yang negatif menunjukkan bahwa semakin tinggi kependudukannya maka akan semakin mendekati Kota Bogor. Nilai keragaman data yang
dapat dijelaskan oleh faktor 2 adalah sebesar 7.71. Tabel 12 Factor Loading dari hasil Factor Analysis
Faktor Variabel
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 KP
-0.06 -0.16 -0.57 -0.41 0.21 -0.21 -0.11 -0.06 0.02 0.21 Kpdtn 0.25
0.06 0.76
0.02 -0.18 0.07 0.03 0.01 -0.13 0.05
Angker -0.06 0.01 -0.13 0.03 -0.13 0.06 -0.15 -0.01 0.77 -0.03
PADK -0.08 0.01 0.12 0.07 -0.01 -0.04 0.25 0.68 0.25 -0.22 Kom
0.08 0.24 0.55 0.44 -0.14 0.17 0.02 0.06 -0.06 -0.12 Tkes
-0.03 0.07 0.06 0.21 0.06 0.02 -0.77 0.02 0.20 0.08
SD -0.08 0.03 -0.60 0.29 0.03 0.12 -0.01 0.15 -0.16 0.31
SMP 0.07 0.71
0.06 0.16 0.09 0.12 0.21 0.05 0.12 0.29 SMA 0.07
0.72
-0.01 -0.05 -0.14 0.06 0.16 0.01 -0.19 0.06 SSD 0.01
0.05 -0.12
0.87 0.00 -0.04 -0.16 -0.04 0.10 0.01
SSMP 0.02 0.80
0.16 0.13 0.07 -0.12 -0.11 -0.02 0.21 -0.02 SSMA
0.10 0.67 -0.08 0.03 -0.17 0.05 -0.26 -0.11 -0.36 -0.32 GSD
0.09 0.20 0.00 0.85 -0.04 0.05 -0.02 0.00 -0.02 0.05
GSMP 0.04 0.80
0.17 0.17 0.08 -0.08 -0.04 -0.01 0.26 0.02 GSMA 0.10
0.77 -0.09 0.09 -0.20 0.11 -0.19 -0.10 -0.25 -0.27
R2 0.06 0.01 0.15 0.07 -0.85
-0.02 0.04 -0.03 0.12 0.04 R4
0.00 0.06 0.11 0.00 -0.82 0.06 0.03 0.06 0.00 -0.05
jrk2 0.05 0.05 0.20 0.09 -0.10 0.79
0.03 -0.09 0.06 -0.06 jrk3
0.09 -0.02 0.05 -0.03 0.04 0.81 -0.02 0.04 -0.01 0.05
Denjl 0.07 0.00 0.23 -0.01 0.00 0.01 0.11 0.07 0.03 -0.74
jjkt -0.36 -0.10 0.07 -0.21 0.16 -0.23 -0.42 0.32 -0.26 0.28
jbgr -0.12 -0.01
-0.71 0.15 0.01 -0.14 0.13 0.02 0.06 0.05
hl -0.05 -0.07 -0.14 -0.05 -0.04 0.01 -0.22 0.72
-0.17 0.09 htn
-0.78 -0.03 -0.19 -0.07 0.03 -0.07 0.01 -0.14 0.07 0.16
lrg25
-0.77
0.00 0.01 0.06 -0.03 -0.04 0.13 -0.03 0.02 0.16 lrg8
-0.76 -0.15 -0.20 -0.10 0.06 -0.04 -0.18 0.22 0.00 -0.18
lrg0 0.91
0.12 0.16 0.06 -0.04 0.04 0.10 -0.17 0.00 0.09 Expl.Var 2.91 3.53 2.46 2.17 1.66 1.52 1.22 1.25 1.22 1.21
Prp.Totl 0.11 0.13 0.09 0.08 0.06 0.06 0.05 0.05 0.05 0.04
Sumber : Hasil Analisa
Faktor 4 terdiri dari dua variabel asal, yaitu jumlah siswa SD dan rasio guru SD terhadap murid. Faktor 4 dapat dikategorikan sebagai penciri pendidikan
tingkat dasar. Korelasi yang positif menunjukkan bahwa semakin banyak murid SD yang bersekolah akan meningkatkan rasio jumlah guru
terhadap murid. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh faktor 4 adalah sebesar 6.97.
Faktor 5 terdiri dari dua variabel asal, yaitu jumlah kendaraan roda dua dan roda empat. Faktor 5 dikategorikan sebagai penciri dari ketersediaan sarana
transportasi. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh faktor 5 adalah sebesar 5.30.
Faktor 6 terdiri dari dua variabel asal, yaitu invers jarak terhadap ibukota kabupaten yang membawahi dan invers jarak terhadap ibukota
kabupaten lain yang terdekat Korelasi antara komponen utama dengan variabel asal menunjukkan nilai yang positif. Nilai keragaman data yang
dapat dijelaskan oleh faktor 6 adalah sebesar 4.84. Faktor 7 terdiri dari satu variabel asal, yaitu rasio tenaga kesehatan per jumlah
penduduk. Variabel tenaga kesehatan ini merupakan gabungan dari jumlah dokter, bidan dan dukun bayi. Faktor 7 ini dikategorikan sebagai
penciri tenaga kesehatan. Korelasi yang positif menunjukkan bahwa wilayah yang lebih maju cenderung akan memiliki tenaga kesehatan
yang lebih banyak. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh faktor 7 adalah sebesar 4.60.
Faktor 8 terdiri dari satu variabel asal, yaitu luas hutan lindung per luas desa. Faktor 7 ini dikategorikan sebagai penciri ketersediaan kawasan lindung.
Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh faktor 8 adalah sebesar 4.02.
Faktor 9 terdiri dari satu variabel asal, yaitu rasio angkatan kerja terhadap jumlah penduduk. Faktor 9 ini dikategorikan sebagai penciri penduduk di usia
produktif. Korelasi yang positif menunjukkan bahwa wilayah yang lebih maju cenderung akan mempunyai jumlah angkatan kerja yang lebih
tinggi. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh faktor 9 adalah sebesar 3.74.
Faktor 10 terdiri dari satu variabel asal, yaitu rasio panjang jalan terhadap luas wilayah. Faktor 10 ini dikategorikan sebagai penciri aksesibilitas.
Korelasinya menunjukkan nilai yang negatif dan nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh faktor 10 adalah sebesar 3.73.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Perkembangan Desa
Untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat perkembangan desa yang dicirikan oleh Indeks Perkembangan Desa IPD maka
dilakukan analisis regresi berganda metode Forward Stepwise yang diawali dengan analisis komponen utama PCA. Hasil PCA berupa nilai-nilai pada tabel
faktor skor inilah yang selanjutnya digunakan untuk analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda bertujuan untuk menentukan model persamaan
yang menjelaskan hubungan antara IPD sebagai variabel tujuan dependent variable dengan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tingkat
perkembangan sebagai variabel penjelas independent variable. Variabel- variabel penduganya adalah variabel-variabel baru hasil PCA atau faktor, yaitu :
1 landuse dan luas wilayah dengan tingkat kelerengan 0 – 8 F1
2 fasilitas pendidikan tingkat menengah F2
3 kepadatan penduduk dan aksesibilitas F3
4 pendidikan tingkat dasar F4
5 sarana transportasi F5
6 invers jarak terhadap pusat F6
7 tenaga kesehatan F7
8 hutan lindung F8
9 tenaga kerja F9
10 aksesibilitas F10 Hasil analisis regresi berganda dengan metode forward stepwise
menunjukkan bahwa dari sepuluh variabel penduga, hanya tujuh variabel saja yang berpengaruh nyata terhadap variabel tujuanrespon IPD pada taraf nyata
α sebesar 0.1. Variabel-variabel tersebut adalah F1, F2, F3, F4, F5, F6, F7, F8 dan
F10 Tabel 11. Variabel-variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap respon karena mempunyai nilai p-level yang lebih kecil dari taraf nyata
α. Sedangkan variabel F9 tidak berpengaruh nyata karena mempunyai nilai p-level yang lebih
besar dari taraf nyata α. Hasil selengkapnya dari analisa regresi berganda ini
disajikan pada Lampiran 8.
Tabel 13 Komponen Utama yang Mempengaruhi IPD Variabel Koefisien
p-level Intercept 29.20
F1= landuse dan luas wilayah dengan tingkat kelerengan 0 – 8
2.55 0.00
F2 = sarana pendidikan tingkat menengah 7.02
0.00 F3 = kepadatan penduduk dan aksesibilitas
6.51 0.00
F4 = pendidikan tingkat dasar 5.35
0.00 F5 = sarana transportasi
5.17 0.00
F6 = invers jarak terhadap pusat 4.30
0.00 F7 = tenaga kesehatan
2.09 0.00
F8 = hutan lindung - 1.14
0.061 F10 = aksesibilitas -
1.19 0.051
Sumber : Hasil Analisis
Nilai R
2
R-square dari persamaan tersebut adalah 0.5424 yang artinya bahwa model persamaan tersebut mampu menjelaskan keragaman data sebesar
54.24. Persamaan yang dihasilkan dari analisis regresi berganda dengan metode Forward Stepwise dengan nilai
α = 0,1 adalah sebagai berikut : Y = 29.20 + 2.55F1 + 7.02F2 + 6.51F3 + 5.35F4 + 5.17F5 + 4.30F6 + 2.09F7
– 1.14F8 – 1.19F10 dimana : Y
= Indeks Perkembangan Desa IPD F1 = landuse dan luas wilayah dengan tingkat kelerengan 0 – 8
F2 = Fasilitas pendidikan tingkat menengah F3 = Kepadatan penduduk dan aksesibilitas
F4 = Pendidikan tingkat dasar F5 = Sarana
transportasi F6 = Invers jarak terhadap pusat
F7 = Tenaga kesehatan
F8 =
Hutan lindung F10
= Aksesibilitas
Berdasarkan hasil analisis di atas terlihat bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap indeks perkembangan desa adalah pendidikan tingkat
menengah, diikuti oleh kependudukan, pendidikan tingkat dasar dan yang paling kecil pengaruhnya adalah tenaga kesehatan.
Besarnya pengaruh variabel-variabel penduga terhadap respon dapat diinterpretasikan berdasarkan koefisisen regresi yang dimilikinya. Model
persamaan hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa nilai koefisien F1, F2, F3, F4, F5, F6, F7, F8, dan F10 merupakan faktor-faktor yang diduga besar
dalam mempengaruhi IPD. Dalam hal ini, faktor-faktor yang mempengaruhi respon secara searah positif adalah faktor F1, F2, F3, F4, F5, F6, dan F7 yang
berarti peningkatan nilai IPD dipengaruhi oleh peningkatan nilai F1, F2, F3, F4, F5, F6, danatau F7; dan sebaliknya. Sedangkan untuk faktor F8 dan F10
mempunyai koefisien yang berlawanan arah negatif yang berarti bahwa peningkatan nilai IPD dipengaruhi oleh semakin kecilnya nilai F8 dan F10.
∗ Landuse dan luas wilayah dengan tingkat kelerengan 0 – 8 F1 Variabel
Landuse dan luas wilayah dengan tingkat kelerengan 0 – 8 mempengaruhi IPD secara searah karena memiliki nilai koefisien positif. Hal ini
mengindikasikan bahwa desa-desa yang lebih berkembang berada pada tingkat kelerengan yang rendah daerah yang datar.
Desa-desa yang mempunyai tingkat kelerengan yang rendah akan lebih mudah dalam penyediaan berbagai fasilitas sarana dan prasarana, baik prasarana
transportasi maupun penyediaan area untuk produksi, tempat tinggal serta berbagai sarana lainnya sehingga akan lebih mudah berkembang.
∗ Fasilitas pendidikan tingkat menengah F2 Variabel fasilitas pendidikan tingkat menengah mempunyai korelasi
positif yang berarti bahwa peningkatan nilai IPD searah dengan peningkatan ketersediaan saran pendidikan tingkat menengah SMP dan SMA atau sederajat
baik dalam bangunannya maupun tenaga pengajarnya. Variabel ini juga mempunyai nilai koefisien yang paling besar yang berarti mempunyai pengaruh
yang paling besar dalam meningkatkan nilai IPD. Hal ini berarti bahwa desa-desa yang lebih berkembang mempunyai ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan
tingkat menengah yang lebih baik atau dengan kata lain, desa-desa yang lebih berkembang mempunyai kualitas sumberdaya manusia yang lebih baik yang
ditunjang oleh ketersediaan sarana dan sarana pendidikan untuk tingkat menengah yang memadai.
∗ Kepadatan penduduk dan aksesibilitas F3 Variabel kepadatan penduduk dan aksesibilitas mempunyai nilai koefisien
yang positif yang berarti bahwa desa-desa dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi akan mempunyai indeks perkembangan yang lebih tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa penduduk lebih banyak terkonsentrasi di daerah yang lebih berkembang pusat daripada di daerah hinterland.
Adanya korelasi positif antara variabel kependudukan dengan IPD dapat disebabkan oleh ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan untuk
penduduk yang lebih baik di pusat serta aksesibilitas terhadap pusat yang kurang baik dari wilayah hinterland sehingga penduduk merasa lebih baik untuk tinggal
di pusat dibandingkan di daerah hinterland. ∗ Pendidikan Tingkat Dasar F4
Variabel pendidikan tingkat dasar mempunyai nilai koefisien yang positif. Hal ini berarti bahwa desa-desa dengan tingkat perkembangan yang tinggi
mempunyai sarana dan prasrana pendidikan tingkat dasar yang lebih baik. Perkembangan suatu wilayah yang baik akan sangat memperhatikan juga sarana
pendidikan tingkat dasar karena disadari bahwa semakin baik pendidikan di tingkat dasar akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan
selanjutnya dan pada akhirnya akan mampu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.
∗ Sarana Transportasi F5 Variabel sarana transportasi mempunyai nilai koefisien yang positif yang
berarti bahwa desa-desa yang mempunyai tingkat perkembangan yang tinggi akan mempunyai sarana transportasi yang lebih memadai, baik kendaraan roda dua
maupun roda empat. Akan tetapi hasil ini berlawanan dengan hasil factor loading dan merupakan satu anomali yang dapat disebabkan faktor yang belum dapat
dijelaskan. Keberadaan
sarana transportasi memang sangat mendukung dalam
perkembangan suatu wilayah karena fungsinya dalam mendukung interaksi antar wilayah. Semakin tinggi tingkat perkembangan suatu wilayah maka kebutuhan
akan sarana transportasi untuk interaksi dengan wilayah lain juga akan semakin tinggi.
∗ Invers Jarak Terhadap Pusat F6 Variabel invers jarak terhadap pusat mempunyai nilai koefisien yang
positif yang artinya bahwa desa-desa dengan tingkat perkembangan yang tinggi berada lebih dekat kepada intipusat pemerintahan. Hal ini jelas terlihat dari
penyebaran desa-desa yang berhirarki I yang memang terletak lebih dekat kepada pusat pemerintahan dalam hal ini ibukota kabupaten.
Kondisi tersebut juga menandakan bahwa secara spasial, kedekatan terhadap pusat ternyata membawa pengaruh yang besar dalam mendukung
perkembangan suatu desa, disamping perlu juga didukung oleh berbagai sarana dan prasarana lainnya.
∗ Tenaga Kesehatan F7 Variabel tenaga kesehatan mempunyai nilai koefisien yang positif yang
artinya bahwa desa-desa dengan tingkat perkembangan yang tinggi mempunyai ketersediaan tenaga kesehatan mencakup dokter, bidan dan tenga kesehatan
lainnya. Tingkat perkembangan desa yang tinggi dicirikan oleh kebutuhan
masyarakat akan berbagai sarana dan fasilitas pelayanan, termasuk pelayanan kesehatan. Semakin tinggi tingkat perkembangan suatu desa maka akan semakin
meningkat pula kebutuhan akan pelayanan kesehatan, karena itu maka tenaga kesehatan lebih banyak dijumpai di wilayah yang mempunyai tingkat
perkembangan yang lebih tinggi. ∗ Hutan Lindung F8
Variabel hutan lindung mempunyai nilai koefisien yang negatif. Hal ini berarti bahwa desa-desa yang mempunyai tingkat perkembangan yang tinggi
cenderung tidak mempunyai areal hutan lindung atau berada di areal hutan lindung..
Keberadaan suatu kawasan lindung termasuk hutan lindung di suatu wilayah akan berdampak pada keterbatasan dalam mengembangakan wilayah
tersebut karena pada dasarnya kawasan lindung memang merupakan kawasan dengan fungsi konservasi bukan kawasan untuk budidaya. Karena itu maka
perkembangan wilayah dengan persentase areal kawasan lindung yang tinggi
memang akan berakibat pada tingkat perkembangan wilayah yang lebih rendah dibandingkan wilayah lain yang tidak mempunyai kawasan lindung.
∗ Aksesibilitas F10 Variabel aksesibilitas mempunyai nilai koefisien yang negatif. Hal ini
berarti bahwa semakin tinggi tingkat aksesibilitas dalam hal ini densitas jalan akan menurunkan nilai indeks pembangunan desa. Hal ini disebabkan oleh nilai
yang digunakan dalam faktor aksesibilitas ini merupakan nilai rasio panjang jalan terhadap luas wilayah.
Tingkat aksesibilitas suatu wilayah merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan wilayah dan merupakan salah satu penciri tingkat
perkembangan wilayah. Wilayah dengan aksesibilitas yang baik akan mempunyai beberapa kelebihan, yaitu lebih mudah dalam melakukan interaksi dengan wilayah
lain yang ada di sekitarnya maupun di dalam wilayah itu sendiri, lebih mudah dalam melakukan pembangunan berbagai fasilitas pelayanan serta dapat
mendorong timbulnya berbagai aktivitas ekonomi lainnya melalui distribusi barang dan jasa yang lebih baik.
Tipologi Desa-desa di Kabupaten Bogor
Untuk menentukan tipologi desa-desa yang ada di Kabupaten Bogor, dilakukan dengan melakukan analisis gerombol clustering analysis terhadap
seluruh desa di Kabupaten Bogor. Tipologi wilayah ini bertujuan untuk menggabungkan beberapa unit wilayah ke dalam kelas yang sama berdasarkan
persamaan karakteristiknya. Teknik analisis yang digunakan dalam menentukan tipologi wilayah
dimulai dengan melakukan standardisasi data dari 35 variabel lalu dilakukan analisis gerombol dengan membagi desa-desa di Kabupaten Bogor menjadi tiga
gerombol cluster dan terakhir dilakukan analisis diskriminan. Hasil analisis gerombol selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9.
Dari hasil penggerombolan terhadap variabel-variabel yang diukur, dapat dilihat pola perbedaan karakteristik antara tiga kelompok desa yang terlihat pada
Gambar 10 yang merupakan grafik nilai tengah dari setiap variabel untuk masing- masing kelompok desa.
Klaster satu merupakan wilayah yang relatif maju yang dicirikan oleh mempunyai persen keluarga pertanian yang rendah dan tingkat kepadatan
penduduk yang paling tinggi, keberadaan sarana perbelanjaan, sarana komunikasi serta tenaga kesehatan dan sarana kesehatan yang tinggi. Tingkat pendidikan
penduduknya juga relatif tinggi dengan ketersediaan sarana dan tenaga pendidikan yang paling banyak. Dengan aksesibilitas yang baik, sarana transportasi juga
relatif lebih banyak tersedia. Klaster ini merupakan daerah-daerah yang relatif dekat dengan pusat-pusat pemerintahan dan lebih dekat dengan Jakarta ataupun
Kota Bogor. Klaster ini merupakan wilayah dimana lahan-lahan pertanian yang relatif telah banyak mengalami perubahan fungsi lahan menjadi penggunaan lain,
terutama untuk menyediakan lahan pemukiman. Bentuk lahannya relatif datar dan bukan merupakan kawasan hutan. Jumlah desa yang termasuk pada klaster ini
sebanyak 86 desa.
Plot of Means for Each Cluster
Cluster 1 Cluster 2
Cluster 3 PADK
Tkes SMA
GSD R2
jrk3 jbgr
lrg25 Variables
-2.5 -2.0
-1.5 -1.0
-0.5 0.0
0.5 1.0
1.5 2.0
2.5
Gambar 9 Hasil clustering variabel-variabel yang diukur
Klaster dua merupakan wilayah yang relatif masih berkembang yang dicirikan oleh persentase keluarga pertanian yang masih tinggi, tingkat kepadatan
penduduk yang sudah mulai tinggi akan tetapi cenderung tidak pada usia produktif 15 atau 55 tahun, potensi desa cenderung rendah yang ditunjukkan oleh PAD
per kapita yang rendah. Klaster ini cenderung merupakan wilayah sub urban yang relatif tidak terlalu jauh dari pusat-pusat pemerintahan, memiliki aksesibilitas
yang sedang dan memiliki bentuk lahan yang relatif datar hingga bergelombang. Tingkat pendidikan penduduk masih relatif rendah, terutama rasio siswa SD yang
bersekolah yang paling rendah. Jumlah desa yang termasuk dalam klaster ini sebanyak 239 desa.
Klaster tiga merupakan wilayah yang paling tertinggal yang dicirikan oleh keberadaan keluarga pertanian yang paling tinggi, tingkat kepadatan penduduk
yang paling rendah, ketersediaan sarana perbelanjaan, sarana komunikasi dan lembaga-lembaga keuangan yang masih kurang. Fasilitas pendidikan juga masih
relatif rendah, terutama ketersediaan guru pengajar yang paling rendah. Wilayah ini adalah yang berada paling jauh dari Jakarta dan Kota Bogor dengan bentuk
lahan yang didominasi oleh perbukitan dan berada di sekitar kawasan hutan atau hutan lindung. Jumlah desa yang termasuk dalam klaster ini sebanyak 100 desa.
Jika dilihat dari pola penyebaran klaster-klaster tersebut, klaster satu sebagian besar berada di sekitar tengah utara yang termasuk Kecamatan Cibinong,
Bojonggede dan Gunung Putri. Ketiga kecamatan ini memang merupakan pusat pertumbuhan dan memang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang paling
tinggi Cibinong dan Bojonggede. Sebagian lainnya, yaitu sebanyak 14 desa berada di bagian tengah selatan yang merupakan poros Bogor Bandung melalui
Puncak atau Sukabumi. Daerah ini merupakan daerah tujuan wisata utama bagi warga Bogor dan Jakarta sehingga mempunyai ketersediaan sarana dan prasarana
yang relatif cukup, baik aksesibilitas maupun sarana lainnya. Klaster tiga cenderung berada di wilayah selatan dan terbentang dari Barat
hingga ke timur. Daerah ini memang mempunyai bentuk lahan yang mempunyai luas lahan dengan tingkat kelerengan tinggi yang relatif tinggi dan merupakan
kawasan hutan atau kawasan lindung. Sedangkan klaster dua cenderung menyebar dan merata di setiap wilayah pembangunan.
660000
660000 680000
680000 700000
700000 720000
720000 740000
740000 92
400 00
92 400
00 92
600 00
92 600
00 92
800 00
92 800
00 9
30 000
9 300
000 9
320 000
9 32
000
7 7
14 Km Peta Penyebaran Setiap Klaster
N E
W S
Sumber : - Peta Topografi skala 1 : 25.000
- Pemda Kabupaten Bogor
Program Studi Perencanaan Wilayah Sekolah Pasca Sarjana IPB
2006
Klaster 1 W ilayah Paling Maju Klaster 2 W ilayah Sedang Berkembang
Klaster 3 W ilayah Tertinggal Keterangan:
Gambar 10 Pola penyebaran setiap klaster
Hasil Analisis Diskriminan
Analisis fungsi diskriminan merupakan analisis lanjutan setelah dilakukan pengelompokkan. Analisis ini berfungsi untuk memilih faktor-faktor yang paling
mencirikan tipologi wilayah yang didapat dari hasil analisis kelompok atau dengan kata lain, faktor-faktor mana saja yang menjadi penciri atau yang paling
berpengaruh terhadap masing-masing tipologi tersebut. Dalam analisis fungsi diskriminan ini, data yang digunakan adalah data
dari variabel asalnya akan tetapi untuk menjaga agar matriks yang terbentuk tidak menjadi ill-condition, maka dilakukan pengurangan variabel menjadi hanya 32
variabel. Sedangkan yang menjadi dasar pengelompokkan tidak hanya hasil analisis gerombol tapi juga hasil dari analisis skalogram. Hal ini untuk melihat
perbedaan dasar pengelompokkan yang dilakukan oleh kedua metode pengelompokkan tersebut.
Tabel. 14 Hasil Dugaan Klasifikasi Kelompok Berdasarkan Klaster dan Hirarki
Ketepatan Hasil G_1:1
G_2:2 G_3:3
Klaster Klasifikasi p=.20235
p=.56235 p=.23529
1 90.698 78
7 1
2 99.163 1
237 1
3 95.000 5
95 Total 96.471 79
249 97
G_1:1 G_2:2
G_3:3 Hirarki
p=.05647 p=.44235
p=.50118 I
75.000 18
6 II
64.894 10
122 56
III 85.446
31 182
Total 75.765 28
159 238
Sumber : Hasil Analisa
Hasil di atas memperlihatkan bahwa ketepatan pengelompokan yang dilakukan pada analisis klaster mencapai 96.47. Ketidaktepatan yang paling
banyak terjadi justru pada klaster 1. Hal ini mungkin disebabkan karena secara fisik, ada daerah-daerah yang mirip dengan klaster 1 akan tetapi secara fasilitas
belum mencerminkan sebagai klaster 1. Demikian juga untuk klaster 3, ada delapan desa yang sebenarnya bisa masuk ke dalam klaster 2, akan tetapi mungkin
secara fisik lebih mirip dengan klaster 3.
Untuk pengelompokkan berdasarkan hasil analisis skalogram, ketepatan pengelompokkan adalah 75.76 dimana ketidaktepatan paling banyak terjadi
pada hirarki II. Dalam hal ini, ada dua kemungkinan yang terjadi, yaitu turun ke hirarki III atau malah naik ke hirarki I. Jika turun ke hirarki III, hal ini mungkin
disebabkan karena adanya pengaruh dari faktor fisik yang lebih mirip dengan hirarki III. Jika sebaliknya, secara kuantitas, ketersediaan sarana dan fasilitas
pelayanan lebih mirip dengan hirarki I. Dari Tabel 11 di atas juga terlihat bahwa antara metode analisis klaster
dengan analisis skalogram terdapat perbedaan yang mencolok dalam melakukan penglompokkan desa-desa di Kabupaten Bogor. Analisis klaster menghasilkan
anggota kelompok yang lebih banyak di klaster dua sedang, tetapi analisis skalogram lebih banyak menghasilkan anggota di hirarki III rendah. Hal ini
dapat dimaklumi karena pada analisa klaster, yang menjadi dasar dalam melakukan pengelompokkan adalah perbedaan nilai tengah dari masing-masing
variabel pada setiap desa sedangkan pada analisis skalogram, pengelompokkan dilakukan dengan membagi nilai indeks perkembangan desa berdasarkan nilai
median dan standar deviasinya. Untuk jumlah grupkelompok yang lebih dari tiga, analisis fungsi
diskriminan juga dapat menduga fungsi diskriminan untuk membedakan antara grupkelompok petama dengan kombinasi grupkelompok kedua dan ketiga. Hal
ini dilakukan dengan analisis kanonikal yang akan menghasilkan fungsi diskriminan yang jumlahnya sama dengan jumlah grupkelompok dikurangi satu..
Untuk pembagian kelompok berdasarkan hasil clustering, hasil selengkapnya dari analisis ini dapat dilihat pada Lampiran 12, sedangkan untuk pembagian
kelompok berdasarkan hasil skalogram, hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 13.
Tabel 15 Koefisien Hasil Standardisasi untuk Pembeda Antar GrupKelompok
Klaster Akar 1
Akar 2 lrg8
-0.675 0.449
Htn -0.506
0.353 GSMA
0.350 0.446
Kom 0.144 0.218
lrg25 -0.367
0.164 jrk1 0.110
0.260 GSMP 0.104
0.283 KP -0.141
-0.207 hl -0.197
0.210 GSD
0.327 0.115
SMA 0.175 0.162
jjkt -0.161 -0.154
Denjl 0.052 0.239
Skes 0.003 0.192
jrk2 0.043 0.283
Lkeu 0.165 0.148
PADK -0.159 -0.031
Kpdtn 0.086 0.325
Jbgr -0.025 0.170
Tkes 0.039 0.119
Sgi -0.132 -0.087
R2 -0.101 -0.100
SSMA -0.171 -0.043
SSD -0.132 0.008
jrk3 -0.027 -0.123
SD -0.037 0.111
Angker -0.033 0.089
Eigenvalue 4.985 1.877 Cum.Prop 0.727 1.000
Keterangan : dicetak tebal adalah variabel yang menjadi pembeda nyata
Tabel 16 Tes Chi-Square untuk masing-masing akar
Eigen- Canonical
Wilks value
R Lambda
Chi-Sqr. df p-level 0 4.985
0.913 0.058
1164.004 54
1 1.877 0.808
0.348 432.176
26
Berdasarkan fungsi diskriminan seperti yang terlihat pada Tabel 15 di atas, variabel yang membedakan pengelompokkan berdasarkan klaster adalah rasio luas
wilayah dengan lereng 8 – 25, kawasan hutan, rasio guru SMA terhadap murid, rasio luas wilayah dengan lereng 25 dan rasio guru SD terhadap murid.
Fungsi diskriminan ini ditandai oleh koefisien yang negatif untuk variabel rasio luas wilayah dengan lereng 8 – 25, kawasan hutan, dan rasio luas wilayah
dengan lereng 25 sedangkan untuk variabel rasio guru SMA terhadap murid dan rasio guru SD terhadap murid bertanda positif. Hal ini berarti bahwa semakin
luas wilayah dengan lereng 8 – 25, semakin luas kawasan hutan dan semakin luas wilayah dengan lereng 25 serta semakin rendah rasio guru SMA terhadap
murid dan rasio guru SD terhadap murid maka akan semakin tidak mirip desa- desa yang ada dengan desa-desa pada klaster satu.
Tabel 17 Koefisien Hasil Standardisasi untuk Pembeda Antar GrupKelompok
Hirarki Root 1
Root 2 Kom
0.344 0.215
jrk1 0.311
0.311 SMP
0.232
-0.380 Jjkt
-0.398 0.001
KP -0.232
0.239 Lkeu
0.235 -0.081
PADK -0.170 -0.300
SMA 0.133 -0.410
Jbgr 0.021 0.489
R4 0.093 0.303
jrk3 -0.024 -0.417
jrk2 0.110 0.328
SSMA 0.147 0.267
Kpdtn 0.256
0.262 lrg8 0.196
0.191 Angker 0.104
-0.103 GSD 0.116
-0.018 Sarbelj 0.109
-0.020 Eigenval 1.295
0.207 Cum.Prop 0.862 1.000
Keterangan : dicetak tebal adalah variabel yang menjadi pembeda nyata
Tabel 18 Tes Chi-Square untuk masing-masing akar
Eigen- Canonicl
Wilks value
R Lambda
Chi-Sqr. df p-level
0 1.295 0.751 0.361
421.487 36
1 0.207 0.414 0.828
77.936 17
Berdasarkan fungsi diskriminan seperti yang terlihat pada Tabel 17 di atas, variabel yang membedakan pengelompokkan berdasarkan hirarki adalah sarana
komunikasi, jarak terhadap ibukota kecamatan, jumlah SMP, jarak ke Jakarta, persen keluarga pertanian, jumlah lembaga keuangan dan kepadatan penduduk.
Fungsi diskriminan ini ditandai dengan nilai koefisien yang negatif untuk variabel jarak ke Jakarta dan persen keluarga pertanian dan nilai koefisien yang
positif untuk variabel sarana komunikasi, jarak terhadap ibukota kecamatan, jumlah SMP, jumlah lembaga keuangan, dan kepadatan penduduk Hal ini berarti
bahwa semakin jauh jaraknya ke Jakarta dan semakin tinggi persen keluarga pertanian serta semakin sedikit sarana komunikasi, semakin jauh jaraknya
terhadap ibukota kecamatan, semakin sedikit jumlah SMP, lembaga keuangan dan semakin rendah kedatan penduduknya akan semakin sedikit kemiripannya desa-
desa yang ada dengan desa-desa pada hirarki I. Jika dilakukan overlay antara hasil skalogram dengan hasil clustering
seperti yang terlihat pada Gambar 11 maka akan didapatkan bahwa seluruh desa yang berada pada hirarki I juga berada pada klaster 1. Hal ini berarti bahwa desa-
desa berhirarki I memang merupakan desa-desa yang paling maju dengan karakteristik fisik yang juga mendukung perkembangan wilayahnya, seperti
terletak pada daerah dengan tingkat kelerengan yang rendah sampai sedang 0 – 25 dan pada kawaasan bukan hutan atau relatif jauh dari kawasan hutan.
Sedangkan overlay antara desa-desa berhiraki III dengan klaster 3 diperoleh 70 desa yang benar-benar merupakan desa yang tertinggal 34 desa di barat, 15 desa
di tengah dan 21 desa di timur. Desa-desa ini selain yang paling minim sarana dan fasilitas pelayanan sosialnya juga mempunyai karakter fisik yang kurang
mendukung untuk perkembangan wilayah, seperti rasio daerah dengan tingkat kelerengan tinggi yang lebih besar atau juga berada di kawasan hutan atau di
sekitar kawasan hutan. Adapun nama-nama desa tersebut selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10.
Hasil Analisis Korelasi Kanonikal
Korelasi kanonik digunakan untuk mengukur hubungan antara satu set variabel tujuanrespon yang dapat menduga perbedaan antara desa-desa yang lebih
berkembang dengan set variabel yang menjadi variabel penjelasnya. Dalam analisis ini, yang menjadi set variabel tujuan adalah pendapatan asli daerah per
kapita, sarana komunikasi, densitas jalan, rumahtangga yang berlangganan listrik PLN, rasio rumah permanen, rumahtangga yang memiliki televisi, rasio keluarga
sejahtera dan indeks perkembangan desa. Sedangkan variabel penjelasnya berjumlah 31 variabel.
660000
660000 680000
680000 700000
700000 720000
720000 740000
740000 92
400 00
92 400
00 92
600 00
92 600
00 92
800 00
92 800
00 93
000 00
93 000
00 9
320 000
9 32
000
7 7
14 Km Peta Overlay Desa Berhirarki III
dengan Desa pada Klaster 3
N E
W S
Sumber : - Peta Topografi skala 1 : 25.000
- Pemda Kabupaten Bogor
Program Studi Perencanaan Wilayah Sekolah Pasca Sarjana IPB
2006
Batas W ilaah Pemerintahan
Desa-desa di Wilayah Barat Desa-desa di Wilayah Tengah
Desa-desa di Wilayah Timur Keterangan :
Gambar 11 Hasil overlay desa-desa berhirarki III dengan desa-desa pada klaster 3
Berdasarkan hasil analisa korelasi kanonik, terlihat bahwa antara set variabel tujuan dengan set variabel penjelas mempunyai koefisien korelasi yang
cukup tinggi nilai R = 0.85323 dan sangat signifikan p-level = 0.00001. Sedangkan dari fungsi kanonik yang terbentuk selengkapnya pada Tabel 16,
terlihat bahwa tingkat perkembangan desa yang lebih tinggi dipengaruhi oleh setidaknya tujuh variabel, yaitu persen keluarga pertanian, tingkat kepadatan
penduduk, sarana lembaga keuangan, jarak terhadap ibukota kabupaten yang membawahi, rasio guru SD terhadap murid, rasio guru SMA terhadap murid, dan
jarak terhadap ibukota kecamatan. Tabel 19 Pembobot kanonik pada masing-masing fungsi kanonik FC
FC I FC II
FC III R = 0.853
R = 0.603 R = 0.528
p = 0.000 p = 0.000
p = 0.000
Set Variabel Tujuan
PADK 0.137 0.045
-0.115 Kom
0.841 0.324 -0.395
Denjl 0.229 -0.004
0.282 rpln 0.470
0.339 0.297
ruper 0.429 0.478
0.346 rtv 0.566
0.333 0.617
kesej 0.400 -0.263
0.029 Indeks
0.888 -0.392 0.048
Set Variabel Penjelas
KP -0.808
-0.078 0.043 Kpdtn
0.659 0.069 0.348
Angker 0.041 -0.007
0.079 Sarbelj 0.341
0.060 0.046
Lkeu 0.513
-0.065 -0.242 Tkes 0.025
0.178 -0.191
Skes 0.277 0.112
-0.259 SD -0.300
-0.278 -0.321
SMP 0.368 -0.184
-0.070 SMA 0.379
-0.212 0.015
SSD 0.235 -0.009
-0.427 SSMP 0.343
-0.136 -0.195
SSMA 0.353 -0.268
-0.165 GSD
0.414 0.011 -0.263
GSMP 0.388 -0.156
-0.143 GSMA
0.405 -0.290 -0.111
Mas -0.095 0.370
0.265 R2 0.346
-0.176 0.290
R4 0.344 -0.063
0.100 jrk1
0.403 -0.370 -0.096
jrk2 0.452
0.079 0.066
Tabel 19 Lanjutan
FC I FC II
FC III R = 0.853
R = 0.603 R = 0.528
p = 0.000 p = 0.000
p = 0.000 Set Variabel Penjelas
jrk3 0.179 -0.081
0.150 Jjkt -0.338
0.428 -0.108
Jbgr -0.372 -0.464
-0.514 Hl -0.119
-0.058 -0.118
Htn -0.310 -0.057
-0.107 Bhtn 0.355
0.120 0.069
lrg25 -0.132 -0.060
-0.126 lrg8 -0.348
-0.115 -0.195
lrg0 0.336 0.117
0.208 Sgi 0.048
0.399 -0.019
Ketarangan : Dicetak tebal adalah yang paling berpengaruh
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam menentukan tipologi wilayah desa-desa di Kabupaten Bogor, diperoleh karakteristik tipologi tiap
wilayah seperti yang tercantum dalam Tabel 20 di bawah ini. Tabel 20 Karakteristik Tipologi Wilayah Desa-desa di Kabupaten Bogor
Tipologi Wilayah
Karakteristik Kesimpulan Tipologi
Wilayah I
∗ Jika dilihat dari sumberdaya alam dan fisik lahannya, wilayah ini termasuk datar, dengan aktivitas budidaya
padi yang cenderung rendah, sedangkan aktivitas budidaya tanaman semusim dan perkebunan cenderung
sedang. Rasio luas hutan paling rendah. Perubahan penggunaan telah banyak terjadi untuk mendukung
perluasan pemukiman. Aktivitas ekonominya telah mulai bergeser ke sektor non pertanian.
∗ Jika dilihat dari sumberdaya buatan, rasio infrastruktur dasar penunjang pendidikan SD, SMP dan SMA,
sarana dan tenaga kesehatan, perekonomian perbankan dan sarana belanja dan prasarana transportasi densitas
jalan yang paling tinggi. Ketersediaan sarana transportasi juga yang paling tinggi dibandingkan desa-
desa di klaster lain.
∗ Jika dilihat dari sumberdaya manusia, tingkat pendidikan paling tinggi yang ditandai dengan rasio siswa per 1000
penduduk yang paling tinggi. Kepadatan penduduk per km
2
juga paling tinggi. Rasio keluarga yang berusaha di bidang pertanian paling rendah yang berarti telah banyak
keluarga yang mengandalkan hidupnya di luar bidang pertanian, seperti di bidang industri dan jasa.
Wilayah terbangun dengan kepadatan penduduk yang
tinggi dan infrstruktur serta sumberdaya manusia yang
baik. Telah banyak terjadi perubahan penggunaan
lahan dan mata pencaharian penduduk cenderung beralih
ke sektor industri dan jasa.
Tipologi Wilayah
II ∗ Jika dilihat dari sumberdaya alam dan fisik lahannya,
wilayah ini termasuk yang agak bergelombang, dengan aktivitas budidaya padi yang lebih tinggi, sedangkan
aktivitas budidaya tanaman semusim dan perkebunan cenderung tinggi. Rasio luas hutan sedang.
Wilayah pertanian tanaman pangan dengan tingkat
kepadatan sedang dan sumberdaya manusia
sedang.
Tabel 20 Lanjutan
Tipologi Wilayah
Karakteristik Kesimpulan Tipologi
Wilayah II
∗ Jika dilihat dari sumberdaya buatan, rasio infrastruktur dasar penunjang pendidikan SD, SMP, SMA, raso
sarana perekonomian, dan rasio sarana komunikasi cenderung sedang. Tetapi untuk rasio sarana dan tenaga
kesehatan dan pendapatan asli desa per kapita adalah yang paling rendah. Rasio sarana dan prasarana
transportasi juga sedang.
∗ Jika dilihat dari sumberdaya manusia, rasio siswa SD adalah yang paling rendah tetapi untuk rasio siswa SMP
dan SMA adalah sedang. Kepadatan penduduk dan persen keluarga pertanian cenderung sedang
Tipologi Wilayah
III ∗ Jika dilihat dari sumberdaya alam dan fisk lahan,
wilayah ini termasuk wilayah yang paling bergelombang yang ditandai dengan tingginya rasio luas lahan dengan
tingkat kelerengan tinggi. Aktivitas ekonominya mengandalkan pada pertanian tanaman padi tadah hujan
dan perkebunan atau kehutanan. Wilayah ini lebih berfungsi sebagai wilayah konservasi bagi wilayah-
wilayah lain di sekitarnya.
∗ Jika dilihat dari sumberdaya buatan, rasio infrastruktur dasar penunjang pendidikan SD, SMP, SMA, rasio
sarana dan prasarana transportasi, rasio sarana komunikasi, dan rasio sarana perekonomian paling
rendah.
∗ Jika dilihat dari sumberdaya manusia, tingkat kepadatan penduduk adalah paling rendah. Persen keluarga
pertanian paling tinggi, rasio siswa per 1000 penduduk cenderung paling rendah.
Wilayah dengan fungsi utama konservasi tanah dan
air dengan kepadatan penduduk paling rendah.
Kapsitas infrastruktur yang rendah dengan mata
pencaharian utama perkebunan.
Arahan Pengembangan Desa-desa di Kabupaten Bogor
Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten yang berbatasan langsung dengan wilayah metropolitan Jakarta. Sebagai wilayah yang berbatasan
langsung, tentunya ada pengaruh dari wilayah metropolitan ini terhadap perkembangan pembangunan desa-desa di Kabupaten Bogor. Areal yang cukup
luas menyebabkan adanya variasi baik dalam hal fisik lahan maupun sosial ekonomi yang cukup besar antara desa-desa di Kabupaten Bogor.
Dalam merencanakan pembangunan suatu wilayah, terlebih dahulu harus disusun kebijakan dasar pembangunan yang bertujuan untuk memberi gambaran
tentang pola perkembangan yang akan ditempuh. Untuk itu maka perlu mengetahui potensi daerah, kondisi sosial ekonomi, infrastruktur, permasalahan
dan berbagai faktor lain yang mempengaruhi.
Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan, untuk desa-desa tertinggal yang ada di Kabupaten Bogor hasil ovelay seperti pada Gambar 11, secara umum
merupakan kawasan konservasi yang terbentang mulai dari barat hingga ke timur di selatan Kabupaten Bogor . Hal ini menjadikan wilayah tersebut menjadi sangat
terbatas untuk dikembangkan. Akan tetapi jika memang akan dikembangkan sebaiknya dilakukan dengan budidaya tanaman kehutananperkayuan atau
tanaman buah-buahan pada zona-zona pemanfaatan yang telah ditentukan. Ini dilakukan sebagai upaya untuk tidak merubah secara drastis fungsi kawasan
terebut dan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya bencana yang mungkin timbul akibat adanya perubahan fungsi kawasan. Salah satunya adalah Desa
Bojong Murni di Kecamatan Ciawi yang mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi 6
. 400 jiwakm
2
dengan persen luas wilayah yang bekelerengan lebih dari 25 seluas 42,3, dapat menjadi potensi bencana jika tidak dilakukan penataan
ruang yang mengakomodasikan kondisi yang seperti itu. Pada daerah-daerah yang seperti ini, pengembangan wilayah harus dilakukan dengan hati-hati. Untuk
wilayah barat dan timur, banyak lahan yang dapat dikembangkan dengan merubah penggunaan lahan dari belukar menjadi penggunaan lain seperti areal pertanian
tanaman pangan atau perkebunan yang ditanami dengan tanaman yang bernilai ekonomis tinggi. Kondisi fisiknya yang sebagian besar bergelombang,
menjadikan wilayah ini kurang cocok untuk pengembangan areal pertanian lahan basah sawah walaupun mempunyai potensi sumber air sungai yang memadai.
Selain dari sumberdaya alamnya, untuk mendukung upaya pengembangan wilayahdesa juga perlu peningkatan kualitas sumberdaya manusia, antara lain
dengan meningkatkan jumlah sarana dan prasarana pendidikan, baik berupa bangunan sekolah maupun tenaga pengajarnya, serta sarana dan prasarana
kesehatan. Partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan juga perlu ditingkatkan agar rasio jumlah siswa yang bersekolah juga semakin meningkat.
Demikian juga dengan infrastruktur, khususnya rasio jaringan jalan yang masih rendah perlu ditingkatkan untuk mempertinggi interaksi antara desa-desa yang
tertinggal dengan desa-desa yang lebih maju. Hal ini bertujuan agar ada aliran keuntungan dari desa-desa yang berhirarki lebih tingi ke desa sekitarnya yang
berhirarki lebih rendah.
Hasil analisa skalogram menunjukkan bahwa desa-desa dengan hirarki tinggi hirarki I umumnya memiliki kapasitas pelayanan yang lebih baik yang
ditandai oleh ketersediaan fasilitas pelayanan umum yang lebih tinggi dan mempunyai tingkat perkembangan yang lebih maju. Untuk itu maka desa-desa
yang berhirarki tinggi ini dapat dijadikan sebagai pusatinti kawasan dengan desa- desa yang berhirarki lebih rendah menjadi hinterlandnya. Selain itu, dengan
ketersediaan fasilitas pelayanan yang baik ditambah dengan sumberdaya menusia yang baik, wilayah desa-desa berhirarki I ini dapat dikembangkan menjadi
wilayah industri dan jasa, khususnya industri dan jasa yang berkaitan sektor pertanian agar tidak terlepas dari wilayah hinterlandnya.
Simpulan dan Saran
Simpulan
Secara umum, Kabupaten Bogor bagian barat relatif masih belum berkembang yang dicirikan dengan hanya satu kecamatan yang mempunyai desa
pada hiraki I dari 24 desa yang berhirarki I di Kabupaten Bogor, berdasarkan analisa skalogram. Secara keseluruhan, jumlah desa berhirarki III adalah 213
desa, desa berhirarki II 188 desa dan desa berhirarki I 24 desa, dengan kisaran nilai Indeks Pembangunan Desa IPD antara 2.30 – 177.78. Hal ini juga
diperkuat dengan hasil klastering yang dilakukan terhadap variabel-variabel ekonomi dan fisik yang memperlihatkan bahwa pada umumnya Kabupaten Bogor
bagian barat mempunyai tingkat perkembangan yang masih rendah dibanding wilayah timur dan tengah.
Dilihat dari keterkaitan antar variabel maka variabel keluarga pertanian paling banyak berkorelasi dengan variabel lainnya, diikuti oleh variabel kepadatan
penduduk, baik secara searah koefisien positif maupun berlawanan arah koefisien negatif. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum di Kabupaten
Bogor, sektor pertanian masih dominan dalam kehidupan masyarakatnya. Faktor yang paling mempengaruhi tingkat perkembangan desa yang ditandai oleh nilai
IPD berdasarkan hasil PCA dan analisis regresi berganda adalah pendidikan tingkat menengah, diikuti oleh kependudukan, pendidikan tingkat dasar dan yang
paling kecil pengaruhnya adalah tenaga kesehatan, berdasarkan koefisisen regresi yang dimilikinya.
Hasil analisa klaster diperoleh tiga tipologi dengan jumlah desa untuk klaster 1, 2, dan 3 masing-masing adalah 86, 239 dan 100 desa. Variabel yang
paling membedakan antar klaster 1 dengan klaster lainnya adalah persen keluarga pertanian, sarana perekonomian sarana belanja dan lembaga keuangan, sarana
pendidikan, densitas jalan dan jarak terhadap pusat ibukota kecamatan dan ibukota kabupaten. Berdasarkan analisis fungsi diskriminan, variabel yang
membedakan pengelompokkan berdasarkan klaster adalah rasio daerah dengan lereng 8 – 25, kawasan hutan, rasio guru SMA terhadap murid,rasio daerah
dengan lereng 25 dan rasio guru SD terhadap murid. Sedangkan untuk pengelompokkan berdasarkan hirarki, variabel yang paling membedakan
pengelompokkan adalah sarana komunikasi, jarak terhadap ibukota kecamatan, jumlah SMP, jarak ke Jakarta, persen keluarga pertanian, jumlah lembaga
keuangan dan kepadatan penduduk. Analisis korelasi kanonik menghasilkan variabel yang paling berpengaruh
dalam perkembangan desa. Tingkat perkembangan desa yang lebih tinggi dipengaruhi oleh setidaknya tujuh variabel, yaitu persen keluarga pertanian,
tingkat kepadatan penduduk, sarana lembaga keuangan, jarak terhadap ibukota kabupaten yang membawahi, rasio guru SD terhadap murid, rasio guru SMA
terhadap murid, dan jarak terhadap ibukota kecamatan.
Saran
Untuk memperkecil disparitas pembangunan yang ada, perlu upaya-upaya pembangunan berbagai sarana dan prasarana, terutama dalam hal aksesibilitas di
wilayah barat serta peningkatan mutu pendidikan baik berupa sarana ruang belajar, ketersediaan guru maupun kesempatan mengikuti pendidikan bagi
penduduk usia sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, A. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Tinjauan Kritis.P4Wpress. Bogor.
[BAPPENAS]. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2005. Penentuan Wilayah Tertinggal. Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan
Tertinggal, BAPPENAS. www.kawasan.or.id. [17 Mei 2005]. Barus, B dan Wiradisastra, US. 2000. Sistem Informasi Geografis Sarana
Manajemen Sumberdaya. Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
[BKTRN]. Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional 2001. Panduan Penataan Ruang dan Pengembangan Kawasan. Badan Koordinasi Tata Ruang
Nasional. Jakarta. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Babakan Madang
Dalam Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Bojonggede Dalam Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS
Kabupaten Bogor; 2004. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Caringin Dalam
Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Cariu Dalam Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS
Kabupaten Bogor; 2004. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Ciampea Dalam
Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Ciawi Dalam Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS
Kabupaten Bogor; 2004. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Cibinong Dalam
Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Cibungbulang Dalam Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS
Kabupaten Bogor; 2004. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Cigudeg Dalam
Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Cijeruk Dalam Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS
Kabupaten Bogor; 2004. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Cileungsi Dalam
Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Ciomas Dalam Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS
Kabupaten Bogor; 2004. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Cisarua Dalam
Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Ciseeng Dalam Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS
Kabupaten Bogor; 2004. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Citeureup Dalam
Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Dramaga Dalam Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS
Kabupaten Bogor; 2004. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Gunung Putri Dalam
Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Gunung Sindur Dalam Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor
dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Jasinga Dalam
Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Kemang Dalam Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS
Kabupaten Bogor; 2004. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Klapanunggal Dalam
Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Leuwiliang Dalam Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS
Kabupaten Bogor; 2004. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Megamendung
Dalam Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Nanggung Dalam Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS
Kabupaten Bogor; 2004. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Pamijahan Dalam
Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Parung Dalam Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS
Kabupaten Bogor; 2004. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Parungpanjang
Dalam Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Ranca Bungur Dalam Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor
dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Rumpin Dalam
Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Sukajaya Dalam Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS
Kabupaten Bogor; 2004. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Sukamakmur Dalam
Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Sukaraja Dalam Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS
Kabupaten Bogor; 2004. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Taman Sari Dalam
Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Tenjo Dalam Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS
Kabupaten Bogor; 2004. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor Dalam Angka
2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.
Budiharsono, S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. PT Pradnya Paramita. Jakarta.
Dugo, TH. 2003. Analisis Keterkaitan Struktur Potensi, Permasalahan Pembangunan dan Upaya Pengembangan Wilayah Kabupaten Bogor
Bagian Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Dulbahri. 2003. Sistem Informasi Geografis. Pelatihan Sistem Informasi Geografis Tingkat Operator, Staf UPT Direktur Jenderal RLPS.
Hoover, EM. and Giarratani, F. 1985. An Introduction to Regional Economics. www.rri.wvu.eduWebBookGiarratanichapterone.htm. [16 Okt 2005]
Johnson, RA. Witchern DW. 1998. Applied Multivariate Statistical Analysis. 4
th
edition. Prentice Hall . New Jersey. Mubyarto. 2000. Pengembangan Wilayah, Pembangunan Perdesan, dan
Otonomi Daerah dalam Suhandojo, Sri Hardoyo Mukti, Tukiyat. 2000. Pengembangan Wilayah Perdesaan dan Kawasan Tertentu: Sebuah
Kajian Eksploratif. Direktorat Kebijaksanaan Teknologi Untuk Pengembangan Wilayah, BPPT.
Nachrowi, D. dan Suhandojo. 2001. Analisis Sumberdaya Manusia, Otonomi Daerah dan Pengembangan Wilayah dalam Alkadri, Muchdie dan
Suhandojo. 2001. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah. Direktorat Kebijaksanaan Teknologi untuk Pengembangan Wilayah. BPPT. Jakarta.
Nugroho, I. dan Dahuri, R. 2004. Pembangunan Wilayah Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Pustaka LP3ES. Jakarta.
Rencher, AC. 1996. Methods of Multivariate Analysis. A Wiley-Interscience Publication John Wiley Sons, INC. New York
Rustiadi, E., Saefulhakim, S., dan Panuju, DR. 2004. Diktat Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Santoso, J. 2004. Konsep Pengembangan Dan Penataan Ruang Wilayah Kota Bercirikan Lokal. www.bktrn.org. [22 Feb 2005]
Saefulhakim, S. 2004. Permodelan. Modul Analisis Kuantitatif Sosial Ekonomi Wilayah. Bogor. PS Perencanaan Wilayah IPB.
Srivastava, MS. 2002. Methods of Multivariate Statistics. John Wiley Sons, Inc. New York.
Statsoft. 2005. Canonical Correlation. www.statsoft.com. [16 Okt 2005]. Tarigan, R. 2004. Perencanaan Pembangunan Wilayah. PT Bumi Aksara.
Jakarta. Todaro, MP. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Alih Bahasa Drs.
Hari Munandar, MS. Penerbit Erlangga. Jakarta. Triutomo, S. 2001. Pengembangan Wilayah Melalui Pembentukan Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu dalam Alkadri, Muchdie dan Suhandojo. 2001. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah. Direktorat
Kebijaksanaan Teknologi untuk Pengembangan Wilayah. BPPT. Jakarta.
Zen, MT. 2001. Falsafah Dasar Pengembangan Wilayah : Memberdayakan Manusia dalam Alkadri, Muchdie dan Suhandojo. 2001. Tiga Pilar
Pengembangan Wilayah. Direktorat Kebijaksanaan Teknologi untuk Pengembangan Wilayah. BPPT. Jakarta.
Zulfah, A. 2004. Optimasi Struktur Keterkaitan Antara Pola Spasial Agroindustri Dengan Penggunaan Lahan Studi Kasus Kabupaten Bogor
dan Kota Depok [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 1 Kelas densitas jalan Perhitungan kelas densitas jalan dilakukan dengan menghitung median dan
standar deviasi dari setiap desa. Dari hasil perhitungan, diperoleh median 22.54 yang menjadi batas bawah tingkat densitas jalan. Standar deviasi diperoleh nilai
48.99. Pengkelasan densitas jalan dilakukan dengan rumus : sedang = median + standar deviasi x 0.5
tinggi = median + standar deviasi Hasil selengkapnya disajikan pada tabel berikut :
No Tingkat Densitas Jalan Panjang Jalan
per hektar m 1 Rendah
22.54 2
Sedang 22.54 – 47.04
3 Tinggi
47.05 – 71.53 4
Sangat Tinggi 71.53
Lampiran 2 Kelas kepadatan penduduk Perhitungan kepadatan penduduk dilakukan dengan cara menghitung median dan
standar deviasi dari setiap desa dengan satuan jiwahektar. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai median adalah 15 dan standar deviasi adalah 30.
Pengkelasan kepadatan penduduk untuk kelas sedang dan tinggi dilakukan dengan rumus :
sedang = median + standar deviasi tinggi = median + standar deviasi x 2
Satuan hasil perhitungan kemudian dikonversikan ke dalam jumlah jiwa per km
2
dan selengkapnya disajikan pada tabel berikut :
No Tingkat Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk per km
2
jiwa 1 Rendah
1500 2
Sedang 1500 – 4500
3 Tinggi
4501 – 6000 4
Sangat Tinggi 6000
Lampiran 3 Variabel-variabel yang digunakan dalam analisa skalogram
Nomor Variabel 1 Jumlah SupermarketPasar SwalayanToserba
2 Jumlah RestoranRumah MakanKedai Makanan Minuman 3 Jumlah
TokoWarungKios 4 Jumlah unit Bank Umum
5 Jumlah unit Bank Perkreditan Rakyat 6 Jumlah Koperasi Unit Desa KUD
7 Jumlah Koperasi Non-KUD 8 Jumlah
HotelPenginapan 9 Jumlah Wartelkiosponwarpostelwarparpostel
10 Jumlah Warung internet 11 Jumlah Unit Rumah Sakit Pemerintah
12 Jumlah Unit Puskesmas 13 Jumlah Unit Puskesmas Pembantu
14 Jumlah Unit Posyandu 15 Jumlah Praktek Dokter
16 Jumlah Unit Poliknik 17 Jumlah Unit Apotik dan Toko Obat
18 Jumlah guru SD 19 Jumlah
guru SMP
20 Jumlah guru SMA 21 Jumlah
SDMadrasah 22 Jumlah
SMPMadrasah 23 Jumlah
SMAMadrasah 24 Banyaknya
Perpustakaan 25 Rumah Tangga yang Memiliki TV
26 Rumah Tangga yang Berlangganan telepon 27 Jumlah Keluarga yang Menggunakan Listrik PLN KK
28 Jumlah Angkatan kerja 15-55 thn 29 Jumlah keluarga pertanian
30 Jumlah keluarga pra sejahtera 31 Jumlah rumah permanen
32 Roda
2 33 Roda
4 34 Roda
6 35 Panjang jalan aspal
36 Jarak dari Kantor DesaKelurahan ke Kantor Kecamatan yang Membawahi
km 37
Jarak dari Kantor DesaKelurahan ke Kantor KabupatenKota yang Membawahi km
38 Jarak dari Kantor DesaKelurahan ke Ibukota KabupatenKota Lain yang
Terdekat km 39 Jika Tidak Ada, Jarak ke SLTP Terdekat km
40 Jika Tidak Ada, Jarak ke SMU Terdekat km
Lampiran 4 Variabel-variabel yang digunakan dalam analisa klaster
No Kode Variabel
1 KP
Persen keluarga pertanian 2 Kpdtn Kepadatan
penduduk 3 Angker
Rasio angkatan kerja penduduk usia 15 - 55 tahun
4 PADK
Pendapatan asli desa per kapita 5
Sarbelj Jumlah sarana perbelanjaan
6 Lkeu
Jumlah sarana perbelanjaan 7
Kom Jumlah sarana komunikasi
8 Tkes
Jumlah tenaga kesehatan 9
Skes Jumlah sarana kesehatan
10 SD Jumlah
SD 11 SMP Jumlah
SMP 12 SMA Jumlah
SMA 13
SSD Rasio siswa SD terhadap penduduk
14 SSMP
Rasio siswa SMP terhadap penduduk 15
SSMA Rasio siswa SMA terhadap penduduk
16 GSD
Rasio Guru SD terhadap murid 17
GSMP Rasio Guru SMP terhadap murid
18 GSMA
Rasio Guru SMA terhadap murid 19 Mas Jumlah
masjid 20
R2 Jumlah kendaraan roda 2
21 R4
Jumlah kendaraan roda 4 22
jrk1 Jarak terhadap ibukota kecamatan
23 jrk2
Jarak terhadap ibukota kabupaten 24 jrk3
Jarak terhadap ibukota kabupaten lain yang terdekat
25 indeks
indeks perkembangan desa 26 Denjl Densitas
jalan 27
jjkt Jarak lurus ke Jakarta
28 jbgr
Jarak lurus ke Bogor 29
hl Persen kawasan hutan lindung
30 htn
Persen kawasan hutan lainnya 31
bhtn Persen kawasan bukan hutan
32 lrg25
Persen luas areal dengan lereng 25 33
lrg8 Persen luas areal dengan lereng 8 - 25
34 lrg0
Persen luas areal dengan lereng 0 - 8 35 sgi
Densitas sungai
Lampiran 5 Variabel-variabel yang digunakan dalam analisa PCAFA
No Kode Variabel
1 KP
Persen keluarga pertanian 2
Kpdtn Kepadatan penduduk
3 Angker
Rasio angkatan kerja penduduk usia 15 - 55 tahun
4 PADK
Pendapatan asli desa per kapita 5
Kom Jumlah sarana komunikasi
6 Tkes
Jumlah tenaga kesehatan 7
SD Jumlah SD
8 SMP
Jumlah SMP 9
SMA Jumlah SMA
10 SSD
Rasio siswa SD terhadap penduduk 11
SSMP Rasio siswa SMP terhadap penduduk
12 SSMA
Rasio siswa SMA terhadap penduduk 13
GSD Rasio Guru SD terhadap murid
14 GSMP
Rasio Guru SMP terhadap murid 15
GSMA Rasio Guru SMA terhadap murid
16 R2
Jumlah kendaraan roda 2 17
R4 Jumlah kendaraan roda 4
18 jrk2
Jarak terhadap ibukota kabupaten 19
jrk3 Jarak terhadap ibukota kabupaten lain yang
terdekat 20
Denjl Densitas jalan
21 jjkt
Jarak lurus ke Jakarta 22
jbgr Jarak lurus ke Bogor
23 hl
Persen kawasan hutan lindung 24
htn Persen kawasan hutan lainnya
25 lrg25
Persen luas areal dengan lereng 25 26
lrg8 Persen luas areal dengan lereng 8 - 25
27 lrg0
Persen luas areal dengan lereng 0 - 8
Lampiran 6 Hasil Skalogran
No Desa Kecamatan
IPD Hirarki
1 PABUARAN Cibinong
177.78 Hirarki
I 2 CIRIUNG
Cibinong 111.63
Hirarki I
3 CIPAYUNG DATAR
Megamendung 95.66 Hirarki
I 4 BOJONGGEDE
Bojonggede 95.52
Hirarki I
5 CILEUNGSI KIDUL
Cileungsi 94.18
Hirarki I 6 PUSPANEGARA
Citeureup 85.25
Hirarki I
7 CIRIMEKAR Cibinong
84.36 Hirarki
I 8
KARANG ASEM BARAT Citeureup
82.90 Hirarki I
9 BOJONG KULUR
Gunung Putri 79.88
Hirarki I 10
TLAJUNG UDIK Gunung Putri
79.27 Hirarki I
11 PAKANSARI Cibinong
77.85 Hirarki
I 12 JONGGOL
Jonggol 77.83
Hirarki I
13 CILEUNGSI Cileungsi
77.40 Hirarki
I 14 BABAKAN
Dramaga 74.64
Hirarki I
15 PABUARAN Bojonggede
74.02 Hirarki
I 16 LEUWILIANG
Leuwiliang 73.65
Hirarki I
17 CITEUREUP Citeureup
72.11 Hirarki
I 18 CIMANDALA
Sukaraja 71.93
Hirarki I
19 PARUNG Parung
69.23 Hirarki
I 20
WANAHERANG Gunung Putri
66.27 Hirarki I
21 CARIU Cariu
65.05 Hirarki
I 22 HARAPAN
JAYA Cibinong
64.87 Hirarki
I 23 SUKAHATI
Cibinong 64.58
Hirarki I
24 CIBINONG Cibinong
64.40 Hirarki
I 25 RAGAJAYA
Bojonggede 60.24
Hirarki II
26 CISARUA Cisarua
59.58 Hirarki
II 27
KOTA BATU Ciomas
59.28 Hirarki II
28 PARUNG PANJANG
Parung Panjang 58.52
Hirarki II 29
CIBEBER I Leuwiliang
58.43 Hirarki II
30 CIBEUREUM Cisarua
57.62 Hirarki
II 31
PAMAGER SARI Parung
57.09 Hirarki II
32 CARINGIN Caringin
57.00 Hirarki
II 33 LEUWIMEKAR
Leuwiliang 54.42
Hirarki II
34 BENDUNGAN Ciawi
53.27 Hirarki
II 35 CIJUJUNG
Sukaraja 52.26
Hirarki II
36 CURUG
Gunung Sindur 52.21
Hirarki II 37 SUKAMULYA
Rumpin 51.95
Hirarki II
38 PADASUKA Ciomas
51.23 Hirarki
II 39 PAMAGERSARI
Jasinga 50.72
Hirarki II
40 CICADAS
Gunung Putri 50.41
Hirarki II 41
SASAK PANJANG Bojonggede
49.80 Hirarki II
42 KEDUNG WARINGIN
Bojonggede 49.56
Hirarki II 43 NANGGEWER
MEKAR Cibinong 49.33 Hirarki
II 44 KARADENAN
Cibinong 49.03
Hirarki II
45 CIGUDEG Cigudeg
48.86 Hirarki
II
Lampiran 6 Lanjutan
No Desa Kecamatan
IPD Hirarki
46 NAGRAK
Gunung Putri 48.81
Hirarki II 47 CIPAYUNG
GIRANG Megamendung 48.64
Hirarki II
48 GUNUNG PUTRI
Gunung Putri 48.10
Hirarki II 49 CIAWI
Ciawi 47.44
Hirarki II
50 TAMAN SARI
Rumpin 47.42
Hirarki II 51 PAGELARAN
Ciomas 47.35
Hirarki II
52 TUGU SELATAN
Cisarua 46.86
Hirarki II 53 CIOMAS
Ciomas 46.63
Hirarki II
54 SUKAMAJU Jonggol
46.63 Hirarki
II 55
CIANGSANA Gunung Putri
46.42 Hirarki II
56 TENJO Tenjo
46.31 Hirarki
II 57 WARU
Parung 45.82
Hirarki II
58 BOJONG NANGKA
Gunung Putri 45.81
Hirarki II 59 CIDERUM
Caringin 45.72
Hirarki II
60 PAMIJAHAN Pamijahan
45.72 Hirarki
II 61 KOPO
Cisarua 45.64
Hirarki II
62 PUSPASARI Citeureup
45.00 Hirarki
II 63 JAMPANG
Kemang 44.89
Hirarki II
64 DAYEUH Cileungsi
44.66 Hirarki
II 65 CIHERANG
PONDOK Caringin
44.44 Hirarki
II 66
TAJUR HALANG Bojonggede
44.28 Hirarki II
67 TENGAH Cibinong
44.19 Hirarki
II 68
KARANG ASEM TIMUR Citeureup
43.97 Hirarki II
69 LIMUS NUNGGAL
Cileungsi 43.96
Hirarki II 70 CIMANGGIS
Bojonggede 42.61
Hirarki II
71 BOJONG RANGKAS
Ciampea 42.51
Hirarki II
72 GUNUNG SINDUR
Gunung Sindur 42.45
Hirarki II 73 SIRNAGALIH
Tamansari 42.34
Hirarki II
74 KEMANG Kemang
42.14 Hirarki
II 75 DRAMAGA
Dramaga 41.69
Hirarki II
76 TARIKOLOT Citeureup
41.65 Hirarki
II 77
RAWA PANJANG Bojonggede
41.57 Hirarki II
78 SINGAJAYA Jonggol
41.53 Hirarki
II 79
PASIR ANGIN Cileungsi
41.25 Hirarki II
80 PARIGI MEKAR
Ciseeng 40.14
Hirarki II 81 CIGOMBONG
Cijeruk 39.67
Hirarki II
82 SUKAMANTRI Tamansari
39.39 Hirarki
II 83
CIOMAS RAHAYU Ciomas
38.91 Hirarki II
84 BENTENG Ciampea
38.67 Hirarki
II 85
GUNUNG SARI Pamijahan
38.65 Hirarki II
86 CIBENING Pamijahan
38.43 Hirarki
II 87 BUNAR
Cigudeg 38.34
Hirarki II
88 CIHERANG Dramaga
38.29 Hirarki
II 89 BANTARJAYA
Rancabungur 37.67
Hirarki II
90 ARGAPURA Cigudeg
37.58 Hirarki
II
Lampiran 6 Lanjutan
No Desa Kecamatan
IPD Hirarki
91 WATES JAYA
Cijeruk 36.99
Hirarki II 92
BANJAR SARI Ciawi
36.96 Hirarki II
93 KEMBANG KUNING
Klapanunggal 36.96
Hirarki II 94 RENGASJAJAR
Cigudeg 36.71
Hirarki II
95 KARANGGAN
Gunung Putri 36.68
Hirarki II 96
PARAKAN JAYA Kemang
36.67 Hirarki II
97 TAJUR Citeureup
36.60 Hirarki
II 98 RUMPIN
Rumpin 36.44
Hirarki II
99 CITEKO Cisarua
36.10 Hirarki
II 100 LEUWINUTUG
Citeureup 35.95
Hirarki II
101 TEGAL Kemang
35.81 Hirarki
II 102
PONDOK RAJEG Cibinong
35.72 Hirarki II
103 CIBADAK Ciampea
35.65 Hirarki
II 104 PETIR
Dramaga 35.61
Hirarki II
105 LALADON Ciomas
35.54 Hirarki
II 106
CIBUNAR Parung Panjang
35.47 Hirarki II
107 SUKAMAKMUR Sukamakmur
35.29 Hirarki
II 108 GADOG
Megamendung 35.10
Hirarki II
109 CIBITUNG TENGAH
Ciampea 35.09
Hirarki II 110 CIHIDEUNG
ILIR Ciampea
35.08 Hirarki
II 111
JABON MEKAR Parung
34.79 Hirarki II
112 SUSUKAN Bojonggede
34.72 Hirarki
II 113 GANDOANG
Cileungsi 34.70
Hirarki II
114 CILEBUT BARAT
Sukaraja 34.67
Hirarki II 115 SUKAHATI
Citeureup 34.56
Hirarki II
116 SIPAK Jasinga
34.27 Hirarki
II 117 CIJAYANTI
Babakan Madang 34.23
Hirarki II
118 TUGU JAYA
Cijeruk 34.14
Hirarki II 119 WARINGIN
JAYA Bojonggede
34.08 Hirarki
II 120 CIBURUY
Cijeruk 33.81
Hirarki II
121 NAGRAK Sukaraja
33.54 Hirarki
II 122 SADENG
Leuwiliang 33.41
Hirarki II
123 LEUWIMALANG Cisarua
33.40 Hirarki
II 124 KARACAK
Leuwiliang 33.16
Hirarki II
125 TUGU UTARA
Cisarua 33.01
Hirarki II 126
CILEBUT TIMUR Sukaraja
32.95 Hirarki II
127 NANGGEWER Cibinong
32.88 Hirarki
II 128 SUKASIRNA
Jonggol 32.82
Hirarki II
129 BOJONG BARU
Bojonggede 32.75
Hirarki II 130
KAMPUNG SAWAH Rumpin
32.56 Hirarki II
131 PASIRLAJA Sukaraja
32.51 Hirarki
II 132
PONDOK UDIK Kemang
32.48 Hirarki II
133 SUKAHARJA Cijeruk
32.38 Hirarki
II 134 CINANGKA
Ciampea 32.24
Hirarki II
135 CIBANTENG Ciampea
31.90 Hirarki
II
Lampiran 6 Lanjutan
No Desa Kecamatan
IPD Hirarki
136 CIKEAS Sukaraja
31.84 Hirarki
II 137 CIPEUCANG
Cileungsi 31.82
Hirarki II
138 PASIRGAOK Rancabungur 31.75
Hirarki II
139 SENTUL
Babakan Madang 31.13
Hirarki II 140
TELUK PINANG Ciawi
31.09 Hirarki II
141 BANJAR WANGI
Ciawi 30.96
Hirarki II
142 PANDANSARI Ciawi
30.71 Hirarki
II 143
SITU DAUN Ciampea
30.63 Hirarki II
144 GOBANG Rumpin
30.56 Hirarki
II 145 PURASARI
Leuwiliang 30.55
Hirarki II
146 SUKAMAJU Megamendung
30.47 Hirarki
II 147 KLAPANUNGGAL
Klapanunggal 30.44 Hirarki
II 148 PURASEDA
Leuwiliang 30.28
Hirarki II
149 CIHIDEUNG UDIK
Ciampea 30.06
Hirarki II
150 CIBEUTEUNG UDIK
Ciseeng 29.92
Hirarki II 151
SITU UDIK Cibungbulang
29.85 Hirarki II
152 PENGASINAN
Gunung Sindur 29.71
Hirarki II 153 BOJONG
Klapanunggal 29.64
Hirarki II
154 CIBADUNG
Gunung Sindur 29.49
Hirarki II 155 WENINGGALIH
Jonggol 29.47
Hirarki II
156 KABASIRAN
Parung Panjang 29.46
Hirarki II 157
BABAKAN MADANG Babakan Madang
29.42 Hirarki II
158 WARUJAYA Parung
29.21 Hirarki
II 159
GUNUNG SARI Citeureup
29.17 Hirarki II
160 PASAREAN Pamijahan
29.09 Hirarki
II 161 CIBENTANG
Ciseeng 28.93
Hirarki II
162 RANCABUNGUR Rancabungur
28.90 Hirarki
II 163
PARAKAN MUNCANG Nanggung
28.88 Hirarki II
164 BABAKAN Tenjo
28.74 Hirarki
II 165 CIASMARA
Pamijahan 28.53
Hirarki II
166 GUNUNG PICUNG
Pamijahan 28.43
Hirarki II 167 JOGJOGAN
Cisarua 28.35
Hirarki II
168 BOJONG Tenjo
28.26 Hirarki
II 169
LUMPANG Parung Panjang
28.22 Hirarki II
170 COGREG Parung
28.18 Hirarki
II 171 MEKARSARI
Cileungsi 28.11
Hirarki II
172 PASIREURIH Tamansari
28.10 Hirarki
II 173
ATANG SENJAYA Kemang
28.02 Hirarki II
174 KAREHKEL Leuwiliang
27.88 Hirarki
II 175
PASIR JAMBU Sukaraja
27.88 Hirarki II
176 KALISUREN Bojonggede
27.75 Hirarki
II 177 PABUARAN
Kemang 27.67
Hirarki II
178 CIBINONG
Gunung Sindur 27.60
Hirarki II 179 BABAKAN
Ciseeng 27.54
Hirarki II
180 LEMAH DUHUR
Caringin 27.43
Hirarki II
Lampiran 6 Lanjutan
No Desa Kecamatan
IPD Hirarki
181 SUKASARI Rumpin
27.40 Hirarki
II 182 PURWASARI
Dramaga 27.33
Hirarki II
183 CIPELANG Cijeruk
27.22 Hirarki
II 184
JAGABAYA Parung Panjang
27.13 Hirarki II
185 CIAMPEA Ciampea
27.13 Hirarki
II 186 HAMBALANG
Citeureup 27.05
Hirarki II
187 TAMANSARI Tamansari
26.91 Hirarki
II 188 BATOK
Tenjo 26.78
Hirarki II
189 BOJONG Kemang
26.76 Hirarki
II 190
BITUNG SARI Ciawi
26.54 Hirarki II
191 SIBANTENG Leuwiliang
26.52 Hirarki
II 192 BANJAR
WARU Ciawi
26.39 Hirarki
II 193 CITAPEN
Ciawi 26.37
Hirarki II
194 PANCAWATI Caringin
26.22 Hirarki
II 195
PUTAT NUTUG Ciseeng
26.13 Hirarki II
196 GUNUNG MALANG
Ciampea 26.13
Hirarki II 197 CIMAYANG
Pamijahan 26.06
Hirarki II
198 BARENGKOK Leuwiliang
25.99 Hirarki
II 199
KADUMANGU Babakan Madang
25.98 Hirarki II
200 RABAK Rumpin
25.87 Hirarki
II 201 NAMBO
Klapanunggal 25.81
Hirarki II
202 NANGGUNG Nanggung
25.79 Hirarki
II 203 CILEMBER
Cisarua 25.79
Hirarki II
204 CINAGARA Caringin
25.59 Hirarki
II 205 CISEENG
Ciseeng 25.21
Hirarki II
206 LEUWIBATU Rumpin
25.10 Hirarki
II 207 SELAWANGI
Cariu 24.99
Hirarki II
208 SUKADAMAI Sukamakmur
24.86 Hirarki
II 209 CITAYAM
Bojonggede 24.83
Hirarki II
210 LEUWISADENG Leuwiliang
24.70 Hirarki
II 211 CIDOKOM
Rumpin 24.68
Hirarki II
212 MEGAMENDUNG Megamendung
24.67 Hirarki
II 213 CIKARAWANG
Dramaga 24.64
Hirarki III
214 JATISARI Cileungsi
24.62 Hirarki
III 215 SUKARAJA
Sukaraja 24.44
Hirarki III
216 BOJONG INDAH
Parung 24.40
Hirarki III 217 JASINGA
Jasinga 24.33
Hirarki III
218 GIRIMULYA Cibungbulang 24.05
Hirarki III
219 SUKAMAKMUR Ciomas
24.00 Hirarki
III 220
BOJONG SEMPU Parung
23.89 Hirarki III
221 CIMANDE HILIR
Caringin 23.89
Hirarki III 222 CIBUNIAN
Pamijahan 23.59
Hirarki III
223 MAMPIR Cileungsi
23.59 Hirarki
III 224
CIAMPEA UDIK Ciampea
23.49 Hirarki III
225 SANJA Citeureup
23.43 Hirarki
III
Lampiran 6 Lanjutan
No Desa Kecamatan
IPD Hirarki
226 CURUG BITUNG
Nanggung 23.41
Hirarki III 227 SIRNARASA
Cariu 23.40
Hirarki III
228 CIMANGGU 2
Cibungbulang 23.29 Hirarki
III 229 CIKOPOMAYAK
Jasinga 23.02
Hirarki III
230 CIADEG Cijeruk
23.01 Hirarki
III 231
KARANG TENGAH Babakan Madang
22.88 Hirarki III
232 TONJONG Bojonggede
22.84 Hirarki
III 233 KARIHKIL
Ciseeng 22.65
Hirarki III
234 CIKEAS UDIK
Gunung Putri 22.65
Hirarki III 235 DUKUH
Cibungbulang 22.63
Hirarki III 236 CIAPUS
Ciomas 22.57
Hirarki III
237 KIARAPANDAK Sukajaya
22.50 Hirarki
III 238 PALASARI
Cijeruk 22.41
Hirarki III
239 CIBEBER II
Leuwiliang 22.40
Hirarki III 240 CURUG
Jasinga 22.30
Hirarki III
241 CEMPLANG Cibungbulang 22.20
Hirarki III
242 SUKAMAHI Megamendung
22.12 Hirarki
III 243 MUARA
JAYA Caringin
22.04 Hirarki
III 244
PINGKU Parung Panjang
21.99 Hirarki III
245 BATU LAYANG
Cisarua 21.83
Hirarki III 246 SUKARESMI
Tamansari 21.81
Hirarki III
247 SUKAMANAH Jonggol
21.79 Hirarki
III 248 CICADAS
Ciampea 21.79
Hirarki III
249 BANTAR KARET
Nanggung 21.69
Hirarki III 250 KALONGSAWAH
Jasinga 21.67
Hirarki III
251 DAGO
Parung Panjang 21.66
Hirarki III 252
RAWAKALONG Gunung Sindur
21.63 Hirarki III
253 CINANGNENG Ciampea
21.59 Hirarki
III 254 GINTUNG
CILEJET Parung Panjang
21.58 Hirarki III
255 BALEKAMBANG Jonggol
21.56 Hirarki
III 256 NEGLASARI
Dramaga 21.52
Hirarki III
257 KALONG LIUD
Nanggung 21.45
Hirarki III 258 MEKARJAYA
Ciomas 21.44
Hirarki III
259 TAPOS Tenjo
21.43 Hirarki
III 260 BOJONG
KONENG Babakan Madang
21.37 Hirarki III
261 SUKADAMAI Dramaga
21.33 Hirarki
III 262 BANTARSARI
Rancabungur 21.25 Hirarki
III 263 CIPINANG
Rumpin 21.23
Hirarki III
264 CIBURAYUT Cijeruk
21.09 Hirarki
III 265 BANGUNJAYA
Cigudeg 21.04
Hirarki III
266 GOROWONG Parung
Panjang 21.04 Hirarki
III 267 SADENGKOLOT
Leuwiliang 21.03
Hirarki III
268 CIBUNTU Ciampea
21.03 Hirarki
III 269 SUKAMANAH
Megamendung 20.97
Hirarki III
270 SUKAJAYA Sukajaya
20.95 Hirarki
III
Lampiran 6 Lanjutan
No Desa Kecamatan
IPD Hirarki
271 SUKAWANGI Sukamakmur
20.90 Hirarki
III 272 CIMANGGU
1 Cibungbulang 20.75
Hirarki III
273 PABUARAN
Gunung Sindur 20.69
Hirarki III 274
GUNUNG BUNDER 2 Pamijahan 20.65
Hirarki III
275 MEKAR SARI
Rumpin 20.54
Hirarki III 276
TEGAL WARU Ciampea
20.35 Hirarki III
277 PABANGBON Leuwiliang
20.34 Hirarki
III 278
PASIR BUNCIR Caringin
20.21 Hirarki III
279 SETU Jasinga
20.18 Hirarki
III 280
TAPOS 2 Ciampea
20.15 Hirarki III
281 KARYASARI Leuwiliang
20.15 Hirarki
III 282
WARUNG MENTENG Cijeruk
20.11 Hirarki III
283 SUKAMAJU Cigudeg
20.00 Hirarki
III 284 SUKAWENING
Dramaga 19.90
Hirarki III
285 CILEUNGSI Ciawi
19.85 Hirarki
III 286
SEMPLAK BARAT Kemang
19.78 Hirarki III
287 SITU ILIR
Cibungbulang 19.78
Hirarki III 288 CIBALUNG
Cijeruk 19.77
Hirarki III
289 SETU SARI
Cileungsi 19.72
Hirarki III 290 MEKARSARI
Rancabungur 19.62
Hirarki III
291 LULUT Klapanunggal
19.52 Hirarki
III 292 KOLEANG
Jasinga 19.48
Hirarki III
293 CIBITUNG WETAN
Pamijahan 19.48
Hirarki III 294 CIBATOK
1 Cibungbulang 19.41
Hirarki III
295 SINAR SARI
Dramaga 19.13
Hirarki III 296 PARAKAN
Ciomas 19.00
Hirarki III
297 GUNUNG BUNDER 1
Pamijahan 18.90 Hirarki
III 298 SUKAGALIH
Megamendung 18.80
Hirarki III
299 CIBODAS Rumpin
18.64 Hirarki
III 300 SUKANEGARA
Jonggol 18.31
Hirarki III
301 JAMBU LUWUK
Ciawi 18.29
Hirarki III 302 CIJERUK
Cijeruk 17.89
Hirarki III
303 CIBEUTEUNG MUARA
Ciseeng 17.88
Hirarki III 304
PASIR MUKTI Citeureup
17.85 Hirarki III
305 CIBEDUG Ciawi
17.81 Hirarki
III 306 PURWABAKTI
Pamijahan 17.79
Hirarki III
307 KERTAJAYA Rumpin
17.76 Hirarki
III 308
PASIR MUNCANG Caringin
17.60 Hirarki III
309 KURIPAN Ciseeng
17.56 Hirarki
III 310 SUMUR
BATU Babakan
Madang 17.52 Hirarki
III 311
BABAKAN RADEN Cariu
17.46 Hirarki III
312 BAGOANG Jasinga 17.43
Hirarki III
313 WARGAJAYA Sukamakmur
17.43 Hirarki
III 314 SROGOL
Cijeruk 17.40
Hirarki III
315 CISALADA Cijeruk
17.33 Hirarki
III
Lampiran 6 Lanjutan
No Desa Kecamatan
IPD Hirarki
316 CIASIHAN Pamijahan
17.27 Hirarki
III 317 PABUARAN
Sukamakmur 17.23
Hirarki III
318 BABAKAN SADENG
Leuwiliang 17.10
Hirarki III 319
CADAS NGAMPAR Sukaraja
16.96 Hirarki III
320 BOJONG MURNI
Ciawi 16.92
Hirarki III 321
TAPOS 1 Ciampea
16.67 Hirarki III
322 PADURENAN
Gunung Sindur 16.64
Hirarki III 323 KUTA
Megamendung 16.59
Hirarki III
324 SUKARESMI Megamendung
16.51 Hirarki
III 325 BOJONG
JENGKOL Ciampea 16.36
Hirarki III
326 PASIR JAYA
Cijeruk 16.36
Hirarki III 327 GUNUNG
GEULIS Sukaraja 16.33
Hirarki III
328 CIPENJO Cileungsi
16.32 Hirarki
III 329 SINGASARI
Jonggol 16.31
Hirarki III
330 CIKUDA
Parung Panjang 16.31
Hirarki III 331 CINTAMANIK
Cigudeg 16.20
Hirarki III
332 TANJUNG RASA
Cariu 16.06
Hirarki III 333 SUKAJAYA
Tamansari 15.98 Hirarki
III 334 IWUL
Parung 15.93
Hirarki III
335 SUKARAKSA Cigudeg
15.89 Hirarki
III 336
GUNUNG MENYAN Pamijahan
15.84 Hirarki III
337 CIARUTEN ILIR
Cibungbulang 15.75
Hirarki III 338 CIBATOK
2 Cibungbulang 15.73
Hirarki III
339 PANGKAL JAYA
Nanggung 15.72
Hirarki III 340 KIARASARI
Sukajaya 15.67
Hirarki III
341 CIMANDE Caringin
15.64 Hirarki
III 342
BANYU RESMI Cigudeg
15.60 Hirarki III
343 SUKMAJAYA Bojonggede
15.59 Hirarki
III 344 ANTAJAYA
Cariu 15.56
Hirarki III
345 GALUGA Cibungbulang 15.48
Hirarki III
346 HARKATJAYA Sukajaya
15.47 Hirarki
III 347 MEKARJAYA
Cigudeg 15.44
Hirarki III
348 CIBITUNG KULON
Pamijahan 15.44 Hirarki
III 349 CIPICUNG
Cijeruk 15.42
Hirarki III
350 SUKAMULYA Sukamakmur
15.40 Hirarki
III 351 TANGKIL
Caringin 15.31
Hirarki III
352 JAGABITA
Parung Panjang 15.16
Hirarki III 353 CILAKU
Tenjo 15.13
Hirarki III
354 SIRNAGALIH Jonggol
15.13 Hirarki
III 355 CIBADAK
Sukamakmur 15.09
Hirarki III
356 SIPAYUNG Sukajaya
15.07 Hirarki
III 357 CIHOE
Ciseeng 14.94
Hirarki III
358 CISARUA Nanggung 14.93
Hirarki III
359 NANGGERANG Bojonggede 14.86
Hirarki III
360 SUKAKARYA Megamendung
14.73 Hirarki
III
Lampiran 6 Lanjutan
No Desa Kecamatan
IPD Hirarki
361 KALONG II
Leuwiliang 14.66
Hirarki III 362
CIDOKOM Gunung Sindur
14.53 Hirarki III
363 SUKARASA Cariu
14.46 Hirarki
III 364 BENDUNGAN
Jonggol 14.37
Hirarki III
365 CITARINGGUL Babakan
Madang 14.31 Hirarki
III 366 BANTAR
JATI Klapanunggal 14.28
Hirarki III
367 SUKAJADI Tamansari 14.19
Hirarki III
368 TAJUR HALANG
Cijeruk 14.16
Hirarki III 369 CIKAHURIPAN
Klapanunggal 14.15
Hirarki III
370 SUKARESMI Sukamakmur
14.04 Hirarki
III 371 SINGABRAJA
Tenjo 13.95
Hirarki III
372 LEUWEUNG KOLOT
Cibungbulang 13.80 Hirarki
III 373 SUKALUYU
Tamansari 13.79
Hirarki III
374 SIRNASARI Cariu
13.79 Hirarki
III 375 PANGRADIN
Jasinga 13.63
Hirarki III
376 SUKAHARJA Ciomas
13.58 Hirarki
III 377 CILEUKSA
Sukajaya 13.45
Hirarki III
378 TEGAL PANJANG
Cariu 13.38
Hirarki III 379 CIARUTEN
UDIK Cibungbulang 13.37
Hirarki III
380 MEKARWANGI Cariu
13.17 Hirarki
III 381 CIJUJUNG
Cibungbulang 13.14 Hirarki
III 382 SUKAHARJA
Sukamakmur 13.04
Hirarki III
383 JAMPANG
Gunung Sindur 12.93
Hirarki III 384 SUKAMAJU
Cibungbulang 12.93
Hirarki III
385 PASIR TANJUNG
Cariu 12.83
Hirarki III 386 CANDALI
Rancabungur 12.80 Hirarki
III 387 CIKUTAMAHI
Cariu 12.78
Hirarki III
388 BANTAR KUNING
Cariu 12.70
Hirarki III 389
KALONG I Leuwiliang
12.68 Hirarki III
390 TEGAL WANGI
Jasinga 12.51 Hirarki
III 391 CIBANON
Sukaraja 12.27
Hirarki III
392 MALASARI Nanggung
12.26 Hirarki
III 393
TANJUNG SARI Cariu
12.19 Hirarki III
394 WARGAJAYA Cigudeg
12.14 Hirarki
III 395 HAMBARO
Nanggung 12.10
Hirarki III
396 PANGAUR Jasinga
11.97 Hirarki
III 397
KARYA MEKAR Cariu
11.61 Hirarki III
398 TANJUNG SARI
Cijeruk 11.60
Hirarki III 399
CIBATU TIGA Cariu
11.53 Hirarki III
400 SIRNAJAYA Sukamakmur
11.25 Hirarki
III 401
WANGUN JAYA Leuwiliang
11.00 Hirarki III
402 CIPAMBUAN Babakan
Madang 10.87 Hirarki
III 403
BATU JAJAR Cigudeg
10.81 Hirarki III
404 SUKATANI Sukaraja
10.81 Hirarki
III 405 BARENGKOK
Jasinga 10.78
Hirarki III
Lampiran 6 Lanjutan
No Desa Kecamatan
IPD Hirarki
406 SUKAMULIH Sukajaya
10.67 Hirarki
III 407 SUKAJAYA
Jonggol 10.56
Hirarki III
408 NEGLASARI Jasinga
10.52 Hirarki
III 409 JUGALA
JAYA Jasinga 10.34
Hirarki III
410 CIOMAS Tenjo
10.31 Hirarki
III 411 CIBODAS
Jonggol 10.28
Hirarki III
412 TEGALEGA Cigudeg
10.26 Hirarki
III 413 BUANAJAYA
Cariu 10.23
Hirarki III
414 PASIR MADANG
Sukajaya 10.11
Hirarki III 415 CIBADAK
Cariu 10.11
Hirarki III
416 LIGARMUKTI Klapanunggal 10.05
Hirarki III
417 SINGABANGSA Tenjo
9.82 Hirarki
III 418
KUTA MEKAR Cariu
9.50 Hirarki III
419 BANYU WANGI
Cigudeg 9.35
Hirarki III 420 SUKALUYU
Nanggung 9.32
Hirarki III
421 BANYU ASIH
Cigudeg 9.17
Hirarki III 422 LEUWIKARET
Klapanunggal 8.21
Hirarki III
423 SUKAJADI Cariu
8.05 Hirarki
III 424 CISARUA
Sukajaya 7.21
Hirarki III
425 TANGKIL Citeureup
2.30 Hirarki
III
Lampiran 7 Hasil analisa korelasi sederhana antar
variabel KP Kpdtn
Angker PADK
Sarbelj Lkeu
Kom Tkes Skes SD SMP SMA SSD SSMP SSMA GSD GSMP
KP 1.00 Kpdtn
-0.48 1.00
Angker 0.00
-0.08 1.00
PADK
-0.13
0.06 0.09
1.00 Sarbelj
-0.22 0.11 0.06
0.03 1.00
Lkeu -0.21 0.21
-0.01 0.08 0.15 1.00
Kom -0.61 0.43
0.00 0.12 0.24 0.40
1.00 Tkes -0.03
-0.03
0.11 -0.02 0.03 0.15