Praktek seperti ini juga menimbulkan masalah yaitu praktek korupsi. Seringkali anggota DPRD meminta imbalan kepada kepala daerah agar laporan
pertanggungjawaban yang diberikan tidak ditolak oleh anggota DPRD. Seiring dengan semangat reformasi masyarakat menuntut diadakannya
perubahan terhadap UUD 1945. Perubahan ke dua pada 18 Agustus 2000 dilakukan amandemen dengan merubah ketentuan mengenai pemerintahan daerah
pada pasal 18. Amandemen ini merubah sistem pemerintahan daerah secara menyeluruh.
Pemilihan kepala daerah Pilkada diatur dalam UU Pemda pada pasal 56. Sebelumnya Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan
calon yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Namun dengan keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5PUU-V2007, maka
selain diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik, calon kepala daerah dapat diajukan melalui jalur independen. Setidaknya ada beberapa faktor
mendorong penyebab lahirnya ketentuan mengenai calon independen, yakni:
1. Ada keinginan dari masyarakat untuk memilih kepala daerah tanpa harus melalui partai politik.
Kemunculan partai politik dalam koridor teori partai politik tidak terlepas dari makin tingginya dinamika masyarakat yang membutuhkan fasilitas sistemik.
Wujud dari upaya untuk memberikan fasilitas sistemik tersebut adalah tersedianya lembaga-lembaga sosial social institution yang dapat digunakan sebagai alat
bagi masyarakat dalam interaksi sosialnya, dan salah satu dari berbagai pranata sosial yang ada itu salah satunya adalah partai politik. Sebab Indonesia sebagai
Universitas Sumatera Utara
sebuah negara pada dasarnya dapat dianalogikan sebagai organisme hidup yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
62
Partai politik parpol saat ini tidak mampu mengemban aspirasi masyarakat. Sering keinginan dan kehendak masyarakat justru berlawanan dengan
apa yang dilakukan oleh parpol. Hal ini karena parpol tidak mampu menjalankan fungsi-fungsi yang dimilikinya sebagai partai politik. Idealnya parpol harus
mampu menjalankan empat fungsi yang ada. Pertama, sebagai sarana pendidikan politik bagi masyarakat. Kedua, sebagai sarana komunikasi politik. Ketiga,
sebagai sarana rekruitmen politik. Dan keempat, sebagai sarana peredam konflik.
63
Daiam negara demokratis partai politik, menurut Miriam Budihardjo, sekurangnya menyelenggarakan empat fungsi politik, yaitu:
64
a.
Partai sebagai sarana komunikasi politik Salah satu tugas dari partai politik adalah menyalurkan aneka ragam
pendapat dan aspirasi masyarakat, dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran dalam masyarakat berkurang. Dalam
masyarakat modern yang begitu luas, pendapat dan aspirasi seseorang atau suatu kelompok akan hilang tak berbekas seperti suara padang pasir,
apabila tidak ditampung dan digabung dengan pendapat dan aspirasi orang lain yang senada. Proses ini dinamakan penggabungan kepentingan
62
Koiruddin, Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004, hal. 65-66.
63
www.google.com, Mengembalikan Fungsi Partai Politik. Diakses pada tanggal 16 Juni 2009.
64
www.google.com, Sejarah Partai Pemersatu Bangsa: Fungsi Dasar Partai Politik, diakses pada tanggal 16 Juni 2009.
Universitas Sumatera Utara
interest aggregation. Sesudah digabung, pendapat dan aspirasi ini diolah dan dirumuskan dalam bentuk yang teratur. Proses ini dinamakan
perumusan kepentingan interest articulation.
65
Semua kegiatan tersebut dilakukan oleh partai. Partai politik selanjutnya merumuskannya sebagai usul kebijaksanaan. Usul kebijaksanaan ini
dimasukkan dalam program partai untuk diperjuangkan atau disampaikan kepada pemerintah agar dijadikan kebijaksanaan umum public policy.
Dengan demikian tuntutan dan kepentingan masyarakat disampaikan kepada pemerintah melalui partai politik. Dilain pihak partai politik
berfungsi juga untuk memperbincangkan dan menyebariuaskan rencana- rencana dan kebijkasanaan-kebijaksanaan pemerintah- Dengan demikian
terjadi arus informasi serta dialog dan atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Dalam hal ini partai politik memainkan peranan sebagai penghubung
antara yang memerintah dan yang diperintah, antara pemerintah dan warga masyarakat. Saat menjalankan fungsi ini partai politik sering disebut
sebagaj broker perantara dalam suatu bursa ide-ide. Terkadang juga dikatakan bahwa partai politik bagi pemerintah bertindak sebagai alat
pendengar, sedangkan bagi warga masyarakat sebagai pengeras suara.
66
b.
Partai sebagai saranasosialisasi politik Partai politik juga berperan sebagai sarana sosialisasi politik instrument of
political socialization. Didalam ilmu politik sosialisasi politik diartikan sebagai proses melalui cara seseorang memperoleh sikap dan orientasi
65
Ibid.
66
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
terhadap fenomena politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat di mana ia berada. Biasanya proses sosialisasi berjalan secara berangsur-
angsur dari masa kanak-kanak sampai dewasa. Di samping itu sosialisasi politik juga mencakup proses melalui mana masyarakat menyampaikan
norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya.
67
Dalam hubungan ini partai politik berfungsi sebagai salah satu sarana sosialisasi politik. Untuk itu usaha menguasai pemerintahan melalui
kemenangan dalam pemilihan umum, partai harus memperoleh dukungan seluas mungkin. Dalam konteks tersebut partai berusaha menciptakan
image bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum. Disamping menanamkan solidaritas dengan partai, maka partai politik juga mendidik
anggota-anggotanya menjadi manusia yang sadar akan tanggung jawabnya sebagi warga negara dan menempatkan kepentingan sendiri di bawah
kepentingan nasional. Proses sosialisasi politik diselenggarakan melalui ceramah-ceramah, kursus kader, kursus penataran dan sebagainya.
68
c.
Partai sebagai sarana rekruitmen politik Partai politik juga berfungsi untuk mencari dan mangajak orang yang
berbakat untuk turutaktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai political recruitment. Dengan demikian partai ikut memperluas
partisipasi poiitik. Caranya ialah melalui kontak pribadi, persuasi dan lain-
67
Ibid.
68
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
lain. Juga diusahakan untuk menarik golongan muda untuk dididik menjadi kader yang dimasa mendatang akan mengganti pimpinan lama.
69
d.
Partai politik sebagai sarana pengatur konflik Dalam suasana demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dalam
masyarakat merupakan soal yang wajar. Jika sampai terjadi konflik, partai politik berusaha mengatasinya. Dalam praktek politik sering dilihat bahwa
fungsi-fungsi tersebut di atas tidak dilaksanakan seperti yang diharapkan. Misalnya, informasi yang diberikan Justru menimbulkan kegelisahan dan
perpecahan dalam masyarakat; yang dikejar bukan kepentingan nasional, akan tetapi kepentingan partai yang sempit dengan akibat pengkotakan
politik; atau konflik tidak diselesaikan, akan tetapi malahan dipertajam.
70
Selain teori tersebut di atas masih ada lagi peran atau fungsi partai politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai alat perjuangan rakyat
partai politik juga mesti harus menjalankan fungsi sosial kontrol dalam rangka mengawasi kebijaksanaan jalannya pemerintahan negara. Memang
tidak dinafikan partai politik lekat dengan kekuasaan. Sebagaimana terjadi di negara liberal, partai pemenang pemilihan umum acap tampil sebagai
kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara. Meski demikian bahwa daya kritis mereka tetap dikedepankan dalam rangka mengawasi
kebijaksanaan pemerintahan. Jadi, meskipun partai pemenang pemilihan umum memegang kendali kekuasaan, akan tetapi fungsi partai berupa
sosial kontrol juga tetap berjalan. Partai politik juga sebagai wadah untuk
69
Ibid.
70
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
mencetak kader-kader bangsa, dimana nantinya mereka senantiasa siap sebagai pengganti atau penerus dalam memimpin sebuah perjalanan
negeri. Dapat dimengerti bilamana perekrutan kader-kader pemimpin bangsa tidak hanya menjadi dominasi partai politik. Melalui jalur-jalur lain
seperti dari dunia kampus, birokrasi, militer dan lain-lain akan menambah bobot dari kebhinekaan pengkaderan calon-calon pemimpin bangsa.
71
Pencalonan kepala daerah dengan sistem satu pintu melalui partai politik menuai kritik dalam jumlah yang cukup massif. Aturan seperti itu, selain
mempersempit ruang calon independen, juga akan mengekalkan penyelenggaraan Dimasa Reformasi ini, dominasi Partai dihidupkan kembali sedemikian
jauhnya, sehingga menjurus kepada kondisi monopolistik. Tapi perlu dicatat bahwa Partai dewasa ini tidak jelas betul hubungannya secara anatomis dengan
Partai pendahulunya. Pasti ada sejumlah Partai yang punya sejarah panjang, akan tetapi bukan saja terkait secara parsial, malah lebih secara nuansa.
Karena itu, tidak mengherankan apabila peran Partai dewasa ini menjadi kehilangan jati diri dan arah perkembangannya, sehingga terjebak oleh
kecenderungannya yang monopolistik. Motivas politisi Partai mendapatkan kekuasaan Negara, caranya mempertahankan serta kinerjanya memperlakukan
kekuasaan yang dipunyai, secara keseluruhan menggambarkan watak monopolistik dimaksudkan, Analisis ideologi dan struktural serta behavior atas
peran politisi dan partainya dalam era Reformasi ini, menjelaskan keseluruhan
watak monopolistik tersebut.
71
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
pemerintahan daerah yang kotor. Berbagai kalangan berpendapat bahwa dengan hanya satu pintu parpol, maka jelas parpollah yang akan sangat menentukan siapa
yang akan menjadi kepala daerah. Figur-figur non-partai politik kendati memiliki kapasitas memadai tak akan dapat ruang untuk masuk ke dalamnya. Kenyataan
menunjukkan calon independen merupakan calon bagi mereka yang bukan simpatisan parpol dan mereka yang tidak sama ideologinya dengan parpol yang
ada. Atas dasar itu, pencalonan kepala daerah harus dilakukan dengan sistem dua pintu, melalui pintu parpol dan pintu independen.
72
Dalam hal ini, masyarakat akan melirik parpol yang mengusungnya. Bila seorang figur calon tersebut bukan berasal dari kader parpol yang mengusungnya,
dirinya yakin akan berpeluang mendapat simpati dari warga. Paling tidak, masyarakat akan menilai bahwa parpol yang mengusungnya itu tidak haus
kekuasaan. Kondisi tersebut, akan menambah credit point bagi calon kepala daerah tersebut. Peran parpol dalam proses pilkada, akan mempersempit
tampilnya sosok independen yang berkualitas. Bila parpol tak berwenang mencalonkan kepala daerah, dirinya yakin orang berkualitas akan berpeluang
memimpin daerahnya. Untuk itu, seharusnya mesin politik tidak mendominasi proses pilkada. Kebanyakan kader parpol yang menjadi kepala daerah terbawa
hanyut dalam kebiasaan buruk di lingkungan birokrasi.
73
Masih terbuka luasnya praktik politik uang dalam sistem politik pilkada yang diintrodusir oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 ini terkait dengan
ditempatkannya parpol sebagai satu-satunya pintu pencalonan. Dalam pola ini,
72
Ahmad Nadir, Op.Cit, hal. 86-87.
73
Ibid, hal. 87
Universitas Sumatera Utara
masyarakat dipaksa untuk memilih para calon kepala daerah yang diajukan parpol, meskipun para calon itu merupakan orang-orang yang memiliki track record
kurang baik.
2. Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta