Kesesuaian Ukuran Beberapa Bagian Konstruksi Kapal Penangkap Ikan di PPN Kejawanan Cirebon Jawa Barat dengan Aturan Biro Klasifikasi Indonesia

(1)

Penangkap Ikan di PPN Kejawanan Cirebon Jawa Barat dengan Aturan Biro Klasifikasi Indonesia. Dibimbing oleh MOHAMMAD IMRON dan VITA RUMANTI KURNIAWATI.

Sebagian besar kapal perikanan di Indonesia dibangun oleh galangan kapal tradisional yang pembangunannya tanpa dilengkapi perencanaan dan syarat-syarat umum yang ditentukan. Kapal-kapal yang berlabuh di PPN Kejawanan masih dibangun dengan menggunakan metode tradisional. Pembangunan kapal secara tradisional inilah yang diduga tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data ukur beberapa konstruksi kapal dan menganalisis kesesuaian data ukur dengan standar yang ditetapkan BKI dengan cara pengukuran beberapa bagian konstruksi kapal. Pengambilan sampel penelitian menggunakan metode

purposive sampling. Data diambil menggunakan metode wawancara, observasi, pengukuran, dan studi literatur kemudian data dianalisis secara numerik-komparatif. Beberapa bagian konstruksi kapal yang diukur pada penelitian ini terdiri atas lunas; linggi haluan dan linggi buritan; gading dasar (wrang); gading; galar balok, galar kim; pondasi mesin; balok geladak; kulit luar; dan pagar yang terbagi ke dalam 13 kriteria ukuran konstruksi. Berdasarkan hasil penelitian terdapat 84,6% ukuran konstruksi yang tidak sesuai dengan standar BKI, sedangkan persentase ukuran hasil penelitian yang sesuai dengan BKI hanya sebesar 16,4%.


(2)

1.1 Latar Belakang

Kapal perikanan merupakan salah satu unit penangkapan ikan yang memiliki peran yang sangat penting bagi para nelayan, baik sebagai alat transportasi dari fishing base ke fishing ground dan sebaliknya maupun sebagai alat untuk menampung hasil tangkapan yang didapat. Kapal perikanan memiliki keistimewaan dalam beberapa aspek, antara lain ditinjau dari segi kecepatan (speed), olah gerak (manuverability), layak laut (sea worthiness), luas lingkup area pelayaran (navigable area), kekuatan struktur bangunan kapal (stoutness of hull structure), propulsi mesin (engine propulsion), perlengkapan storage dan perlengkapan alat tangkap (fishing equipment) yang berbeda dengan kapal umum lainnya (Ayodhyoa, 1972). Secara umum bagian-bagian pada kapal terdiri atas lunas, linggi haluan dan buritan, gading-gading, balok geladak, galar, kulit luar dan geladak (Pasaribu, 1985).

Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) adalah organisasi yang menerapkan standar teknik dalam melakukan kegiatan desain, konstruksi dan survei kelautan terkait dengan fasilitas terapung, termasuk kapal dan konstruksi offshore. Standar yang disusun dan dikeluarkan oleh BKI merupakan publikasi teknik. Suatu kapal yang didesain dan dibangun berdasarkan standar BKI, maka akan mendapatkan Sertifikat Klasifikasi dari BKI. Adapun salah satu alasan konstruksi kapal harus sesuai dengan aturan BKI adalah agar dapat meminimalisir terjadinya kecelakaan-kecelakaan kapal yang dapat mengancam nyawa para nelayan.

Pembangunan kapal perikanan sangat beragam, dimulai dari yang bersifat tradisional dengan hanya berdasarkan pada pengetahuan yang turun temurun (Iskandar & Pujiati, 1995), sampai dengan modern yang sudah memanfaatkan kemajuan teknologi. Sebagian besar kapal perikanan yang beroperasi di Indonesia dibangun oleh galangan kapal tradisional yang pembangunannya tidak dilengkapi dengan kelengkapan perencanaan desain dan konstruksi kapal seperti gambar rencana garis (lines plan), table offset, gambar rencana pengaturan ruang kapal serta instalasinya (general arrangement) dan gambar konstruksi beserta spesifikasinya (Fyson,1988). Hal ini dikarenakan kebiasaan turun temurun yang


(3)

didapat tanpa menggunakan perencanaan tertulis. Demikian juga, kapal tersebut tidak dilengkapi dengan perhitungan-perhitungan hidrostatik dan stabilitas.

Kapal-kapal yang berlabuh di PPN Kejawanan merupakan kapal kayu yang dibangun dengan menggunakan metode tradisional. Pembangunan kapal secara tradisional ini diduga tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh BKI. Kapal yang tidak sesuai dengan aturan BKI dapat saja dikatakan tidak layak laut, namun pada kenyataannya kapal-kapal yang dibangun secara tradisional tersebut tetap dapat melakukan operasi penangkapan dengan baik. Beberapa pernyataan tersebut membuat penulis tertarik untuk meneliti kesesuaian ukuran beberapa konstruksi bagian kapal penangkap ikan di PPN Kejawanan dengan aturan BKI. Penelitian serupa juga sudah dilakukan oleh Bramantyas Febriyansyah di PPI Muara Angke pada tahun 2009 dan Arif Mullah di PPN Palabuhanratu pada tahun 2010. Berdasarkan kedua hasil penelitian tersebut sebagian besar konstruksi kapal penangkap ikan tidak sesuai dengan aturan BKI.

Penelitian kesesuaian beberapa konstruksi kapal penangkap ikan yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lebih lanjut data ukur yang didapat dengan aturan yang ditetapkan BKI. Data ukur serta hasil analisis tersebut diharapkan dapat memunculkan ide-ide penelitian selanjutnya serta memberikan informasi bagi nelayan akan pentingnya modernisasi desain pada konstruksi kapal penangkap ikan. Melihat dari beberapa tujuan dan manfaat dalam penelitian ini, penulis menganggap bahwa penelitian ini sangat perlu dilakukan.

1.2 Perumusan Masalah

Beberapa permasalahan yang mendorong penulis untuk menelaah lebih jauh data beberapa bagian konstruksi kapal perikanan di PPN Kejawanan Cirebon adalah sebagai berikut:

1) Berapa ukuran beberapa bagian-bagian konstruksi kapal penangkap ikan di PPN Kejawanan Cirebon Jawa Barat? ; dan

2) Apakah ukuran bagian konstruksi kapal di PPN Kejawanan Cirebon Jawa Barat sudah sesuai dengan aturan BKI?


(4)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitan ini bertujuan untuk:

1) Mendapatkan data ukur pada beberapa bagian konstruksi kapal penangkap ikan di PPN Kejawanan Cirebon Jawa Barat; dan

2) Menganalisis kesesuaian data ukur yang didapat dari bagian konstruksi kapal penangkap ikan di PPN Kejawanan Cirebon Jawa Barat dengan standar yang ditetapkan BKI.

1.4 Manfaat Penelitian

1) Menjadi sarana bagi penulis untuk dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah ditetapkan di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, dan dapat meningkatkan kemampuan analisis bagi penulis;

2) Sebagai bahan masukan bagi BKI untuk menetapkan standar yang sesuai dengan kondisi yang ada di Indonesia;

3) Sebagai sumber data dan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan serta bahan acuan untuk penelitian selanjutnya; dan

4) Memberikan informasi kepada nelayan tentang data ukur yang telah ditetapkan dalam standar BKI.


(5)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kapal Perikanan

Terdapat beberapa definisi mengenai kapal perikanan, menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan,dan penelitian atau eksplorasi perikanan. Menurut Fyson (1985), kapal perikanan merupakan kapal yang dibuat untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan penangkapan ikan (fishing operation), menyimpan ikan dan lain sebagainya yang didesain dengan ukuran, rancangan bentuk dek, kapasitas muat, akomodasi, mesin serta berbagai perlengkapan yang secara keseluruhan disesuaikan dengan fungsi dan rencana operasi.

Kapal penangkap ikan berbeda dengan jenis kapal yang lain sehingga kapal penangkap ikan memiliki beberapa keistimewaaan yang membedakan dengan kapal-kapal jenis lain (Nomura dan Yamazaki 1977), yaitu:

1) Kecepatan kapal; umumnya kapal perikanan membutuhkan kecepatan yang tinggi untuk mengejar kelompok ikan, dan membawa hasil tangkapan ikan segar dalam waktu yang relatif singkat.

2) Kemampuan olah gerak kapal; kapal membutuhkan olah gerak khusus yang baik pada saat pengoperasiannya, seperti kemampuan steerability

yang baik, radius putaran (turning cycle) yang kecil dan daya dorong mesin (propulsion engine) yang dapat dengan mudah bergerak maju dan mundur.

3) Kelaik-lautan; laik-laut untuk digunakan dalam pengoperasian penangkap ikan dan cukup tahan untuk melawan kekuatan angin, gelombang dan juga kapal.

4) Harus memiliki stabilitas yang tinggi dan daya apung yang cukup untuk menjamin keamanan dalam pelayaran.

5) Lingkup area pelayaran kapal perikanan luas karena pelayarannya ditentukan oleh pergerakan kelompok ikan daerah musim ikan dan migrasi ikan.


(6)

6) Konstruksi badan kapal yang kuat; konstruksi harus kuat karena dalam operasi penangkapan ikan akan menghadapi kondisi alam yang berubah-ubah. Disamping itu, konstruksi kapal perikanan juga harus dapat menahan beban getaran yang kecil pula.

7) Daya dorong mesin; kapal perikanan yang terutama menggunakan jaring untuk alat tangkapnya membutuhkan daya dorong mesin yang cukup besar agar cepat mengelilingi kelompok ikan yang menjadi target sasaran. 8) Fasilitas penyimpanan dan pengolahan ikan; umumnya kapal perikanan

dilengkapi dengan fasilitas penyimpanan hasil tangkapan dalam ruang tertentu (palka) berpendingin, terutama untuk kapal-kapal yang memiliki trip yang cukup lama, terkadang dilengkapi pula dengan ruang pembekuan dan pengolahan.

9) Mesin-mesin bantu penangkapan; pada umumnya kapal perikanan dilengkapi dengan mesin-mesin bantu seperti: winch, power block, dan

line hauler. Desain dan konstruksi kapal perikanan dengan ukuran tertentu harus dapat menyediakan tempat untuk hal tersebut.

Menurut Nomura dan Yamazaki (1977) aktivitas kapal perikanan antara lain mencari daerah penangkapan ikan, mengejar gerombolan ikan, mengoperasikan alat tangkap dan sebagai tempat untuk menampung dan membawa hasil tangkapan yang diperoleh. Aktivitas kapal perikanan tersebut tentunya tidak akan berjalan dengan lancar tanpa konstruksinya yang kuat. Salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan konstruksi pada sebuah kapal perikanan adalah pemilihan material yang tepat.

Material kapal kayu yang digunakan harus dalam keadaan baik dan baru. Bahan utama konstruksi harus memiliki kelas yang kuat dan kelas awet dengan kekeringan atau kadar air tertentu sesuai dengan yang diisyaratkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI). Bagian utama kapal berdasarkan BKI, minimal memiliki kelas kuat II dengan kadar air 16% (BKI, 1996).

Selanjutnya Fyson (1988), menyatakan bahwa kelengkapan dari perencanaan desain dan konstruksi kapal penangkapan ikan yaitu dengan adanya gambar-gambar rencana garis (lines plan), table offset, gambar rencana pengaturan ruang kapal serta instalasinya (general arrangement) dan gambar


(7)

konstruksi beserta spesifikasinya. Kelengkapan perencanaan desain tersebut sangat membantu dalam pembangunan kapal yang aman untuk dioperasikan.

Sebuah kapal bukan hanya harus dibangun dengan baik, tetapi juga harus mempunyai kekuatan dan stabilitas kapal yang baik. Kekuatan pada kapal sangat ditentukan oleh konstruksi-konstruksi yang berada pada kapal. Sistem konstruksi kapal yang tidak memiliki sambungan akan memberikan beban konstruksi merata, sehingga badan kapal menjadi lebih kuat dan tegar. Sistem konstruksi yang menggunakan kayu sambungan akan menimbulkan kelemahan akibat lubang baut dan mengurangi luas penampang (Pasaribu, 1987).

2.2 Bagian konstruksi kapal

Menurut Soegiono (2005), bagian-bagian konstruksi kapal terdiri dari: 1) Lunas

Lunas adalah bagian konstruksi utama pada alas kapal yang membentang sepanjang garis tengah kapal dari depan sampai belakang. Lunas merupakan tulang punggung kekuatan memanjang sebuah kapal. Lunas berfungsi sebagai penyangga, karena bagian ini berhubungan dengan bagian konstruksi lainnya. Lunas terdiri dari lunas luar dan lunas dalam.

2) Linggi

Linggi adalah suatu kerangka konstruksi kapal yang membentuk bagian ujung haluan kapal dan ujung buritan kapal. Linggi terdiri dari linggi haluan dan linggi buritan.

3) Galar

Galar merupakan balok yang terletak memanjang atau membujur dari bagian haluan hingga buritan kapal. Galar berfungsi sebagai penguat, pengikat dan penghubung antar gading-gading dan juga menambah kekuatan memanjang kapal . Galar terdiri dari galar balok dan galar kim.

4) Gading-gading

Gading merupakan rangka atau tulang rusuk dari sebuah kapal. Gading-gading harus kuat dan sambungannya harus minim atau tanpa sambungan agar diperoleh kekuatan yang besar. Gading-gading memberikan kekuatan pada


(8)

kapal secara melintang. Gading-gading sebagai pembentuk kasko kapal juga sebagai tempat meletakkan kulit luar.

5) Balok Geladak

Balok geladak merupakan penguat melintang konstruksi kapal yang berfungsi menyangga lantai geladak dan sebagai palang pengikat yang menghubungkan kedua sisi kapal. Bagian ini dipasang dari sisi haluan hingga sisi buritan kapal. 6) Wrang

Wrang sering juga disebut sebagai gading dasar karena letaknya berada di dasar badan kapal yang menghubungkan gading kiri dan gading kanan.

7) Kulit Luar

Kulit luar adalah penentu kekuatan memanjang badan kapal. Kulit luar ini berfungsi untuk mencegah air masuk ke badan kapal, sehingga kapal mempunyai daya apung dan menambah kekuatan memanjang kapal.

8) Pondasi mesin

Pondasi mesin merupakan balok penyangga mesin yang letaknya membujur pada kapal. Bagian ini merupakan tempat meletakkan mesin kapal sebagai tenaga penggerak pada sebuah kapal.

9) Pagar

Pagar berfungsi untuk mencegah orang atau muatan geladak terlempar ke laut serta untuk mengurangi basahnya geladak akibat ombak. Pagar dapat juga berfungsi sebagai perpanjangan gading karena letaknya seolah-olah meneruskan gading.

10)Pisang-pisang

Pisang-pisang berfungsi sebagai penambah kekuatan bagi kulit kapal. Pisang pisang ini diletakkan di atas papan kulit.

11)Sekat

Sekat adalah media pembagi badan kapal. Sekat membantu pengaturan ruangan-ruangan di bawah geladak kapal seperti ruang bahan bakar, ruang mesin, palka dan ruang peralatan. Konstruksi sekat berupa papan yang berada di atas gading-gading dasar dan ukurannya sama dengan papan kulit. Penyatuan papan sekat dengan gading adalah dengan menggunakan paku besi.


(9)

12)Palka

Palka adalah bagian yang penting dalam usaha penangkapan ikan. Palka ikan dibuat untuk menyimpan hasil tangkapan di atas kapal sebelum didaratkan di

fishing base, sehingga konstruksi palka ikan harus benar-benar diperhatikan. 13)Bangunan di atas geladak

Bangunan di atas geladak dapat berfungsi sebagai ruang kemudi dan akomodasi. Ruangan ini tersusun dari balok-balok kayu.

2.3 Perencanaan Ukuran Konstruksi

Perencanaan pembangunan kapal memerlukan data antara lain permintaan jenis kapal, ukuran, dan daerah pelayaran. Muatan bersih yang dapat dimuat, kecepatan dan data lain yang diperlukan seperti panjang kapal (L), lebar kapal (B), dalam kapal (D), dan beberapa koefisien bagian badan kapal di bawah air (Soekamto et al, 1986).

Komponen yang perlu diperhatikan dalam membuat perencanaan adalah menentukan pembangunan, menentukan jadwal, menentukan anggaran, menentukan organisasi pelaksana, dan menentukan kebijakan dan prosedur. Perencanaan pembangunan kapal perikanan dititik-beratkan pada pemikiran industri perkapalan yang efisien dan mudah dalam penyediaan faktor produksi. Efesiensi dan kemudahan dalam pembangunan kapal juga dipengaruhi oleh mekanisme kerja di lingkungan galangan kapal (Soekarsono, 1990).

Pemilihan material kapal merupakan salah satu langkah penting dalam perencanaan ukuran konstruksi kapal. Apabila material kayu lebih kecil dari aturan yang teah ditetapkan oleh BKI, maka ukuran konstruksi masing-masing harus diperbesar. Material kayu yang dipergunakan untuk bagian konstruksi yang penting harus baik, tidak ada celah, tidak ada cacat-cacat yang membahayakan, dan harus mempunyai sifat mudah untuk dikerjakan (BKI, 1996).

Iskandar (1990) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perencanaan pembangunan kapal, yaitu :

1) Penentuan alat tangkap yang digunakan;

2) Penentuan kapasitas kapal berdasarkan kemampuan kapal membawa es; 3) Penentuan panjang lunas, lebar dan dalam kapal;


(10)

4) Penentuan pembagian ruang di atas dan di bawah geladak; dan

5) Penentuan kekuatan mesin dan perlengkapan lainnya yang diperlukan oleh sebuah kapal perikanan.

2.4 Kesesuaian dengan BKI

Kapal penangkap ikan harus memiliki konstruksi yang kuat sehingga dapat menghadapi peristiwa laut dan juga menahan getaran mesin kapal. Ketentuan konstruksi kapal di Indonesia ditetapkan oleh BKI. Badan ini berwenang dalam menetapkan hal-hal yang berhubungan dengan pembangunan suatu kapal, antara lain: kerangka kapal, cara-cara penyambungan dan jenis pengikat yang diperbolehkan untuk konstruksi kapal. Ketentuan BKI yang berhubungan dengan klasifikasi kapal kayu harus digunakan dalam rangka penentuan urutan konstruksi kapal. BKI menetapkan angka petunjuk yang digunakan dalam penentuan ukuran bagian-bagian konstruksi yang didapat dari persamaan:

L (B/3+D) dan persamaan B/3+D

dimana; L = panjang kapal, B = lebar kapal dan D = tinggi kapal (BKI, 1996).

Gading-gading kapal dapat dibuat dengan menggunakan kayu balok tunggal dan ganda. Gading-gading yang terputus pada lunas luar harus dihubungkan dengan wrang. Kelengkungan pada gading-gading dapat menggunakan kayu yang uratnya sejalan dengan bentuk gading dan bilamana ukuran kayu tersebut tidak panjang maka gading-gading dapat disambung. Gading-gading yang terbuat dari bahan logam lainnya akan ditentukan secara khusus oleh BKI (BKI, 1996). Ukuran luas penampang pada gading-gading yang telah ditetapkan oleh BKI dapat di lihat pada Tabel 1.


(11)

Tabel 1 Ukuran penampang gading-gading kapal

B/3 + D

Modulus penampang untuk jarak gading sama dengan 100 mm yang dilengkung

Berlapis Dari baja Tunggal Berganda

W 100 W 100 W 100 W 100

m cm2 cm2 cm2 cm2

2,4 21,5 18,5 10,75 1,34

2,6 25,5 21,5 12,75 1,59

2,8 31,0 26,0 15,50 1,94

3,2 43,5 36,5 21,75 2,72

3,6 61,0 50,0 30,50 3,81

4,0 80,0 66,0 40,00 5,00

4,4 104,0 86,0 52,00 6,50

4,8 130,0 108,0 65,00 8,10

5,2 162,0 135,0 81,00 10,10

5,6 198,0 165,0 99,00 12,40

6,0 236,0 197,0 118,00 14,75

6,4 278,0 231,0 139,00 17,40

6,8 314,0 261,0 157,00 19,60

7,2 356,0 296,0 178,00 22,30

7,6 405, 0 336,0 203,00 25,40

8,0 450,0 373,0 250,00 28,12

Sumber: BKI (1996)

Keterangan: B = lebar kapal D = tinggi kapal

W 100 = Modulus penampang dari gading-gading dengan jarak dasar 100 mm

Contoh perhitungan:

Jika suatu kapal mempunyai nilai scantling numeral B/3+D = 6,8 m, dapat dilihat pada tabel standar BKI untuk ukuran penampang gading-gading kapal bahwa; kapal yang hanya memiliki gading-gading tunggal mempunyai nilai standar ukuran luas penampang gading-gading sebesar 314 cm2. Selanjutnya nilai standar ukuran luas penampang gading-gading kapal untuk gading-gading ganda adalah sebesar 261 cm2. Kapal yang memiliki gading-gading berlapis, mempunyai nilai standar ukuran luas penampang gading-gading sebesar 157 cm2. Terakhir, kapal yang hanya memiliki gading-gading terbuat dari baja mempunyai nilai standar ukuran luas penampang gading-gading sebesar 19,6 cm2


(12)

Papan kulit luar sebaiknya menggunakan papan yang dipotong radial. Bila jarak gading-gading ditambah maka ketebalan dari papan kulit juga harus ditambah menurut perbandingan yang sama, jika jarak gading-gading lebih kecil dari jarak menurut tabel, maka pengurangan tebal papan hanya dapat dilakukan atas persetujuan BKI. Tabel papan kulit kapal berdasarkan ketetapan BKI dapat kita lihat pada Tabel 2 (BKI, 1996).

Tabel 2 Papan kulit luar kapal berdasarkan jarak gading-gading

L (B/3 + D)

Gading

Tebal kulit luar

Tunggal Berganda

Jarak gading-gading

m² mm mm mm

20 265 295 24

25 275 305 26

30 285 315 28

35 300 330 30

40 315 350 32

45 330 370 34

50 350 390 36

Sumber: BKI (1996) Keterangan:

B = lebar kapal D = tinggi kapal L = panjang kapal

Contoh perhitungan:

1) Jika suatu kapal mempunyai nilai scantling numeral L(B/3+D) = 25 m², dapat dilihat pada tabel standar BKI untuk ukuran jarak gading-gading kapal dan tebal kulit luar bahwa; kapal yang hanya memiliki gading-gading tunggal, mempunyai nilai standar ukuran jarak gading-gading sebesar 275 mm. Kapal yang memiliki gading-gading ganda, mempunyai nilai standar ukuran jarak gading-gading sebesar 305 mm. Nilai standar ukuran tebal kulit luar berdasarkan tabel adalah sebesar 26 mm.

2) Perhitungan luas penampang pada gading-gading kapal dapat menggunakan metode perhitungan sebagai berikut; jika suatu kapal mempunyai nilai


(13)

Tabel 1 didapatkan nilai W100 = 80 dan berdasarkan pada Tabel 2 didapatkan nilai jarak gading-gading sebesar 350 mm, sehingga :

W 100 = 80 cm² W 350 = 80 (350/100) W 350 = 280 cm3

Hasil yang didapatkan pada rumusan di atas pada W 350 adalah 280 cm3. Nilai standar tebal dan tinggi gading-gading didapatkan berdasarkan nilai penampang (W) pada Tabel 3 dengan cara interpolasi.

Tabel 3 Penampang gading-gading tunggal yang dilengkung

Sumber: BKI (1996)

Berdasarkan pada Tabel 3 untuk W = 280 cm3 didapatkan nilai : Tinggi gading-gading = 137,53 mm

Lebar gading-gading = 88,63 mm.

Tabel 3 pada rumusan di atas dalam menghitung tebal dan tinggi gading-gading yang dilengkung. Data pada Tabel 3 merupakan nilai standar dari ukuran luas penampang gading-gading yang telah ditetapkan oleh BKI.

Gading-gading yang terputus pada lunas luar harus dihubungkan satu dengan yang lain dengan wrang. Wrang dipasang melewati sisi atas lunas luar dengan ketebalan sama dengan ketebalan gading-gading. Ukuran tinggi wrang yang ditetapkan BKI dapat dilihat pada Tabel 4.

W Tebal Tinggi

cm³ mm mm mm

59 53 82 62

72 56 88 66

87 60 93 70

110 65 101 76

136 70 108 81

168 75 116 87

202 80 123 97

243 85 131 99

294 90 140 105

342 95 147 110


(14)

Tabel 4 Tinggi wrang berdasarkan jenis lunas

B/3 + D Tinggi wrang

Hanya lunas luar Lunas luar dan lunas dalam

m mm mm

2,4 150 140

2,6 160 145

2,8 170 150

3,0 180 160

3,4 200 175

3,8 220 195

4,2 240 210

4,6 260 230

5,0 250

Sumber: BKI (1996)

Contoh perhitungan:

Jika suatu kapal mempunyai nilai scantling numeral B/3+D = 2,4 m, dapat dilihat pada tabel standar BKI untuk ukuran tinggi wrang berdasarkan jenis lunas bahwa; kapal yang hanya memiliki lunas luar, mempunyai nilai standar ukuran tinggi wrang sebesar 150 mm; dan kapal yang memiliki lunas luar dan lunas dalam, mempunyai nilai standar ukuran tinggi wrang sebesar 140 mm.

Tinggi dan lebar lunas dalam lunas tergantung dari besarnya angka petunjuk L(B/3+D). Kapal yang memiliki nilai petunjuk yang kurang dari 140 m tidak memerlukan lunas dalam, sedangkan yang lebih besar dari 140 m harus dipasang lunas dalam dan lunas luar. Jika lunas dalam dan lunas luar masing-masing terbuat dari satu blok utuh tanpa sambungan maka nilai dari tabel dapat dikurangi 10%. BKI juga telah menetapkan ukuran luas penampang pada linggi buritan yaitu tinggi buritan harus sekurang-kurangnya 5% lebih besar dari linggi haluan sedangkan untuk lebar linggi buritan boleh sama. Luas penampang lunas dan linggi menurut ketetapan BKI dapat dilihat dari Tabel 5.


(15)

Tabel 5 Ukuran penampang lunas

L(B/3 + D) Lunas Linggi haluan (LxT)

Penampang Hanya lunas luar (LxT)

m² cm² Mm Mm

20 290 140 x 200 115 x 180

25 340 150 x 230 125 x 190

30 390 160 x 245 140 x 200

35 440 170 x 260 145 x 210

40 490 180 270 155 x 220

50 585 200 x 295 170 x 245

60 675 210 x 320 180 x 265

70 765 225 x 340 190 x 285

80 860 235 x 365 205 x 300

90 955 250 x 380 220 x 315

100 1045 260 x 400 225 x 335

120 1235 285 x 435 240 x 370

140 1410 260 x 390

160 1600 280 x 415

180 1785 295 x 440

200 1970 305 x 465

220 2160 325 x 485

240 2340 335 x 510

260 2520 350 x 530

Sumber: BKI (1996)

Contoh perhitungan:

Jika suatu kapal mempunyai nilai scantling numeral L(B/3+D) = 20 m², dapat dilihat pada tabel standar BKI untuk ukuran luas penampang lunas bahwa; nilai standar untuk penampang adalah sebesar 290 cm². Kapal yang hanya memiliki lunas luar mempunyai nilai standar ukuran penampang lunas dengan lebar sebesar 140 mm dan tinggi sebesar 200 mm. Nilai standar untuk ukuran penampang linggi haluan berdasarkan tabel adalah lebar 115 mm dan tinggi 180 mm.

Biro Klasifikasi Indonesia memberikan peraturan bahwa galar kim harus sedapat mungkin dipasang mengikuti arah papan kulit luar dari haluan hingga buritan secara tidak terputus. Khusus untuk kapal yang mempunyai palka, galar kim dapat terputus pada sekat ruang ikan dengan syarat galar tersebut disambung


(16)

pada sekat ruang ikan dengan lutut yang kuat. Ukuran galar kim dan galar balok menurut angka petunjuk ketetapan BKI (1996) dapat dilihat dari Tabel 6.

Tabel 6 Ukuran galar balok dan galar kim

L(B/3 + D) Penampang galar balok Galar balok kim (T x Te)

m² cm² Mm

20 50 185 x 43

25 75 190 x 46

30 100 195 x 48

35 125 200 x 50

40 150 205 x 51

45 175 210 x 52

50 60 70 80 90 100

200 248 297 345 385 429

220 x 53 230 x 55 245 x 56 255 x 56 260 x 57 265 x 58 Sumber: BKI (1996)

Contoh perhitungan:

Jika suatu kapal mempunyai nilai scantling numeral L(B/3+D) = 20 m², dapat dilihat pada tabel standar BKI untuk ukuran galar balok dan kim bahwa; nilai standar untuk luas penampang galar balok adalah sebesar 50 cm²; dan nilai standar untuk ukuran galar balok kim dengan lebar sebesar 185 mm dan tebal 43 mm.


(17)

3 METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Menurut Consuelo (1988), metode survei digunakan untuk mengukur gejala-gejala yang ada tanpa menyelidiki mengapa gejala-gejala tersebut ada. Oleh karena itu, pengambilan data dilakukan dengan cara pengukuran secara langsung pada kapal dan wawancara dengan pemilik kapal. Metode survei dapat memberikan manfaat untuk tujuan-tujuan deskriptif, membantu membandingkan kondisi-kondisi yang ada berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dan untuk pelaksanaan evaluasi. Pada penelitian didapatkan gambaran (deskriptif) tentang ukuran beberapa bagian konstruksi kapal lalu data pengukuran dihitung untuk mendapatkan nilai pembanding (numeric) dan analisa data dibandingkan (komparatif) dengan standar nilai desain dan konstruksi yang telah ditetapkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI).

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap I adalah tahap pengumpulan data yang dilaksanakan pada bulan Maret 2011 di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kejawanan Cirebon, Jawa Barat. Tahap II adalah tahap pengolahan data yang dilakukan pada bulan April-Mei 2011.

3.2 Peralatan Penelitian

Peralatan yang digunakan meliputi :

1) Peralatan yang dipergunakan dalam pengukuran kapal di lapangan, meliputi : (1) Meteran dan penggaris;

(2) Tali;

(3) Alat tulis (kertas,spidol, pensil); dan (4) Kamera.

2) Peralatan yang dipergunakan untuk analisis data, meliputi : (1) Software Corel X4;

(2) Microsoft Excel; dan (3) Kalkulator.


(18)

3.3 Metode Pengambilan Data

Metode pengambilan data penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, dimana sampel yang diambil berdasarkan syarat yang ditentukan, yaitu kapal dalam keadaan memungkinkan untuk diukur secara fisik. Dalam hal ini, diambil contoh 25 kapal di PPN Kejawanan yang diukur dengan memperhatikan ukuran panjang kapal serta kondisi konstruksi yang mudah untuk diukur pada kapal.

3.4 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diambil langsung selama proses penelitian dilaksanakan. Data primer ini didapat dari hasil survei lapang pada tempat penelitian yang berupa data ukuran beberapa bagian konstruksi kapal yang diukur langsung terhadap kapal yang akan diteliti maupun melalui wawancara langsung kepada pemilik kapal.

Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini adalah ukuran standar yang didapat dari BKI selaku lembaga pemerintah yang mengawasi tentang pembangunan kapal. Data sekunder ini diperoleh dengan cara studi literatur pada buku BKI maupun situs resmi BKI.

3.5 Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis secara numerik-komparatif. Pembandingan dilakukan antara data primer dan data sekunder. Data sekunder dijadikan sebagai pedoman bagi data primer untuk menentukan analisa kesesuaian ukuran penampang dan ukuran lainnya pada konstruksi kapal. Data ukuran tersebut didapat dari angka petunjuk (scantling number) sehingga dapat diketahui kesesuaian ukurannya.

Penetapan scantling number berdasarkan pada rencana daerah pelayaran kapal yang diteliti dan ditetapkan oleh BKI. BKI menetapkan angka petunjuk yang digunakan dalam penentuan ukuran bagian-bagian konstruksi yang didapat dari persamaan:


(19)

dan

dimana, L= panjang kapal, B= lebar kapal dan D= tinggi kapal (BKI, 1996). Angka penunjuk inilah yang menentukan ukuran bagian konstruksi kapal berdasarkan tabel yang dibuat oleh BKI. Sebagian besar nilai ukuran konstruksi yang sudah ditetapkan oleh BKI, menjadi sebuah nilai minimal yang harus dipenuhi dalam suatu pembangunan kapal. Jika nilai ukuran konstruksi suatu kapal di bawah nilai minimal yang disyaratkan BKI, berarti bagian konstruksi tersebut tidak sesuai dengan minimal yang ditetapkan BKI. Sebaliknya, jika sebuah konstruksi memiliki ukuran di atas nilai minimal yang disyaratkan BKI, maka dapat dikatakan sudah sesuai dengan standar BKI (Febriyansyah, 2009). Bagian pengukuran konstruksi yang tidak ditentukan dengan nilai minimal dari standar BKI adalah jarak gading-gading dan jarak balok geladak. Hal ini dikarenakan semakin kecil jarak gading-gading maupun balok geladak maka akan semakin besar kekuatan pada kapal tersebut. Biro Klasifikasi Indonesia mempunyai ketentuan ukuran konstruksi kapal yang berpedoman dari ketentuan ukuran internasional, nilai-nilai yang ditetapkan dalam lingkup internasional terkadang tidak sesuai diterapkan di Indonesia karena perbedaan letak wilayah dan keadaan kondisi perairan (Mullah, 2010).


(20)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Pelabuhan Perikanan Nusantara Kejawanan terletak di Kelurahan Pegambiran Kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon, tepatnya pada posisi 06°-

44’- 14” LS/108°- 34’- 54” BT. Peta lokasi penelitian di PPN Kejawanan akan di sajikan pada Lampiran 1. Pelabuhan ini mempunyai berbagai sarana seperti sarana pokok, sarana fungsional dan sarana tambahan/penunjang.

Berdasarkan jenis alat tangkapnya, terdapat 4 jenis kapal yang berada di PPN Kejawanan yaitu Kapal Liong Bun, Kapal Jaring Cumi, Kapal Bubu, dan Kapal Purse Seine. Dari beberapa kapal yang diteliti hanya terdapat 2 jenis kapal yang masih aktif beroperasi selama proses penelitian yaitu Kapal Jaring Cumi dan Kapal Liong Bun. Jumlah kapal yang masih aktif selama proses penelitian adalah berjumlah 39 kapal, yaitu Kapal Jaring Cumi berjumlah 23 kapal dan Kapal Liong Bun berjumlah 16 Kapal. Penelitian ini hanya mengambil sampel 56,5% Kapal Jaring Cumi dan 75% Kapal Liong Bun yang masih aktif selama proses penelitian. Beberapa dokumentasi pada saat penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2.

Aturan BKI mengelompokan standar ukuran konstruksi menurut jenis. Aturan konstruksi kapal untuk kapal perikanan yang terbuat dari kayu dibagi menjadi 2 yaitu kapal pelayaran lokal dan kapal pelayaran pantai. Berdasarkan penelitian kali ini secara keseluruhan kapal yang diteliti adalah kapal pelayaran lokal.

Kapal yang menjadi obyek penelitian berjumlah 25 kapal. Jumlah sampel kapal tersebut sudah cukup mewakili dari jumlah kapal yang berada di PPN Kejawanan selama proses penelitian. Adapun alasan pemilihan sampel kapal dilihat dari kemudahan pengukuran konstruksinya, keutuhan bagian konstruksi kapal, dan status kapal (aktif atau tidak beroperasi). Data semua kapal yang berlabuh di PPN Kejawanan selama proses penelitian secara detail pada Tabel 7.


(21)

Tabel 7 Data pengukuran kapal-kapal yang berlabuh dan bertambat

No Nama Kapal Jenis Kapal Panjang

(m)

Lebar (m)

Tinggi

(m) GT

1 Megah Abadi Liong Bun 23,04 6,90 2,05 94

2 Mina Raya Liong Bun 14,58 5,52 1,85 29

3 MIP V Liong Bun 17,60 4,00 1,35 29

4 Murni Liong Bun 15,46 5,15 1,88 29

5 Nusa Indah A Liong Bun 19,25 5,55 1,65 32

6 Panca Harapan Liong Bun 19,15 5,73 1,43 33

7 Pelangi Liong Bun 19,15 5,43 1,52 30

8 Putra Bahari Liong Bun 15,95 4,97 1,85 30

9 Sejahtera Jaya Liong Bun 18,10 4,60 1,40 29

10 Selat Makasar Barat Liong Bun 22,75 6,40 2,13 58 11 Selat Sunda Indah Liong Bun 21,25 5,75 1,30 30

12 Sinar Jaya Liong Bun 16,46 5,67 1,66 29

13 Sinar Samudra I Liong Bun 23,60 7,10 1,60 82

14 Sujono Jaya Liong Bun 18,25 4,50 1,55 28

15 Sumber Laut Liong Bun 16,20 4,80 1,70 30

16 Tri Sanjaya Liong Bun 20,86 5,52 1,42 34

17 Armada Jaya Jaring Cumi 21,92 6,85 2,01 87

18 Dully Wijaya II Jaring Cumi 23,57 6,12 1,65 49

19 Gemilang Baru Jaring Cumi 20,12 5,00 1,20 34

20 Haeteri Jaya Jaring Cumi 18,87 5,79 1,57 47

21 Hasil Laut Jaring Cumi 16,00 4,80 1,70 29

22 Horizon IX Jaring Cumi 18,58 4,10 1,92 28

23 Horizon VI Jaring Cumi 16,83 4,00 1,62 29

24 Horizon VIII Jaring Cumi 16,54 4,00 1,60 28

25 Horizon X Jaring Cumi 18,80 4,00 1,96 28

26 Maju Jaya Makmur Jaring Cumi 16,85 5,53 1,48 29

27 Margo Joyo Jaring Cumi 19,50 5,67 1,45 33

28 Masa Jaya Jaring Cumi 21,08 4,80 1,40 35

29 Mina Abadi Jaring Cumi 19,10 5,60 1,55 30

30 Mitra Bahari Jaring Cumi 19,77 5,35 1,37 30

31 Nusantara I Jaring Cumi 22,51 6,02 1,70 35

32 Panipahan Jaya Jaring Cumi 16,60 3,98 1,42 28

33 Prima Jaya 1 Jaring Cumi 19,30 5,48 1,43 30

34 Prima Utama Jaya 22 Jaring Cumi 11,65 2,85 0,80 36 35 Prima Utama Jaya 28 Jaring Cumi 16,60 4,58 1,48 29 36 Pulau Natuna III Jaring Cumi 23,24 6,52 2,03 87

37 Rejeki Ganda Jaring Cumi 17,10 4,60 1,47 28

38 Rejeki Utama Jaring Cumi 17,50 4,50 1,34 26


(22)

Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) mempunyai wewenang untuk menetapkan ukuran kerangka kapal, cara-cara penyambungan dan ukuran-ukuran modulus penampang pada kapal yang diperbolehkan untuk konstruksi kapal. Dalam membandingkan dan mengambil nilai deviasi antara konstruksi kapal yang berada di PPN Kejawanan dengan konstruksi kapal yang ditetapkan oleh BKI maka perlu diperhatikan bagian-bagian yang terdiri atas: 1) lunas, 2) gading-gading, 3) wrang, 4) galar balok, 5) galar kim, 6) kulit luar, 7) linggi haluan, 8) linggi buritan, 9) balok geladak, 10) pondasi mesin dan 11) pagar.

4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Lunas

Lunas merupakan bagian konstruksi kapal yang biasanya dibangun pertama kali dalam proses pembangunan kapal. Konstruksi ini merupakan bagian utama sebuah kapal yang berfungsi sebagai penyangga, karena bagian ini berhubungan dengan bagian konstruksi lainnya, atau dengan kata lain lunas adalah tulang punggung kekuatan memanjang kapal. Lunas terletak di dasar kapal yang berhubungan langsung dengan kulit lambung, wrang dan linggi kapal. Secara umum, kapal-kapal yang diteliti hanya memiliki satu jenis lunas yaitu lunas luar. Bagian yang diukur pada penelitian ini adalah luas penampangnya yang akan dijelaskan pada Gambar 1.


(23)

0 500 1000 1500 2000

1 2

3 4

5 6

7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

22 23

24 25

BKI Hasil

Berdasarkan hasil pengukuran, ukuran luas penampang lunas berkisar antara 450-1.610 cm² dengan rata-rata sebesar 878,96 cm², sedangkan menurut ketentuan BKI luas penampang lunas tersebut seharusnya berkisar antara 619,2-2.129,29 cm² dengan rata-rata sebesar 1.128,69 cm². Hal ini menunjukkan bahwa kapal-kapal di PPN Kejawanan pada umumnya memiliki ukuran luas penampang lunas yang lebih kecil dibandingkan dengan ketentuan standar BKI. Adapun nilai deviasi pada bagian penampang lunas sebesar 66,34-519,29 cm² (mengacu pada Lampiran 3). Data-data pengukuran yang dibandingkan dengan aturan BKI akan diterangkan secara detail melalui grafik radar luas penampang lunas pada Gambar 2.

Gambar 2 Grafik radar luas penampang lunas

Berdasarkan Gambar 2, persentase kapal di PPN Kejawanan yang memiliki luas penampang lunas lebih kecil dari ketetapan BKI adalah sebesar 100%. Gambar grafik radar luas penampang lunas tersebut menjelaskan perbedaan ukuran antara ukuran luas penampang kapal-kapal yang diteliti dengan standar ukuran yang telah ditetapkan oleh BKI. Data perbandingan luas penampang lunas antara hasil yang didapat dari penelitian dengan aturan BKI secara rinci akan disajikan pada Gambar 3.


(24)

0 250 500 750 1000 1250 1500 1750 2000 2250

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Lu

as

Pen

am

p

an

g

(

cm

²)

Kapal

BKI Hasil

Gambar 3 Perbandingan luas penampang pada lunas

4.2.2 Gading-gading

Gading-gading merupakan rangka atau tulang rusuk dari sebuah kapal yang memberikan kekuatan pada kapal secara melintang. Bentuk gading sangat berpengaruh terhadap bentuk kasko pada kapal, sehingga pemilihan terhadap kelengkungan kayu harus diperhatikan. Gading-gading pada kapal juga berfungsi untuk menghubungkan papan kulit luar satu dengan lainnya. Secara detail konstruksi gading-gading serta sambungan terhadap pagar dan wrang akan disajikan pada Gambar 4

.

Gambar 4 Jarak gading-gading, penampang gading-gading dan wrang

1) Luas penampang gading-gading

Hasil penelitian yang dilakukan pada luas penampang gading-gading kapal di PPN Kejawanan adalah sekitar 96-512 cm² dengan rata-rata sebesar 169,8 cm². Menurut ketentuan yang diajukan BKI berdasarkan B/3+D pada kapal seharusnya


(25)

0 100 200 300 400 500 600

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Lu as p e n am p an g (c m ²) Kapal BKI Hasil 0 200 400 600 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 2425 BKI Hasil

luas penampang gading-gading berkisar antara 93,75-457,68 cm². Dengan demikian dari nilai selisih antara hasil pengukuran dengan aturan BKI didapatkan nilai deviasi sebesar 1,04-127,31 cm² (mengacu pada Lampiran 4).

Kapal-kapal di PPN Kejawanan yang memiliki ukuran luas penampang gading-gading lebih besar dari aturan yang ditetapkan BKI adalah berjumlah 24% dari keseluruhan kapal yang diteliti. Kapal yang memiliki ukuran luas penampang lebih besar dari BKI tersebut memiliki nilai deviasi antara 13,63-111,11 cm². Kapal lainnya mempunyai ukuran luas penampang yang lebih kecil dari aturan BKI berjumlah 76% dengan nilai deviasi antara 1,04-127,31 cm². Persentase kapal dengan kesesuaian terhadap aturan BKI dengan grafik radar luas penampang gading-gading secara jelas akan disajikan pada Gambar 5 dan perbandingan luas penampang gading-gading juga dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 5 Grafik radar luas penampang gading-gading


(26)

0 10 20 30 40 50 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 2425 BKI Hasil

2) Jarak gading-gading

Selain luas penampang gading-gading juga perlu diperhatikan juga jarak gading-gading pada kapal dikarenakan jarak gading-gading sangat mempengaruhi kekuatan pada kapal. Aturan BKI menetapkan pengukuran jarak gading-gading satu ke gading-gading lainnya adalah diukur dari tengah gading ke tengah gading lainnya yang bersebelahan. Keterangan lebih lanjut tentang jarak gading-gading yang diukur dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Berdasarkan data yang diperoleh selama proses penelitian, jarak gading-gading pada kapal yang dijadikan sampel di PPN Kejawanan adalah berkisar antara 39-59 cm dengan rata-rata sebesar 36,64 cm. Menurut aturan BKI seharusnya jarak gading-gading pada kapal tersebut berkisar antara 33,74-47,78 cm dengan nilai rata-rata 38,04 cm. Berdasarkan data hasil penelitian dengan aturan BKI didapatkan nilai deviasi sebesar 0,39-13,1 cm (mengacu pada Lampiran 5).

Gambar 7 Grafik radar jarak gading-gading

Gambar grafik radar di atas menjelaskan bahwa sebanyak 36% kapal di PPN Kejawanan memiliki ukuran jarak gading-gading yang lebih besar dari ketentuan ukuran yang ditetapkan BKI dengan kisaran deviasi antara 0,58-13,1 cm dan sebanyak 64% kapal yang diukur mempunyai jarak gading-gading yang lebih kecil dibandingkan ukuran yang ditetapkan BKI dengan nilai deviasi antara 0,39-9,04 cm. Kondisi ini menunjukkan bahwa kapal-kapal di PPN Kejawanan pada umumnya memiliki ukuran jarak gading-gading yang lebih kecil dibandingkan dengan standar BKI. Secara rinci ukuran jarak gading-gading yang


(27)

0 10 20 30 40 50 60

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Jar

ak

g

ad

in

g

-g

ad

in

g

(c

m

)

Kapal

BKI Hasil

didapatkan pada penelitian ini berikut perbandingan dengan ukuran jarak gading-gading akan disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Perbandingan jarak antar gading-gading

4.2.3 Linggi

Linggi adalah suatu kerangka konstruksi kapal yang membentuk bagian ujung haluan kapal dan ujung buritan kapal. Linggi terbagi menjadi dua macam yaitu linggi haluan dan linggi buritan. Menurut BKI linggi haluan dan linggi buritan harus mempunyai lebar dan tinggi tidak kurang dari lebar lunas.

1) Linggi haluan

Linggi haluan merupakan suatu konstruksi utama pada kapal yang terletak di bagian haluan kapal. Konstruksi linggi haluan menurut BKI seharusnya mempunyai tinggi yang lebih kecil dari linggi buritan. Bagian luas penampang linggi haluan yang diukur serta posisi konstruksi linggi haluan dapat dilihat pada Gambar 9.


(28)

0 500 1000 1500 2000

1 2

3 4

5 6

7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

22 23

24 25

BKI Hasil

Ukuran luas penampang linggi haluan yang didapat selama proses penelitian adalah berkisar antara 260-1.414,5 cm² dengan rata-rata sebesar 735,26 cm². Menurut BKI ukuran luas penampang linggi haluan seharusnya berkisar antara 430,5-1.549,66 cm² dengan rata-rata sebesar 789,72 cm². Deviasi dari hasil yang didapatkan selama penelitian dengan aturan BKI adalah berkisar antara 13,41-527,66 cm² (mengacu pada Lampiran 6). Grafik radar luas perbandingan penampang linggi haluan dari hasil penelitian dengan aturan BKI disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Grafik radar luas penampang linggi haluan

Dengan demikian, sebanyak 36% kapal yang diteliti mempunyai ukuran luas penampang yang lebih besar dibandingkan dengan ketentuan ukuran yang ditetapkan BKI dengan kisaran nilai deviasi antara 32,72-184,65 cm² dan sebanyak 64% kapal yang diteliti mempunyai ukuran luas penampang lunas yang lebih kecil dibandingkan dengan ketentuan ukuran yang ditetapkan BKI dengan nilai deviasi antara 13,41-527,66 cm². Berdasarkan data penelitian di PPN Kejawanan tentang ukuran luas penampang linggi haluan, didapatkan kesimpulan sebagian besar kapal di PPN Kejawanan memiliki luas penampang yang lebih kecil dibandingan dengan aturan yang ditetapkan BKI. Gambar perbandingan luas penampang untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 11.


(29)

0 250 500 750 1000 1250 1500 1750

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Lu as Pen am p an g ( cm ²) Kapal BKI Hasil 0 500 1000 1500 2000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 2425 BKI Hasil

Gambar 11 Perbandingan luas penampang pada linggi haluan

2) Linggi buritan

Linggi buritan merupakan konstruksi utama pada kapal yang berfungsi menguatkan kapal dan terletak di bagian buritan kapal. Linggi buritan merupakan lanjutan dari lunas kapal yang disambungkan pada bagian buritan. Secara jelas, penampang linggi buritan yang diukur pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan selama proses penelitian, didapatkan hasil ukuran luas penampang linggi buritan yang berkisar antara 280-1.487,5 cm² dengan rata-rata sebesar 829,4 cm²,menurut BKI berdasarkan ukuran L(B/3+D) pada seluruh kapal yang diteliti di PPN Kejawanan seharusnya ukuran luas penampang linggi buritan berkisar antara 452,02-1.627,14 cm² dengan rata-rata sebesar 808,32 cm². Dengan demikian, nilai deviasi dari perbandingan ukuran hasil penelitian terhadap aturan BKI berkisar antara 17,06-336,36 cm² (mengacu pada Lampiran 6).


(30)

0 250 500 750 1000 1250 1500 1750

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Lu

as

Pen

am

p

an

g

(

cm

²)

Kapal

BKI Hasil

Gambar 12 menyajikan grafik radar untuk menunjukkan perbedaan antara luas penampang linggi haluan buritan pada kapal-kapal yang diteliti dengan standar BKI. Dari data grafik radar telah didapatkan bahwa 40% kapal di PPN Kejawanan memiliki luas penampang linggi buritan yang lebih besar dibandingkan dengan aturan yang ditetapkan BKI dengan kisaran deviasi antara 34,92-186,06 cm² dan sebanyak 60% kapal di PPN Kejawanan memiliki luas penampang linggi buritan yang lebih kecil dengan ketentuan BKI dengan kisaran deviasi antara 17,06-336,66 cm². Perbandingan luas penampang linggi buritan secara detail akan disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13 Perbandingan luas penampang pada linggi buritan

4.2.4 Wrang

Wrang merupakan gading dasar yang pengerjaannya dilakukan sebelum gading atas dan berfungsi sebagai penyambung bagian sisi kanan dan sisi kiri kapal. Setiap konstruksi wrang terdiri dari satu balok kayu yang ujungnya melengkung, disesuaikan dengan bentuk lambung kapal. Bagian wrang biasanya disambung dengan gading-gading dengan menggunakan mur atau baut. Bagian tinggi wrang yang diukur pada penelitian ini disajikan pada Gambar 4.

Tinggi wrang pada kapal yang telah diteliti di PPN Kejawanan mempunyai kisaran ukuran antara 11-32 cm dengan rata-rata sebesar 17,16 cm sedangkan standar ukuran BKI menetapkan bahwa seharusnya ukuran tinggi


(31)

0 5 10 15 20 25 30 35

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Ti n g g i wr an g ( cm ) Kapal BKI Hasil 0 10 20 30 40 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 2425 BKI Hasil

rata-rata sebesar 18,37 cm. Jika dibandingkan antara tinggi wrang pada kapal yang diteliti dengan standar BKI akan didapatkan nilai deviasi sebesar 0,99-11,34 cm (mengacu pada Lampiran 7).

Gambar 14 Grafik radar tinggi pada wrang

Gambar grafik pada Gambar 14 di atas menjelaskan bahwa 32% kapal-kapal di PPN Kejawanan memiliki ukuran tinggi wrang yang lebih besar dari ukuran yang ditetapkan BKI dengan nilai deviasi antara 1,12-11,34 cm. Persentase kapal yang memiliki ukuran tinggi wrang lebih kecil dari ketentuan BKI sebesar 68% dengan nilai deviasi antara 0,99-7,22 cm.

Gambar 15 Perbandingan tinggi pada wrang

Gambar 15 menjelaskan secara detail perbedaan ukuran antara kapal-kapal yang diteliti dengan data ukuran tinggi wrang yang ditetapkan oleh BKI. Perbandingan tinggi wrang ini menyimpulkan bahwa pada umumnya ukuran


(32)

tinggi wrang kapal di PPN Kejawanan lebih kecil dibandingkan dengan aturan yang ditetapkan BKI.

4.2.5 Galar

Galar merupakan balok yang terletak dari bagian haluan hingga buritan kapal. Galar berfungsi sebagai penguat, pengikat dan penghubung antar gading-gading secara memanjang dari haluan hingga buritan kapal. Galar yang diteliti berdasarkan ketentuan BKI terdapat dua jenis yaitu galar balok dan galar kim.

1) Galar balok

Galar balok merupakan galar yang berfungsi memperkuat konstruksi gading-gading bagian atas dan sebagai tempat bertumpu balok geladak. Galar balok terletak menempel di antara gading-gading dari haluan hingga buritan. Secara rinci keterangan posisi galar balok serta rangkaiannya akan dijelaskan pada Gambar 16.

Gambar 16 Rangkaian galar kim, galar balok, dan balok geladak

Ketentuan ukuran luas penampang pada galar balok dihitung dengan besaran scantling numeral L(B/3+D) yang ditetapkan oleh BKI. Pada hasil penelitian didapatkan ukuran luas penampang galar balok berkisar antara 90-269,5cm² dengan rata-rata sebesar 124,81 cm², sedangkan menurut aturan yang ditetapkan BKI luas penampang galar balok berkisar antara 183,76-421,41 cm²


(33)

0 100 200 300 400 500 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 2425 BKI Hasil 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Luas P en am p ang (cm ²) Kapal BKI Hasil

dengan rata-rata sebesar 256,68 cm². Nilai deviasi luas penampang galar balok dari hasil yang didapatkan di PPN Kejawanan dengan aturan ketetapan BKI adalah sebesar 76,26-223,16 cm² (mengacu pada Lampiran 8). Grafik radar luas penampang pada galar balok secara rinci akan disajikan pada Gambar 17.

Gambar 17 Grafik radar luas penampang pada galar balok

Hasil penelitian yang didapatkan tentang ukuran luas penampang galar balok menyimpulkan bahwa 100% luas penampang galar balok yang dimiliki oleh kapal-kapal di PPN Kejawanan lebih kecil dari aturan yang ditetapkan oleh BKI dengan nilai deviasi berkisar antara 76,26-223,16 cm². Perbandingan antara luas penampang galar balok pada kapal-kapal yang diteliti dengan luas penampang yang telah ditetapkan oleh BKI disajikan pada Gambar 18.


(34)

0 50 100 150 200 250 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 2425 BKI Hasil

2) Galar kim

Galar kim merupakan konstruksi kapal yang memanjang dari haluan hingga buritan kapal dan terletak di bawah galar balok sebagai penguat kapal bagian bawah. Galar kim juga berfungsi sebagai pengikat serta penghubung antara gading dengan gading lainnya. Keterangan lebih jelas untuk galar kim dapat dilihat pada Gambar 16.

Hasil penelitian tentang luas penampang galar kim pada kapal di PPN Kejawanan mempunyai kisaran ukuran antara 85-210 cm² dengan rata-rata sebesar 114,08 cm². Berdasarkan hasil ukuran yang ditetapkan oleh BKI setelah menyesuaikan scantling numeral L(B/3+D) pada kapal adalah sekitar 113,41-155,51 cm² dengan rata-rata sebesar 125,9 cm², maka didapatkan nilai deviasi antara hasil pengukuran dengan ketentuan BKI yaitu sebesar 3,76-57,53 cm² (mengacu pada Lampiran 8).

Gambar 19 Grafik radar luas penampang pada galar kim

Grafik radar luas penampang yang ditunjukan oleh gambar di atas menjelaskan seberapa besar perbedaan ukuran hasil penelitian dengan aturan yang ditetapkan oleh BKI. Persentase kapal yang memiliki ukuran luas penampang pada galar kim lebih besar dari standar BKI adalah sebesar 12% dengan nilai deviasi sekitar 12,9-57,53 cm², sedangkan 88% kapal lainnya memiliki ukuran luas penampang yang lebih kecil dari standar BKI dengan nilai deviasi sebesar 3,76-36,77 cm². Dari 12% kapal atau 3 dari 25 sampel kapal yang mempunyai ukuran luas penampang lebih kecil dari standar BKI adalah kapal yang memiliki nilai L(B/3+D) lebih dari 80.


(35)

0 25 50 75 100 125 150 175 200 225

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Lu

as

Pen

am

p

an

g

(

cm

²)

Kapal

BKI Hasil

Gambar 20 Perbandingan luas penampang pada galar kim

Gambar 20 menjelaskan perbandingan luas penampang pada galar kim antara ukuran hasil penelitian pada kapal-kapal di PPN Kejawanan dengan aturan aturan yang ditetapkan oleh BKI. Berdasarkan gambar perbandingan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada umumnya kapal di PPN Kejawanan memiliki ukuran luas penampang galar kim yang lebih kecil dibandingkan dengan aturan yang ditetapkan oleh BKI.

4.2.6 Balok geladak

Balok geladak merupakan tempat dimana papan geladak dipasang. Biasanya balok geladak terletak pada bagian atas gading-gading dan di bawah papan geladak sebagai penyangga. Konstruksi ini dipasang mulai dari haluan hingga buritan kapal dan selalu terangkai dengan gading-gading. Balok geladak dirangkai ke gading-gading menggunakan mur dan baut. Balok geladak yang diukur pada penelitian ini telah dijelaskan secara detail pada Gambar 16.

1) Luas penampang balok geladak

Berdasarkan hasil penelitian, ukuran luas penampang pada balok geladak kapal di PPN Kejawanan adalah sekitar 67,5-130 cm² dengan rata-rata sebesar 89,1 cm². Adapun ukuran yang telah ditetapkan dari standar BKI berkisar antara 102,98-149,38 cm² dengan rata-rata sebesar 116,59 cm². Perbandingan antara hasil yang diteliti dengan ketetapan BKI akan menghasilkan suatu nilai deviasi yang berkisar antara 0,62-48,29 cm² (mengacu pada Lampiran 9).


(36)

0 50 100 150 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 2425 BKI Hasil 0 20 40 60 80 100 120 140 160

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Lu as p e n am p an g (c m ²) Kapal BKI Hasil

Gambar 21 Grafik radar luas penampang pada balok geladak

Grafik radar luas penampang pada balok geladak pada gambar di atas menjelaskan bahwa 100% ukuran luas penampang pada balok geladak yang diteliti di PPN Kejawanan lebih besar dibandingkan dengan ukuran yang telah ditetapkan oleh BKI dengan nilai deviasi 0,62-48,29 cm². Secara jelas perbandingan antara hasil penelitian dengan aturan BKI tentang ukuran luas penampang pada balok geladak disajikan pada Gambar 22.

Gambar 22 Perbandingan ukuran luas penampang pada balok geladak

2) Jarak balok geladak

Jarak antara balok geladak satu ke balok geladak lainnya sangat berpengaruh terhadap kekuatan pondasi pada lantai geladak. Semakin renggang jarak antara balok geladak maka kekuatan untuk menahan lantai geladak akan semakin berkurang begitu pula sebaliknya. Jarak balok geladak dihitung dari titik tengah balok geladak satu ke titik tengah balok yang lain.


(37)

0 20 40 60 80

1 2

3 4

5 6

7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

22 23

24 25

BKI Hasil

Hasil penelitian yang didapatkan pada kapal-kapal di PPN Kejawanan tentang jarak balok geladak adalah berkisar antara 50-75 cm dengan rata-rata sebesar 59,34 cm. Sedangkan jarak seharusnya telah ditetapkan oleh BKI yaitu berkisar antara 53,12-67,07 cm dengan rata-rata sebesar 57,4 cm. Nilai deviasi yang didapat dari perbandingan antara hasil ukuran dengan standar BKI adalah sekitar 0,24-7,93 cm (mengacu pada Lampiran 9).

Gambar 23 Grafik radar jarak balok geladak

Berdasarkan grafik radar luas pada jarak balok geladak pada Gambar 23 menjelaskan bahwa 68% dari kapal di PPN Kejawanan memiliki ukuran jarak balok geladak lebih besar dari ketentuan yang ditetapkan oleh BKI dengan nilai deviasi sebesar 0,24-7,93 cm. Jumlah kapal yang memiliki ukuran jarak balok geladak lebih kecil dari standar BKI adalah sebesar 32% dengan nilai deviasi sebesar 0,46-3,12 cm. Maka dapat disimpulkan bahwa pada umumnya kapal di PPN Kejawanan memiliki ukuran jarak balok geladak yang lebih besar dibandingkan dengan ketetapan BKI. Perbandingan jarak balok geladak akan dijelaskan secara rinci pada Gambar 24.


(38)

0 10 20 30 40 50 60 70 80

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Jar

ak

g

ading

-g

ading

(c

m

)

Kapal

BKI Hasil

Gambar 24 Perbandingan ukuran jarak balok geladak

4.2.7 Kulit luar

Kulit luar terletak di seluruh bagian lambung kapal yang membentang dari haluan hingga buritan kapal. Kulit luar berfungsi untuk menutupi bagian dalam konstruksi kapal dan mencegah air masuk ke badan kapal. Menurut BKI sambungan papan harus dibagi secara merata di kulit luar. Gambar tebal kulit luar yang diukur pada penelitian ini akan disajikan pada Gambar 25.

Gambar 25 Tebal kulit luar

Pengukuran tebal kulit luar selama proses penelitian di PPN Kejawanan mendapatkan hasil ukuran dengan kisaran 2,5-5,5 cm dengan rata-rata sebesar 3,6


(39)

0 5 10 15 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 2425 BKI Hasil 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Teb al ku li t lu ar (c m ) Kapal BKI Hasil

cm. Standar BKI menentukan ukuran dari tebal kulit luar seharusnya berkisar antara 3,49-5,48 cm dengan rata-rata sebesar 4,1 cm. Jika dibandingkan antara nilai tebal kulit luar yang diteliti dengan standar BKI, akan dihasilkan nilai deviasi antara 0,12-7,52 cm (mengacu pada Lampiran 10).

Berdasarkan grafik radar tebal kulit luar, dijelaskan bahwa 8% dari kapal-kapal di PPN Kejawanan memiliki ukuran tebal kulit luar yang lebih besar dibandingkan dengan standar BKI dengan nilai deviasi antara 0,09-0,12 cm dan kapal yang memiliki ukuran yang lebih kecil dibanding dengan standar BKI adalah sebesar 92% dengan nilai deviasi 0,5-7,52 cm. Grafik radar untuk tebal kulit luar disajikan pada Gambar 26. Adapun secara rinci, pada Gambar 27 terlihat bahwa pada umumnya kapal di PPN Kejawanan memiliki ukuran tebal kulit luar yang lebih kecil dibandingkan dengan peraturan yang ditetapkan oleh BKI.

Gambar 26 Grafik radar tebal kulit luar


(40)

4.2.8 Pondasi mesin

Pondasi mesin merupakan kesatuan balok-balok penyangga mesin yang letaknya membujur. Konstruksi ini terletak di dalam lambung kapal bagian belakang dan letak ujung konstruksi ini akan berhubungan dengan sekat antara ruang mesin dan palka. Ukuran pondasi mesin sebaiknya tergantung dari kapasitas daya mesin. Bagian yang diarsir pada Gambar 28 merupakan luas penampang pondasi mesin yang diukur.

Gambar 28 Pondasi mesin

Hasil penelitian dalam pengukuran luas penampang pondasi mesin mempunyai kisaran antara 340-700 cm² dengan nilai rata-rata sebesar 506,32 cm². Menurut standar BKI dengan mengambil nilai L(B/3+D) pada kapal, seharusnya ukuran luas penampang pondasi mesin tersebut mempunyai kisaran antara 460,67-679,23 cm² dengan nilai rata-rata sebesar 527,73 cm². Adapun nilai deviasi yang didapatkan dari selisih antara hasil pengukuran dengan standar BKI ukuran luas penampang pada pondasi kapal dengan kisaran antara 4,23-169,89 cm² (mengacu pada Lampiran 11).


(41)

0 200 400 600 800 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 BKI Hasil 0 100 200 300 400 500 600 700

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Lu as p e n am p an g (c m ²) Kapal BKI Hasil

Gambar 29 Grafik radar luas penampang pondasi mesin

Berdasarkan grafik radar luas penampang pondasi mesin yang disajikan pada Gambar 29 di atas, dijelaskan bahwa sejumlah 44% kapal yang diteliti memiliki ukuran luas penampang pondasi mesin yang lebih besar dari standar BKI dengan nilai deviasi antara 6,55-64,77 cm². Adapun sejumlah kapal yang mempunyai ukuran pondasi kapal lebih kecil dari ukuran yang ditetapkan oleh BKI yaitu sebesar 56% dengan deviasi sebesar 4.23-169.88 cm². Secara rinci perbandingan luas penampang pada pondasi kapal akan disajikan pada Gambar 30.

Gambar 30 Perbandingan luas penampang pada pondasi mesin

4.2.9 Pagar

Pagar merupakan sambungan dari gading-gading pada kapal dan terletak di atas gading-gading kapal. Selain mencegah agar ABK kapal tidak tergelincir ke luar kapal, pagar juga berfungsi memperkuat kapal pada bagian tepi kanan dan


(42)

0 1 2 3 4 5

1 2

3 4

5 6

7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

22 23

24 25

BKI Hasil

kiri kapal. Ukuran konstruksi tebal pagar yang diukur dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 31.

Gambar 31 Tebal pagar

Hasil pengukuran tebal pagar pada kapal mempunyai nilai kisaran antara 3-4,5 cm dengan rata-rata sebesar 2,5 cm. Adapun nilai standar yang telah ditetapkan oleh BKI yaitu dengan kisaran 3,4-4,65 cm dengan rata-rata sebesar 3,78 cm. Jika dibandingkan antara tebal pagar kapal-kapal yang diteliti dengan standar BKI, maka akan didapatkan nilai deviasi sebesar 0,18-4,44 cm (mengacu pada Lampiran 12).


(43)

0 1 2 3 4 5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Teb

al

p

ag

ar

(

cm

)

Kapal

BKI Hasil

Berdasarkan grafik radar luas penampang tebal pagar yang disajikan pada gambar di atas, banyaknya kapal yang mempunyai ukuran tebal pagar yang lebih besar dari standar BKI adalah 84% dari keseluruhan kapal yang diteliti dengan nilai deviasi antara 0,15-4,44 cm. Banyaknya kapal yang mempunyai ukuran tebal pagar lebih kecil dari standar BKI adalah 16% dengan nilai deviasi antara 0,46-1,16 cm. Adapun perbandingan tebal kapal yang diukur dengan standar BKI pada Gambar 33. Kesimpulan yang didapat dari gambar ini adalah bahwa pada umumnya kapal yang diteliti memiliki ukuran tebal pagar yang lebih besar dari standar BKI.

Gambar 33 Perbandingan tebal pada pagar

4.3 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara nelayan di PPN Kejawanan, hampir seluruh kapal yang diteliti memiliki perbedaan ukuran dengan ukuran yang telah ditetapkan oleh BKI. Kapal-kapal tersebut masih dibangun menggunakan prinsip pembangunan kapal tradisional tanpa lines plan dan table offset. Proses pembangunan kapal secara tradisional sudah menjadi kebiasaan para pengrajin kapal di Indonesia, sehingga para pengrajin kapal merasa kesulitan jika harus membangun kapal secara modern.

Biro Klasifikasi Indonesia merupakan suatu badan resmi yang diberi wewenang pemerintah dalam ukuran konstruksi kapal di Indonesia. Peraturan konstruksi ini bertujuan agar dapat menjamin keselamatan nelayan dikarenakan telah berpedoman dari ketentuan ukuran internasional. Mullah (2010) menyatakan bahwa peraturan yang telah dilakukan dalam lingkup internasional terkadang tidak


(44)

sesuai untuk diterapkan di Indonesia dikarenakan beberapa faktor seperti perbedaan letak wilayah dan keadaan kondisi perairan.

Sebagian besar nelayan di PPN Kejawanan tidak tahu akan adanya peraturan BKI dan hanya beberapa pengrajin kapal saja yang tahu akan adanya peraturan BKI tersebut. Para pengrajin yang telah mengenal peraturan BKI sebagian besar tidak setuju dengan aturan tersebut dikarenakan ketidaknyamanan dalam beroperasi dan tingginya tingkat kesulitan dalam perancangan kapal.

Perencanaan pembangunan kapal di PPN Kejawanan masih menggunakan prinsip tradisional. Target pembangunan kapal ditentukan oleh galangan kapal melalui perhitungan kapasitas mesin, peralatan, dan fasilitas bangunan yang disediakan oleh galangan kapal. Beberapa faktor para pengrajin kapal tidak menggunakan aturan yang ditetapkan oleh BKI adalah sulitnya ketersediaan material, kemampuan finansial, dan kurangnya jam kerja.

Bagian-bagian konstruksi dari hasil penelitian di PPN Kejawanan mempunyai ukuran yang berbeda dengan aturan yang ditetapkan oleh BKI. Persentase jumlah kapal yang sesuai maupun tidak sesuai dengan aturan BKI dalam 25 kapal yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Persentase kuantitas kapal berdasarkan kesesuaian ukuran konstruksi

No Bagian Konstruksi Kapal Sesuai dengan aturan BKI

Tidak sesuai dengan aturan BKI

1 Penampang lunas 0,00% 100%

2 Penampang gading-gading 24% 76%

3 Jarak gading-gading 64% 36%

4 Penampang linggi haluan 36% 64%

5 Penampang linggi buritan 40% 60%

6 Tinggi wrang 32% 68%

7 Penampang galar balok 0,00% 100%

8 Penampang galar kim 12% 88%

9 Penampang balok geladak 0,00% 100%

10 Jarak balok geladak 32% 68%

11 Tebal kulit luar 8% 92%

12 Penampang pondasi mesin 44% 56%

13 Tebal pagar 84% 16%


(45)

Berdasarkan hasil yang dirincikan pada Tabel 8 dapat dijelaskan hampir semua ukuran konstruksi kapal tidak sesuai dengan aturan BKI. Bagian konstruksi kapal di PPN Kejawanan yang paling tidak sesuai dengan standar BKI adalah bagian luas penampang lunas, luas penampang galar balok, dan luas penampang balok geladak. Bagian konstruksi yang paling sesuai dengan standar BKI adalah tebal pagar. Kapal yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh BKI boleh saja disebut tidak layak laut. Tentu saja itu dapat membahayakan para nelayan. Namun demikian, dengan segala keterbatasan yang ada, baik dari segi pengetahuan serta dari segi keuangan, para nelayan tetap membuat dan mengoperasikan kapalnya (Febriyansyah, 2009).

Pada bagian nilai persentase secara keseluruhan terdapat 84,6% ukuran bagian konstruksi yang diteliti memiliki ukuran yang tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh BKI yaitu lunas, gading-gading, linggi, wrang, galar, balok geladak, jarak balok geladak, kulit luar, dan pondasi mesin. Semakin kecil ukuran pada konstruksi kapal, maka akan menyebabkan kekuatan konstruksi kapal semakin menurun. Pengoperasian kapal dengan waktu yang lama menyebabkan daya tahan kapal akan semakin berkurang dan bisa saja setiap bagian konstruksi mengalami kehancuran atau kerapuhan dalam waktu tertentu.

Kapal perikanan yang berada di PPN Kejawanan sebagian besar memiliki beberapa konstruksi yang menggunakan sambungan. Sebagian besar sambungan dari beberapa konstruksi tersebut dikarenakan adanya beberapa konstruksi yang mengalami kehancuran atau kerapuhan. Sambungan yang ada pada beberapa konstruksi tersebut secara tidak langsung akan mengakibatkan kondisi kapal menjadi lemah dikarenakan adanya lubang baut dan pengurangan luas penampang. Adapun cara penyambungan untuk memperkuat konstruksi kapal yang baik adalah sesuai dengan aturan standar BKI. Contoh cara penyambungan untuk lunas adalah panjang dari penyambungan paling sedikit 5 kali tinggi lunas dan tidak lebih panjang dari 2 m. Salah satu cara untuk memperkuat konstruksi adalah pada bagian lunas dan gading-gading diberikan konstruksi berganda sesuai dengan dengan aturan BKI. Konstuksi-konstruksi kapal dapat diperkuat juga dengan mengecilkan jarak gading-gading dan jarak balok geladak yang telah ditetapkan oleh standar BKI.


(46)

Dalam operasi penangkapan, kapal penangkap ikan harus dapat tetap dioperasikan dalam semua kondisi cuaca yang baik maupun yang buruk. Kondisi gelombang di Indonesia belakangan ini sulit untuk diprediksi. Namun, masih banyak para nelayan yang bertekad tetap melakukan penangkapan ikan meskipun gelombang sedang tinggi. Konstruksi kapal yang kuat menurut standar BKI tentunya akan membantu pencegahan terjadinya kecelakaan pada saat melakukan pengoperasian penangkapan ikan.

Berdasarkan hasil analisis, tidak semua aturan yang ditetapkan BKI dapat menguntungkan untuk kapal-kapal perikanan yang berada di Indonesia. Hampir semua ukuran konstruksi yang ditetapkan BKI lebih besar dari data ukur hasil penelitian. Semakin besar konstruksi kapal secara tidak langsung akan berpengaruh pada efisiensi bahan kapasitas muatan kapal dan kecepatan kapal. Penggunaan kayu dalam hasil penelitian tentu saja lebih efisien dibanding dengan aturan yang ditentukan BKI. Hal tersebut dikarenakan semakin besar suatu konstruksi maka semakin banyak kayu yang digunakan. Besarnya ukuran konstruksi secara langsung akan memberikan penambahan berat beban kepada kapal, sehingga semakin berat beban yang dimiliki pada kapal maka diperlukan kekuatan mesin yang tinggi pula untuk mencapai kecepatan yang optimum. Besarnya berat pada kapal juga akan menyebabkan kapasitas muatan kapal akan semakin kecil sehingga pengoperasian dalam penangkapan ikan akan menjadi tidak optimal. Adapun kondisi musim dan daerah penangkapan di Indonesia tidak sama dengan lingkup internasional. Hal ini berarti, perlu dikaji lebih lanjut tentang aturan-aturan yang ditetapkan oleh BKI untuk diterapkan pada kapal perikanan di Indonesia.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, hampir semua kapal-kapal di PPN Kejawanan tidak sesuai dengan standar ukuran konstruksi yang telah ditetapkan BKI. Hal ini disebabkan sebagian besar pengrajin kapal tidak tahu dan tidak mau menerapkan aturan BKI. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kesesuaian beberapa konstruksi kapal di seluruh Indonesia.


(47)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan yang dibandingkan dengan aturan yang ditetapkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) dengan mengacu kepada tujuan penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa:

1) Kapal yang yang menjadi objek penelitian berjumlah 25 kapal dengan GT 28-82. Berdasarkan ukuran dimensi utama pada kapal didapatkan nilai scantling number L(B/3+D) antara 47,23-96,99 m2 dan nilai B/3+D dengan kisaran 2,68-4,26 m. Hasil ukuran dari 13 kriteria konstruksi kapal perikanan di PPN Kejawanan yaitu luas penampang lunas (450-1.610 cm²), luas penampang gading-gading (96-512 cm²), jarak gading-gading (30-50 cm), luas penampang linggi haluan (260-1.414 cm²), linggi buritan (280-1.487,5 cm²), tinggi wrang

(11-32 cm), luas penampang galar balok (90-269,5 cm²), luas penampang galar kim (85-210 cm²), luas penampang balok geladak (67,5-130 cm²), jarak balok geladak (50-75 cm), tebal kulit luar (2,5-5,5 cm), luas penampang pondasi mesin (340-700 cm²), dan tebal pagar (2,5-9 cm);

2) Berdasarkan hasil penelitian terdapat 84,6% ukuran konstruksi yang tidak sesuai dengan standar BKI, sedangkan persentase ukuran hasil penelitian yang sesuai dengan BKI hanya sebesar 16,4%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, ukuran beberapa konstruksi kapal penangkap ikan di PPN Kejawanan tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh BKI.

5.2 Saran

Saran penulis dari penelitian ini adalah:

1) Kesesuaian ukuran konstruksi beberapa bagian kapal di PPN Kejawanan masih belum sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh BKI sehingga perlu dilakukan kajian lebih lanjut pada bagian yang telah teridentifikasi tidak sesuai dengan aturan BKI.

2) Sebagai bahan masukan kepada pihak-pihak terkait dalam menetapkan ukuran kapal yang diterapkan bagi kapal ikan di Indonesia.


(48)

JAWA BARAT DENGAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI

INDONESIA

ANTON

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012


(49)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kesesuaian Ukuran Beberapa Bagian Konstruksi Kapal Penangkap Ikan di PPN Kejawanan Cirebon Jawa Barat dengan Aturan Biro Klasifikasi Indonesia adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2012


(50)

Penangkap Ikan di PPN Kejawanan Cirebon Jawa Barat dengan Aturan Biro Klasifikasi Indonesia. Dibimbing oleh MOHAMMAD IMRON dan VITA RUMANTI KURNIAWATI.

Sebagian besar kapal perikanan di Indonesia dibangun oleh galangan kapal tradisional yang pembangunannya tanpa dilengkapi perencanaan dan syarat-syarat umum yang ditentukan. Kapal-kapal yang berlabuh di PPN Kejawanan masih dibangun dengan menggunakan metode tradisional. Pembangunan kapal secara tradisional inilah yang diduga tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data ukur beberapa konstruksi kapal dan menganalisis kesesuaian data ukur dengan standar yang ditetapkan BKI dengan cara pengukuran beberapa bagian konstruksi kapal. Pengambilan sampel penelitian menggunakan metode

purposive sampling. Data diambil menggunakan metode wawancara, observasi, pengukuran, dan studi literatur kemudian data dianalisis secara numerik-komparatif. Beberapa bagian konstruksi kapal yang diukur pada penelitian ini terdiri atas lunas; linggi haluan dan linggi buritan; gading dasar (wrang); gading; galar balok, galar kim; pondasi mesin; balok geladak; kulit luar; dan pagar yang terbagi ke dalam 13 kriteria ukuran konstruksi. Berdasarkan hasil penelitian terdapat 84,6% ukuran konstruksi yang tidak sesuai dengan standar BKI, sedangkan persentase ukuran hasil penelitian yang sesuai dengan BKI hanya sebesar 16,4%.


(51)

© Hak cipta IPB, Tahun 2012

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber:

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.


(52)

JAWA BARAT DENGAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI

INDONESIA

ANTON

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012


(53)

Nama : Anton

NRP : C44059001

Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui : Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si. Vita Rumanti Kurniawati, S.Pi, M.T. NIP 19601213 198703 1 004 NIP 19820911 200501 2 001

Diketahui :

Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. NIP 19621223 198703 1 001


(1)

Lampiran 7 Tinggi wrang

No Nama Kapal (B/3+D)

Tinggi wrang BKI

(cm) Hasil (cm)

Deviasi (cm)

1 Prima Utama Jaya 28 3.01 17.52 15.00 2.52

2 Dully Wijaya II 3.69 19.23 17.00 2.23

3 Gemilang Baru 2.87 17.17 15.00 2.17

4 Haeteri Jaya 3.50 18.75 13.00 5.75

5 Hasil Laut 3.30 18.25 20.00 -1.75

6 Horizon IX 3.29 18.22 11.00 7.22

7 Horizon VI 2.95 17.38 13.00 4.38

8 Horizon VIII 2.93 17.33 14.50 2.83

9 Horizon X 3.29 18.23 22.50 -4.27

10 Maju Jaya Makmur 3.32 18.31 14.00 4.31

11 Margo Joyo 3.34 18.35 22.00 -3.65

12 Masa Jaya 3.00 17.50 14.00 3.50

13 Mina Abadi 3.42 18.54 22.00 -3.46

14 Mina Raya 3.69 19.23 15.00 4.23

15 MIP V 2.68 17.27 13.00 4.27

16 Murni 3.60 18.99 18.00 0.99

17 Nusa Indah A 3.50 18.75 17.00 1.75

18 Panca Harapan 3.34 18.35 15.00 3.35

19 Pelangi 3.33 18.33 21.00 -2.68

20 Putra Bahari 3.51 18.77 14.00 4.77

21 Sejahtera Jaya 2.93 17.33 14.00 3.33

22 Selat Makasar Barat 4.26 20.66 32.00 -11.34

23 Selat Sunda Indah 3.22 18.04 14.00 4.04

24 Sinar Jaya 3.55 18.88 20.00 -1.13


(2)

Lampiran 8 Luas penampang galar balok dan galar kim

No Nama Kapal L(B/3+D)

Galar balok Galar kim

BKI Hasil Deviasi BKI Hasil Deviasi Luas

(cm²)

Luas

(cm²) (cm²)

Luas (cm²)

Luas

(cm²) (cm²) 1 Prima Utama Jaya 28 49.91 196.58 96.75 99.83 115.53 90 25.53 2 Dully Wijaya II 86.97 373.58 227.5 146.08 146.57 168 -21.43 3 Gemilang Baru 57.68 233.67 90 143.67 121.77 85 36.77 4 Haeteri Jaya 66.05 273.63 112.5 161.13 128.66 108 20.66 5 Hasil Laut 52.80 210.38 107.5 102.88 117.84 108 9.84 6 Horizon IX 61.07 249.86 105 144.86 124.54 113.75 10.79 7 Horizon VI 49.70 195.60 105 90.60 115.37 111 4.37 8 Horizon VIII 48.52 189.93 96.75 93.18 114.43 105 9.43 9 Horizon X 61.91 253.91 100 153.91 125.24 107.25 17.99 10 Maju Jaya Makmur 56.00 225.65 141 84.65 120.41 112.75 7.66 11 Margo Joyo 65.13 269.26 110 159.26 127.90 111 16.90 12 Masa Jaya 63.24 260.24 103.5 156.74 126.33 107.25 19.08 13 Mina Abadi 65.26 269.87 114.75 155.12 128.00 110 18.00 14 Mina Raya 53.80 215.16 96.75 118.41 118.64 108 10.64

15 MIP V 47.23 183.76 107.5 76.26 113.41 98 15.41

16 Murni 55.60 223.77 117.5 106.27 120.10 108 12.10 17 Nusa Indah A 67.38 279.98 129.25 150.73 129.76 126 3.76 18 Panca Harapan 63.96 263.68 123.75 139.93 126.93 108 18.93

19 Pelangi 63.77 262.76 105 157.76 126.77 99 27.77

20 Putra Bahari 55.93 225.33 112.5 112.83 120.36 90 30.36 21 Sejahtera Jaya 53.09 211.78 112.5 99.28 118.07 90 28.07 22 Selat Makasar Barat 96.99 421.41 198.25 223.16 155.51 168 -12.49 23 Selat Sunda Indah 68.35 284.66 135 149.66 130.58 111 19.58 24 Sinar Jaya 58.43 237.28 102.5 134.78 122.39 99 23.39 25 Sinar Samudra I 93.61 405.28 269.5 135.78 152.47 210 -57.53


(3)

Lampiran 9 Luas penampang balok geladak dan jarak balok geladak

No Nama Kapal L(B/3+D)

Balok geladak Jarak balok geladak BKI Hasil Deviasi

BKI (cm)

Hasil (cm)

Deviasi Luas

(cm²)

Luas

(cm²) (cm²) (cm²)

1 Prima Utama Jaya 28 49.91 105.27 84.0 21.27 53.87 52 1.87 2 Dully Wijaya II 86.97 139.36 125.0 14.36 64.26 65 -0.74 3 Gemilang Baru 57.68 112.02 80.0 32.02 56.05 55 1.05 4 Haeteri Jaya 66.05 119.53 76.5 43.03 58.39 62 -3.61 5 Hasil Laut 52.80 107.75 80.0 27.75 54.68 52 2.68 6 Horizon IX 61.07 115.03 80.0 35.03 57.00 60 -3.00 7 Horizon VI 49.70 105.09 67.5 37.59 53.81 52 1.81 8 Horizon VIII 48.52 104.07 84.0 20.07 53.48 51.5 1.98 9 Horizon X 61.91 115.79 67.5 48.29 57.23 62 -4.77 10 Maju Jaya Makmur 56.00 110.54 80.0 30.54 55.57 60 -4.43 11 Margo Joyo 65.13 118.70 80.0 38.70 58.13 60 -1.87 12 Masa Jaya 63.24 116.99 76.5 40.49 57.60 62 -4.40 13 Mina Abadi 65.26 118.81 80.8 38.06 58.17 62 -3.83 14 Mina Raya 53.80 108.62 108.0 0.62 54.96 60 -5.04

15 MIP V 47.23 102.98 70.0 32.98 53.12 50 3.12

16 Murni 55.60 110.20 71.3 38.95 55.46 55 0.46

17 Nusa Indah A 67.38 120.75 84.0 36.75 58.77 60 -1.23 18 Panca Harapan 63.96 117.64 117.0 0.64 57.81 63 -5.19

19 Pelangi 63.77 117.46 99.0 18.46 57.75 63 -5.25

20 Putra Bahari 55.93 110.48 85.0 25.48 55.56 60 -4.44 21 Sejahtera Jaya 53.09 108.01 80.0 28.01 54.76 55 -0.24 22 Selat Makasar Barat 96.99 149.38 130.0 19.38 67.07 75 -7.93 23 Selat Sunda Indah 68.35 121.64 108.0 13.64 59.04 60 -0.96 24 Sinar Jaya 58.43 112.69 86.3 26.44 56.26 55 1.26 25 Sinar Samudra I 93.61 145.96 125.0 20.96 66.12 72 -5.88


(4)

Lampiran 10 Tebal kulit luar

No Nama Kapal

Tebal kulit luar

BKI (cm) Hasil (cm) Deviasi (cm)

1 Prima Utama Jaya 28 5.54 2.5 3.04

2 Dully Wijaya II 10.53 5.5 5.03

3 Gemilang Baru 3.91 4 -0.09

4 Haeteri Jaya 7.12 3 4.12

5 Hasil Laut 4.53 4 0.53

6 Horizon IX 5.07 3 2.07

7 Horizon VI 5.00 4 1.00

8 Horizon VIII 4.90 4 0.90

9 Horizon X 5.11 4 1.11

10 Maju Jaya Makmur 6.02 3 3.02

11 Margo Joyo 8.11 4 4.11

12 Masa Jaya 9.13 3 6.13

13 Mina Abadi 7.28 4 3.28

14 Mina Raya 3.75 3 0.75

15 MIP V 6.54 3 3.54

16 Murni 3.88 4 -0.12

17 Nusa Indah A 6.95 4 2.95

18 Panca Harapan 7.98 3.5 4.48

19 Pelangi 7.39 3 4.39

20 Putra Bahari 4.17 3 1.17

21 Sejahtera Jaya 6.84 3 3.84

22 Selat Makasar Barat 7.91 4.5 3.41

23 Selat Sunda Indah 10.56 4 6.56

24 Sinar Jaya 5.16 3 2.16


(5)

Lampiran 11 Luas penampang pondasi mesin

No Nama Kapal (B/3+D)

Gading-gading

BKI Hasil Deviasi

W100 Luas (cm²) Luas (cm²) (cm²)

1 Prima Utama Jaya 28 3.01 37.46 129.21 120 9.21

2 Dully Wijaya II 3.69 65.28 293.41 180 113.41

3 Gemilang Baru 2.87 33.08 121.37 135 -13.63

4 Haeteri Jaya 3.50 56.63 221.09 96 125.09

5 Hasil Laut 3.30 47.88 169.04 168 1.04

6 Horizon IX 3.29 47.29 178.01 108 70.01

7 Horizon VI 2.95 35.79 123.24 108 15.24

8 Horizon VIII 2.93 35.17 119.91 108 11.91

9 Horizon X 3.29 47.58 180.24 160 20.24

10 Maju Jaya Makmur 3.32 48.89 177.05 108 69.05

11 Margo Joyo 3.34 49.63 192.48 300 -107.52

12 Masa Jaya 3.00 37.25 142.49 108 34.49

13 Mina Abadi 3.42 52.98 205.69 300 -94.31

14 Mina Raya 3.69 65.28 232.31 105 127.31

15 MIP V 2.68 27.79 93.75 108 -14.25

16 Murni 3.60 60.86 219.68 153 66.68

17 Nusa Indah A 3.50 56.63 223.22 180 43.22

18 Panca Harapan 3.34 49.63 190.84 120 70.84

19 Pelangi 3.33 49.19 188.89 300 -111.11

20 Putra Bahari 3.51 56.92 205.99 96 109.99

21 Sejahtera Jaya 2.93 35.17 124.45 120 4.45

22 Selat Makasar Barat 4.26 95.80 457.68 512 -54.32

23 Selat Sunda Indah 3.22 44.23 175.58 108 67.58

24 Sinar Jaya 3.55 58.81 217 144 73.00


(6)

Lampiran 12 Tebal pagar

No Nama Kapal L(B/3+D)

Tebal pagar BKI

(cm)

Hasil (cm)

Deviasi (cm) 1 Prima Utama Jaya 28 49.91 3.47 3.50 -0.03

2 Dully Wijaya II 86.97 4.40 4.00 0.40

3 Gemilang Baru 57.68 3.66 4.00 -0.34

4 Haeteri Jaya 66.05 3.87 3.00 0.87

5 Hasil Laut 52.80 3.54 4.00 -0.46

6 Horizon IX 61.07 3.75 4.00 -0.25

7 Horizon VI 49.70 3.46 3.00 0.46

8 Horizon VIII 48.52 3.43 3.00 0.43

9 Horizon X 61.91 3.77 4.00 -0.23

10 Maju Jaya Makmur 56.00 3.62 4.00 -0.38

11 Margo Joyo 65.13 3.85 4.00 -0.15

12 Masa Jaya 63.24 3.80 3.00 0.80

13 Mina Abadi 65.26 3.85 4.00 -0.15

14 Mina Raya 53.80 3.57 3.00 0.57

15 MIP V 47.23 3.40 3.00 0.40

16 Murni 55.60 3.61 4.00 -0.39

17 Nusa Indah A 67.38 3.91 4.00 -0.09

18 Panca Harapan 63.96 3.82 4.00 -0.18

19 Pelangi 63.77 3.82 3.50 0.32

20 Putra Bahari 55.93 3.62 3.00 0.62

21 Sejahtera Jaya 53.09 3.55 3.00 0.55

22 Selat Makasar Barat 96.99 4.65 4.50 0.15 23 Selat Sunda Indah 68.35 3.93 4.00 -0.07

24 Sinar Jaya 58.43 3.68 4.00 -0.32