti ikan mata goyang, ikan kurisi dan ikan remang. Selain itu, perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan pengekspor ikan beku yang mampu bertahan dari kesulitan yang dihadapi. Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2012. 4.2. Data dan Sumber Data

Penelitian ini ditunjang oleh pencarian data, baik itu data primer maupun data sekunder. Untuk pengambilan data primer diambil langsung dari tempat penelitian melalui pengamatan langsung, pencatatan dan wawancara secara mendalam (in-depth interview). Wawancara ini dilakukan sebanyak dua kali untuk mengetahui faktor-faktor strategis yang mempengaruhi perusahaan dan menilai sejauh mana perusahaan mampu memberikan respon. Wawancara pihak internal dilakukan dengan pengelola yaitu factory manager, kepala bagian produksi dan

quality control, kepala bagian keuangan dan administrasi, kepala bagian operasional, bagian ekspor serta karyawan dari perusahaan. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mengetahui gambaran umum dan sistem perusahaan, produksi yang dilakukan perusahaan, kondisi keuangan perusahaan serta kegiatan operasional perusahaan. Sedangkan wawancara dengan pihak eksternal dilakukan dengan Kabid Kelautan dan Perikanan Kota Cirebon, petugas Pusat Informasi Pelabuhan dan Perikanan untuk mengetahui kondisi perusahaan pembekuan ikan di Cirebon dan tingkat persaingannya.

Data sekunder yang digunakan berasal dari manual book PD Sambu, hasil riset atau penelitian terdahulu, buku, artikel, internet maupun instansi-instansi lain yang terkait seperti Perpustakaan IPB, Kementerian Kelautan dan Perikanan


(30)

30 Cirebon, Dinas Kelautan dan Perikanan Cirebon serta Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI.

4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pada penelitian mengenai analisis strategi bisnis, data yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif, kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran umum kegiatan dari perusahaan yang diteliti. Perhitungan kuantitatif dilakukan untuk mengetahui besarnya pangsa pasar perusahaan. Sedangkan penentuan kekuatan dan kelemahan internal, serta peluang dan ancaman eksternal yang mempengaruhi perusahaan dianalisis secara kualitatif berdasarkan hasil wawancara dilapangan, mencatat secara hati-hati apa yang terjadi, dan menganalisis terhadap dokumen yang ditemukan dilapang. Setelah hasil diperoleh maka dipilih faktor-faktor mana yang paling mempengaruhi kemudian dilakukan penguraian terhadap faktor-faktor tersebut. Data selanjutnya dianalisis dengan metode SWOT untuk memperoleh alternatif strategi dan memetakan hasil alternatif strategi ke dalam arsitektur strategik dengan membuat program-program kegiatan yang dapat dijalankan perusahaan untuk jangka waktu tertentu.

4.3.1. Analisis Pangsa Pasar (Market Share)

Perhitungan pangsa pasar dilakukan untuk mengetahui seberapa besar bagian pasar yang dicapai PD Sambu terhadap industri ekspor di Indonesia. Perhitungan ini dilakukan dengan cara membandingkan volume ekspor ikan beku perusahaan pada tahun tertentu dengan volume ekspor ikan beku di Indonesia pada tahun yang sama. Adapun rumusan yang digunakan adalah sebagai berikut (Sumarwan et. al. 2010):

Mit = Sit / ∑ St x 100% Keterangan :

Mit : Pangsa pasar PD Sambu dalam tahun t

Sit : Total volume ekspor ikan beku PD Sambu pada tahun ke-t ∑ St : Total volume ekspor ikan beku Indonesia pada tahun ke-t t : Tahun


(31)

31 Hasil dari analisis pangsa pasar ini merupakan salah satu faktor yang berpengaruh bagi perusahaan dan dapat digunakan untuk melakukan analisis SWOT.

4.3.2. Matriks SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats)

Matriks SWOT merupakan alat untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang merupakan kekuatan dan kelemahan perusahaan serta faktor-faktor yang menjadi ancaman dan peluang bagi perusahaan. Dasar dari penggunaan matriks ini adalah memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities) serta meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).

Matriks SWOT menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategi yang dapat digunakan perusahaan antara lain:

1) Startegi SO merupakan strategi untuk memanfaatkan kekuatan internal perusahaan untuk menarik keuntungan dari peluang eksternal.

2) Strategi WO bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan cara mengambil keuntungan dari peluang eksternal.

3) Strategi ST merupakan strategi yang menggunakan kekuatan sebuah perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal.

4) Strategi WT merupakan taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal.

Tabel 5. Matriks SWOT Internal

Eksternal Strength (Kekuatan) Weakness (Kelemahan)

Opportunities (Peluang) Strategi SO Strategi WO

Threat (Ancaman) Startegi ST Strategi WT Sumber: David (2009) hal. 327-330

4.3.3. Perancangan Arsitektur Strategik

Model arsitektur strategik diperlukan untuk melakukan perencanaan strategik dan sebagai solusi untuk menghadapi perubahan lingkungan bisnis yang sangat cepat. Langkah yang harus dilakukan adalah pengkajian lebih lanjut mengenai visi dan misi perusahaan, keduanya harus dinyatakan dengan jelas


(32)

32 sehingga tidak akan menimbulkan interpretasi yang salah dalam mengkomunikasikannya. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap lingkungan internal serta eksternal perusahaan dan merupakan input yang akan digunakan pada analisis matriks SWOT. Hasil dari strategi pada matriks SWOT dijabarkan dalam bentuk program-program untuk mencapai sasaran. Program-program tersebut digunakan untuk menyusun arsitektur strategik. Identifikasi tantangan dan sasaran pun diperlukan dalam penyusunan arsitektur strategik, identifikasi ini berfungsi untuk memperoleh keunggulan bersaing yang baru melalui cara-cara yang dilakukan perusahaan. Penyusunan arsitektur strategik pada PD Sambu dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Perancangan Arsitektur Strategik PD Sambu Sumber: Yoshida (2006)

Identifikasi Lingkungan Internal

Arsitektur Strategik SWOT

Tantangan Rekomendasi Program

kegiatan Sasaran

Identifikasi Lingkungan Eksternal


(33)

33

V.

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1. Sejarah dan Perkembangan PD Sambu

PD Sambu merupakan perusahaan pembekuan ikan yang berdiri pada tahun 1998. Perusahaan ini didirikan oleh Bapak Budiono Go selaku direktur utama. Pada awalnya PD Sambu adalah perusahaan dibidang teri nasi dan manisan mangga. Namun seiring perkembangan zaman dan perkembangan bisnis, sejak tahun 2002 hingga sekarang PD Sambu beralih menjadi perusahaan yang bergerak dalam bisnis cold storage dengan bahan baku ikan laut seperti ikan remang, kurisi, acang-acang, kakap merah, bawal, mata goyang atau nama lainnya ikan swangi dan tenggiri. Bahan baku tersebut didapat dari beberapa pemasok ikan di kota-kota di Jawa seperti Batang, Tegal, Gebang dan Losari. Produk tersebut diekspor ke beberapa negara seperti Cina, Hongkong dan Vietnam. Beberapa permasalahan pernah dihadapi PD Sambu dalam membangun usaha seperti masalah krisis keuangan dan sepinya pembeli menjadi salah satu faktor utama.

Saat ini perusahaan dimiliki oleh lima orang pemegang saham dan pemilik saham terbesar sekaligus direktur utama adalah Bapak Budiono Go. Tahun 2002 merupakan awal kebangkitan PD Sambu, dimana mulai terbukanya peluang untuk pasar ikan beku di wilayah internasional terutama Cina. Pada tahun 2009, PD Sambu telah menjadi perusahaan pembekuan ikan yang maju pesat, bisnisnya semakin berkembang, lahan perusahaan semakin luas dan jumlah karyawan serta kesejahteraan bagi karyawan pun semakin meningkat. PD Sambu pernah mengalami kesulitan dalam mengekspor produk namun setelah dilakukan perbaikan pabrik pada tahun 2009 serta dimilikinya sertifikat HACCP pada tahun 2010 semakin memperlancar kegiatan ekspor perusahaan. PD Sambu sudah memiliki sertifikat HACCP dari Ministry of Marine Affairs and Fisheries Republic of Indonesia dengan nomor 588/PP/HACCP/PB/12/10 dan mendapatkan penilaian B atau good pada 24 Juni 2010.

PD Sambu juga mengekpor produk perikanan laut lain seperti udang, keong dan cumi. Khusus untuk produk cumi beku, perusahaan hanya mengekspor ke negara Taiwan. Selain ekspor, perusahaan juga memasarkan produk ke pasar domestik yaitu Palembang untuk jenis produk fillet ikan. Saat ini perusahaan


(34)

34 sedang mengembangkan produk baru yaitu bakso ikan yang baru mulai dipasarkan untuk wilayah Jawa dan Sumatera Selatan.

5.2. Lokasi dan Keadaan PD Sambu

PD Sambu berlokasi di Jalan Kalijaga 1, Komplek Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Kejawanan, Panjunan, Lemahwungkuk Cirebon, Jawa Barat. Lokasi ini digunakan untuk tempat produksi dan kantor. Tempat produksi terdiri dari tempat penerimaan bahan baku, ruang sortasi udang, ruang es, ruang sortasi dan penyusunan ikan dan keong, ruang penyusunan udang, contact plate freezer, ruang penyimpanan pan, ruang packing dan pelabelan terletak berdekatan dengan ruang manajemen kantor, cold storage, ruang penyimpanan bahan kimia, ruang pelabelan karton dan penyusunan, ruang penyimpanan dan pengepakan, ruang ganti karyawan, Air Blast Freezer, ruang mesin, ruang genset untuk lebih jelasnya Layout PD Sambu dapat dilihat pada Lampiran 1. Lokasi ini dipilih karena berdekatan dengan pelabuhan, Kantor Kementerian Perikanan dan Kelautan Cirebon serta dekat dengan jalan raya lintas provinsi.

5.3. Visi, Misi dan Tujuan PD Sambu

Visi, misi serta tujuan yang dimiliki PD Sambu tidak tertulis secara nyata. Namun berdasarkan hasil wawancara visi dari PD Sambu adalah menjadi perusahaan perikanan yang terpercaya dalam menghasilkan produk ikan beku yang bermutu tinggi. Misi PD Sambu adalah memberikan pelayanan terbaik pada pembeli dengan menghasilkan produk yang berkualitas serta berusaha memenuhi keinginan pembeli. Dan tujuan PD Sambu adalah mensejahterakan pemegang saham dan karyawan perusahaan.

5.4. Struktur Organisasi PD Sambu

Dalam menjalankan usahanya, PD Sambu menggunakan struktur organisasi fungsional yang terdiri dari beberapa bagian diantaranya external resources, plant manager, manajer engineering, manajer HRD, manajer produksi dan quality control serta manajer purchasing. Seluruh jabatan tersebut memegang peranan masing-masing dan dijalankan berdasarkan fungsi-fungsi yang ada agar tidak terjadi tumpang tindih dalam menjalankan tanggung jawabnya. Gambaran dari struktur organisasi PD Sambu dapat dilihat pada Lampiran 2. Adapun


(35)

35 pembagian tugas dari masing-masing jabatan dalam struktur organisasi perusahaan adalah sebagai berikut:

1. Direktur

Direktur merupakan penanggung jawab utama untuk aktivitas pabrik, produksi, karyawan dan hubungan bisnis. Otoritas utama untuk desain dan operasi dari HACCP berdasarkan IQMP (Integrated Quality Management Programme) serta memberikan dukungan anggaran dan biaya operasional. 2. Plant Manager

Plant manager bertugas mengatur semua aktivitas produksi dari titik awal proses penerimaan hingga barang siap dipasarkan, bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan apabila direktur utama berhalangan, memasarkan hasil produksi dan mencari pelanggan untuk membeli produk yang diolah oleh perusahaan dan mengatur manajemen keuangan pabrik.

3. Purchasing Manager

Purchasing manager bertanggung jawab terhadap pembelian bahan baku, memimpin dan mengatur pengendalian rantai penyalur untuk ketersediaan dan implementasi atau pengendalian operasi yang aman menyangkut seluruh aturan yang digunakan untuk jaminan mutu dari bahan baku.

4. Production Manager and Quality Control

Manajer produksi bertanggung jawab dari hari ke hari untuk seluruh kegiatan operasi di pabrik, meninjau ulang dan mengevaluasi verifikasi HACCP berdasarkan IQMP, bertanggung jawab terhadap pengawasan mutu produk pada setiap tahapan proses pada seksi di bawah pengawasannya dan menjamin penerapan HACCP, SSOP dan GMP pada proses produksi di bawah kendalinya.

5. Human Resource Departement Manager

Manajer HRD bertanggung jawab terhadap seluruh kinerja, kerapihan dan kehadiran karyawan.

6. Engineering Manager

Manajer teknis bertanggung jawab terhadap seluruh keadaan mesin termasuk cold room dan air blast freezer.


(36)

36 7. Bagian Cold Room

Bagian ini berada di bawah manajer engineering yang bertugas memasukkan dan mengeluarkan produk dari mesin pendingin di pabrik. 8. Bagian Mesin dan Bengkel

Bagian ini juga berada di bawah manajer engineering yang bertanggung jawab atas keadaan mesin dan melakukan perbaikan mesin yang rusak. 9. Staf Bagian Packing dan Ekspor

Staf bagian ini berada di bawah manajer produksi dan quality control. Tanggung jawab dari bagian ini adalah melakukan pencatatan produk yang sudah melalui proses packing dan akan dimasukkan ke dalam cold storage

serta menangani masalah yang berkaitan dengan kegiatan ekspor perusahaan.

10. Staf Bagian Operasi

Staf bagian ini berada di bawah manajer produksi dan quality control yang bertugas mengawasi proses sortasi, memberikan penomoran pada setiap produk yang akan disusun di dalam pan dan mencatat semua produk yang diproses perusahaan sebelum dimasukkan ke dalam air blast freezer.

11. Staf Bagian Material Store

Staff bagian ini berada di bawah manajer produksi dan quality control yang bertugas melakukan inventarisasi gudang, yaitu melakukan penyimpanan dan pencatatan keluar masuknya material seperti karton, plastik dan lain sebagainya.

12. Staf Purchasing

Staf purchasing berada di bawah manajer purchasing yang bertugas mengatur rencana pembelian bahan baku, memantau harga bahan baku, melaporkan jumlah bahan baku dan bertanggung jawab atas ketersediaan bahan baku perusahaan.

5.5. Sumberdaya PD Sambu

Sumberdaya sangat penting keberadaannya bagi perusahaan. Faktor sumberdaya ini membantu perusahaan dalam mencapai tujuan seperti pengembangan usaha dan bertahan didalam lingkaran persaingan. Sumberdaya dapat berupa modal, fisik dan manusia. PD Sambu merupakan sebuah perusahaan


(37)

37 yang dimiliki dan dikelola oleh lima orang pemegang saham dengan pemegang saham terbesar adalah Bapak Budiono Go. Sumberdaya modal PD Sambu berasal dari para pemegang saham.

Sumberdaya fisik yang dimiliki cukup mendukung kegiatan usaha yang dilakukan oleh PD Sambu. Sumberdaya fisik yang dimiliki diantaranya bangunan perusahaan yang terdiri dari pabrik, kantor, tempat penyimpanan bahan baku, tempat penyimpanan karton, mushola, kamar untuk karyawan yang jauh, ruang es, ruang mesin, ruang genset, ruang makan, ruang mekanik dan area parkir. Selain itu, PD Sambu memiliki peralatan produksi yang perinciannya dapat dilihat pada Tabel 6 sebagai berikut:

Tabel 6. Perincian Peralatan Produksi PD Sambu

No. Jenis Peralatan Produksi Jumlah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. Meja sortasi Timbangan digital Timbangan duduk Meja proses penyusunan Meja proses penimbangan Pan

Keranjang plastik

Box fiber glass

Termometer Selang air Ember

Lori besar dan kecil

Air blast freezer

Contact Plate Freezer Cold storage

Mesin pencuci cumi Meja proses pengepakan Meja glazing

AC

Strapping band machine

Bak air Lemari besi Water brush Mobil pick up

7 unit 3 buah 3 buah 13 buah 2 buah 300 buah 100 buah 20 buah 3 buah 6 buah 30 buah 20 buah 4 unit 3 unit 1 unit 4 unit 4 unit 2 unit 7 unit 4 unit 3 buah 2 buah 2 unit 2 unit Sumber: PD Sambu (2012)

PD Sambu memiliki sumberdaya manusia sebanyak 267 karyawan yang terdiri dari beberapa kategori diantaranya karyawan sortiran, pan, CR/SN, bongkar, staf, bakso dan borongan. Karyawan sortiran berjumlah 49 orang, karyawan bagian pan sebanyak 96 orang, karyawan CR/SN sebanyak 25 orang, karyawan bongkar sebanyak 48 orang, staf sebanyak 11 orang, karyawan bagian


(38)

38 bakso sebanyak 13 orang dan karyawan borongan sebanyak 25 orang. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kategori Karyawan PD Sambu

Jenis Karyawan Jumlah (orang)

Karyawan sortiran 49

Karyawan bagian pan 96

Karyawan Cold Room/Senior 25

Karyawan bongkar 48

Staf 11

Karyawan bagian bakso 13

Karyawan borongan 25

Total 267

Sumber: PD Sambu (2012)

Seluruh karyawan digaji secara harian terkecuali para staf yang mendapatkan gaji bulanan. Pendidikan dari para staf dan manajer rata-rata merupakan lulusan SMA dan hanya terdapat satu orang dengan pendidikan D3, dua orang S1 sedangkan untuk karyawan sebagan besar merupakan lulusan SD sampai SMP. Cara perekrutan tenaga kerja tidak terlalu rumit, calon pekerja sebagian besar berasal dari daerah sekitar perusahaan, kenalan dari karyawan yang sudah lama bekerja di perusahaan maupun orang yang dikenal pemilik perusahaan. Setiap tahunnya perusahaan selalu kedatangan siswa dari sekolah kelautan yang berada di dekat perusahaan untuk melakukan praktek kerja lapangan.

Karyawan di PD Sambu bekerja dari hari Senin sampai Sabtu dengan jam kerja dimulai pukul 09.00-17.00 WIB. Waktu istirahat pukul 12.00-13.00 WIB (1 jam) terkecuali hari Jumat waktu istirahat menjadi pukul 11.30-13.00 WIB. Apabila bahan baku melimpah, perusahaan memberlakukan waktu kerja lembur setelah pukul 17.00 WIB hingga selesai dan juga hari minggu. Besarnya upah lembur yang diberikan sebesar Rp 3.000,- per jam.

Sistem gaji atau upah di PD Sambu diberikan tergantung pada pekerjaan yang dilakukan karyawan. Gaji atau upah yang diberikan perusahaan berkisar Rp 27.000,- sampai Rp 33.000,- per hari. Sedangkan untuk para staf dan manajer diberikan gaji pada akhir bulan serta uang makan setiap harinya sebesar Rp 25.000,-. Setiap bulan perusahaan memberikan insentif kepada para karyawannya berupa bonus sebesar Rp 200.000,- sampai Rp 300.000,- yang diberikan setiap akhir bulan.


(39)

39 5.6. Prosedur Ekspor

Kegiatan ekspor PD Sambu dilakukan apabila jumlah barang yang berada dalam cold storage sudah mencapai kapasitas minimal ekspor sebesar 27 ton. Jika produk jadi yang berada dalam cold storage belum mencukupi batas tersebut maka perusahaan tidak akan mengekspor produknya. Hal ini dilakukan untuk menyeimbangkan antara budget yang dikeluarkan dengan keuntungannya. Dalam mengekspor produk PD Sambu harus memenuhi beberapa dokumen perijinan diantaranya:

1. PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang)

PEB merupakan dokumen ekspor utama yang dikeluarkan oleh pihak Bea Cukai. Dokumen ini memuat jumlah dan nilai barang yang diekspor. 2. Invoice

Invoice merupakan surat kesepakatan mengenai harga yang telah disetujui oleh pengirim dan penerima barang.

3. Bill of Lading

Bill of lading merupakan dokumen resmi untuk melindungi pengangkutan maupun pengiriman barang melalui laut yang dikeluarkan oleh perusahaan pembawa produk. Dokumen ini berguna bagi importir untuk mengambil barang yang dibelinya.

4. Letter of Credit

Letter of credit merupakan surat berharga tentang perjanjian membayar yang diterbitkan oleh bank terkait transaksi dagang yang dilakukan dan ditunjukkan kepada penerima barang di luar negeri.

5. Packing List

Packing list adalah dokumen yang menerangkan secara rinci mengenai seluruh uraian dan keterangan barang muatan atau komoditas dagang yang akan dikirim ke negara tujuan ekspor. Hal tersebut termasuk jumlah dan berat barang, jenis, berat bersih, serta ukuran tiap unit.

6. Certificate of Origin

Certificate of Origin atau surat keterangan asal (SKA) merupakan surat keterangan yang menyatakan negara asal produk yang akan diekspor. SKA ini terdiri dari dua macam, yaitu SKA preferensi dan nonpreferensi. SKA


(40)

40 preferensi diterbitkan untuk memperoleh fasilitas pengurangan atau pembebasan tarif bea masuk yang diberikan oleh suatu negara atau sekelompok negara terhadap barang ekspor Indonesia yang memenuhi syarat internasional. Sedangkan SKA nonpreferensi diterbitkan untuk memenuhi ketentuan suatu negara atau sekelompok negara terhadap barang ekspor Indonesia berdasarkan perjanjian internasional. Untuk ekspor ke negara Cina menggunakan SKA preferensi ASEAN-China Free Trade Area Preferential Tariff Certificate of Origin.

7. Surat Pernyataan Mutu

Dokumen ini dikeluarkan oleh Balai Pengujian dan Pembinaan Mutu Hasil Perikanan (BPPMHP) Cirebon yang menyatakan mutu produk perikanan yang akan diekspor.


(41)

41

VI.

HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Analisis Lingkungan Internal PD Sambu

Lingkungan internal merupakan lingkungan yang berasal dari dalam PD Sambu dan memiliki pengaruh terhadap pengontrolan aset serta stakeholder yang berada di dalamnya untuk mencapai keberhasilan usaha. Analisis terhadap lingkungan internal dapat dilakukan melalui pendekatan rantai nilai yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor kekuatan maupun kelemahan PD Sambu.

6.1.1. Kegiatan Utama

Kegiatan ini terdiri dari penanganan terhadap bahan baku yang diterima, perakitan produk, penggudangan produk jadi, distribusi produk, promosi dan layanan yang diberikan perusahaan kepada para pembeli. Kegiatan utama yang dilakukan PD Sambu adalah sebagai berikut:

1. Logistik ke Dalam (Inbound Logistic)

Kegiatan logistik ke dalam PD Sambu berupa penerimaan bahan baku dari supplier, pengadaan karton dan es balok. Bahan baku yang digunakan adalah ikan kurisi potong kepala dan utuh, ikan remang, ikan mata goyang potong kepala dan utuh, kakap merah, ikan layur dan ikan acang-acang. Bahan baku tersebut didapatkan dari para pemasok yang mengambil ikan dari laut perikanan Jawa seperti daerah Batang, Indramayu, Tegal, Gebang dan Losari.

Pengadaan bahan baku ikan dilakukan dengan membeli kepada pemasok yang sebelumnya telah melakukan perjanjian kerja sama terkait jaminan mutu bahan baku dalam mengirim ikan ke perusahaan. Setiap hari para pemasok mengirimkan bahan baku ikan yang berasal dari hasil tangkapan nelayan ke PD Sambu dengan jumlah yang tidak menentu karena sangat tergantung dengan kondisi laut. Rata-rata dalam satu hari pemasok dapat mengirimkan ikan sebanyak 5 kuintal saat kondisi laut baik dan paling sedikit 20 kg saat kondisi laut buruk. Sebelum mengirim ikan untuk perusahaan, pemasok biasanya mengabarkan terlebih dahulu melalui telepon mengenai ada tidaknya ikan tersebut dan berapa banyak ikan yang


(42)

42 dikirim. Kemudian jumlah ikan akan ditulis ke dalam white board yang terpampang di dekat ruang kantor. Bahan baku ikan dari pemasok disimpan dalam kotak fiber yang sudah berisikan es dan bertahan selama 18 jam, bertemperatur dibawah 5oC serta dibawa menggunakan truk ataupun mobil bak terbuka. Kriteria ikan yang bagus dan segar adalah ikan yang dagingnya tidak pucat atau berwarna merah muda, tidak bau dan tidak tercemar bahan kimia. Jika ikan yang diterima tidak sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan, maka dilakukan pengembalian atau

rejected atau BS. Ikan yang sudah diterima biasanya langsung diproses, namun apabila bahan baku ikan yang diterima sangat banyak atau pemasok datang terlalu sore biasanya ikan disimpan dalam kotak fiber untuk keesokan harinya atau biasa disebut rest.

Pengadaan karton untuk mengemas produk didapat dengan memesan secara khusus dari daerah Semarang. Pemesanan karton dilakukan dengan menghubungi pemasok melalui telepon beberapa hari sebelum stok di gudang habis. Karton yang dipesan PD Sambu terdiri dari dua jenis yaitu, bergambar matahari dan logo PD Sambu. Hal ini dilakukan untuk membedakan kemasan produk ikan beku yang dijual di setiap daerah di Cina agar menghindari terjadinya pemalsuan produk. Pengadaan bahan lain yaitu es balok untuk setiap harinya dipasok dari produksi perusahaan sendiri.

Kegiatan inbound logistic sangat mempengaruhi jalannya produksi PD Sambu, karena dibutuhkan untuk proses operasi dimana kegiatan ini berkaitan dengan pemrosesan bahan baku menjadi produk jadi perusahaan. Pasokan bahan baku sebagian besar sangat tergantung dari nelayan dan terkadang mengalami fluktuasi yang mengakibatkan volume ekspor perusahaan pun mengalami fluktuasi. Pada musim tertentu seperti angin barat atau setelah lebaran, perusahaan mengalami kesulitan dalam memperoleh bahan baku karena bahan baku yang diperoleh dari pemasok perusahaan sangat tergantung dari hasil tangkapan nelayan yang tidak menentu. Bahkan dengan hasil yang tidak menentu tersebut pernah membuat perusahaan tidak mampu mengekspor produknya. Waktu


(1)

90 Lampiran 6. Contoh Surat Jaminan Bahan Baku


(2)

91 Lampiran 7. Dokumentasi PD Sambu

Ikan Remang Ikan Head Less (HL)

Ikan Setelah Dibekukan Pan yang berisi ikan beku

Pengemasan ke dalam Plastik dan Karton


(3)

92

Ruang Kantor Air Blast Freezer

Ruang Genset Ruang Pembuatan Es

Cold Storage Ruang Packing


(4)

93

Pembuangan Isi Perut Remang Ruang Proses

Karton Kemasan Kegiatan Saat Akan Ekspor

Pintu Masuk ke Pabrik Wastafel


(5)

i

RINGKASAN

LISTIA NUR ISMA. Analisis Strategi Bisnis Ekspor Pembekuan ikan (Studi Kasus: PD Sambu di Komplek Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Kejawanan, Cirebon, Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan BURHANUDDIN).

Perikanan Indonesia menjadi salah satu sektor yang memiliki potensi untuk dikembangkan baik pada sektor budidaya, perikanan tangkap maupun pengolahan. Saat ini, industri pengolahan ikan baik dalam skala besar, menengah maupun kecil terdiri dari industri pembekuan ikan, pengasapan, pemindangan, pengawetan, tepung ikan dan lain sebagainya. Pada tahun 2007 sebanyak 58,9 persen hasil penangkapan laut dipasarkan dalam bentuk segar dan sekitar 16 persen dipasarkan dalam bentuk bekuan, hal ini membuat masih terbukanya peluang untuk meningkatkan pasar produk ikan beku dengan memanfaatkan bahan baku ikan segar yang diproduksi hampir 60 persennya.

Produk ikan beku banyak dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan luar negeri. Salah satu negara yang menjadi tujuan ekspor produk ikan beku dari Indonesia adalah Cina dengan volume ekspor yang cukup tinggi. Tahun 2010 volume ekspor ikan Indonesia sebesar 112.870 ton dengan nilai ekspor 48.749.557 dolar AS. Volume ekspor ikan Indonesia menurun di tahun 2011 menjadi 107.502 ton, namun hal ini berbeda dengan nilai ekspor ikan Indonesia yang semakin meningkat menjadi 65.829.341 dolar AS. Hal ini merupakan indikasi semakin baiknya nilai jual produk perikanan Indonesia ke Cina.

Salah satu perusahaan pengolahan ikan yang terdapat di Cirebon adalah PD Sambu. Kegiatan produksi perusahaan juga seringkali mengalami kendala dikarenakan kesulitan mendapatkan bahan baku. Bahan baku perusahaan sangat tergantung pada pemasok yang berasal dari pasokan nelayan, akan tetapi saat ini nelayan sudah semakin sulit untuk mendapatkan ikan. Hal ini membuat ekspor produk PD Sambu ke negara tujuan ekspor menjadi berfluktuasi. Dalam menghadapi masalah yang terjadi, PD Sambu sebagai perusahaan yang berorientasi ekspor mengharuskan adanya pembuatan strategi yang tepat agar mampu bersaing diantara perusahaan dalam industri pembekuan ikan lainnya. Sehingga perusahaan dapat lebih siap untuk menghadapi perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal dengan memanfaatkan internal yang dimiliki. Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain: (1) menganalisis faktor-faktor internal yang ada pada PD Sambu dalam memproduksi ikan beku, (2) menganalisis faktor-faktor eksternal yang dihadapi PD Sambu di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Kejawanan, Cirebon, Jawa Barat, (3) merumuskan alternatif strategi bisnis yang dapat dilakukan oleh PD Sambu, dan (4) merekomendasikan program-program kegiatan dari alternatif strategi bisnis PD Sambu berdasarkan jangka waktu tertentu.

Penelitian ini dilakukan pada perusahaan pembekuan ikan, yaitu PD Sambu yang berlokasi di Komplek Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Kejawanan, Cirebon, Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Responden yang digunakan dari pihak internal adalah factorymanajer,


(6)

ii kepala bagian produksi dan quality control, kepala bagian keuangan dan administrasi, kepala bagian operasional, bagian ekspor serta karyawan dari perusahaan. Sedangkan pihak eksternal dilakukan dengan Kabid Kelautan dan Perikanan Kota Cirebon, petugas Pusat Informasi Pelabuhan dan Perikanan. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Alat analisis yang digunakan untuk merumuskan strategi adalah matriks SWOT dan arsitektur strategik.

Alternatif strategi bisnis yang dapat dilakukan PD Sambu berdasarkan analisis SWOT terdiri dari delapan strategi, antara lain: 1) Diversifikasi produk, 2) Memperluas cakupan distribusi produk perusahaan, 3) Mempertahankan dan meningkatkan kualitas produk, 4) Menjalin kerjasama dengan pemasok, 5) Meningkatkan kegiatan promosi, 6) Melakukan perubahan bentuk badan usaha dari Perusahaan Dagang menjadi Perseroan Terbatas, 7) Bekerjasama dengan pihak pemerintah untuk meningkatkan hubungan perdagangan luar negeri, 8) Memperbaiki sistem manajemen perusahaan, dan 9) Meningkatkan hubungan kerjasama dengan pemasok dan pembeli.