2.2 Sistem Pengeringan
Terdapat banyak jenis mesin pengering yang sering digunakan dalam proses pengeringan untuk berbagai kriteria diantaranya dari aspek modus operasi, jenis
masukan panas, keadaan bahan dalam mesin pengering, tekanan operasi, media pengeringan konveksi, suhu pengeringan, jumlah tahapan dan lainnya.
Pengelompokan mesin pengering berdasarkan mode masukan energi panas dibedakan atas mesin pengering langsung dan mesin pengering tak-langsung Mujumdar et al.,
2001. Pengering yang banyak dikaji akhir-akhir ini adalah sistem pengeringan yang
memanfaatkan efek rumah kaca ERK yang menggunakan sumber energi terpadu dari jenis surya, listrik dan biomassa Hybrid. Pada sistem pengeringan ini, Nelwan
2005 melakukan simulasi penggunaan energi untuk parameter suhu dan kelembaban udara pengering dengan kendali logika fuzzy pada pengering yang perbesar scale up
hingga kapasitas 500 kg. Skenario yang dihasilkan terdiri atas tiga pilihan yakni 1 pada skenario VI: suhu udara pengeringan 55
o
C dan RH 35 , 2 skenario VII: suhu udara pengeringan 45
o
C dan RH 50 dan 3 skenario VIII: suhu udara pengeringan 40
o
C dan RH 70 . Hasil masing-masing skenario menyebabkan perubahan laju pembakaran tungku dan laju udara pengeringan yang bervariasi. Lama pengeringan
untuk skenario VI; 16,5 jam, skenario VII; 26 jam dan skenario VIII; 39 jam. Laju pembakaran untuk skenario VI, VII dan VIII adalah 12, 7 dan 3 kgjam.
Kondisi suhu dan RH udara lingkungan dan ruang pengeringan dalam penelitian Mulyantara 2008 memberikan kisaran suhu lingkungan antara 28,7 – 38,7°C dengan
rata-rata suhu sebesar 33,5°C, pengujian II mempunyai suhu antara 31,3 – 37,9°C dengan rata-rata suhu 34,7°C, dan pada pengujian III suhu berlangsung antara 30,7 –
37,4°C, dengan rata-rata suhu adalah 34,9°C. Kelembaban relatif RH lingkungan pengujian I berkisar antara 62,1 – 98,1, pengujian II mempunyai kisaran 65,9 –
82,5 dan pengujian III antara 58,7 – 80,3 dengan rata-rata RH masing-masing berturut-turut adalah 79,4, 76,1, dan 69,7 .
Omid et al., 2006 melakukan pengeringan gabah dengan model lapisan tipis pada sebuah pengering dengan teknik kontrol suhu dan kelembaban udara. Dengan
menggunakan sensor suhu LM35 dan sensor kelembaban kapasitif yang ditempatkan
6
setelah rak bahan, sistem pengontrolan mampu mempertahankan suhu pada tingkat yang digunakan; 30, 40, 50, 60 dan 70
o
C. Bahan dengan kadar air awal 27bk dan tingkat suhu yang digunakan 50, 60, 70
o
C, pengeringan berlangsung dalam waktu 100 – 160 menit. Kecepatan udara yang digunakan pada tingkat yang berbeda yakni 0,25,
0,5, 0,75 dan 1 mdetik. Kecepatan udara optimum yang diperoleh pada tingkat 0,75 mdetik menunjukkan korelasi yang kuat antara suhu dengan laju pengeringan.
Hendarto 2008 melakukan pengeringan biji jagung pada Instore Drying ISD dengan teknik kontrol onoff beralgoritma PID pada blower penghembus udara keluar
bin. Kondisi blower on pada saat kadar air kesetimbangan biji jagung Me dalam bin yang diasumsikan besarannya sama dengan perhitungan suhu dan kelembaban udara
yang terdeteksi melalui sensor SHT75; lebih besar dari kadar air kesetimbangan udara lingkungan. Dengan memanfaatkan udara lingkungan bersuhu rata-rata 32,8
o
C, jagung dari kadar air 17,6 dapat dikeringkan hingga kadar air 12,4 dalam waktu
49 jam. Harital 1999 melakukan kajian pengembangan sistem pengontrolan suhu
dengan algoritma PID pada sistem pemeraman buatan artificial ripening. Terdapat empat tahapan penyusunan program PID sebelum digunakan untuk proses pemeraman
yakni program kalibrasi sensor, program respon transien, program pengujian parameter PID dan program pemeraman akhir. Program respon transien disusun
berdasarkan data sistem kontrol OnOff sehingga diperoleh data keluaran berupa konstanta K, waktu integral Ti, dan waktu diferensial Td sebagaimana terlihat
pada persamaan dasar aksi kontrol PID berikut. ⎥
⎦ ⎤
⎢ ⎣
⎡ +
+ =
∫
dt t
de T
dt t
e T
t e
K t
u
d i
1
dimana u adalah variabel keluaran kontrol, e adalah nilai error parameter kontrol Set Point-Aktual. Keluaran kontrol sebanding dengan penjumlahan tiga bagian yakni: P
sebanding dengan error, I sebanding dengan integral error dan D sebanding dengan diferensial error.
Nizar J.E. 1997 melakukan pengendalian suhu dalam ruang pengering model dengan dan tanpa beban skala laboratorium. Teknik kontrol logika fuzzy dengan
7
matriks keputusan 3x3, 7x7 dan 11x11 untuk pengeringan tanpa beban menunjukkan bahwa matriks unjuk kerja 11x11 memiliki keluaran yang lebih baik dan halus.
Pemberian set point suhu yang berbeda; 45
o
C, 50
o
C dan 55
o
C pada matriks unjuk kerja 11x11 menunjukkan bahwa kenaikan suhu tiap derajat Celcius pada nilai set
point yang lebih tinggi menjadi lebih cepat. Perlakuan beban pengeringan berupa irisan wortel menyebabkan waktu pencapain suhu set point menjadi lebih lama
dibandingkan dengan tanpa beban. Senjaya I. 1998 menerapkan sistem kontrol fuzzy untuk mengatur suhu pada
ruang pengering model rumah kaca berukuran panjang 36 cm, lebar 36 cm dan tinggi 27 cm. Pengujian dilakukan dengan set point suhu yang berbeda; 40
o
C, 50
o
C dan 60
o
C serta menghitung RH udara melalui persamaan psychrometric. Hasil menunjukkan bahwa dari ketiga set point suhu, pengontrolan pada nilai 40
o
C memberikan waktu pencapaian yang lebih cepat serta simpangan yang lebih kecil. Kelembaban udara
ruang pada set point suhu 40
o
C berkisar 58 – 59 RH, pada suhu 50
o
C berkisar 39 – 42 RH dan pada suhu 60
o
C berkisar 30 – 33 RH. Stawczyk dan Czapnik 2004 mengembangkan sistem kontrol pada pengeringan
tipe semprot spray drying. Sistem kontrol logika fuzzy digunakan sebagai cara praktis untuk mengatasi permasalahan dalam bidang rekayasa khususnya model non
linier dan model kompleks tak konsisten ambiguity. Logika fuzzy mampu memberi solusi pada data diskrit discrepancies dan semu polysemy ketika pengolahan data
real. Logika fuzzy dipandang sebagai suatu metodealat untuk optimasi parameter operasi pada proses pengeringan.
Mansor H., et al., 2008 menerapkan pengontrolan logika fuzzy pada proses pengeringan biji-bijian. Proyek pengering biji-bijian tersebut sebelumnya sulit untuk
dikontrol karena panjangnya proses waktu tunda dan karakteristiknya yang non linier. Pengontrolan terdiri atas dua input; error antara kadar air biji-bijian dan set point dan
laju perubahan errornya serta satu output fuzzy digunakan untuk menggerakkan laju aliran biji-bijian. Seluruh pengujian menunjukkan hasil yang baik dan kontrol logika
fuzzy stabil dan kuat terhadap gangguan noise serta respon yang sangat cepat mendekati nilai set point.
8
Lu C., et a.l. 2006 merancang sistem kontrol fuzzy pada alat pengering cepat microwave untuk tanaman obat-obatan China. Sistem kontrol juga menggunakan
chip prosessor tunggal 8051 dan sensor temperatur model NJL9103. Dengan menerapkan teknik kontrol fuzzy, sistem pengeringan memiliki karakter pintar
intellectualized dan hanya membutuhkan daya atau energi kecil. Darjat 2008 menerapkan sistem pengendalian suhu dan kelembaban pada
mesin pengering kertas dengan logika fuzzy. Sistem kontrol memanfaatkan mikrokontroller Atmega 8535 dengan sensor suhu dan kelembaban SHT11 digunakan
untuk memperoleh hasil pengeringan berupa kertas kering ideal dengan suhu 33-35
o
C dan kelembaban 41 . Dengan pengujian 3 nilai set point yang berbeda; 40
o
C, 45
o
C dan 50
o
C, Set point 50
o
C memberikan hasil yang bersesuaian dengan suhu kertas 38
o
C dan kelembaban 40,9 . Sedangkan set point 40
o
C dan 45
o
C masing-masing menghasilkan suhu kertas 34,7
o
C dan 36,1
o
C serta kelembaban 49,2 dan 43,5 .
2.3 Logika Fuzzy