curcas HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan I. Optimasi Proliferasi Embrio Somatik

fotosintesis Winata, 1988. Dengan sukrosa yang cukup, maka pembelahan, pembesaran dan diferensiasi sel dapat berlangsung dengan baik Srilestari, 2005. Oleh karena itu pada konsentrasi sukrosa 50 gl tanpa penambahan 2,4-D embrio tetap dapat berproliferasi lebih cepat dan jumlah embrio yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan 20 dan 40 gl sukrosa tanpa 2,4-D Tabel 2. Tabel 2. Diameter clump embrio dan rerata skor jumlah embrio pada proliferasi embrio somatik J. curcas kultivar Dompu umur 8 minggu Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pa da α = 5. Skor jumlah embrio 1: Sangat sedikit jumlah embrio 20 ; 2: sedikit jumlah embrio 21-40, 3: Sedang jumlah embrio 41-60, 4: Banyak jumlah embrio 61-80, 5: Sangat banyak jumlah embrio 80 Jumlah embrio tidak berbeda nyata pada beberapa perlakuan, meskipun demikian pada perlakuan 30 gl sukrosa yang dikombinasikan dengan 1 mgl 2,4- D dan perlakuan 50 gl sukrosa tanpa penambahan 2,4-D jumlah embrio yang terbentuk relatif tinggi begitu pula pada perlakuan 20 gl sukrosa yang dikombinasikan dengan 1 dan 2 mgl 2,4-D dan 30 gl sukrosa yang dikombinasikan dengan 2 mgl 2,4-D. Jumlah embrio pada perlakuan 20 gl sukrosa tanpa penambahan 2,4-D rendah meskipun tidak berbeda nyata dengan beberapa perlakuan lainnya Tabel 2. Pada perlakuan ini sebagian besar embrio berubah menjadi kalus remah dan sedikit sekali embrio baru yang terbentuk. Keberadaan auksin pada media proliferasi sama pentingnya dengan keberadaan auksin untuk induksi embrio somatik. Namun jika konsentrasi auksin terlalu tinggi dan frekuensi subkultur juga tinggi maka jumlah sel embriogenik akan Perlakuan Diameter clump Embrio cm Rerata Skor Jumlah Embrio Sukrosa gl 2,4-D mgl 20 0.82 ± 0.08 efg 2.8 ± 0.34 d 0.5 0.96 ± 0.11 abcdef 3.3 ± 0.42 abcd 1 1.03 ± 0.07 abcd 3.9 ± 0.12 a 1.5 0.95 ± 0.12 abcdefg 3.6 ± 0.23 ab 2 1.06 ± 0.14 abc 3.8 ± 0.63 a 30 1.00 ± 0.18 abcde 3.1± 0.20 bcd 0.5 1.05 ± 0.15 abc 3.7 ± 0.53 ab 1 1.08 ± 0.17 a 3.8 ± 0.54 a 1.5 1.05 ± 0.20 abc 3.6 ± 0.57 ab 2 1.07 ±0.20 ab 3.9 ± 0.57 a 40 0.87 ± 0.07 cdefg 2.8 ± 0.37 cd 0.5 0.75 ± 0.06 g 3.1 ± 0.38 bcd 1 0.94 ± 0.04 abcdefg 3.4 ± 0.16 abc 1.5 0.79 ± 0.02 fg 3.3 ± 0.35 abcd 2 0.83 ± 0.09 efg 3.3 ± 0.12 abcd 50 1.10 ± 0.07 a 3.8 ± 0.16 a 0.5 0.85 ± 0.08 defg 2.9 ± 0.12 cd 1 1.07 ± 0.05 ab 3.4 ± 0.19 abcd 1.5 0.96 ± 0.06 abcdef 3.3 ± 0.20 abcd 2 0.88 ± 0.07 bcdefg 3.4 ± 0.28 abc menurun drastis diakibatkan oleh pembelahan dan diferensiasi sel terganggu sehingga potensi sel embriogenik akan hilang secara bertahap Bhojwani dan Razdan, 1996. Warna, ukuran serta morfologi embrio somatik J. curcas umur 8 minggu dapat dilihat pada Tabel 3. Warna dan ukuran embrio somatik J. curcas bervariasi sesuai dengan perlakuan baik pada 20, 30, 40 maupun 50 gl sukrosa. Sebagian besar embrio didominasi warna kuning-putih dengan ukuran embrio kecil hingga sedang. Pada 20 gl sukrosa yang dikombinasikan dengan 0.0, 0.5 dan 1.0 mgl 2,4-D, embrio somatik yang terbentuk berwarna kuning-hijau, sedangkan pada perlakuan 1.5 dan 2.0 mgl 2,4-D didominasi oleh warna kuning coklat dan putih dengan ukuran embrio somatik berkisar antara kecil-sedang. Pada perlakuan 30 gl sukrosa tanpa 2,4-D warna embrio somatik cenderung hijau dan perlakuan dengan penambahan 0.5, 1.0, 1.5 dan 2.0 mgl 2,4-D terlihat putih kekuningan dan kuning cerah dengan ukuran embrio berkisar kecil-sedang. Pada 40 gl sukrosa yang dikombinasikan dengan 2,4-D pada konsentrasi yang berbeda respon embrio lebih bervariasi. Pada perlakuan tanpa penambahan 2,4-D warna embrio kuning-hijau sedangkan pada perlakuan 0.5 dan 1.0 mgl 2,4- D embrio berwarna kuning-putih dan kuning-cerah, sementara pada perlakuan dengan 1.5 mgl 2,4-D berwarna kuning-hijau dengan ukuran embrio somatik berkisar kecil hingga sedang, sementara pada perlakuan 2.0 mgl 2,4-D embrio berwarna putih hijau dengan ukuran besar. Hal serupa juga terlihat pada perlakuan 50 gl sukrosa bahwa pemberian 2,4-D pada berbagai konsentrasi menghasilkan variasi warna dan ukuran embrio somatik Tabel 3. Pada media dengan 20 dan 30 gl sukrosa tanpa 2,4-D proliferasi embrio somatik minim terjadi bahkan mengarah pada maturasi dan perkecambahan Tabel 3. Pada 40 dan 50 gl sukrosa tanpa 2,4-D tidak membuat proliferasi terhenti atau mengarah ke maturasi akan tetapi proliferasi tetap berlangsung. Hal ini ditunjukkan dari nilai diameter embrio yang tinggi serta masih banyak terdapat embrio dalam fase globular Tabel 3. Saat kultur embriogenik ditanam pada media tanpa auksin maka proses yang menghambat diferensiasi sel terhenti kemudian embrio pada tahap globular mengalami perkembangan ke tahap selanjutnya. Proses diferensiasi terjadi dengan terbentuknya formasi protoderm di sekitar embrio globular. Tahap globular kemudian berkembang ke tahap pendewasaan Bhojwani dan Razdan, 1996. Kombinasi 20 gl sukrosa dengan 0.5, 1.0 dan 2.0 mgl 2,4-D menyebabkan sebagian besar embrio somatik berubah menjadi kalus remah kembali dan kehilangan embryonic potential meskipun beberapa embrio dalam fase globular masih terlihat pada clump dengan jumlah sangat sedikit. Pada perlakuan 20, 30 serta 40 gl sukrosa tanpa penambahan 2,4-D sebagian besar embrio tidak mengalami proliferasi atau proliferasi sangat minim, sebagian besar embrio somatik mengalami pendewasaan kemudian berkecambah. Hal ini ditunjukkan dari banyaknya embrio fase kotiledon Gambar 4. Tabel 3. Warna, ukuran embrio serta morfologi embrio somatik J. curcas kultivar Dompu umur 8 minggu Perlakuan Warna Diameter Embrio Morfologi Embrio Sukrosa gl 2,4-D mgl 20 hijau kecil-sedang Sebagian besar embrio telah membentuk kotiledon dan berkecambah 0.5 kuning, kehijauan kecil-sedang Globular, bulat, kotiledon yg terbentuk mengarah ke pembentukan kalus kembali, terbentuk kalus remah 1 hijau sedang-besar Seluruh embrio somatik berubah menjadi kalus remah baru 1.5 kuning kecoklatan kecil-sedang Globular, bulat, sebagian embrio berubah menjadi kalus remah 2 putih kekuningan kecil-sedang Globular, bulat, sebagian terbentuk kotiledon, terbentuk kalus remah 30 hijau kecil-sedang Sebagian besar embrio telah membentuk kotiledon dan berkecambah 0.5 putih kekuningan kecil-sedang Globular, bulat, sebagian membentuk kotiledon, terbentuk kalus remah baru 1 putih kekuningan kecil-sedang Sebagian kecil embrio masih berbentuk Globular, sebagian embrio membesar dan membentuk kalus remah, kotiledon yg terbentuk mengarah ke pembentukan kalus remah kembali. 1.5 kuning cerah kecil-sedang Globular, bulat, sebagian membentuk kotiledon, sebagian terbentuk kalus remah 2 Putih kekuningan kecil- sedang Globular, bulat, sebagian membentuk kotiledon, terbentuk embrio baru berukuran kecil 40 kuning kehijauan kecil-sedang Globular, bulat, sebagian membentuk kotiledon dan berkecambah 0.5 kuning cerah kecil-sedang Globular, sebagian terbentuk kotiledon, terbentuk kalus remah baru 1 kuning putih kecil-sedang Globular bulat, sebagian sampai tahap kotiledon, terbentuk embrio baru berukuran kecil, tidak ada kalus remah 1.5 kuning hijau kecil-sedang Embrio sampai tahap torpedo, kotiledon, terbentuk embrio baru berukuran kecil, tidak terbentuk kalus remah 2 putih hijau besar Ukuran embrio membesar membentuk kalus remah baru 50 kuning cerah kecil Globular, bulat, terbentuk embrio baru berukuran kecil, tidak terbentuk kalus remah 0.5 kuning hijau kecil-sedang Globular, bulat, sebagian sampai tahap kotiledon, terbentuk kalus remah 1 putih hijau sedang-besar Ukuran embrio membesar dan terbentuk kalus remah, kotiledon berubah menjadi kalus remah kembali 1.5 kuning putih kecil-sedang Globular bulat, terbentuk kalus remah, kotiledon mengarah ke pembentukan kalus remah kembali 2 putih hijau sedang-besar Sebagian embrio masih tahap globular, sebagian embrio membesar membentuk kalus remah, kotiledon mengarah ke pembentukan kalus remah Berbeda dengan perlakuan sukrosa dengan konsentrasi lebih rendah, pada 50 gl sukrosa tanpa pemberian 2,4-D proses proliferasi sangat dominan terjadi dan sebagian besar embrio berada pada fase globular Gambar 4. Selain adanya pengaruh stres osmotik yang mempengaruhi peningkatan proliferasi pada perlakuan 50 gl sukrosa, hal ini terjadi karena akumulasi auksin endogen dari embrio somatik yang dalam konsentrasi rendah dapat memacu laju proliferasi. Setelah embrio somatik terbentuk maka embrio tersebut mampu mensintesa auksin endogen dalam selnya sendiri melalui alternative pathway sehingga auksin yang sebelumnya berperan dalam menginduksi embrio berubah menjadi senyawa penghambat pendewasaan embrio sehingga proliferasi dapat terus berlangsung Zimmerman, 1993. Gambar 4. Proliferasi embrio somatik J. curcas pada media MS yang mengandung 20, 30, 40 dan 50 gl sukrosa dikombinasikan dengan 0.0, 0.5, 1.5, dan 2.0 mgl 2,4-D umur 8 minggu Perbesaran 12,5 kali 2,4-D mgl Sukrosa gl 20 30 40 50 0.5 1 1.5 2 Kombinasi 30 gl sukrosa dengan 1.0 mgl 2,4-D menghasilkan diameter clump untuk fase globular yang tinggi, akan tetapi fase embrio yang terbentuk sangat beragam mulai dari fase globular, jantung, torpedo dan kotiledon. Sebagian besar didominasi oleh embrio dengan fase globular Gambar 4. Pada media dengan 10-30 gl sukrosa tanpa penambahan zat pengatur tumbuh, kultur embrio somatik J. curcas mengarah pada tahap pendewasaan dan perkecambahan tanpa melalui proses proliferasi kalus embriogenik. Sementara itu, embrio yang dikulturkan pada media dengan penambahan 2,4-D konsentrasi tinggi, tahap proliferasi tidak berlangsung dengan optimal dan bahkan kehilangan potensi embriogeniknya. Pada perlakuan ini terbentuk kalus remah asimetris. Pemberian 2,4-D pada konsentrasi optimal secara signifikan mampu menghambat proses pendewasaan dan perkecambahan embrio somatik sehingga proses proliferasi serta terbentuknya embrio sekunder dapat terus berlangsung Lin-Cai et al., 2011. Percobaan II. Perkecambahan Embrio Somatik

J. curcas

Sukrosa yang dikombinasikan dengan PEG dapat menstimulasi pendewasaan dan perkecambahan embrio somatik J. curcas. Jumlah embrio berkecambah clump umur 0-8 minggu dapat dilihat pada Gambar 5. Pada 20 gl sukrosa embrio mulai berkecambah pada umur 1 minggu pada perlakuan 0.0, 2.5, dan 5.0 PEG. Jumlah embrio berkecambah pada perlakuan 2.5 dan 5.0 PEG meningkat pada umur 2-5 minggu, kemudian terhenti pada umur 6-7 minggu dan meningkat lagi pada umur 8 minggu. Pada perlakuan tanpa PEG pertumbuhan jumlah embrio mengalami peningkatan pada umur 3-8 minggu. Pada perlakuan 10.0 dan 15.0 PEG pertumbuhan jumlah embrio berkecambah lambat. Pada umur 8 minggu jumlah embrio berkecambah paling sedikit terdapat pada perlakuan 15.0 PEG Gambar 5A. Pada 30 gl sukrosa tanpa PEG dan dengan 2.5 PEG embrio mulai berkecambah pada umur 1 minggu dan terus mengalami peningkatan hingga umur 6 minggu setelah kultur kemudian menurun setelah umur 6 minggu. Pada perlakuan 5.0 PEG embrio mulai berkecambah pada umur 3 minggu. Jumlah embrio berkecambah meningkat dengan pesat pada umur 4-8 minggu setelah kultur. Pada perlakuan 10.0 dan 15.0 PEG embrio mulai berkecambah pada umur 5 minggu. Pertambahan jumlah embrio berkecambah terjadi pada umur 6-8 minggu pada perlakuan 10.0 PEG, sementara pada perlakuan 15.0 PEG jumlah embrio berkecambah tidak mengalami peningkatan pada umur 6-8 minggu. Pada umur 8 minggu jumlah embrio tertinggi terdapat pada perlakuan 5.0 PEG. Perlakuan 2.5, 10.0, dan 15.0 PEG lebih rendah dibandingkan perlakuan tanpa PEG Gambar 5B. Pada media dengan perlakuan 40 gl sukrosa yang dikombinasikan dengan 0.0 dan 2.5 PEG embrio mulai berkecambah pada umur 2 minggu. Pada perlakuan 2.5 PEG jumlah embrio berkecambah terus mengalami peningkatan hingga umur 6 minggu dan pada perlakuan tanpa PEG pertambahan jumlah embrio terjadi pada umur 2-8 minggu. Pada perlakuan 5.0 dan 10.0 PEG embrio mulai berkecambah pada umur 4 minggu. Pada perlakuan 5.0 PEG jumlah embrio terus meningkat hingga umur 8 minggu setelah kultur. Pada perlakuan 10.0 PEG jumlah embrio berkecambah tidak menunjukkan peningkatan yang berarti. Pada perlakuan 15.0 PEG tidak terdapat embrio yang berkecambah. Pada umur 8 minggu jumlah embrio berkecambah tertinggi terdapat pada perlakuan 5.0 PEG diikuti perlakuan 0.0, 2.5, 10.0 dan 15.0 PEG Gambar 5C. Pada 50 gl sukrosa yang dikombinasikan dengan 0.0 dan 2.5 PEG embrio mulai berkecambah pada umur 1 minggu setelah kultur. Pada perlakuan tanpa PEG jumlah embrio terus meningkat hingga umur 5 minggu sementara pada perlakuan 2.5 PEG jumlah embrio berkecambah terus meningkat hingga umur 6 minggu. Pada perlakuan 5.0 PEG embrio mulai berkecambah pada umur 2 minggu setelah kultur dan terus meningkat hingga umur 8 minggu setelah kultur. Pada perlakuan 10.0 PEG embrio mulai berkecambah pada umur 6 minggu dan terus meningkat hingga umur 8 minggu akan tetapi pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan dengan perlakuan 0.0, 2.5 dan 5.0 PEG. Pada perlakuan 15.0 PEG tidak terdapat embrio somatik yang berkecambah. Pada umur 8 minggu jumlah embrio berkecambah tertinggi terdapat pada perlakuan 5.0 PEG diikuti perlakuan 2.5, 0.0, 10.0 dan 15.0 PEG Gambar 5D. Gambar 5. Jumlah embrio berkecambah per clump embrio somatik J. curcas umur 0-8 minggu pada media MS dengan perlakuan PEG dengan konsentrasi 0.0, 2.5, 5.0, 10.0 dan 15.0 yang dikombinasikan dengan sukrosa. A. 20 gl sukrosa, B. 30 gl Sukrosa, C. 40 gl Sukrosa dan D. 50 gl sukrosa. Sukrosa dan PEG pada berbagai konsentrasi berpengaruh nyata terhadap diameter clump embrio, jumlah kecambahclump serta persentase kecambah normal embrio somatik J. curcas pada umur 8 minggu. Dari ketiga peubah tersebut, selain mempunyai pengaruh tunggal dari perlakuan sukrosa dan PEG pada konsentrasi yang berbeda terdapat pula pengaruh interaksi dengan tingkat A B C D signifikansi sangat nyata. Pada peubah diameter clump embrio dan jumlah kecambah clump pengaruh tunggal sukrosa dan PEG sangat nyata sedangkan pada peubah persentase kecambah normal pengaruh tunggal dari konsentrasi sukrosa berbeda nyata dan pengaruh konsentrasi PEG berbeda sangat nyata Tabel 4; Lampiran 2.2. Tabel 4. Anova pada perlakuan sukrosa yang dikombinasikan dengan PEG untuk peubah diameter kalus, jumlah kecambahclump serta persentase kecambah normal pada umur 8 minggu setelah kultur. No Variabel Signifikansi Sukrosa PEG Sukrosa x PEG 1 Diameter clump embrio 2 Jumlah kecambah clump 3 Persentase kecambah normal Keterangan: : signifikan pada taraf 5; : sangat signifikan pada taraf 1 Diameter clump embrio, jumlah embrio berkecambah, persentase kecambah normal serta persentase clump berkecambah pada umur 8 minggu dapat dilihat pada Tabel 5. Pemberian PEG memperlambat pertumbuhan diameter clump embrio J. curcas pada minggu ke-8 setelah kultur, dengan semakin tingginya konsentrasi PEG yang diberikan maka diameter embrio semakin lambat pertumbuhannya Tabel 5. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian PEG dapat memberikan stres kekeringan yang mengakibatkan pembentukan embrio somatik baru terhambat dan mengarahkan pertumbuhan embrio ke arah maturasi dan perkecambahan. Polyethylene-glycol PEG merupakan polimer dengan berat molekul tinggi yang mampu memberikan stimulasi efek stres kekeringan untuk meningkatkan perkecambahan serta proses konversi embrio somatik menjadi planlet, sebagaimana proses yang terjadi pada perkecambahan embrio zigotik biji. Hal ini telah dibuktikan pada penelitian embrio somatik pada tanaman Pinus sylvestris, Abies numidica, Panax ginseng, Cryptomeria japonica, Abies cephalonica, Aesculus hippocastanum dan C. papaya Koehler et al., 2013. Jumlah embrio berkecambahclump terbanyak terdapat pada perlakuan 20 gl sukrosa yang dikombinasikan dengan 2.5 dan 5.0 PEG, 30 gl sukrosa yang dikombinasikan dengan 5.0 PEG, 40 gl sukrosa tanpa PEG dan kombinasi dengan 5.0 PEG serta 50 gl sukrosa yang dikombinasikan dengan 5.0 PEG berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pada perlakuan tanpa pemberian PEG pada 20, 30, dan 50 gl sukrosa jumlah embrio berkecambahclump yang terbentuk lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan dengan 2.5 dan 5.0 PEG. Pada 20, 30, 40 dan 50 gl sukrosa yang dikombinasikan dengan 10.0 PEG serta 20 dan 30 gl sukrosa yang dikombinasikan dengan 15.0 PEG jumlah embrio berkecambahclump semakin menurun. Pada 40 dan 50 gl sukrosa yang dikombinasikan dengan 15 PEG bersifat lethal bagi embrio somatik J. curcas sehingga tidak ada embrio yang mampu berkecambah Tabel 5. Kecambah normal memiliki bentuk bipolar dengan hipokotil dan epikotil yang tumbuh dengan baik. Bentuk abnormalitas yang terjadi pada kecambah antara lain kecambah kembali ke bentuk kalus, hipokotil tidak dapat tumbuh dengan baik dan terjadinya fusi di antara 2 embrio. Perlakuan Pada media dengan 20 gl sukrosa yang dikombinasikan dengan 5.0 PEG, 30 gl sukrosa tanpa PEG dan kombinasi dengan 5.0 PEG, 40 gl sukrosa yang dikombinasikan dengan 2.5 dan 5.0 PEG serta 50 gl sukrosa yang dikombinasikan dengan 5.0 PEG menghasilkan persentase kecambah normal lebih dari 94. Untuk peubah persentase clump embrio somatik berkecambah tertinggi terdapat pada perlakuan 20 dan 30 gl sukrosa yang dikombinasikan dengan 5.0 PEG. Pada perlakuan 40 dan 50 gl sukrosa yang dikombinasikan dengan 15.0 PEG tidak terdapat clump embrio yang berkecambah Tabel 5. Pada perlakuan ini embrio mencoklat dan mengering. Hal ini disebabkan karena tingginya konsentrasi PEG berhubungan dengan tingkat stres kekeringan bagi embrio somatik. Pemberian PEG pada kondisi optimum dapat menstimulasi embrio untuk berkecambah, namun apabila stres kekeringan yang diberikan terlalu tinggi maka embrio menjadi mencoklat dan tidak berkecambah Walker dan Parrott, 2001. Tabel 5. Diameter clump embrio, jumlah embrio berkecambahclump, persentase kecambah normal serta persentase clump berkecambah pada embrio somatik J. curcas umur 8 minggu. Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada α = 5 Warna embrio somatik dipengaruhi oleh konsentrasi sukrosa serta PEG yang diberikan. Warna putih embrio, mengindikasikan bahwa proliferasi embrio globular lebih dominan terjadi dan sedikit embrio yang berkecambah. Warna kuning-hijau menunjukkan bahwa embrio telah mengalami perkembangan menuju perkecambahan, sedangkan warna embrio kuning-coklat menunjukkan bahwa embrio mengalami stres kekeringan akibat pemberian PEG. Pada perlakuan 20 gl Perlakuan Diameter Clump Embrio cm Jumlah Embrio Berkecambah Clump Kecambah Normal Clump Berkecambah Sukrosa gl PEG 20 1.87 ± 0.38 a 2.65 ± 0.85 bc 70.1 ± 14.23 abc 80 2.5 1.18 ± 0.11 bc 5.75 ± 1.88 a 82.2 ± 12.73 abc 96 5 1.17 ± 0.07 bc 5.65 ± 1.60 a 94.2 ± 5.13 a 100 10 0.78 ± 0.26 ef 2.75 ± 2.65 bc 84.0 ± 23.11 abc 64 15 0.56 ± 0.06 g 0.60 ± 0.33 de 56.7 ± 8.17 cd 28 30 1.03 ± 0.04 bcd 2.55 ± 0.34 bc 96.3 ± 4.38 a 84 2.5 1.05 ± 0.19 bcd 2.65 ± 0.34 bc 76.6 ± 16.15 abc 92 5 0.97 ± 0.10 cde 5.50 ± 0.78 a 96.1 ± 4.56 a 100 10 0.67 ± 0.04 fg 1.80 ± 1.06 cde 85.8 ± 24.05 abc 56 15 0.60 ± 0.10 fg 0.30 ± 0.38 e 31.3 ± 12.50 de 16 40 1.21 ± 0.11 b 4.20 ± 1.30 ab 78.3 ± 8.80 abc 84 2.5 1.05 ± 0.12 bcd 2.25 ± 0.76 cd 95.3 ± 5.98 a 76 5 0.93 ± 0.06 de 4.95 ± 0.62 a 98.1 ± 2.16 a 92 10 0.59 ± 0.03 fg 0.25 ± 0.25 e 25.0 ± 20.41 e 16 15 0.54 ± 0.01 g 0.00 ± 0.00 e 0.00 ± 0.00 e 50 1.16 ± 0.10 bc 1.80 ± 1.66 cde 91.4 ± 11.80 ab 52 2.5 1.00 ± 0.04 bcd 3.05 ± 1.10 bc 86.9 ±16.15 abc 88 5 0.97 ± 0.04 cde 5.30 ± 0.90 a 96.1 ± 3.24 a 92 10 0.55 ± 0.08 g 0.60 ± 0.69 de 62.5 ± 47.87 bc 24 15 0.53 ± 0.03 g 0.00 ± 0.00 e 0.00 ± 0.00 e sukrosa, pemberian 0.0, 2.5 dan 5.0 PEG embrio berwarna kuning kehijauan, sedangkan pada 10 dan 15 PEG sebagian embrio berwarna kuning kecoklatan Tabel 6. Sama halnya dengan perlakuan 20 gl sukrosa, pada perlakuan 30 dan 40 gl sukrosa, pemberian 0.0, 2.5 dan 5.0 PEG embrio somatik berwarna kuning-kehijauan, sedangkan pada 10.0 dan 15.0 PEG embrio somatik cenderung berwarna kuning-coklat. Pada perlakuan 50 gl sukrosa tanpa PEG terlihat bahwa embrio somatik berwarna kuning-putih karena sebagian besar embrio berproliferasi pada fase globular dan sedikit yang mengalami perkecambahan. Pada konsentrasi sukrosa ini, pemberian 2.5 dan 5.0 PEG embrio berwarna kuning-hijau, sebagian mengalami maturasi kemudian berkecambah. Namun apabila konsentrasi PEG dinaikkan menjadi 10.0 dan 15.0 warna embrio mencoklat Tabel 6. Perkecambahan embrio somatik J. curcas umur 8 minggu dapat dilihat pada Gambar 6. Pada 20 gl sukrosa tanpa pemberian PEG terlihat bahwa