Instansi pemerintah Kajian Potensi Kelembagaan Lokal Untuk Pengelolaan Das Terpadu (Studi Kasus Sub Das Cisadane Hulu)

Analisis pohon masalah memperlihatkan bahwa kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan pemerintah dalam upaya revitalisasi DAS Cisadane tidak dapat berjalan baik karena penegakan hukum yang lemah pada pembukaan lahan di kawasan lindung serta pengendalian penurunan kualitas sungai. Akar penyebab lemahnya penegakan hukum ini dari sisi pemerintah adalah akibat ego sektoral dalam pendekatan pengelolaan DAS sehingga pelaksanaan program berjalan masing-masing di tiap lembaga. Selain menyebabkan sosialisasi menjadi tidak efektif yang berakibat rendahnya kesadaran dan partisipasi masyarakat, tentunya kegiatan yang tidak terkoordinasi membuat dana pengelolaan semakin terbatas. Sementara itu, dari sektor swasta cenderung mengedepankan eksploitasi manfaat ekonomi dari sumber daya alam di dalam DAS Cisadane, diantaranya adalah potensi deposit pasir yang besar di Desa Pasir Buncir, dan potensi wisataperistirahatan. Melihat adanya kontribusi yang besar bagi pendapatan daerah, maka pemerintah daerah yaitu Pemkab Bogor mengeluarkan ijin HGU dan HGB untuk pemanfaatan kawasan sebagai resort, pemukiman dan agrowisata, serta mengeluarkan SIPD untuk menambang pasir di Desa Pasir Buncir. Masyarakat di kedua desa, sebagian besar memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan kemampuan ekonomi terbatas. Mereka menggantungkan kehidupannya pada sektor pertanian. Ketergantungan petani terhadap lahan tidak seimbang dengan kepemilikannya terhadap lahan, sehingga petani cenderung menggunakan pola-pola pertanian yang tidak mengindahkan kaidah konservasi tanah dan air dalam mengelola lahan garapannya. Persepsi masyarakat terhadap sungai pun masih dianggap sebagai barang publik bagi berbagai keperluan, seperti mandi cuci kakus, saluran pembuangan limbah rumah tangga, dan tempat membuang sampah. Akumulasi semua faktor tersebut mengakibatkan kualitas sungai menurun karena pencemaran dan sedimentasi yang dapat mengakibatkan banjir di hilir, sedangkan luasnya lahan terbuka meningkatkan kerawanan kawasan terhadap longsor dan menurunnya produktivitas lahan karena lapisan tanah yang subur terkikis air hujan. Baik banjir maupun longsor pada akhirnya akan merugikan semua pihak. Analisis Situasi – Struktur – Perilaku – Kinerja Menurut Kartodihardjo 2003, situasi merupakan kondisi saat ini yang diasumsikan tidak berubah setelah suatu kebijakan diterapkan. Struktur merupakan kondisi yang merupakan aturan main rules of the games setiap pelaku ekonomi, atau kondisi kelembagaan institusi atau dapat berupa peraturan perundang-undangan yang diberlakukan pemerintah dan peraturan lain yang bersifat informal seperti kebiasaan masyarakat adat dan lain-lain. Perilaku adalah respon yang dilakukan setiap individu, masyarakat atau organisasi, sedangkan kinerja adalah kondisi yang dapat diukur sebagai perwujudan respon yang dilakukan.

1. Situasi Pengelolaan Sub DAS Cisadane Hulu

Situasi pengelolaan meliputi karakteristik sumber daya alam dan sumber daya manusia yang terdapat di Sub DAS Cisadane Hulu. Menurut Sukartaatmadja 2006, erosi total tahunan Sub DAS Cisadane Hulu sebesar 1700,84 tonha termasuk kategori sangat berat dan nilai sedimen tahunan sebesar 81,39 tonha. Kerawanan kawasan terhadap longsor tergolong tinggi. Berdasarkan hasil wawancara, seluruh responden menyadari dan merasakan adanya perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi di wilayah mereka, diantaranya hilangnya beberapa sumber air, berkurangnya biota perairan, air tidak layak dikonsumsi bahkan pernah menyebabkan wabah disentri di lokasi penelitian. Situasi tersebut menerminkan bahwa DAS masih dianggap sebagai barang bebas yang bersifat open access dimana semua orang bebas memanfaatkan sumber daya alam yang ada di dalamnya secara cuma-Cuma. Situasi pengelolaan Sub DAS Cisadane Hulu terdiri dari faktor-faktor berikut ini : a. Aspek Ruang Lokasi penelitian berdasarkan RTRW Kab. Bogor termasuk kawasan lindung dengan budidaya terbatas. Terdapat pula kawasan pelestarian alam yaitu TNGGP. Status hukum kawasan DAS hulu di luar TNGGP belum kuat dan termasuk areal penggunaan lain. Areal penggunaan lain menjadi kawasan yang rentan terhadap penggunaan dan alih fungsi lahan yang memberikan input negatif bagi kinerja DAS.

b. Aspek Waktu

Peningkatan kualitas tutupan lahan di daerah hulu melalui kegiatan pengelolaan hutan agroforestryMDM berorientasi jangka panjang karena membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan keuntungan, sedangkan daur panen usaha pertanian dan ladang lebih singkat meskipun penurunan produktifitas lahan membuat biaya bibit dan pupuk kian meningkat setiap tahunnya, hal ini menyebabkan usaha pertanian lebih disenangi oleh petani dibanding usaha kehutanan.

c. Jaminan Hak Kepemilikan

Kepastian hak mendorong jaminan dan rasa aman untuk berinvestasi dalam jangka panjang. Jika pemerintah ingin meningkatkan kinerja Sub DAS Cisadane Hulu dengan meningkatkan tutupan lahannya, maka jaminan hak kepemilikan lahanhutan harus tinggi, baik bagi TN, masyarakat maupun swasta.

d. Aksi Kolektif

Pengelolaan DAS membutuhkan aksi kolektif tinggi karena merupakan sumber daya bersama yang cenderung bersifat non excludable dan rivalry bila tidak ada kesepakatan bersama untuk pengelolaan yang berkelanjutan.

2. Struktur Pengelolaan Sub DAS Cisadane Hulu

Kondisi eksiting Sub DAS Cisadane Hulu menggambarkan interdependensi antara 3 pihak yang terlibat dalam pemanfaatan sumber daya bersama yaitu: pihak pemerintah, swasta dan masyarakat. Sub DAS Cisadane Hulu mengikat para stakeholder ke dalam beberapa zona yang digambarkan dalam ilustrasi pada Gambar 4. Stakeholder I di lingkaran biru adalah kelompok yang memanfaatkan sumber daya DAS dan terpengaruh secara langsung terhadap perubahan lingkungan dan DAS di sekitarnya. Stakeholder II berada di lingkaran hijau terpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja DAS dan berperan merancangmengadakan program pengelolaan DAS maupun pemberdayaan masyarakat. Sedangkan stakeholder III berada di lingkaran putih, mereka berkepentingan terhadap isu pengelolaan DAS, misalnya para pembuat kebijakan, lembaga penelitian, pecinta lingkungan dan LSM. Struktur para aktor dan peranannya digambarkan dalam hubungan keterkaitan dan posisi relatif dalam isu pengelolaan DAS terpadu dapat dilihat dalam ilustrasi berikut ini.