curcas HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan I. Optimasi Proliferasi Embrio Somatik
fotosintesis Winata, 1988. Dengan sukrosa yang cukup, maka pembelahan, pembesaran dan diferensiasi sel dapat berlangsung dengan baik Srilestari, 2005.
Oleh karena itu pada konsentrasi sukrosa 50 gl tanpa penambahan 2,4-D embrio tetap dapat berproliferasi lebih cepat dan jumlah embrio yang dihasilkan lebih
banyak dibandingkan dengan 20 dan 40 gl sukrosa tanpa 2,4-D Tabel 2.
Tabel 2. Diameter clump embrio dan rerata skor jumlah embrio pada proliferasi embrio somatik J. curcas kultivar Dompu umur 8 minggu
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pa da α = 5. Skor
jumlah embrio 1: Sangat sedikit jumlah embrio 20 ; 2: sedikit jumlah embrio 21-40, 3: Sedang jumlah embrio 41-60, 4: Banyak jumlah embrio
61-80, 5: Sangat banyak jumlah embrio 80
Jumlah embrio tidak berbeda nyata pada beberapa perlakuan, meskipun demikian pada perlakuan 30 gl sukrosa yang dikombinasikan dengan 1 mgl 2,4-
D dan perlakuan 50 gl sukrosa tanpa penambahan 2,4-D jumlah embrio yang terbentuk relatif tinggi begitu pula pada perlakuan 20 gl sukrosa yang
dikombinasikan dengan 1 dan 2 mgl 2,4-D dan 30 gl sukrosa yang dikombinasikan dengan 2 mgl 2,4-D. Jumlah embrio pada perlakuan 20 gl
sukrosa tanpa penambahan 2,4-D rendah meskipun tidak berbeda nyata dengan beberapa perlakuan lainnya Tabel 2. Pada perlakuan ini sebagian besar embrio
berubah menjadi kalus remah dan sedikit sekali embrio baru yang terbentuk. Keberadaan auksin pada media proliferasi sama pentingnya dengan keberadaan
auksin untuk induksi embrio somatik. Namun jika konsentrasi auksin terlalu tinggi dan frekuensi subkultur juga tinggi maka jumlah sel embriogenik akan
Perlakuan Diameter clump
Embrio cm Rerata Skor
Jumlah Embrio Sukrosa gl
2,4-D mgl 20
0.82 ± 0.08
efg
2.8 ± 0.34
d
0.5 0.96 ± 0.11
abcdef
3.3 ± 0.42
abcd
1 1.03 ± 0.07
abcd
3.9 ± 0.12
a
1.5 0.95 ± 0.12
abcdefg
3.6 ± 0.23
ab
2 1.06 ± 0.14
abc
3.8 ± 0.63
a
30 1.00 ± 0.18
abcde
3.1± 0.20
bcd
0.5 1.05 ± 0.15
abc
3.7 ± 0.53
ab
1 1.08 ± 0.17
a
3.8 ± 0.54
a
1.5 1.05 ± 0.20
abc
3.6 ± 0.57
ab
2 1.07 ±0.20
ab
3.9 ± 0.57
a
40 0.87 ± 0.07
cdefg
2.8 ± 0.37
cd
0.5 0.75 ± 0.06
g
3.1 ± 0.38
bcd
1 0.94 ± 0.04
abcdefg
3.4 ± 0.16
abc
1.5 0.79 ± 0.02
fg
3.3 ± 0.35
abcd
2 0.83 ± 0.09
efg
3.3 ± 0.12
abcd
50 1.10 ± 0.07
a
3.8 ± 0.16
a
0.5 0.85 ± 0.08
defg
2.9 ± 0.12
cd
1 1.07 ± 0.05
ab
3.4 ± 0.19
abcd
1.5 0.96 ± 0.06
abcdef
3.3 ± 0.20
abcd
2 0.88 ± 0.07
bcdefg
3.4 ± 0.28
abc
menurun drastis diakibatkan oleh pembelahan dan diferensiasi sel terganggu sehingga potensi sel embriogenik akan hilang secara bertahap Bhojwani dan
Razdan, 1996.
Warna, ukuran serta morfologi embrio somatik J. curcas umur 8 minggu dapat dilihat pada Tabel 3. Warna dan ukuran embrio somatik J. curcas bervariasi
sesuai dengan perlakuan baik pada 20, 30, 40 maupun 50 gl sukrosa. Sebagian besar embrio didominasi warna kuning-putih dengan ukuran embrio kecil hingga
sedang. Pada 20 gl sukrosa yang dikombinasikan dengan 0.0, 0.5 dan 1.0 mgl 2,4-D, embrio somatik yang terbentuk berwarna kuning-hijau, sedangkan pada
perlakuan 1.5 dan 2.0 mgl 2,4-D didominasi oleh warna kuning coklat dan putih dengan ukuran embrio somatik berkisar antara kecil-sedang. Pada perlakuan 30 gl
sukrosa tanpa 2,4-D warna embrio somatik cenderung hijau dan perlakuan dengan penambahan 0.5, 1.0, 1.5 dan 2.0 mgl 2,4-D terlihat putih kekuningan dan kuning
cerah dengan ukuran embrio berkisar kecil-sedang.
Pada 40 gl sukrosa yang dikombinasikan dengan 2,4-D pada konsentrasi yang berbeda respon embrio lebih bervariasi. Pada perlakuan tanpa penambahan
2,4-D warna embrio kuning-hijau sedangkan pada perlakuan 0.5 dan 1.0 mgl 2,4- D embrio berwarna kuning-putih dan kuning-cerah, sementara pada perlakuan
dengan 1.5 mgl 2,4-D berwarna kuning-hijau dengan ukuran embrio somatik berkisar kecil hingga sedang, sementara pada perlakuan 2.0 mgl 2,4-D embrio
berwarna putih hijau dengan ukuran besar. Hal serupa juga terlihat pada perlakuan 50 gl sukrosa bahwa pemberian 2,4-D pada berbagai konsentrasi menghasilkan
variasi warna dan ukuran embrio somatik Tabel 3.
Pada media dengan 20 dan 30 gl sukrosa tanpa 2,4-D proliferasi embrio somatik minim terjadi bahkan mengarah pada maturasi dan perkecambahan Tabel
3. Pada 40 dan 50 gl sukrosa tanpa 2,4-D tidak membuat proliferasi terhenti atau mengarah ke maturasi akan tetapi proliferasi tetap berlangsung. Hal ini
ditunjukkan dari nilai diameter embrio yang tinggi serta masih banyak terdapat embrio dalam fase globular Tabel 3. Saat kultur embriogenik ditanam pada
media tanpa auksin maka proses yang menghambat diferensiasi sel terhenti kemudian embrio pada tahap globular mengalami perkembangan ke tahap
selanjutnya. Proses diferensiasi terjadi dengan terbentuknya formasi protoderm di sekitar embrio globular. Tahap globular kemudian berkembang ke tahap
pendewasaan Bhojwani dan Razdan, 1996.
Kombinasi 20 gl sukrosa dengan 0.5, 1.0 dan 2.0 mgl 2,4-D menyebabkan sebagian besar embrio somatik berubah menjadi kalus remah kembali dan
kehilangan embryonic potential meskipun beberapa embrio dalam fase globular masih terlihat pada clump dengan jumlah sangat sedikit. Pada perlakuan 20, 30
serta 40 gl sukrosa tanpa penambahan 2,4-D sebagian besar embrio tidak mengalami proliferasi atau proliferasi sangat minim, sebagian besar embrio
somatik mengalami pendewasaan kemudian berkecambah. Hal ini ditunjukkan dari banyaknya embrio fase kotiledon Gambar 4.
Tabel 3. Warna, ukuran embrio serta morfologi embrio somatik J. curcas kultivar Dompu umur 8 minggu
Perlakuan Warna
Diameter Embrio
Morfologi Embrio Sukrosa
gl 2,4-D
mgl 20
hijau kecil-sedang
Sebagian besar embrio telah membentuk kotiledon dan berkecambah
0.5 kuning,
kehijauan kecil-sedang
Globular, bulat, kotiledon yg terbentuk mengarah ke pembentukan kalus kembali,
terbentuk kalus remah 1
hijau sedang-besar
Seluruh embrio somatik berubah menjadi kalus remah baru
1.5 kuning
kecoklatan kecil-sedang
Globular, bulat, sebagian embrio berubah menjadi kalus remah
2 putih
kekuningan kecil-sedang
Globular, bulat, sebagian terbentuk kotiledon, terbentuk kalus remah
30 hijau
kecil-sedang Sebagian besar embrio telah membentuk
kotiledon dan berkecambah 0.5
putih kekuningan
kecil-sedang Globular, bulat, sebagian membentuk
kotiledon, terbentuk kalus remah baru 1
putih kekuningan
kecil-sedang Sebagian kecil embrio masih berbentuk
Globular, sebagian embrio membesar dan membentuk kalus remah, kotiledon yg
terbentuk mengarah ke pembentukan kalus remah kembali.
1.5 kuning cerah
kecil-sedang Globular, bulat, sebagian membentuk
kotiledon, sebagian terbentuk kalus remah 2
Putih kekuningan
kecil- sedang Globular, bulat, sebagian membentuk kotiledon, terbentuk embrio baru
berukuran kecil 40
kuning kehijauan
kecil-sedang Globular, bulat, sebagian membentuk
kotiledon dan berkecambah 0.5
kuning cerah kecil-sedang
Globular, sebagian terbentuk kotiledon, terbentuk kalus remah baru
1 kuning putih
kecil-sedang Globular bulat, sebagian sampai tahap
kotiledon, terbentuk embrio baru berukuran kecil, tidak ada kalus remah
1.5 kuning hijau
kecil-sedang Embrio sampai tahap torpedo, kotiledon,
terbentuk embrio baru berukuran kecil, tidak terbentuk kalus remah
2 putih hijau
besar Ukuran embrio membesar membentuk
kalus remah baru 50
kuning cerah kecil
Globular, bulat, terbentuk embrio baru berukuran kecil, tidak terbentuk kalus remah
0.5 kuning hijau
kecil-sedang Globular, bulat, sebagian sampai tahap
kotiledon, terbentuk kalus remah 1
putih hijau sedang-besar
Ukuran embrio membesar dan terbentuk kalus remah, kotiledon berubah menjadi
kalus remah kembali 1.5
kuning putih kecil-sedang
Globular bulat, terbentuk kalus remah, kotiledon mengarah ke pembentukan kalus
remah kembali 2
putih hijau sedang-besar
Sebagian embrio masih tahap globular, sebagian embrio membesar membentuk
kalus remah, kotiledon mengarah ke pembentukan kalus remah
Berbeda dengan perlakuan sukrosa dengan konsentrasi lebih rendah, pada 50 gl sukrosa tanpa pemberian 2,4-D proses proliferasi sangat dominan terjadi dan
sebagian besar embrio berada pada fase globular Gambar 4. Selain adanya pengaruh stres osmotik yang mempengaruhi peningkatan proliferasi pada
perlakuan 50 gl sukrosa, hal ini terjadi karena akumulasi auksin endogen dari embrio somatik yang dalam konsentrasi rendah dapat memacu laju proliferasi.
Setelah embrio somatik terbentuk maka embrio tersebut mampu mensintesa auksin endogen dalam selnya sendiri melalui alternative pathway sehingga auksin
yang sebelumnya berperan dalam menginduksi embrio berubah menjadi senyawa penghambat pendewasaan embrio sehingga proliferasi dapat terus berlangsung
Zimmerman, 1993.
Gambar 4. Proliferasi embrio somatik J. curcas pada media MS yang mengandung 20, 30, 40 dan 50 gl sukrosa dikombinasikan dengan 0.0,
0.5, 1.5, dan 2.0 mgl 2,4-D umur 8 minggu Perbesaran 12,5 kali
2,4-D mgl
Sukrosa gl 20
30 40
50
0.5
1
1.5
2
Kombinasi 30 gl sukrosa dengan 1.0 mgl 2,4-D menghasilkan diameter clump untuk fase globular yang tinggi, akan tetapi fase embrio yang terbentuk
sangat beragam mulai dari fase globular, jantung, torpedo dan kotiledon. Sebagian besar didominasi oleh embrio dengan fase globular Gambar 4. Pada media
dengan 10-30 gl sukrosa tanpa penambahan zat pengatur tumbuh, kultur embrio somatik J. curcas mengarah pada tahap pendewasaan dan perkecambahan tanpa
melalui proses proliferasi kalus embriogenik. Sementara itu, embrio yang dikulturkan pada media dengan penambahan 2,4-D konsentrasi tinggi, tahap
proliferasi tidak berlangsung dengan optimal dan bahkan kehilangan potensi embriogeniknya. Pada perlakuan ini terbentuk kalus remah asimetris. Pemberian
2,4-D pada konsentrasi optimal secara signifikan mampu menghambat proses pendewasaan dan perkecambahan embrio somatik sehingga proses proliferasi
serta terbentuknya embrio sekunder dapat terus berlangsung Lin-Cai et al., 2011. Percobaan II. Perkecambahan Embrio Somatik