Fasilitator Struktur Pengelolaan Sub DAS Cisadane Hulu

Kinerja Pengelolaan DAS Kinerja pengelolaan DAS di Cisadane hulu belum memberikan hasil maksimal karena pengelolaan masih berlangsung sektoral. Kinerja pengelolaan digambarkan dalam tabel berikut : Tabel 8 Kajian Kinerja Pengelolaan DAS No Kriteria Kinerja yang diharapkan Kinerja di lapangan 1 Perencanaan Perencanaan pengelolaan DAS yang integratif dan berkelanjutan, stakeholder dilibatkan dalam proses perencanaan, perancangan kegiatan, serta pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dan proses perencanaan didominasi pemerintah pusat, pemda dan stakeholder lebih banyak berpartisipasi semu. 2 Pelaksanaan Program Melibatkan seluruh stakeholder sehingga masyarakat dapat mengontrol bagaimana kegiatan terlaksana Masih bersifat sektoral instansi, kerjasama hanya melibatkan sebagian stakeholder. Keterlibatan masyarakat lebih sebagai obyek suatu program. a.Agroforestry Meningkatkan tutupan lahan daerah hulu dan meningkatkan kesejahteraan petani Belum optimal mengurangi sedimentasi karena tidak mengimbangi banyaknya lahan terbuka di sekitarnya b.MDM Model DAS Mikro c.STBM Meningkatkan tutupan lahan daerah hulu dan menigkatkan kesejahteraan petani. Menanamkan kebiasaan warga untuk hidup sehat, tidak membuang kotoran dan sampah ke sungai Lokasi MDM overlap dengan lahan PT Fusion dan PT. MBK sehingga kawasan percontohan tidak optimal, tetapi program ini berhasil meningkatkan pendapatan petani mencapai Rp 20 juta ha tahun Lahan sempit sehingga warga sulit membuat septic tank dan tempat sampah 3 Pengorganisa sian: Forum Sub DAS Cisadane Hulu Terciptanya koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan sinergitas para pihak dalam pengelolaan DAS Forum Sub DAS Cisadane Hulu tidak berjalan karena tidak kuatnya komitmen para pihak dalam kelembagaan forum untuk melaksanakan fungsi koordinasi 4 Monitoring dan Evaluasi Memperoleh data indikator kinerja DAS evaluasi untuk gambaran perubahan daya dukung DAS . Kegiatan bersifat sektoral dan hasil monev tidak diinformasikan kembali kepada masyarakat dan stakeholder Pengelolaan kawasan lindung, seperti hutan dan DAS lebih dominan mengedepankan peran pemerintah. Masyarakat sekitar DAS, gapoktan, dan swasta belum dilibatkan menyeluruh dalam penyusunan program pengelolaan. LSM kadang- kadang dilibatkan sebagai mitra dalam kegiatan pengelolaan kawasan konservasi atau sebagai pendamping masyarakat kelompok kerja dalam pelaksanaan kegiatan reboisasi. Dominasi pemerintah juga diiringi oleh kebijakan yang secara sadar atau tidak, ternyata mengakibatkan masyarakat cenderung menjadi objek dari suatu kebijakan. Pemerintah meluncurkan berbagai proyek atau program, dan masyarakat melaksanakannya dengan membentuk kelompok-kelompok pelaksana berupa kelompok kerja atau kelompok tani. Pola top-down seperti ini walaupun hasilnya tidak yang optimal, namun masih tetap berjalan hingga saat ini. Mustadjab 1986 menyebutkan bahwa tingkat kekritisan suatu DAS ditunjukkan oleh menurunnya penutupan vegetasi permanen dan meluasnya lahan kritis sehingga menurunkan kemampuan DAS dalam menyimpan air yang berdampak pada meningkatnya frekuensi banjir, erosi dan penyebaran tanah longsor pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Masalah yang dominan tampak pada Sub DAS Cisadane Hulu adalah pada pola penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsinya sebagai daerah lindung dan penyangga kawasan di bawahnya. Tingkat kesadaran dan kemampuan ekonomi masyarakat petani yang rendah menyebabkan pola penggunaan lahan dan pemanfaatan sumber daya Sub DAS Cisadane Hulu yang tidak berkelanjutan. Penguasaan atas lahan menjadi dasar penggunaan lahan yang berlangsung di Sub DAS Cisadane Hulu. Penguasaan atas lahan sebagai hak kepemilikan property rights di bentang alam Sub DAS Cisadane Hulu terbagi atas berbagai bentuk pemilikan, yaitu hak individu, hak komunitas, hak negara, serta berbagai turunannya seperti hak sewa, hak guna usaha, dan lain-lain. Keterlibatan banyak pemangku kepentingan tanpa pengembangan kelembagaan yang mantap dapat menghambat program pengelolaan DAS bila tidak ada koordinasi yang baik antar para pihak, sehingga siapa yang berperan, siapa yang berpartisipasi dan apa yang dilakukan menjadi tidak jelas serta berpotensi menimbulkan konflik. Potensi keterlibatan masyarakat lokal sebagai Alternatif Pengelolaan DAS Dalam perspektif kelembagaan, perlu dikaji aturan main rules of the game baik formal maupun informal yang mengatur peran, wewenang, serta hubungan para pemangku kepentingan terkait pemanfaatan sumber daya di Sub DAS Cisadane Hulu. Masyarakat melakukan pemanfaatan sumber daya dalam DAS berdasarkan pada pemenuhan kebutuhan hidup, secara legal formal mereka tidak memiliki dasar yang kuat, apalagi akses terhadap sumber daya terhimpit oleh larangan dan kebijakan taman nasional serta kepemilikan lahan yang sempit akibat penguasaan lahan oleh swasta. Pemberdayaan masyarakat telah sering dilakukan di Sub DAS Cisadane Hulu, namun terdapat beberapa bentuk kekeliruan yang dijumpai dalam pengembangan kelembagaan pengelolaan Sub DAS Cisadane Hulu: 1. Kelembagaan dibentuk lebih untuk tujuan distribusi bantuan dan memudahkan tugas kontrol bagi pelaksana program, bukan untuk peningkatan modal sosial masyarakat secara mendasar. Sebuah kelembagaan cenderung bubar sesaat setelah ditinggalkan pelaksananya, contohnya : Koperasi Kumis Kucing di Desa Wates Jaya, Sekolah Lapang ESP-USAID, Forum Komunikasi Sub DAS Cisadane Hulu.