Pengaruh tekanan transmembran terhadap fluksi jus dan rejeksi

49 Gambar 24 Pengamatan dengan mikroskop terhadap permeat hasil mikrofiltrasi yang diresirkulasi.

4.1.6. Pengaruh tekanan transmembran terhadap fluksi jus dan rejeksi

Menurut Cheryan 1998, salah satu parameter operasi utama yang mempengaruhi fluksi adalah tekanan. Mikrofiltrasi jus jeruk selama 90 menit pada dua tekanan transmembran yaitu 1.27 dan 1.34 bar menghasilkan fluksi yang sedikit berbeda Gambar 25. Fluksi permeat pada transmembran 1.34 bar sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan fluksi permeat pada tekanan transmembran 1.27 bar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan tekanan transmembran meningkatkan fluksi permeat. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1 1 2 3 4 5 7 9 11 13 15 20 25 30 40 50 60 70 80 90 Waktu filtrasi menit Fluksi jus L m -2 jam -1 TMP = 1.27 bar TMP = 1.34 bar Gambar 25 Fluksi jus selama mikrofiltrasi pada berbagai tekanan transmembran pada v=0.06 m dtk -1 . 50 Hasil yang sama juga diperoleh ketika membran dioperasikan pada beberapa tekanan sebagaimana yang terlihat pada Gambar 26, dimana fluksi permeat cenderung meningkat jika tekanan transmembran ditingkatkan, walaupun peningkatannya relatif kecil. Gambar 26 menunjukkan bahwa peningkatan tekanan transmembran dari 1.46 menjadi 1.84 bar meningkatkan fluksi secara linier. Kondisi ini menurut Trettin 1990 dimasukkan pada wilayah polarisasi rendah Gambar 5, dimana lapisan cake yang terbentuk masih sedikit. Seiring dengan peningkatan tekanan transmembran, pembentukan lapisan cake yang terbentuk menjadi semakin tebal dan kompak, sehingga peningkatan fluksi berkurang. Menurut Cassano et al. 2007b jika tekanan terus ditingkatkan, fluksi menunjukkan penyimpangan perilaku dari hubungan fluksi-tekanan yang linier menjadi tidak tergantung pada tekanan. Kondisi ini dinamakan pressure independent condition. Penyimpangan perilaku fluksi sebagaimana yang dilaporkan Cassano et al. 2007b juga terjadi pada penelitian ini. Kondisi ini mulai terlihat tekanan transmembran 1.84 bar dengan nilai fluksi sebesar 65.93 L m -2 jam -1 . Nilai fluksi yang diperoleh pada kondisi ini dinyatakan sebagai fluksi batas limiting flux. Peningkatan tekanan transmembran di atas 1.84 bar, tidak meningkatkan fluksi jus yang ditunjukkan oleh nilai fluksi relatif konstan setelah tekanan transmembran ditingkatkan menjadi 1.95 bar. Peningkatan fluksi pada kondisi ini dipengaruhi oleh pengurangan ketebalan lapisan batas yang terbentuk dan peningkatan laju difusi balik partikel-partikel yang terpolarisasi . Menurut Belfort 1994, tekanan minimum yang terdapat pada daerah pressure independent condition, dapat ditetapkan sebagai tekanan operasi optimum. Tekanan optimum yang diperoleh tidak berbeda jauh dengan Capanelli 1994, yaitu 2 bar. Tekanan optimum yang diperoleh lebih rendah daripada yang diperoleh oleh Venturini et al. 2003 dimana limiting flux baru tercapai pada tekanan 2.4 bar dan lebih tinggi dari nilai yang diperoleh Cassano et al. 2007, yaitu pada 0.8 bar. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan geometri membran yang digunakan seperti ukuran pori, panjang dan diameter membran. Peningkatan tekanan transmembran dapat mempengaruhi tingkat rejeksi membran terhadap senyawa yang ingin dipisahkan dan tergantung pada sifat larutan Jonsson 1986. Hasil penelitiannya pada ultrafiltrasi PEG dan dekstran menunjukkan dua perilaku yang berbeda. Peningkatan tekanan transmembran menurunkan rejeksi PEG, sedangkan pada dekstran, peningkatan tekanan 51 secara umum menurunkan rejeksi, tetapi pada batas tertentu dapat meningkatkan rejeksi. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1.46 1.61 1.74 1.84 1.95 Tekanan transmembran bar Fluksi jus L m -2 jam -1 v=0.08 mdtk Gambar 26 Pengaruh tekanan transmembran terhadap fluksi jus. Hasil yang sama juga terlihat pada penelitian ini. Pada tekanan 1.46 – 1.61 bar, rejeksi limonin terlihat konstan Gambar 27. Peningkatan tekanan di atas 1.61 bar menyebabkan rejeksi terhadap limonin cenderung fluktuatif dan mencapai titik tertinggi pada tekanan 1.74 bar yaitu 92.54 dengan konsentrasi limonin yang masih tertinggal di dalam permeat sebesar 2.04 µg ml -1 Tabel 8. Pengoperasian tekanan transmembran 1.46 - 1.95 bar sebagaimana yang terlihat pada Gambar 27 menghasilkan rejeksi terhadap senyawa naringin yang relatif konstan, yaitu rata-rata sebesar 75 . Perbedaan perilaku ini menurut Jonsson 1986, terutama disebabkan oleh perbedaan sifat larutan, dalam hal ini adalah perbedaan sifat antara limonin dan naringin. Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa konsentrasi limonin dan naringin di dalam permeat dan retentat tidak berbeda jauh yang menunjukkan bahwa sebagian besar senyawa limonin dan naringin terdeposit pada membran. Kondisi operasi yang menghasilkan fluksi tertinggi dengan tingkat rejeksi tertinggi selanjutnya digunakan sebagai kondisi operasi terbaik. Dengan demikian, kondisi operasi terbaik ditetapkan pada tekanan 1.74 bar, dimana fluksi permeat telah mendekati titik konstan dan rejeksi yang dihasilkan cukup tinggi. 52 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1.46 1.61 1.74 1.84 1.95 Tekanan transmembran bar Rejeksi Naringin Limonin Gambar 27 Pengaruh tekanan transmembran terhadap rejeksi membran. Tabel 8 Konsentrasi limonin dan naringin di dalam permeat dan retentat pada berbagai tekanan transmembran Tekanan transmembran Konsentrasi limonin µg ml -1 Rejeksi Limonin Konsentrasi naringin µg ml -1 Rejeksi Naringin bar Umpan Permeat Retentat Umpan Permeat Retentat 1.46 25.51 5.31 3.47 79.20 259.20 61.20 43.20 76.39 1.61 26.12 5.61 4.29 78.52 434.2 101.2 99.2 76.69 1.74 27.35 2.04 2.24 92.54 339.2 97.2 90.2 71.34 1.84 15.41 4.80 3.16 68.87 361.20 99.20 105.20 72.54 1.95 24.39 3.78 3.37 84.52 422.2 89.2 87.2 78.87

4.1.7. Pengaruh laju alir terhadap fluksi jus dan rejeksi