Strategi Pengembangan Wilayah dalam kaitannya dengan Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Kabupaten Purwakarta

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH

DALAM KAITANNYA DENGAN

DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH

DI KABUPATEN PURWAKARTA

AI MAHBUBAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Pengembangan Wilayah dalam kaitannya dengan Disparitas Pembangunan Antar Wilayah Di Kabupaten Purwakarta adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2008

Ai Mahbubah NRP A353060254


(3)

ABSTRACT

AI MAHBUBAH. The Linkage between Development Strategy of the region and Inter-region Development Disparities in Purwakarta District. Under direction of ATANG SUTANDI and NOER AZAM ACHSANI.

Regional development is started by analyzing regional characteristics, primary potential of the regions and existing problems in the regions which used as basic considerations in determining development strategy of the region.

The research was aimed: 1) to identify structure of regional hierarchy, 2) to identify potensial sectors 3) to build regional tipology, 4) to analyst the determinant factor for disparities, and 5) to set up development strategy of the regions. This study uses an skalogram method, indeks entropi, LQ, PCA, Cluster Analysis, Discriminant Analysis, Indeks Williamso, multiple regression and description analysis.

The result showed that Purwakarta District had a clear structure of regional hierarchy with Purwakarta Sub District as center. Industrial sector and agricultural sector are potenstial sectors in Purwakarta District. There is difference economy activities in regional tipologies. Inter-region development disparities Purwakarta District which are caused, mainly causing by unbalance facilities service and infrastructure and the regional aksesibility. The right action for strategy of regional development should be based on regional characteristics approach and optimalize the service facilities and give more attention of potential local.


(4)

RINGKASAN

AI MAHBUBAH. Strategi Pengembangan Wilayah dalam kaitannya dengan Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Kabupaten Purwakarta. Dibimbing oleh ATANG SUTANDI dan NOER AZAM ACHSANI.

Pengembangan wilayah perlu dimulai dengan pemahaman yang baik terhadap kondisi wilayah, potensi wilayah dan permasalahan yang ada di wilayah tersebut, selanjutnya digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan strategi pengembangan wilayah. Strategi pengembangan wilayah ini diharapkan mampu mengatasi permasalahan disparitas pembangunan antar wilayah, karena semua potensi yang dimiliki oleh masing-masing wilayah dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung aktivitas perekonomian di suatu wilayah.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui potensi wilayah, struktur wilayah, dan tipologi wilayah serta menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi disparitas pembangunan antar wilayah di Kabupaten Purwakarta dan merumuskan strategi pengembangan wilayah.

Data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari dinas/instasi yang terkait seperti Bapeda, BPS dan instansi terkait di Kabupaten Purwakarta. Untuk mencapai tujuan penelitian ini analisis data yang digunakan adalah metode skalogram, indeks entropy, analisis PCA (Principal Components Analysis), analisis gerombol (Cluster Analysis), analisis diskriminan (Discriminant Analysis), metode LQ (Location Quotient), indeks williamson, regresi berganda dan analisis deskriptif .

Hasil analisis skalogram menunjukkan terjadi pemusatan sarana prasarana dan fasilitas pelayanan umum pada Kecamatan Purwakarta (sebagai ibukota kabupaten) dengan nilai Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) yang sangat tinggi dan pada kurun waktu tahun 2002-2006, struktur hirarki wilayah seperti ini yang relatif tidak berubah. Hal ini menunjukkan bahwa hasil-hasil pembangunan belum merata dinikmati seluruh masyarakat dan mengisyaratkan bahwa belum ada perubahan dalam strategi pengembangan wilayah dalam menyikapi kondisi dan permasalahan yang dihadapi masing-masing wilayah, sehingga pembangunan yang dilaksanakan dilakukan secara seragam antar wilayah.

Hasil analisis LQ menunjukkan sektor pertanian merupakan sektor unggulan pada beberapa kecamatan di Kabupaten Purwakarta. Komposisi perkembangan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Purwakarta pada tahun 2002-2006 kurang mengalami perkembangan, pada kurun waktu tersebut sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, sektor pertanian mendominasi perekonomian daerah. Hal tersebut menggambarkan bahwa kebijakan pembangunan di bidang ekonomi oleh pemerintah daerah belum memberi prioritas dalam mengembangkan sektor perekonomian tertentu.

Tipologi wilayah di Kabupaten Purwakarta, memiliki faktor penciri utama yaitu pendapatan asli daerah tiap kecamatan, persentase pelanggan PLN, Jarak ke Bandung – Jakarta, luas wilayah dengan kelerengan 8-15 % dan >40 %, panjang jalan dengan kondisi baik, jumlah mesjid, jumlah tempat pelayanan kesehatan dan persentase keluarga pertanian. Perbedaan karakteristik wilayah ini mengelompokkan wilayah Kabupaten Purwakarta pada tipologi wilayah transisi dari perdesaan ke perkotaan berbasis pertanian, tipologi wilayah transisi dari


(5)

perdesaan ke perkotaan berbasis industri dan tipologi wilayah pedesaan berbasis pertanian.

Disparitas pembangunan antar wilayah paling tinggi terjadi di WPP I, dengan faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain adalah sarana komunikasi, sarana pendidikan dasar dan menengah, jumlaah tenaga kesehatan, PAD tiap kecamatan dan aksesibilitas.

Strategi pengembangan wilayah yang perlu dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta antara lain: mengembangkan sektor pertanian, angkutan dan sektor jasa terutama pada tipologi wilayah 1 karena ketiga sektor tersebut berkembang merata di semua kecamatan dan mengembangan sektor pertanian pada tipologi wilayah 3 karena menjadi sektor unggulan pada kecamatan-kecaman yang termasuk tipologi ini serta mengembangkan sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan pada tipologi wilayah 2 terutama pengembangan industri yang berbasis pertanian.

Dalam rangka memperkecil disparitas pembangunan antar wilayah di Kabupaten Purwakarta, Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta perlu memperhatikan berbagai aspek antara lain, mengupayakan penyediaan sarana prasarana dan pelayanan yang lebih berimbang terutama sarana pendidikan, kesehatan, sarana komunikasi dan meningkatkan aksesibilitas wilayah serta lebih mengoptimalkan potensi di sektor pertanian dengan meningkatkan kegiatan industri yang berbasis pertanian.

Kata kunci : pengembangan wilayah, disparitas pembangunan, sektor unggulan, Purwakarta


(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini

tanpa mencantumkan nama atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar

IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(7)

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH

DALAM KAITANNYA DENGAN

DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH

DI KABUPATEN PURWAKARTA

AI MAHBUBAH

Tesis

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008


(8)

Judul Tesis : Strategi Pengembangan Wilayah dalam kaitannya dengan Disparitas Pembangunan Antar Wilayah

di Kabupaten Purwakarta

Nama : Ai Mahbubah

NRP : A. 353060254

Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si Dr. Ir. Noer Azam Achsani, M.S

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S


(9)

Kupersembahkan karya ini

Kepada :

Yth. Ibunda Hj. Ijah Barojah

Suamiku tercinta Dodo Cahyanto

&

ketiga putriku tersayang

Azmi Nurfauziah

Zahra Azizah

Zulfa Aulia Putri


(10)

PRAKATA

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih penulis dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2007 adalah disparitas pembangunan antar wilayah. Untuk itu, karya ilmiah ini diberi judul Strategi Pengembangan Wilayah dalam kaitannya dengan Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Kabupaten Purwakarta.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Noer Azam Achsani, MS selaku dosen pembimbing dan Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc selaku dosen penguji;

2. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr, Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) Sekolah pascasarjana IPB;

3. Segenap staf pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) Sekolah pascasarjana IPB;

4. Pimpinan dan staf Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas); 5. Teman-teman seperjuangan di PWL 2006 atas dukungan dan

kekompakannya.

6. Semua pihak yang berperan dalam proses pengajaran dan penulisan karya ilmiah ini.

Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada suami dan anak-anak tercinta serta seluruh keluarga atas segala do’a, pengertian dan pengorbanannya. Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala yang setimpal.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Bogor, Januari 2008


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Garut pada tanggal 29 Desember 1972 dari Ayah Odang Abdul Hadi Djayadisastra (Alm) dan Ibu Hj. Ijah Barojah. Penulis merupakan anak keenam dari sembilan bersaudara.

Tahun 1991 penulis lulus dari SMA Negeri I Garut dan pada tahun yang sama penulis masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian dan menamatkan pendidikan pada Tahun 1996. Sejak tahun 1999, penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Departemen Dalam Negeri, ditempatkan di Kabupaten Purwakarta pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan sampai saat ini.

Pada tahun 2006, penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan diperoleh dari Pusat pembinaan Pendidikan dan Latihan Perencanaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas).


(12)

(13)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 7

Manfaat Penelitian ... 7

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pembangunan ... 8

Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah ... 9

Strategi Pengembangan Wilayah ... 11

Sektor Basis... 13

Indikator-Indikator Pembangunan ... 14

Disparitas Pembangunan Antar Wilayah ... 15

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran... 20

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

Metode Pengumpulan data... 22

Metode Analisis ... 23

Analisis Perkembangan Wilayah ... 23

Metode Skalogram... 23

Indeks Entropi... 26

Analisis LQ ... 26

Analisis Tipologi Wilayah ... 27

Principal Components Analysis (PCA)... 28

Cluster Analysis... 31

Discriminant Analysis... 32

Analisis Disparitas ... 33

Indeks Williamson ... 33

Analisis Regresi Berganda... 33

Analisis Deskriptif ... 35

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Umum Kabupaten Purwakarta ... 37

Karakteristik Alam ... 40

Kondisi Makro Perekonomian ... 42

Garis Besar Kebijakan Pembangunan... 45


(14)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Struktur Hirarki Wilayah... 55

Perkembangan Wilayah ... 62

Sektor Unggulan ... 66

Tipologi Wilayah Kabupaten Purwakarta... 71

Hasil Analisis Komponen Utama... 71

Hasil Analisis Gerombol ... 75

Hasil Analisis Diskriminan ... 80

Hasil Analisis Disparitas ... 84

Strategi Pengembangan Wilayah Kabupaten Purwakarta... 89

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 94

Saran dan Rekomendasi ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 96


(15)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. PDRB dan jumlah penduduk per kecamatan serta kontribusinya

terhadap Kabupaten Purwakarta Tahun 2002... 3

2. Tujuan Penelitian, metode analisis, variabel, sumber data dan output penelitian ... 22

3. Nilai selang hirarki ... 24

4. Data yang digunakan untuk analisis skalogram... 24

5. Variabel dan Parameter yang Digunakan dalam Analisis PCA... 30

6. Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di Kabupaten Purwakarta tahun 2006 ... 38

7. Penggunaan lahan Kabupaten Purwakarta ... 44

8. PDRB Kabupaten Purwakarta menurut lapangan usaha tahun 2002 atas dasar harga berlaku ... 45

9. Kontribusi sektor-sektor terhadap PDRB per Kecamatan di di Kabupaten Purwakarta tahun 2002... 45

10. PDRB kecamatan dan kontribusi terhadap PDRB Kabupaten di Kabupaten Purwakarta... 47

11. Kontribusi sektor- sektor terhadap PDRB Kabupaten Purwakarta tahun 2001-2004 (persen) ... 47

12. Penyebaran desa-desa menurut hirarki di Kabupaten Purwakarta ... 59

13. IPK Kabupaten Purwakarta tahun 2002 dan 2006... 59

14. Indeks entropi kecamatan di Kabupaten Purwakarta tahun 2002... 63

15. Indeks entropi sektor-sektor perekonomian Kabupaten Purwakarta tahun 2002-2006 ... 65

16. Nilai LQ per sektor-sektor perekonomian Kabupaten Purwakarta tahun 2002 ... 66

17. Sektor-sektor perekonomian Unggulan per kecamatan Kabupaten Purwakarta... 67

18. Nilai IPK, entropy dan sektor unggulan per kecamatan di Kabupaten Purwakarta... 70

19. Eigenvalues extraction : principal components ... 72

20. Factor loading (varimax normalized) extraction: principal components... 73

21. Factor score (rotation varimax normalized) extraction: principal components... 75


(16)

22. Hasil analisis cluster ... 76

23. Hasil dugaan klasifikasi kelompok di Kabupaten Purwakarta Berdasarkan cluster, hirarki dan WPP ... 82

24. Koefisien Hasil Standarisasi untuk pembeda antar kelompok ... 83

25. Tes Chi-Square untuk masing-masing akar... 83

26 Karakteristik tipologi wilayah Kabupaten Purwakarta... 84

27. Indeks Williamson antar WPP di Kabupaten Purwakarta ... 85

28. Variabel yang mempengaruhi PDRB perkapita ... 87


(17)

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Diagram PDRB per Kecamatan di Kabupaten Purwakarta ... 4

2. Peta Penyebaran PDRB Per Kecamatan di Kabupaten Purwakarta... 6

3. Diagram alir kerangka pemikiran... 21

4. Diagram alir metode Penelitian ... 36

5. Peta administrasi Kabupaten Purwakarta... 39

6. Peta penyebaran kepadatan penduduk Kabupaten Purwakarta... 41

7. Peta topografi Kabupaten Purwakarta... 42

8. Peta penyebaran desa-desa menurut hirarki di Kabupaten Purwakarta ... 57

9. Peta hirarki kecamatan di Kabupaten Purwakarta ... 61

10. Grafik nilai tengah dari faktor utama pada setiap cluster ... 77


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kepadatan penduduk per desa di Kabupaten Purwakarta ... 98

2. Strategi Pengembangan Wilayah Kabupaten Purwakarta Hingga 2012 .... 103

3. Hasil skalogram... 109

4. Hirarki Wilayah di Kabupaten Purwakarta Tahun 2002 ... 114

5. Hasil regresi berganda terhadap PDRB... 115


(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pendekatan pembangunan yang sangat menekankan pada pertumbuhan ekonomi selama ini, telah banyak menimbulkan masalah pembangunan yang semakin besar dan kompleks, semakin melebarnya kesenjangan sosial-ekonomi antar wilayah, degradasi dan tingkat kerusakan lingkungan yang semakin besar serta beban dan ketergantungan pada utang luar negeri yang semakin berat.

Pengalaman pembangunan di beberapa negara di dunia ketiga yang berhasil mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, ternyata tidak mampu meningkatkan tarap hidup sebagian besar penduduknya, menunjukkan bahwa ada sesuatu yang salah dalam definisi keberhasilan pembangunan yang ada selama ini. Tolok ukur GNP (Gross National Product) sebagai indikator keberhasilan kinerja pembangunan dan kemakmuran menjadi diragukan. Keberhasilan pembangunan tidak hanya diukur oleh tingkat pertumbuhan GNP tetapi harus mencakup pengurangan kemiskinan, pemerataan distribusi hasil pembangunan, penyerapan tenaga kerja dan kelestarian sumberdaya alam untuk generasi mendatang.

Dalam konteks spasial, pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah yang lebih tertumpu pada target pencapaian laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, mendorong terjadinya industrialisasi yang dipercepat di wilayah perkotaan. Pendekatan pembangunan ini memang telah berhasil mempercepat pertumbuhan pada wilayah perkotaan dibandingkan wilayah lainnya, namun kebijakan pembangunan ini dapat menimbulkan urban bias yang mendorong percepatan urbanisasi dan pada akhirnya dapat menimbulkan biaya-biaya sosial yang tinggi. Aliran sumberdaya dari wilayah perdesaan ke perkotaan terjadi seiring ditetapkannya wilayah perkotaan sebagai pusat-pusat pertumbuhan, namun dukungan sumberdaya tersebut belum mampu memberikan manfaat balik bagi wilayah perdesaan, sehingga strategi pengembangan wilayah seperti ini masih perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaannya.

Keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan pembangunan, memberikan pelajaran yang penting bagi pemerintah untuk mengkaji lebih mendalam perencanaan pembangunan yang tepat untuk dilaksanakan pada suatu wilayah. Karakteristik potensi wilayah baik yang bersifat alami maupun buatan, merupakan


(20)

salah satu unsur yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan pembangunan. Oleh karena itu, dalam menyusun strategi kebijakan pembangunan harus dilandasi dengan pemahaman yang baik terhadap kondisi wilayah.

Di masa sekarang dan yang akan datang diperlukan adanya perubahan paradigma pembangunan yaitu paradigma pembangunan yang diarahkan kepada terjadinya pemerataan, pertumbuhan dan keberlanjutan dalam pembangunan ekonomi, sehingga diharapkan dapat mengurangi kesenjangan antar wilayah akibat pembangunan yang sentralistik yang cenderung mengejar pertumbuhan ekonomi serta mengabaikan pemerataan. Sejalan dengan pendapat Rustiadi et al. (2006) bahwa diperlukan pendekatan perencanaan wilayah yang berbasis pada hal-hal berikut : (i) sebagai bagian dari upaya memenuhi kebutuhan masyarakat untuk melakukan perubahan atau upaya untuk mencegah terjadinya perubahan yang tidak diinginkan, (ii) Menciptakan keseimbangan pembangunan antar wilayah, (iii) Menciptakan pemanfaatan sumberdaya di masa sekarang dan masa yang akan datang (pembangunan berkelanjutan) dan disesuaikan dengan kapasitas pemerintah dan masyarakat untuk mengimplementasikan perencanaan yang disusun.

Strategi pengembangan wilayah yang mempertimbangkan keterkaitan antara perkembangan kondisi sosial ekonomi, potensi sumberdaya alam dan ketersediaan prasarana wilayah, diharapkan mampu mengatasi permasalahan disparitas antar wilayah dalam tingkat kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan, karena semua potensi yang dimiliki oleh masing-masing wilayah dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat wilayah tersebut dalam mendukung aktivitas perekonomian di suatu wilayah.

Perumusan Masalah

Kabupaten Purwakarta merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jawa Barat, dengan luas wilayah 971.72 km2 atau sekitar 2.81 persen dari luas wilayah Provinsi Jawa Barat dan secara administratif terdiri dari 17 kecamatan dengan 192 desa/ kelurahan (183 Desa dan 9 Kelurahan) serta mempunyai batas wilayah sebagai berikut: Kabupaten Karawang di sebelah barat dan sebagian wilayah utara, Kabupaten Subang di sebelah utara dan sebagian wilayah bagian timur,


(21)

3

Kabupaten Bandung di sebelah selatan dan Kabupaten Cianjur di sebelah barat daya.

Jumlah dan kepadatan penduduk di Kabupaten Purwakarta tidak merata dan sangat bervariasi antar kecamatan, pada tahun 2002 jumlah penduduk tercatat sebanyak 782,362 jiwa. Penduduk Kabupaten Purwakarta terpusat di Kecamatan Purwakarta yaitu sebesar 18.38 % menempati wilayah yang hanya 2.56 % dari total wilayah Kabupaten Purwakarta, sedangkan Kecamatan Sukasari dengan luas wilayah 9.47 % hanya ditempati penduduk sebesar 1.82 % dari total jumlah penduduk Kabupaten Purwakarta (Tabel 1). Kondisi ini berpotensi menimbulkan terjadinya ketimpangan dalam percepatan pembangunan antar wilayah. Wilayah dengan kepadatan tinggi didominasi oleh wilayah yang berlokasi di pusat kota, sedangkan wilayah-wilayah dengan kepadatan penduduk rendah didominasi oleh wilayah yang berlokasi di pinggiran kota.

Tabel 1 PDRB dan Jumlah Penduduk per Kecamatan serta Kontribusinya terhadap Kabupaten Purwakarta Tahun 2002

No Kecamatan PDRB (Rp. Juta) PDRB (Persen) Penduduk (Org) Penduduk (Persen) PDRB Perkapita (Rp.Jt/Org) Luas Wilayah (km2) Luas Wilayah (Persen)

1 Jatiluhur 1,082,579 18.47 56,855 7.27 20.41 60.11 6.19

2 Sukasari 33,333 0.57 14,262 1.82 2.48 92.01 9.47

3 Maniis 89,835 1.53 28,748 3.67 3.30 71.64 7.37

4 Tegalwaru 91,989 1.57 43,923 5.61 2.22 73.23 7.54

5 Plered 146,484 2.50 67,837 8.67 2.30 31.48 3.24

6 Sukatani 116,199 1.98 60,796 7.77 2.02 95.43 9.82

7 Darangdan 112,548 1.92 57,132 7.30 2.09 67.39 6.94

8 Bojong 89,827 1.53 43,606 5.57 2.19 68.69 7.07

9 Wanayasa 101,595 1.73 37,523 4.80 2.91 56.55 5.82

10 Kiarapedes 59,475 1.01 24,870 3.18 2.54 52.16 5.37

11 Pasawahan 69,993 1.19 38,219 4.89 1.94 36.96 3.80

12 Pondoksalam 51,817 0.88 26,478 3.38 2.08 44.08 4.54

13 Purwakarta 491,785 8.39 143,760 18.38 3.65 24.83 2.56

14 Babakancikao 1,063,066 18.13 38,590 4.93 28.89 42.40 4.36

15 Campaka 397,492 6.78 34,418 4.40 12.46 43.60 4.49

16 Cibatu 169,252 2.89 25,769 3.29 6.93 56.50 5.81

17 Bungursari 1,694,978 28.91 39,576 5.06 44.79 54.66 5.63

JUMLAH 5,862,245 100.00 782,362 100.00 971.72 100.00

Rata-rata 344,838 46,021 7.96

Sumber : BPS Kabupaten Purwakarta diolah

Perkembangan perekonomian Kabupaten Purwakarta yang dicerminkan melalui nilai PDRB Kabupaten Purwakarta, memperlihatkan bahwa PDRB


(22)

kecamatan Jatiluhur, Babakancikao dan Bungursari sangat tinggi dan memiliki perbedaan yang cukup besar dengan kecamatan-kecamatan lain. PDRB ketiga kecamatan ini memberikan kontribusi lebih dari 65 % terhadap PDRB Kabupaten Purwakarta, sedangkan 14 kecamatan lain hanya menyumbang kurang dari 35% terhadap perekonomian Kabupaten Purwakarta, bahkan PDRB Kecamatan Sukasari dan Pondoksalam memberikan kontribusi hanya di bawah satu persen. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa perekonomian Kabupaten Purwakarta didominasi oleh tiga kecamatan tersebut, hal ini mengindikasikan bahwa di Kabupaten Purwakarta telah terjadi disparitas pembangunan antar wilayah.

Namun demikian, hal ini belum dapat menunjukkan bahwa masyarakat pada kecamatan yang memiliki PDRB tinggi lebih sejahtera dari kecamatan lainnya, karena pada ketiga kecamatan tersebut berkembang sektor industri berskala besar yang secara langsung mendongkrak kinerja sektor industri pengolahan yang menyerap ribuan tenaga di Kabupaten Purwakarta, seperti dibangunnya Kawasan Industri Bukit Indah City di Kecamatan Bungursari dan Kawasan Industri di Kecamatan Jatiluhur. 0 200,000 400,000 600,000 800,000 1,000,000 1,200,000 1,400,000 1,600,000 1,800,000 Rp ( J u ta )

PDRB Per Kecamatan

Bungursari Jatiluhur Babakancikao Purwakarta Campaka Cibatu Plered Sukatani Darangdan Wanayasa Tegalwaru Maniis Bojong Pasawahan Kiarapedes Pondok Salam Sukasari Gambar 1. Diagram PDRB per Kecamatan di Kabupaten Purwakarta Secara tabulasi penyebaran PBRB per kecamatan di Kabupaten Purwakarta dapat dilihat pada Gambar 1 dan secara spasial kecamatan-kecamatan yang


(23)

5

memiliki PDRB Kecamatan cukup tinggi ternyata terletak di wilayah utara Kabupaten Purwakarta, yang memiliki aksesibilitas cukup tinggi karena berada pada jalur transportasi utama yaitu jalur Pantura yang menghubungkan Jakarta dengan Kota-kota di Jawa Tengah dan Jalur Jakarta-Bandung. Sedangkan dalam konteks tata ruang wilayah, kecamatan-kecamatan yang memiliki PDRB cukup tinggi tersebut terletak pada wilayah pengembangan pembangunan (WPP) I sehingga wilayah pengembangan ini merupakan wilayah maju dibandingkan kedua WPP yang lain.

Dengan melihat penyebaran PDRB tersebut, penetapan Wilayah Pengembangan Pembangunan harus dikaji lagi agar memberikan dampak nyata terhadap perkembangan wilayah penunjangnya dan perlu juga dianalisa keterkaitan kesenjangan pembangunan antar wilayah yang diperlihatkan oleh penyebaran angka PBRD yang tidak seimbang terhadap tingkat kesejahteraan masyarakatnya dan dengan potensi sumberdaya alam yang dimiliki tiap wilayah, serta perlu dirumuskan strategi pengembangan wilayah yang memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat.

Kabupaten Purwakarta dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayahnya (dalam RTRW Kabupaten Purwakarta Tahun 2002-2012) sebenarnya telah mengangkat isu kesenjangan Pembangunan Antar Wilayah sebagai salah satu isu utama yang harus dipertimbangkan, yaitu: Ketidak-seimbangan pertumbuhan (imbalance growth) antar wilayah di Kabupaten Purwakarta. ketidakseimbangan pertumbuhan akan mempertajam kesenjangan kesejahteraan dan sosial-ekonomi (disparitas) yang dapat mengganggu ketertiban proses pembangunan. Azas demokratisasi ruang dan sinergi wilayah perlu melandasi RTRW Kabupaten Purwakarta dalam mengatasi kesenjangan antar wilayah tersebut (Bapeda, 2002). Namun dalam pelaksanaannya belum menunjukkan hasil, sehingga perlu komitmen yang kuat dari semua pihak untuk mengatasi permasalahan ini.

Peta Penyebaran PDRB Per Kecamatan pada tahun 2002 di Kabupaten Purwakarta, disajikan pada Gambar 2.


(24)

6 Gambar 2. Peta Penyebaran PDRB Per Kecamatan di Kabupaten Purwakarta


(25)

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, perumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik wilayah di Kabupaten Purwakarta? 2. Bagaimana struktur wilayah-wilayah di Kabupaten Purwakarta?

3. Bagaimana tingkat disparitas pembangunan antar wilayah? Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan disparitas tersebut

4. Bagaimana strategi pengembangan wilayah yang sesuai dengan karakteristik wilayah Kabupaten Purwakarta?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi struktur hirarki wilayah di Kabupaten Purwakarta. 2. Mengidentifikasi sektor unggulan wilayah Kabupaten Purwakarta 3. Membuat tipologi wilayah berdasarkan karakteristik wilayah.

4. Menganalisa faktor-faktor penyebab disparitas pembangunan antar wilayah di Kabupaten Purwakarta.

5. Merekomendasikan strategi pengembangan wilayah yang dapat diterapkan Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna dalam memberikan masukan dan informasi sebagai bahan pertimbangan Pemerintah Kabupaten Purwakarta dalam perumusan perencanaan pembangunan dan strategi pengembangan wilayahnya.


(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Pembangunan

Istilah pembangunan dan pengembangan banyak digunakan dalam hal yang sama, yang dalam Bahasa Inggrisnya development. Namun berbagai kalangan cenderung untuk menggunakan istilah pengembangan untuk beberapa hal spesifik misalnya pengembangan wilayah. Menurut Rustiadi et al. (2006) berpendapat bahwa secara filosofis suatu proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematik dan berkesinambungan, untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik sedangkan pengembangan adalah melakukan sesuatu yang tidak dari nol, atau tidak membuat sesuatu yang sebelumnya tidak ada, melainkan melakukan sesuatu yang sebenarnya ada tapi kualitas dan kuantitasnya ditingkatkan atau diperluas.

Selanjutnya Todaro dalam Rustiadi et al. (2006) menyatakan bahwa pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan.

Dalam pelaksanannya, menurut Arsyad (1999) proses pembangunnan dilaksanakan dalam 4 tahap, yaitu 1) menetapkan tujuan, 2) mengukur ketersediaan sumber-sumber daya yang langka, 3) memilih berbagai cara untuk mencapai tujuan, dan 4) memilih kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan.

Sejalan dengan berkembangnya dinamika masyarakat, maka konsep pembangunan telah mengalami pergeseran paradigma pembangunan, menurut Rustiadi et al. (2006) adalah sebagai berikut :

1. Pergeseran dari situasi harus memilih antara pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan sebagai pilihan-pilihan yang tidaksaling menenggang (trade off) ke keharusan untuk mencapai tujuan pembangunan secara berimbang. 2. Kecenderungan pendekatan dari cenderung melihat pencapaian

tujuan-tujuan pembangunan yang diukur secara makro menjadi pendekatan-pendekatan regional dan lokal.


(27)

9

9

3. Pergeseran asumsi tentang peranan pemerintah yang dominan menjadi pendekatan pembangunan yang mendorong partisipasi masyarakat di dalam proses pembangunan (perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian).

Sejalan dengan terjadinya pergeseran paradigma dalam pembangunan ekonomi, maka ukuran keberhasilan pembangunan ekonomi juga mengalami pergeseran, tidak hanya dari aspek pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) atau kenaikan pendapatan per kapita penduduknya namun lebih jauh lagi ke arah perkembangan masyarakat. Menurut Arsyad (1999), pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang, yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Jadi pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses dimana saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembangunan ekonomi tersebut dapat diidentifikasi dan dianalisis dengan seksama.

Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah

Konsep perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dilakukan dengan pendekatan wilayah. Menurut Rustiadi et al. (2006) wilayah didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik (tertentu) dimana komponen-komponen wilayah tersebut (sub wilayah) satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Sedangkan menurut Undang-Undang nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.

Suatu wilayah terkait dengan beragam aspek, sehingga definisi baku mengenai wilayah belum ada kesepakatan di antara para ahli. Sebagian ahli mendefinisikan wilayah dengan merujuk pada tipe-tipe wilayah, ada pula yang mengacu pada fungsinya, dan ada pula yang berdasarkan korelasi yang kuat diantara unsur-unsur (fisik dan non fisik) pembentuk suatu wilayah. Sehingga, pengertian wilayah tidak hanya sebatas aspek fisik tanah, namun juga aspek lain seperti biologi, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan. Berdasarkan fungsinya


(28)

wilayah dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu wilayah homogen, wilayah nodal, dan wilayah perencanaan.

Pengembangan wilayah merupakan program menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumberdaya yang ada dan memberikan kontribusi pada pembangunan suatu wilayah. Konsep pengembangan wilayah adalah suatu upaya dalam mewujudkan keterpaduan penggunaan sumberdaya dengan penyeimbangan dan penyerasian pembangunan antar daerah, antar sektor serta pelaku pembangunan dalam mewujudkan tujuan pembangunan daerah (Anwar dan Rustiadi,1999).

Strategi pengembangan suatu wilayah sangat ditentukan oleh karakteristik dan potensi yang terdapat di wilayah tersebut. Oleh karena itu, sebelum melakukan perumusan kebijakan yang dilaksanakan perlu mengetahui tipe/jenis wilayahnya. Dengan mengetahui ciri suatu wilayah, maka dapat dirumuskan kebijakan yang tepat dilakukan dalam pengembangan wilayah. Menurut Tukiyat (2002) secara umum terdapat lima tipe wilayah dalam suatu negara :

1. Wilayah yang telah maju;

2. Wilayah netral, yang dicirikan dengan adanya tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi;

3. Wilayah sedang, yang dicirikan adanya pola distribusi pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif baik;

4. Wilayah yang kurang berkembang atau kurang maju, yang dicirikan adanya tingkat pertumbuhan yang jauh di bawah tingkat pertumbuhan nasional dan tidak ada tanda-tanda untuk dapat mengejar pertumbuhan dan pengembangan;

5. Wilayah tidak berkembang.

Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pengembangan wilayah adalah menyusun perencanaan wilayah. Menurut Tarigan (2004) perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah (termasuk perencanaan pergerakan di dalam wilayah) dan perencanaan kegiatan pada ruang wilayah tersebut. Perencanaan penggunaan ruang wilayah diatur dalam bentuk perencanaan tata ruang wilayah, sedangkan perencanaan kegiatan dalam wilayah diatur dalam perencanaan pembangunan wilayah. Tata ruang wilayah merupakan


(29)

11

11

landasan dan juga sekaligus juga sasaran dari perencanaan pembangunan wilayah. Perencanaan pembangunan wilayah tidak mungkin terlepas dari apa yang sudah ada saat ini di wilayah tersebut. Aktor/pelaku pembangunannya adalah seluruh masyarakat yang ada di wilayah tersebut termasuk di dalamnya pemerintah daerah serta pihak-pihak luar yang ingin melakukan kegiatan di wilayah tersebut. Paling tidak terdapat dua peran pemerintah daerah yang cukup penting dalam pembangunan wilayah yakni sebagai pengatur atau pengendali (regulator) dan sebagai pemacu pembangunan (stimulator). Dana yang dimiliki pemerintah dapat digunakan sebagai stimulan untuk mengarahkan investasi swasta atau masyarakat umum ke arah yang diinginkan oleh pemerintah.

Salah satu pendekatan dalam perencanaan pembangunan menurut Tarigan (2004) adalah pendekatan sektoral. Pendekatan sektoral dilakukan dengan mengelompokkan kegiatan pembangunan ke dalam sektor-sektor. Selanjutnya masing-masing sektor dianalisis satu persatu untuk menetapkan apa yang dapat dikembangkan atau ditingkatkan dari sektor-sektor tersebut guna lebih mengembangkan wilayah.

Strategi Pengembangan Wilayah

Pengembangan wilayah dapat dianggap sebagai suatu bentuk intervensi positif terhadap suatu wilayah. Diperlukan strategi-strategi yang efektif untuk suatu percepatan pembangunan. Secara teoritis strategi pengembangan wilayah baru dapat digolongkan dalam dua kategori strategi, yaitu demand side strategy dan supply side strategy (Rustiadi et al., 2006). Strategi demand side adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang diupayakan melalui peningkatan barang-barang dan jasa-jasa masyarakat setempat melalui kegiatan produksi lokal, yang bertujuan meningkatkan tarap hidup penduduk yang baru dipindahkan ke wilayah baru. Sedangkan strategi supply side adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang terutama diupayakan melalui investasi modal untuk kegiatan produksi yang berorientasi keluar. Tujuan penggunaan strategi ini adalah untuk meningkatkan suplai dari komoditi yang pada umumnya diproses dari sumberdaya alam lokal.


(30)

Strategi pembangunan wilayah lainnya adalah strategi keterkaitan, yaitu terjadi pada suatu wilayah yang dari sisi supply (penawaran/pasokan) relatif tinggi tetapi mempunyai keterbatasan dalam sisi demand (permintaan) atau sebaliknya dari sisi permintaan relatif tinggi tetapi terbatas akan sumberdaya/pasokan. Keterbatasan dan kelebihan dari suatu wilayah seharusnya dapat dipertemukan sehingga perekonomian wilayah secara keseluruhan dapat meningkat. Strategi berbasis keterkaitan antar wilayah pada awalnya dapat diwujudkan dengan pengembangan keterkaitn fisik antar wilayah dengan membangun berbagai infrstruktur fisik, seperti jaringan transportasi jalan, pelabuhan, jaringan komunikasi dan lainnya yang dapat menciptakan keterkaitan sinergis (saling memperkuat) antar wilayah.

Sejalan dengan teori tersebut, Lorenzo-Alvarez (2002) mengemukakan bahwa kebijakan pembangunan pemerintah yang mendorong wilayah miskin dalam rangka menyetarakan standard hidup dengan wilayah maju, maka Pemerintah dapat menggunakan tiga instrumen utama berikut: (i) Desentralisasi keuangan, (ii) Perbaikan sistem perdagangan dan (iii) Penyediaan infrastruktur yang tepat.

Tetapi keterkaitan fisik saja tidak cukup, harus disertai dengan pengembangan keterkaitan yang lebih luas, yakni disertai dengan kebijakan-kebijakan yang menciptakan struktur insentif yang mendorong keterkaitan yang sinergis antar wilayah. Pengembangan kerterkaitan yang tidak tepat sasaran dapat mendorong backwash yang lebih masif yang pada akhirnya justru memperparah kesenjangan dan ketidak berimbangan pembangunan antar wilayah. Oleh karena itu keterkaitan antar wilayah yang diharapkan adalah bentuk-bentuk keterkaitan yang saling memperkuat bukan memperlemah.

Menurut Sukirno (1982), strategi pembangunan untuk suatu daerah ada empat aspek yaitu 1) strategi makro 2) strategi sektoral 3) strategi wilayah, dan 4) strategi pemilihan proyek-proyek. Salah unsur yang penting dalam kebijakan pembangunan daerah adalah merumuskan strategi perencanaan ekonomi daerah. Perencanaan ekonomi daerah bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Misi umumnya adalah pendapatan perkapita daerah dan pemerataannya. Untuk mewujudkan misi dan tujuan tersebut diperlukan strategi


(31)

13

13

dengan melihat berbagai potensi sumber daya yang berkaitan dengan aspek ekonomi, sosial dan budaya yang tersedia di suatu daerah. Beberapa strategi dimaksud adalah :

1. Strategi dari sudut sumber daya, yang terdiri dari :

a. basis input, surplus sumber daya manusia (surplus labor), b. basis Input, sumber daya alam (hasil alam),

c. strategi basis sumber daya modal dan manajemen, d. sumber daya lainnnya,

e. lokasi dan wilayah strategis. 2. Strategi menurut komoditi unggulan; 3. Strategi dari sudut efisiensi;

4. Strategi dari sudut Institusi dan aktor ekonomi. Sektor Basis

Menurut Syahidin (2006), salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam perumusan kebijakan pembangunan adalah mengetahui sektor-sektor unggulan daerah. Sektor unggulan (leading sektor) merupakan sektor-sektor perekonomian yang diharapkan menjadi motor perekonomian suatu wilayah. Dengan mengetahui dan mengoptimalkan sektor unggulan yang dimiliki daerah, maka diharapkan terdapat efek yang positif bagi kemajuan aktivitas perekonomian daerah.

Kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah atau negara sangat tergantung dari keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayahnya. Nilai strategis setiap sektor dalam memacu menjadi pendorong utama (prime mover) pertumbuhan ekonomi wilayah berbeda-beda. Sektor ekonomi suatu wilayah dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu sektor basis dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan impor antar wilayah. Artinya industri basis ini akan menghasilkan barang dan jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun pasar luar wilayah/daerah. Sedangkan sektor non basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar di daerahnya sendiri dan kapasitas ekspor ekonomi dareah belum berkembang (Rustiadi et al., 2006).


(32)

Untuk mengetahui potensi aktivitas ekonomi yang merupakan basis dan bukan basis dapat digunakan dengan metode Location Quotient (LQ), yang merupakan perbandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada daerah lebih luas dalam suatu wilayah. LQ juga menunjukkan efisiensi relatif wilayah, serta terfokus pada subtitusi impor yang potensial atau produk dengan potensi ekspansi ekspor. Hal ini akan memberikan suatu gambaran tentang industri mana yang terkonsentrasi dan indstri mana yang tersebar (Shukla 2000 dalam Rustiadi et al., 2006).

Menurut Rustiadi et al. (2006), arus pendapatan yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi industri basis akan meningkatkan investasi, kesempatan kerja, pendapatan dan konsumsi, pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja serta menaikkan permintaan hasil industri non basis. Hal ini berarti kegiatan industri basis mempunyai peranan penggerak utama (prime mover role), dimana setiap perubahan kenaikan atau penurunan mempunyai efek pengganda (multiplier effect) terhadap perekonomian wilayah.

Indikator-Indikator Pembangunan

Indikator merupakan ukuran kuantitatif dan atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi (Rustiadi et al., 2006).

Dalam mengukur tingkat pencapaian pembangunan, ketepatan pemilihan indikator menjadi hal yang penting, karena ketepatan indikator yang dipilih akan menentukan pada penilaian akhir. Indikator tiap wilayah berbeda dan bersifat spesifik untuk masing-masing kondisi. Pemilihan indikator yang terlalu banyak perlu diperhitungkan karena selain memerlukan biaya yang besar dan waktu yang lama, tetapi juga dapat mengaburkan fokus yang ingin dicapai. Sebaliknya bila terlalu sedikit, dikhawatirkan terjadi kekeliruan dalam menafsirkan keadaan sebenarnya. Oleh karena itu penetapan sekumpulan indikator yang tepat untuk menggambarkan kinerja pembangunan menjadi satu tugas yang sulit.


(33)

15

15

Indikator kinerja pembangunan dalam penataan ruang dapat dibagi sesuai dengan tiga aspek yang ingin dicapainya, yaitu ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan hidup dengan beberapa contoh sebagai berikut:

a. Indikator Ekonomi: PDB/PDRB, pendapatan perkapita, volume ekspor-impor, dan lain-lain secara stabil serta kemajuan sektor kegiatan ekonomi yang telah ada sekaligus tumbuhnya sektor kegiatan baru yang mendukung perekonomian nasional.

b. Indikator Sosial Budaya: kualitas sumberdaya manusia, angka harapan hidup, intensitas kegiatan budaya; tingkat kebergantungan penduduk (desa-kota, nonproduktif-produktif, jumlah pengangguran, dan lainlain).

c. Indikator Lingkungan Hidup: standardisasi kualitas air, udara, tanah; perubahan suhu udara, tingkat permukaan air tanah, intrusi air laut, frekuensi bencana, dan lain-lain.

Disparitas Pembangunan Antar Wilayah

Disparitas pembangunan terjadi karena tiga faktor yaitu faktor alami, kondisi sosial budaya dan keputusan-keputusan kebijakan. Faktor alami meliputi kondisi agroklimat, sumberdaya alam, lokasi geografis, jarak pelabuhan dengan pusat aktivitas ekonomi, wilayah potensial untuk pembangunan ekonomi. Sementara faktor sosial budaya meliputi nilai tradisi, mobilitas ekonomi, inovasi, kewirausahaan. Sedangan keputusan kebijakan adalah sejauhmana kebijakan yang mendukung secara langsung atau tidak langsung terjadinya disparitas pembangunan (Nugroho, 2004).

Menurut Suhyanto (2005), disparitas antar wilayah berarti perbedaan tingkat pertumbuhan antar wilayah. Perbedaan antar wilayah ini dapat terletak pada perkembangan sektor-sektor pertanian, industri, perdagangan, perbankan, asuransi, transportasi, komunikasi, perkembangan infrastruktur, pendidikan, pelayanan kesehatan, fasilitas perumahan dan sebagainya.

Menurut Anwar (2005), beberapa hal yang menyebabkan terjadinya disparitas antar wilayah adalah 1) Perbedaan karakteristik limpahan sumberdaya alam (resource endowment); 2) Perbedaan demografi; 3) Perbedaan kemampuan sumberdaya manusia (human capital); 4) Perbedaan potensi lokasi; 5) Perbedaan


(34)

dari aspek aksesibilitas dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan; dan 6) Perbedaan dari aspek potensi pasar. Faktor-faktor di atas menyebabkan perbedaan karakteristik wilayah ditinjau dari aspek kemajuannya, yaitu: 1) Wilayah maju; 2) Wilayah sedang berkembang; 3) Wilayah belum berkembang; dan 4) Wilayah tidak berkembang.

Secara lebih terperinci terdapat beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya kesenjangan pembangunan antar wilayah sebagaimana diungkapkan Rustiadi (2001) yaitu:

1). Faktor geografis

Suatu wilayah atau daerah yang sangat luas akan terjadi variasi pada keadaan fisik alam berupa topografi, iklim, curah hujan, sumberdaya mineral dan variasi spasial lainnya. Apabila faktor-faktor lainnya baik, dan ditunjang dengan kondisi geografis yang baik, maka wilayah tersebut akan berkembang dengan lebih baik.

2). Faktor historis

Perkembangan masyarakat dalam suatu wilayah tergantung dari kegiatan atau budaya hidup yang telah dilakukan masa lalu. Bentuk kelembagaan atau budaya dan kehidupan perekonomian pada masa lalu merupakan penyebab yang cukup penting terutama yang terkait dengan sistem insentif terhadap kapasitas kerja.

3). Faktor politis

Tidak stabilnya suhu politik sangat mempengaruhi perkembangan dan pembangunan di suatu wilayah. Instabilitas politik akan menyebabkan orang ragu untuk berusaha atau melakukan investasi sehingga kegiatan ekonomi di suatu wilayah tidak akan berkembang. Bahkan terjadi pelarian modal ke luar wilayah, untuk diinvestasikan ke wilayah yang lebih stabil. 4). Faktor kebijakan

Terjadinya kesenjangan antar wilayah bisa diakibatkan oleh kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah yang sentralistik hampir di semua sektor, dan lebih menekan pertumbuhan dan membangun pusat-pusat pembangunan di wilayah tertentu menyebabkan kesenjangan yang luar biasa antar daerah.


(35)

17

17 5). Faktor administratif

Kesenjangan wilayah dapat terjadi karena kemampuan pengelola administrasi. Wilayah yang dikelola dengan administrasi yang baik cenderung lebih maju. Wilayah yang ingin maju harus mempunyai administrator yang jujur, terpelajar, terlatih, dengan sistem administrasi yang efisien.

6). Faktor sosial

Masyarakat dengan kepercayaan-kepercayaan yang primitif, kepercayaan tradisional dan nilai-nilai sosial yang cenderung konservatif dan menghambat perkembangan ekonomi. Sebaliknya masyarakat yang relatif maju umumnya memiliki institusi dan perilaku yang kondusif untuk berkembang. Perbedaan ini merupakan salah satu penyebab kesenjangan wilayah.

7). Faktor Ekonomi.

Faktor ekonomi yang menyebabkan kesenjangan antar wilayah yaitu:

a) Perbedaan kuantitas dan kualitas dari faktor produksi yang dimiliki seperti: lahan, infrastruktur, tenaga kerja, modal, organisasi dan perusahaan;

b) Terkait akumulasi dari berbagai faktor. Salah satunya lingkaran kemiskinan, kemudian kondisi masyarakat yang tertinggal, standar hidup rendah, efisiensi rendah, konsumsi rendah, tabungan rendah, investasi rendah, dan pengangguran meningkat. Sebaliknya diwilayah yang maju, masyarakat maju, standar hidup tinggi, pendapatan semakin tinggi, tabungan semakin banyak yang pada akhirnya masyarakat semakin maju;

c) Kekuatan pasar bebas telah mengakibatkan faktor-faktor ekonomi seperti tenaga kerja, modal, perusahaan dan aktifitas ekonomi seperti industri, perdagangan, perbankan, dan asuransi yang dalam ekonomi maju memberikan hasil yang lebih besar, cenderung terkosentrasi di wilayah maju;

d) Terkait dengan distorsi pasar, kebijakan harga, keterbatasan spesialisasi, keterbatasan ketrampilan tenaga kerja dan sebagainya.


(36)

Pertumbuhan ekonomi tinggi yang kurang diimbangi dengan kekuatan-kekuatan redistribusi baik secara ekonomis maupun politis akan menimbulkan terjadinya kesenjangan. Kesenjangan ini muncul disebabkan berbagai faktor yaitu sentralisasi negara yang terlalu kuat, sedangkan kekuatan penyeimbang tidak sebanding (Nugroho, 2004).

Meskipun disparitas antar wilayah merupakan hal yang wajar yang bisa ditemui, baik di negara maju maupun berkembang. Namun, ketidakseimbangan pertumbuhan wilayah akan mengakibatkan suatu kondisi yang tidak stabil. Disparitas pembangunan antar wilayah telah menimbulkan banyak permasalahan sosial, ekonomi dan politik. Untuk itu, dibutuhkan pemecahan secara kebijakan terhadap permasalahan disparitas antar wilayah dan perencanaan yang mampu mewujudkan pembangunan wilayah yang berimbang.

Menurut Rustiadi dan Hadi (2007), strategi pembangunan wilayah yang pernah dilaksanakan untuk mengatasi berbagai permasalahan disparitas pembangunan wilayah antara lain :

1. Secara nasional dengan membentuk Kementrian Negara Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia (KTI);

2. Percepatan pembangunan wilayah-wilayah unggulan dan potensial berkembang tetapi relatif tertinggal dengan menetapkan kawasan-kawasan seperti (a)Kawasan andalan (Kadal), (b)Kawasan pembangunan ekonomi terpadu (Kapet) yang merupakan salah satu Kadal terpilih ditiap provinsi. 3. Program percepatan pembangunan vang benuansa mendorong pembangunan

kawasan perdesaan dan sentra produksi pertanian seperti: (a) Kawasan sentra produksi (KSP atau Kasep); (b) Pengembangan kawasan perbatasan; (c) Pengembangan kawasan tertinggal; (d) Proyek pengembangan ekonomi

lokal

4. Program progam sektoral dengan pendekatan wilayah seperti: (a) Perwilayahan komoditas unggulan; (b) Pengembangan sentra industri

kecil; (c) Pengembangan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP) dan lain-lain. Program-program di atas sebagian besar dilaksanakan setelah munculnya berbagai tuntutan pemerataan pembangunan, khususnya pada menjelang dan awal era reformasi. Pendekatan pada masalah terpusat dan masalah penggunaan


(37)

19

19

pendekatan pembangunan yang sama, yaitu mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi di pusat-pusat wilayah perkotaan, tidak memberikan dampak yang besar terhadap tujuan pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah-wilayah yang diidentifikasikan tertinggal. Banyak pusat-pusat pertumbuhan baru berkembang dengan pesat namun wilayah hinterland-nya mengalami nasib yang sama yaitu mengalami pengurasan sumber berdaya yang berlebihan. Beberapa pengalaman empiris bahkan menunjukkan bahwa berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan baru seringkali lebih memberikan akses kepada para pelaku ekonomi di pusat pertumbuhan yang lebih besar untuk melakukan eksploitasi sumberdaya di daerah hinterland. Akibatnya proses eksploitasi wilayah belakang terus berjalan dan ketimpangan tetap terjadi.


(38)

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini ternyata telah menimbulkan permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kesejahteraan antar wilayah yang tidak berimbang. Pendekatan yang sangat menekankan pada pertumbuhan ekonomi tinggi dengan membangun pusat-pusat pertumbuhan telah mengakibatkan investasi dan sumberdaya terserap dan terkosentrasi di perkotaan sebagai pusat-pusat pertumbuhan, sementara wilayah-wilayah hinterland mengalami pengurasan sumberdaya yang berlebihan (massive backwash effect) (Anwar, 2005). Pembangunan yang demikian ternyata telah telah menimbulkan disparitas antar wilayah, wilayah perkotaan lebih maju dibandingkan dengan wilayah perdesaan, wilayah Pulau Jawa lebih maju dibandingkan dengan wilayah luar Pulau Jawa, kawasan barat Indonesia lebih maju dibandingkan dengan kawasan timu Indonesia.

Kesenjangan ini pada akhirnya menimbulkan berbagai permasalahan yang dalam konteks makro sangat merugikan bagi keseluruhan proses pembangunan. Potensi konflik menjadi sedemikian besar karena wilayah-wilayah yang dulunya kurang tersentuh pembangunan mulai menuntuk hak-haknya. Demikian pula hubungan antar wilayah telah membentuk suatu interaksi yang saling memperlemah (Rustiadi, 2001). Wilayah-wilayah hinterland menjadi lemah karena pengurasan sumberdaya yang berlebihan, sedangkan pusat-pusat pertumbuhan pada akhirnya juga menjadi lemah karena proses urbanisasi yang luar biasa.

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya disparitas pembangunan antar wilayah antara lain : letak geografis, kondisi fisik wilayah, perbedaan sumberdaya alam yang dimiliki, akasesibilitas, sebaran penduduk dan kebijakan pemerintah.

Meskipun disparitas antar wilayah merupakan hal yang wajar yang bisa ditemui, baik di negara maju maupun berkembang. Namun seperti halnya bagian tubuh manusia, ketidakseimbangan pertumbuhan akan mengakibatkan suatu kondisi yang tidak stabil. Disparitas antar wilayah telah menimbulkan banyak permasalahan sosial, ekonomi dan politik. Untuk itu, diperlukan suatu strategi


(39)

21

21

pengembangan wilayah atau kebijakan pembangunan yang dapat mereduksi permasalahan disparitas antar wilayah dan mampu mewujudkan pembangunan wilayah yang berimbang. Gambaran mengenai hal ini secara jelas dapat dilihat pada Gambar 3 diagram alir kerangka pemikiran berikut :

Gambar 3 . Diagram Alir Kerangka Pemikiran Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Kabupaten Purwakarta. Secara geografis terletak di antara 107°30’–107°40’ Bujur Timur dan 6°25’–6°45’ Lintang Selatan, dengan luas wilayah 971,72 Km2 atau sekitar 2,81 persen dari luas Wilayah Provinsi Jawa Barat. Propinsi Jawa Barat, yang mencakup 17 Kecamatan dan 192 Desa. Penelitian ini akan dilakukan pada Bulan Juni 2007 sampai dengan Bulan Agustus 2007.

Paradigma Pembangunan :

• Mengejar Pertumbuhan Ekonomi

• Sentralistrik pada Pusat Pertumbuhan

Faktor Penyebab Disparitas

• Kondisi Fisik Wilayah

• Aksesibilitas

• Sebaran Penduduk

Mereduksi Disparitas Antar Wilayah melalui Strategi Pengembangan Wilayah Berimbang

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH Terjadinya

Disparitas Pembangunan Antar Wilayah


(40)

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder yakni melakukan studi kepustakaan dari publikasi data-data statistik BPS, dokumen perencanaan yang dikeluarkan oleh Pemda Kabupaten Purwakarta dan sumber-sumber pustaka lain yang relevan dengan topik penelitian.

Hubungan antara tujuan penelitian, metode analisis, variabel, sumber data dan output yang diharapkan, dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Tujuan penelitian, metode analisis, variabel, sumber data dan

output penelitian

No Tujuan

Penelitian Metode Analisis Variabel/ Parameter Data dan Sumber Data Output Penelitian 1. Mengidentifikasi

Struktur Hirarki Wilayah Analisis Skalogram, Indeks Entropi Jumlah sarana dan Prasarana Pembangunan, PDRB Kecamatan, PODES 2003, PDRB Kec, Puwakarta Dalam Angka - BPS Hirarki Wilayah

2. Mengidentifikasi Sektor Unggulan Wilayah. Location Quotient PDRB Kecamatan per sektor/ lapangan usaha PDRB Kecamatan tahun 2002 - BPS Sektor Unggulan

3. Membuat tipologi wilayah

berdasarkan karakteristik sosial ekonomi dan fisik wilayah.

Principal Component Analysis (PCA, Cluster Analysis dan Discrimanant Analysis) Indikator Pembangunan dan Potensi Fisik Wilayah per Kecamatan PODES 2003, Peta Topografi - Bapeda dan BPS

Tipologi Wilayah dan Karakteristik-nya

4. Menganalisa faktor penyebab disparitas/ perkembangan wilayah Indeks Williamson, Analisis Regresi PDRB Kecamatan per sektor/ lapangan usaha dan Hasil PCA PODES 2003 - BPS Tingkat Kesenjangan dan faktor-faktor penyebabnya

5. Merumuskan strategi pengembangan wilayah Analisis Deskriptif Hasil analisis sebelumnya Hasil analisis sebelumnya Arahan Strategi Pengembangan Wilayah


(41)

23

23

Metode Analisis

1. Analisis Perkembangan Wilayah Metode Skalogram

Analisa dilakukan dengan metode Skalogram untuk menentukan hirarki wilayah di Kabupaten Purwakarta dan membandingkan perkembangan pembangunan antar wilayah (kecamatan) di Kabupaten Purwakarta. Data yang digunakan adalah data dari Potensi Desa tahun 2003, dengan parameter yang diukur meliputi : bidang pendidikan, kesehatan, transportasi, perekonomian dan aksesibilitas. Kemudian hasil analisis dipetakan pada Peta administrasi untuk dianalisa secara spasial.

Prosedur kerja penyusunan hirarki daerah berdasarkan infrastruktur dengan menggunakan Skalogram adalah sebagai berikut (Saefulhakim, 2005):

a. Melakukan pemilihan terhadap data Podes tahun 2003 sehingga yang tinggal hanya data yang bersifat kuantitatif;

b. Melakukan seleksi terhadap data-data kuantitatif tersebut sehingga hanya yang relevan saja yang digunakan;

c. Melakukan rasionalisasi data;

d. Melakukan seleksi terhadap data-data hasil rasionalisasi hingga diperoleh 81 variabel untuk analisa skalogram yang mencirikan tingkat perkembangan kecamatan di Kabupaten Purwakarta;

e. Melakukan standardisasi data terhadap variabel-variabel tersebut dengan menggunakan rumus:

j

j ij

ij

s

x

y

=

µ

dimana:

yij = variael baru untuk kecamatan ke-i dan jenis sarana ke-j xij = jumlah sarana untuk kecamatan ke-i dan jenis sarana ke-j

µj = nilai minimum untuk jenis sarana ke-j sj = simpangan baku untuk jenis sarana ke-j

f. Menentukan indeks perkembangan Kecamatan (IPK) dan kelas hirarkinya. Pada penelitian ini, IPK dikelompokkan ke dalam tiga kelas hirarki, yaitu hirarki I (tinggi), hirarki II (sedang), dan hirarki III (rendah). Penentuan kelas


(42)

hirarki didasarkan pada nilai standar deviasi IPK (St Dev) dan nilai median, seperti terlihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3. Nilai selang hirarki

No. Hirarki Nilai Selang (X) Tingkat Hirarki

1 I X≥(median +(2*St Dev)} Tinggi

2 II Median<X<(median +(2*St Dev)) Sedang

3 III X ≤median Rendah

Variabel dan parameter yang dipergunakan untuk analisis skalogram, terlihat pada tabel berikut :

Tabel 4. Data yang digunakan untuk Analisis Skalogram 1 Jumlah TK Negeri

2 Jumlah TK Swasta

3 Jumlah SD Negeri dan yang Sederajat 4 Jumlah SD Swasta dan yang Sederajat 5 Jumlah SLTP Negeri dan yang Sederajat 6 Jumlah SLTP Swasta dan yang Sederajat 7 Jumlah SMU Negeri dan yang Sederajat 8 Jumlah SMU Swasta dan yang Sederajat FASILITAS

PENDIDIKAN

9 Jumlah SMK Negeri 10 Jumlah SMK Swasta

11 Jumlah Akademi/PT Negeri dan yang Sederajat 12 Jumlah Akademi/PT Swasta dan yang Sederajat 13 Jumlah Sekolah Luar Biasa Negeri

14 Jumlah Sekolah Luar Biasa Swasta

15 Jumlah Pondok Pesantren/Madrasah Diniyah 16 Jumlah Lembaga Bahasa

17 Jumlah Lembaga Tata Buku/Akuntansi 18 Jumlah Lembaga Komputer

19 Jumlah Lembaga Memasak/Tata Boga 20 Jumlah Lembaga Menjahit/Tata Busana 21 Jumlah Lembaga Kecantikan

22 Jumlah Lembaga Montir Mobil/Motor 23 Jumlah Lembaga Elektronik

24 Jumlah Rumah Sakit

25 Jumlah Rumah Sakit Bersalin/Rumah Bersalin 26 Jumlah Poliklinik/Balai Pengobatan

27 Jumlah Puskesmas

28 Jumlah Puskesmas Pembantu

FASILITAS 29 Jumlah Tempat Praktek Dokter

KESEHATAN 30 Jumlah Tempat Praktek Bidan

31 Jumlah Posyandu 32 Jumlah Polindes 33 Jumlah Apotik 34 Jumlah Pos Obat Desa


(43)

25

25 Tabel 4. Lanjutan

36 Dokter (orang)

FASILITAS 37 Bidan (orang)

KESEHATAN 38 Bidan di desa, sesuai SK penempatan

39 Dukun bayi terlatih 40 Dukun bayi belum terlatih 41 Jumlah Mesjid

42 Jumlah Surau/Langgar 43 Jumlah Gereja Kristen 44 Jumlah Gereja Katolik 45 Jumlah Pura

46 Jumlah Vihara SARANA

PERIBADATAN

47 Jumlah Klenteng 48 Alam Non Bahari

49 Jumlah tempat penyewaan vidio 50 Jumlah Hotel/Penginapan (unit) 51 Jumlah rumah bilyard

SARANA HIBURAN

52 Jumlah pub/diskotik/karaoke

53 Banyaknya keluarga yang berlangganan telpon 54 Banyaknya keluarga yang mempunyai pesawat TV 55 Kantor Pos/Pos Pembantu/Rumah Pos

56 Wartel/kiospon/warpostel/ Warparpostel (unit) 57 Warung internet (unit)

58 Terminal angkutan roda 4 (unit) 59 Stasiun kereta api (unit)

SARANA INFORMASI, KOMUNIKASI DAN

TRANSPORTASI

60 Dermaga/pelabuhan (unit) 61 Jumlah Toko/Warung/Kios (unit)

62 Jumlah Supermarket/Pasar Swalayan/Toserba (unit) 63 Jumlah Restoran/RM/Kedai Makanan Minuman (unit) 64 Bangunan Pasar Permanen/Semi Permanen

65 Pasar Tanpa Bangunan Permanen

66 Banyaknya perusahaan pertanian tanaman pangan 67 Banyaknya Perusahaan Perkebunan

68 Banyaknya Perusahaan Peternakan 69 Banyaknya Perusahaan Kehutanan 70 Pasar Hewan

71 Rumah Potong Hewan (RPH)

72 Jumlah Industri Kerajinan dari Kulit (unit) 73 Jumlah Industri Kerajinan dari Kayu (unit)

74 Jumlah Industri Kerajinan dari Logam/Logam Mulia (unit) 75 Jumlah Industri Anyaman/Gerabah/Keramik (unit) 76 Jumlah Industri Kerajinan dari Kain/Tenun (unit) 77 Jumlah Industri Kerajinan Makanan (unit) 78 Jumlah Bank Umum (unit)

79 Jumlah Bank Pengkreditan Rakyat (unit) 80 Jumlah Koperasi Unit Desa (KUD) (unit) SARANA

PEREKONOMIAN


(44)

∑∑

=

=

=

n

i

n

j

ij

ij

P

P

S

1

1

ln

Indeks Entropi

Indeks Entropy juga digunakan untuk melihat hirarki wilayah yaitu mengukur tingkat perkembangan suatu wilayah dan melihat sektor-sektor yang dominan (yang berkembang) pada wilayah tersebut. Data yang dianalisa adalah Data PDRB Per Kecamatan terhadap PDRB Kabupaten Tahun 2002.

Analisis Enthropy Model merupakan salah satu konsep analisis yang dapat menghitung tingkat keragaman (diversifikasi) komponen aktivitas. Keunggulan dari konsep ini karena dapat digunakan untuk: 1) memahami perkembangan suatu wilayah; 2) memahami perkembangan atau kepunahan kenekaragaman hayati; 3) memahami perkembangan aktivitas perusahaan; dan 4) memahami perkembangan aktivitas suatu sistem produksi pertanian dan lain-lain (Saefulhakim, 2006)

Prinsip pengertian indeks entropi ini adalah semakin beragam aktifitas atau semakin luas jangkauan spasial, maka semakin tinggi entropi wilayah. Artinya wilayah tersebut semakin berkembang (S↑ = tingkat perkembangan↑). Persamaan umum entropy ini adalah sebagai berikut:

Dimana: Pij= Proporsi kegiatan i (sektor, komoditas) di wilayah j, yang dihitung dari persamaan: Pij = Xij/ΣXij

Analisis ini digunakan untuk mengetahui perkembangan sektor-sektor perekonomian antar kecamatan di Kabupaten Purwakarta, sehingga dapat dibandingkan perkembangan perekonomian antar kecamatan tersebut. Jika S semakin tinggi maka tingkat perkembangan semakin meningkat, dimana nilai S akan selalu ≥ 0.

2. Location Quotient (LQ)

Secara umum, metode analisis ini digunakan untuk menunjukkan lokasi pemusatan/basis suatu aktivitas dan dapat mengidentifikasi sektor unggulan atau keunggulan komparatif suatu wilayah. Location Quotient (LQ) merupakan suatu


(45)

27

27

indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut dalam total aktivitas wilayah. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah (1) kondisi geografis relatif seragam, (2) pola-pola aktivitas bersifat seragam, dan (3) setiap aktivitas menghasilkan produk yang sama. Persamaan dari LQ ini adalah :

..

/

.

/

.

X

X

X

X

LQ

j i ij

ij

=

Dimana:

Xij = derajat aktivitas ke-j di wilayah ke-i Xi. = total aktivitas di wilayah ke-i

X.j = total aktivitas ke-j di semua wilayah X.. = derajat aktivitas total wilayah

Hasil analisis LQ akan menunjukkan hal sebagai berikut :

• Jika nilai LQij > 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai pangsa relatif

lebih besar dibandingkan dengan aktivitas yang secara umum ditemukan di seluruh wilayah atau aktivitas ke-j merupakan aktivitas/sektor unggulan di sub wilayah ke-i.

• Jika LQij < 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai pangsa relatif lebih

kecil dibandingkan dengan aktivitas yang secara umum ditemukan di seluruh wilayah atau aktivitas ke-j bukan merupakan aktivitas/sektor unggulan di sub wilayah ke-i.

• Jika LQij = 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai pangsa setara

dengan aktivitas yang secara umum ditemukan di seluruh wilayah.

Dalam analisis ini, data yang digunakan adalah PDRB kecamatan Kabupaten Purwakarta atas dasar lapangan usaha tahun 2002. Hasil nilai LQ yang diperoleh akan dapat diketahui sektor-sektor perekonomian yang merupakan sektor unggulan bagi kecamatan-kecamatan di Kabupaten Purwakarta.

3. Analisis Tipologi Wilayah

Analisa Tipologi Wilayah dimaksudkan untuk melihat karakteristik perkembangan wilayah. Analisa ini didasarkan pada indikator-indikator yang


(46)

terkait dengan perkembangan suatu wilayah, dalam penelitian ini meliputi : karakteristik Sosial Ekonomi dan Potensi fisik wilayah. Tipologi wilayah dianalisa dengan : Principal Component Analysis (PCA), Cluster Analysis dan Discriminant Analysis.

Principal Components Analysis (PCA)

PCA digunakan untuk mengetahui faktor-faktor utama penentu tingkat perkembangan suatu wilayah. Data yang akan dianalisa data Podes 2003 yang bersifat kuantitatif melalui proses rasionalisasi yaitu variabel variabel yang dapat mencirikan tipologi wilayah desa-desa di Kabupaten Purwakarta, diantaranya: varibel-variabel bidang kependudukan, keuangan, komunikasi dan informasi, kesehatan, pendidikan, ekonomi, aksesibilitas dan faktor-faktor fisik Untuk melakukan perhitungan metode PCA/FA ini digunakan aplikasi statistica 60.

Adapun maksud dari analisis komponen utama ini adalah untuk mengelompokkan variabel-variabel menjadi beberapa kelompok. Ada dua tujuan dasar dari PC, yaitu:

• Ortogonalisasi Variabel: mentransformasikan suatu struktur data dengan variabel-variabel yang saling berkorelasi menjadi struktur data baru dengan variabel-variabel baru (yang disebut sebagai Komponen Utama atau Faktor) yang tidak saling berkorelasi.

• Penyederhanaan Variabel: banyaknya variabel baru yang dihasilkan, jauh lebih sedikit dari pada variabel asalnya, tapi total kandungan informasinya (total ragamnya) relatif tidak berubah (Saefulhakim, 2005).

Teknik ekstraksi data dengan PCA/FA pada dasarnya adalah dengan memaksimalkan keragaman dalam 1 (satu) variabel/faktor yang baru dan meminimalkan keragaman dengan variabel/faktor yang lain, menjadi variabel yang saling bebas (independent).

Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisa ini adalah : 1. Ortogonalisasi Variabel

Tujuannya adalah membuat variabel baru Zα (α=1,2,...,qp) yang memiliki karakteristik:

(1) satu sama lain tidak saling berkorelasi, yakni: rαα = 0,


(47)

29

29

(3) nilai ragam masing-masing Zα sama dengan λα≥ 0, dimana ∑αλα= p. 2. Penyederhanaan jumlah variabel

Mengurutkan masing-masing factor/komponen utama (Fα) yang dihasilkan, dari yang memiliki eigenvalue (λα) tertinggi hingga terendah, yakni :

a. memilih faktor-faktor atau komponen-komponen utama yang memiliki

λα≥1, artinya faktor atau komponen utama yang memiliki kandungan informasi (ragam) setara dengan informasi yang terkandung dalam satu variabel asal,

b. membuang faktor atau komponen utama yang mempunyai eigenvalue antar dua faktor atau komponen utama yang berdekatan/tidak begitu signifikan, jika (λα-λ(α - 1))<1, sebagai alternatif lain digunakan juga

metode The Scree Test dipekenalkan oleh Catell dimana dari hasil scee plot yang dipilih adalah yang paling curam,

c. menentukan faktor-faktor atau komponen-komponen utama yang memiliki koefisien korelasi nyata minimal satu variabel asal. Kriteria yang digunakan adalah | rαj|≥0.7 Hal ini dimaksudkan agar setiap faktor atau

komponen utama yang terpilih, paling tidak memiliki satu penciri dominan dari variabel asalnya.

Hasil PCA antara lain:

• Akar ciri (eigen value) merupakan suatu nilai yang menunjukkan keragaman dari peubah komponen utama dihasilkan dari analisis, semakin besar nilai eigen value, maka semakin besar pula keragaman data awal yang mampu dijelaskan oleh data baru.

• Proporsi dan komulatif akar ciri, nilai pembobot (eigen vector) merupakan parameter yang menggambarkan hubungan setiap peubah dengan komponen utama ke-i.

Component score adalah nilai yang menggambarkan besarnya titik-titik data baru dari hasil komponen utama dan digunakan setelah PCA.

PC loading menggambarkan besarnya korelasi antar variable awal dengan komponen ke-i. PC scores ini yang digunakan jika terjadi analisis lanjutan setelah PCA. Factor Loadings (Lα) adalah sama dengan Factor Score Coefficients (Cα) kali Eigenvalue Faktor atau Komponen Utamanya (λα).


(48)

Variabel yang dipergunakan untuk analisis PCA, terlihat pada tabel berikut : Tabel 5. Variabel dan Parameter yang digunakan dalam Analisis PCA

Bidang No Kode Variabel Parameter

1 Kpdtn Kepadatan Penduduk Σ Penduduk per Luas

Wilayah

Kependu-dukan 2 KP Persen Keluarga

Pertanian

Σ kk Petanian per Σ kk Keuangan

Kecamatan

3 Pak Pendapatan asli

kecamatan per kapita

PAKperΣ Penduduk

4 Sarkom Rasio sarana

komunikasi terhadap 1000 penduduk

Σ (Wartel/kiospon/warpos tel, Warnet & Kantor Pos/Pos Pembantu/Rumah Pos) Per 1000 penduduk

5 PLN Persen kk yang

menggunakan PLN

Σ kk pelanggan PLN per Σ kk

6 Telp Persen kk yang

berlangganan telpon

Σ kk pelanggan telpon per Σ kk

Sarana Komuni-kasi & Informasi

7 TV Persen kk yang

mempunyai TV

Σ kk punya TV per Σ kk

8 Tenkes Rasio tenaga kesehatan terhadap 1000

penduduk

Σ (Dokter, Bidan/bidan desa, Dukun bayi terlatih dan belum terlatih) Per 1000 penduduk

9 Temkes Rasio tempat

pelayanan kesehatan terhadap 1000 penduduk

Σ (RSU,Rmh bersalin, poliklinik, puskesmas/ pembantu,tmpt dokter/ bidan, posyandu/ polindes) Per 1000 penduduk Kesehatan

10 Obat Rasio Jumlah tempat

penjualan obat terhada 1000 penduduk

Σ (Apotek, toko obat/jamu) Per 1000 penduduk 11 Dikdas Rasio Jumlah sarana

pendidikan dasar dan menengah terhadap 1000 penduduk

Σ (TK,SD,SMP,SMA,SMK negeri/swasta )Per 1000 penduduk

12 Ponpes Rasio Jumlah Pondok Pesantren/Madrasah Diniyah terhadap 1000 penduduk

Σ (Pondok Pesantren/ Madrasah Diniyah)Per 1000 penduduk

13 Murid Rasio murid TK-SMK

terhadap 1000 penduduk

Σ (murid

TK,SD,SMP,SMA /SMK)Per 1000 penduduk 14 Guru Rasio Guru TK-SMK terhadap 1000 murid

Σ (Guru

TK,SD,SMP,SMA/ SMK )Per 1000 murid

TK,SD,SMP,SMA /SMK Pendidikan

15 Mes Rasio mesjid terhadap

1000 penduduk

Σ (Mesjid)Per 1000 penduduk


(49)

31

31 Tabel 5. Lanjutan

16 Lkeu Rasio Lembaga

keuangan terhadap 1000 penduduk

Σ (Bank, BPR,KUD, Koperasi) per 1000 penduduk

Ekonomi

17 Toko Rasio Toko dan

perbelanjaan terhadap 1000 penduduk

Σ (Toko/ warung/kios, supermarket, restoran/kedai makan) per 1000 penduduk 18 Jpwk Jarak terhadap ibukota

kabupaten

Jarak terhadap ibukota kabupaten

19 Jjkt Jarak lurus ke Jakarta Jarak sentroid Kecamatan terhdp Gerbang tol Cikopo 20 Jbdg Jarak lurus ke Bandung Jarak sentroid Kecamatan

terhadap Jalan utama Perbatasan Kab. Bandung

21 Jln Rasio Panjang Jalan

terhadap luas wilayah

Rasio panjang jalan terhadap luas wilayah

Aksesibili-tas

22 Jlbaik Persen Jalan Kondisi baik

Rasio panjang jalan baik terhadap panjang jalan

23 saw Persen luas sawah Persen luas sawah

24 hutan Persen hutan Persen hutan

25 mukim Persen pemukiman Persen pemukiman

26 ler0 Persen luas areal dengan lereng 0-8%

Persen luas areal dengan lereng 0-8% per luas areal 27 ler8 Persen luas areal

dengan lereng 8-15%

Persen luas areal dengan lereng 8-15% per luas areal 28 ler25 Persen luas areal

dengan lereng 15-40%

Persen luas areal dengan lereng 15-40% per luas areal

Faktor fisik

29 ler40 Persen luas areal dengan lereng >40%

Persen luas areal dengan lereng >40%

Cluster Analysis

Cluster analysis untuk mengetahui pengelompokan wilayah berdasarkan faktor-faktor utama yang mempengaruhi tingkat perkembangan wilayah. Cluster analysis digunakan untuk mengelompokkan objek-objek menjadi beberapa kelompok berdasarkan pada pengukuran variabel-variabael yang diamati, sehingga diperoleh kemiripan objek dalam kelompok yang sama dibandingkan antara objek dari kelompok yang berbeda.

Secara umum terdapat dua metode penggerombolan dalam analisis gerombol ini yaitu: metode berhirarki (hierarichal clustering method) dan metode tak berhirarki (non hierarichal clustering method).

Metode berhirarki dilakukan jika jumlah gerombol yang akan ditentukan sudah diketahui. Misalnya orde pembangunan wilayah secara umum diketahui


(50)

berjumlah 5 (lima), yaitu: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah, atau 3 (tiga) yaitu: tinggi, sedang dan rendah. Pengklasifikasian selanjutnya akan dilakukan berdasarkan jumlah yang kita inginkan tersebut. Unit-unit analisis yang dikelompokkan akan bergerombol sesuai dengan kedekatan/kemiripan karakteristiknya masing-masing.

Sedangkan untuk metode tidak berhirarki dilakukan jika jumlah gerombol belum diketahui. Penggerombolan selanjutnya dilakukan terhadap seluruh unit berdasarkan seluruh karakteristik yang diamati. Selanjutnya berdasarkan kenampakan hasil penggerombolan ditentukan pemotongan seberapa banyak gerombol yang akan digunakan.

Discriminant Analysis

Discriminant analysis merupakan salah satu analisis multivariabel untuk menentukan variabel mana yang membedakan secara nyata dengan kelompok-kelompok yang telah ada secara alami, sehingga digunakan untuk menentukan variabel mana yang merupakan penduga terbaik dari pembagian kelompok-kelompok yang ada.

Pada prinsipnya, penentuan dalam analisis diskriminan ini berbalikan dengan metode analisis gerombol. Jika analisis gerombol (khususnya gerombol unit) menentukan gerombol dari ciri-ciri yang diduga mirip, maka analisis diskriminan ini menentukan dengan kelompok yang sudah tentu yang terbentuk secara alamiah ingin ditentukan variabel yang mana yang sebenarnya secara nyata membedakan kelompok-kelompok tersebut.

Fungsi diskriminan merupakan fungsi linier peubah-peubah asal yang akan menghasilkan cara terbaik dalam pemisahan kelompok. Fungsi ini akan memberikan nilai-nilai yang sedekat mungkin dalam kelompok dan sejauh mungkin antar kelompok. Fungsi ini disamping dapat digunakan untuk menerangkan perbedaan antar kelompok juga dapat digunakan dalam masalah klasifikasi yaitu peluang terkecil kesalahan klasifikasi atau tingkat kesalahan pengelompokan objek dari kelompok-kelompok


(51)

33

33 4 Analisis Disparitas

Indeks Williamson

Indeks Williamson merupakan salah satu indeks yang paling sering digunakan untuk melihat disparitas antar wilayah. Williamson pada tahun 1975 mengembangkan indeks kesenjangan wilayah yang diformulasikan sebagai berikut:

dimana:

Vw = Indeks Williamson (Iw)

Yi = PDRB per kapita wilayah kecamatan ke –i

Y

= Rata-rata PDRB per kapita

Pi = fi/n, dimana fi jumlah penduduk kecamatan ke i dan n jumlah total penduduk kabupaten

Indeks Williamson akan menghasilkan indeks yang lebih besar atau sama dengan nol. Jika Yi=Y− maka akan dihasilkan indeks = 0, yang berarti tidak adanya kesenjangan antar wilayah. Indeks lebih besar dari 0 menunjukkan adanya kesenjangan ekonomi antar wilayah. Semakin besar indeks yang dihasilkan semakin besar tingkat kesenjangan antar wilayah/kecamatan di suatu kabupaten. Dalam analisis ini data yang digunakan adalah PDRB kecamatan Kabupaten Purwakarta atas dasar lapangan usaha tahun 2002.

Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi berganda dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi disparitas pembangunan antar wilayah. Karena disparitas antar wilayah dapat dilihat dari indeks perkembangan suatu wilayah dan tingkat perkembangan ekonomi suatu wilayah, maka dilakukan uji regresi antara indeks perkembangan kecamatan (IPK) dan PDRB perkapita sebagai variabel tujuan (dependent) terhadap variabel bebas (independent) yaitu : infrastruktur dan potensi fisik wilayah.

=

Y

Y

p

Y

i 2 i w

_


(52)

Y = f (X

1

, X

2

, X

3....

X

k.

)

atau:

Model regresi berganda dapat diturunkan sebagai berikut:

Y =

ε

1

x

1

+

ε

2

x

2

+...+

ε

k

x

k

+

е

dimana:

Y

= IPK dan PDRB perkapita

X

i = Variabel bebas

ε

i = Koefisien fungsi regresi

e

= Variabel pengganggu

Y adalah variabel tujuan yang nilainya tergantung dari k variabel bebas x1,...,xk. Diasumsikan bahwa nilai variabel bebas diketahui dan nilai ε1,...εk

belum diketahui. Untuk menghasilkan model yang dapat digunakan sebagai penduga yang baik maka beberapa asumsi yang harus dipenuhi:

a. E (e) = 0 b. E (e2)= σ2

c. Tidak ada korelasi antar variabel.

Variabel dengan nilai koefisien regresi terbesar merupakan variabel yang mempunyai peranan terbesar dalam mempengaruhi tingkat perkembangan wilayah. Variabel yang dipergunakan untuk pengolahan data analisis regresi, merupakan faktor score hasil dari analisis PCA, sebagai berikut :

1 F1 yaitu indikator sarana perkotaan (kepadatan penduduk, sarana komunikasi, panjang jalan, pelanggan telpon dan lembaga keuangan)

2 F2 yaitu indikator keuangan daerah (PAD kecamatan, jarak ke Bandung-Jakarta, Pelanggan PLN)

3 F3 yaitu indikator fisik wilayah (luas wilayah dengan kelerengan 8-15% dan >40%)

4 F4 yaitu indikator pendidikan, (sarana pendidikan dasar dan menengah) 5 F5 yaitu indikator aksesibilitas (jalan kondisi baik, tempat pelayanan

kesehatan dan jumlah mesjid)

6 F6 yaitu indikator kesehatan (tenaga kesehatan) 7 F7 yaitu indikator pertanian (keluarga pertanian)


(53)

35

35 5. Analisa Deskriptif

Analisa deskriptif ini merupakan salah satu bentuk analisis statistik yang bertujuan memberikan deskripsi data yang meliputi tabulasi, peringkasan dan penyajian dalam bentuk grafis dan gambar-ganbar serta menghitung ukuran-ukuran deskripsinya.

Analisa deskriptif digunakan untuk menjelaskan, menguraikan, menggambarkan, menganalisa, mensintesa, dan menjabarkan fenomena-fenomena yang diperoleh dari hasil analisis lainnya, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang lebih objektif terhadap keadaan yang realistis.

Dalam tulisan ini perumusan strategi pengembangan wilayah di Kabupaten Purwakarta dilakukan melalui analisis deskriptif dengan cara menganalisa hasil-hasil analisis sebelumnya antara lain fenomena hasil-hasil analisis perkembangan wilayah, analisis tipologi wilayah, analisis disparitas dan analisis keunggulan wilayah, sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan logis.

Adapun gambaran mengenai hal ini, secara lengkap disajikan pada gambar 4 diagram alir metode penelitian.


(1)

Lampiran 3. lanjutan

No Nama Desa Kecamatan IPD Hirarki 81 Cihanjawar Bojong 22.74 2 82 Sukadami Wanayasa 22.71 2 83 Karoya Tegalwaru 22.24 2 84 Kiarapedes Kiarapedes 21.98 2 85 Mekarsari Darangdan 21.93 2 86 Cipeundeuy Bojong 21.89 2 87 Ciracas Kiarapedes 21.85 2 88 Cibodas Sukatani 21.70 2 89 Maracang Babakancikao 21.67 2 90 Cinangka Bungursari 21.61 2 91 Tegaldatar Maniis 21.40 2 92 Sukamaju Sukatani 21.29 2 93 Sukahaji Tegalwaru 21.25 2 94 Kutamanah Sukasari 21.03 2 95 Jatiluhur Jatiluhur 20.97 2

96 Cibatu Cibatu 20.83 2

97 Tanjung Sari Pondoksalam 20.62 3 98 Cilingga Darangdan 20.51 3

99 Citeko Plered 20.17 3

100 Sinargalih Maniis 20.16 3 101 Lebak Anyar Pasawahan 20.04 3 102 Sukamulya Tegalwaru 19.73 3 103 Pasirmunjul Sukatani 19.58 3 104 Pasawahan Kidul Pasawahan 19.31 3 105 Cicadas Babakancikao 19.29 3 106 Cikumpay Campaka 19.20 3 107 Karyamekar Cibatu 18.83 3 108 Cijantung Sukatani 18.80 3

109 Cijunti Campaka 18.67 3

110 Hegarmanah Babakancikao 18.53 3 111 Cianting Utara Sukatani 18.25 3 112 Gandasoli Plered 18.17 3 113 Pasirjambu Maniis 17.49 3 114 Salammulya Pondoksalam 17.41 3 115 Cadassari Tegalwaru 17.19 3 116 Cilangkap Babakancikao 17.16 3 117 Nangerang Wanayasa 17.09 3 118 Cigelam Babakancikao 16.98 3 119 Parakansalam Pondoksalam 16.93 3 120 Gandamekar Plered 16.85 3


(2)

Lampiran 3. lanjutan

No Nama Desa Kecamatan IPD Hirarki

121 Cilandak Cibatu 16.84 3

122 Cibingbin Bojong 16.77 3 123 Kertamanah Sukasari 16.71 3 124 Sumurugul Wanayasa 16.64 3 125 Cipicung Sukatani 16.36 3 126 Margasari Pasawahan 16.27 3 127 Citalang Tegalwaru 16.22 3

128 Cimahi Campaka 16.01 3

129 Mekarjaya Kiarapedes 15.70 3

130 Campaka Campaka 15.30 3

131 Parakan Garokgek Kiarapedes 15.21 3 132 Sukasari Sukasari 15.20 3 133 Parakanlima Jatiluhur 15.17 3 134 Kertajaya Pasawahan 15.09 3 135 Ciherang Pasawahan 15.02 3 136 Sirnamanah Darangdan 14.45 3 137 Pusakamulya Kiarapedes 14.30 3 138 Simpang Wanayasa 14.29 3 139 Pondokbungur Pondoksalam 14.25 3 140 Ciramahilir Maniis 14.05 3

141 Cijati Maniis 14.04 3

142 Karangmukti Bungursari 13.86 3 143 Warung Kadu Pasawahan 13.77 3 144 Sukajadi Pondoksalam 13.58 3 145 Kertamukti Campaka 13.52 3 146 Pangkalan Bojong 13.40 3 147 Margaluyu Kiarapedes 13.33 3 148 Cihuni Pasawahan 13.27 3 149 Gununghejo Darangdan 13.19 3 150 Campakasari Campaka 13.12 3 151 Cadasmekar Tegalwaru 13.04 3 152 Galumpit Tegalwaru 12.83 3

153 Cisaat Campaka 12.62 3

154 Cibeber Kiarapedes 12.35 3 155 Sakambang Wanayasa 12.10 3 156 Tegalsari Tegalwaru 12.02 3 157 Linggarsari Plered 12.00 3

158 Ciawi Wanayasa 11.86 3

159 Cirangkong Cibatu 11.81 3 160 Pasanggrahan Tegalwaru 11.41 3


(3)

Lampiran 3. lanjutan

No Nama Desa Kecamatan IPD Hirarki 161 Cibukamanah Cibatu 11.09 3

162 Citeko Kaler Plered 10.93 3

163 Ciririp Sukasari 10.85 3

164 Sukamukti Maniis 10.67 3

165 Benteng Campaka 10.56 3

166 Dangdeur Bungursari 10.47 3

167 Cijaya Campaka 10.46 3

168 Parungbanteng Sukasari 10.39 3

169 Cileunca Bojong 10.29 3

170 Rawasari Plered 9.70 3

171 Gurudug Pondoksalam 9.50 3 172 Salamjaya Pondoksalam 9.22 3

173 Cipancur Cibatu 9.19 3

174 Legokhuni Wanayasa 9.06 3 175 Tegalwaru Tegalwaru 8.90 3 176 Legoksari Darangdan 8.68 3

177 Cipinang Cibatu 8.67 3

178 Bungurjaya Pondoksalam 8.56 3 179 Taringgul Landeuh Kiarapedes 8.30 3

180 Cidahu Pasawahan 8.14 3

181 Pasawahananyar Pasawahan 8.01 3 182 Sumbersari Kiarapedes 7.83 3 183 Galudra Pondoksalam 7.78 3 184 Ciparungsari Cibatu 7.54 3

185 Cirende Campaka 7.50 3

186 Cibuntu Wanayasa 7.15 3

187 Kadumekar Babakancikao 6.98 3

188 Gardu Kiarapedes 6.12 3

189 Raharja Wanayasa 6.12 3

190 Cikadu Cibatu 5.81 3

191 Situ Pondoksalam 4.45 3

192 Wanawali Cibatu 3.40 3

Ket : Perhitungan Hirarki wilayah dilakukan dengan cara menghitung median dan standar deviasi dari Indeks Perkembangan Desa (IPD) setiap Desa. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai median adalah 20.7 dan standar deviasi adalah 32.5. Pengkelasan IPK dilakukan dengan rumus :

Hirarki 1: Hirarki 1 ≥ median + (standar deviasi x 2)

Hirarki 2: Median < Hirarki 2 < median + (standar deviasi x 2) Hirarki 3: Hirarki 3 ≤ median


(4)

Lampiran 4. Hirarki Wilayah di kabupaten Purwakarta Tahun 2002 No Kecamatan IPK Hirarki

1 Purwakarta 215.26 1

2 Plered 76.82 2

3 Jatiluhur 76.17 2 4 Darangdan 65.38 2 5 Wanayasa 62.18 2 6 Sukatani 56.77 2

7 Bojong 55.12 2

8 Bungursari 52.66 2 9 Tegalwaru 31.14 2 10 Babakancikao 30.93 3 11 Pasawahan 28.57 3

12 Maniis 20.33 3

13 Kiarapedes 17.75 3 14 Pondoksalam 17.75 3 15 Campaka 15.44 3

16 Cibatu 13.54 3

17 Sukasari 6.1 3

Ket : Perhitungan Hirarki wilayah dilakukan dengan cara menghitung median dan standar deviasi dari Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) setiap Kecamatan. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai median adalah 31 dan standar deviasi adalah 48.5. Pengkelasan IPK dilakukan dengan rumus : Hirarki 1: Hirarki 1 ≥ median + (standar deviasi x 2)

Hirarki 2: Median < Hirarki 2 < median + (standar deviasi x 2) Hirarki 3: Hirarki 3 ≤ median


(5)

Lampiran 5. Hasil Regresi Berganda Terhadap PDRB perKapita

Regression Summary for Dependent Variable: PDRB/kapita (var regresi-PDRBkap)

R= .84553317 R²= .71492634 Adjusted R²= .49320238 F(7,9)=3.2244 p<.05291 Std.Error of estimate: 7.9702

Beta Std.Err. B Std.Err. t(2) p-level

of Beta of B

Intercept 7.77 1.93 4.02 0.00

F1 -0.08 0.18 -0.95 1.99 -0.48 0.65

F2 0.75 0.18 8.44 1.99 4.23 0.00

F3 0.10 0.18 1.14 1.99 0.57 0.58

F4 -0.08 0.18 -0.88 1.99 -0.44 0.67

F5 0.27 0.18 3.07 1.99 1.54 0.16

F6 0.22 0.18 2.44 1.99 1.23 0.25


(6)

Lampiran 6. Hasil Regresi Berganda Terhadap IPK

Regression Summary for Dependent Variable: IPK (var regresi-IPK) R= .98954657 R²= .97920242 Adjusted R²= .96302653

F(7,9)=60.535 p<.00000 Std.Error of estimate: 9.3419

Beta Std.Err. B Std.Err. t(2) p-level

of Beta of B

Intercept 49.52 2.27 21.86 0.00

F1 0.88 0.05 42.53 2.34 18.21 0.00

F2 -0.02 0.05 -0.80 2.34 -0.34 0.74

F3 -0.08 0.05 -4.06 2.34 -1.74 0.12

F4 0.29 0.05 14.01 2.34 6.00 0.00

F5 0.33 0.05 16.07 2.34 6.88 0.00

F6 0.11 0.05 5.54 2.34 2.37 0.04