1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Pengetahuan Alam IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek
pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah Depdiknas,2006.
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP yang diterbitkan oleh Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas 2006 : 2, menyatakan bahwa mata
pelajaran IPA dalam hal ini pelajaran fisika di SMP MTS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep
dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
3. Melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir,
bersikap dan bertindak ilmiah aserta berkomunikasi. Berdasarkan tujuan tersebut tercermin bahwa tujuan pembelajaran yang harus
dicapai siswa tidak hanya pada aspek kognitif saja tetapi harus melibatkan siswa secara aktif untuk berinteraksi dalam seluruh proses pembelajaran. Hal ini sesuai
dengan UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Artinya implementasi kurikulum tersebut menuntut keterlibatan siswa secara
aktif untuk mengembangkan kemampuannya secara maksimal. Hasil studi lapangan di salah satu SMP di lembang menunjukkan bahwa
terdapat ketidaksesuaian antara fakta di lapangan dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Hasil studi di lapangan yang dimaksud dapat dideskripsikan
sebagai berikut: 1.
Nilai rata-rata ulangan siswa pada mata pelajaran IPA Fisika Tahun Ajaran 20092010 yaitu berada dibawah standar kelulusan yang ditetapkan, dimana
standar kelulusan untuk mata pelajaran IPA Fisika yang ditetapkan adalah 70. Berikut ini daftar nilai rata-rata siswa yang diperoleh:
Tabel 1.1 Daftar Nilai Rata-rata Ulangan Siswa
Kelas Ulangan 1
Ulangan 2 VII F
60,16 66,58
VII G 58,48
60,68 VII H
61,90 55,20
2. Pada umumnya metode pembelajaran yang diterapkan guru adalah metode
ceramah. Selain itu proses pembelajaran bersifat teacher center, yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru, sehingga menunjukkan bahwa siswa
kurang terlibat secara langsung dalam kegiatan pembelajaran. Siswa lebih banyak mendengar, menulis apa yang diinformasikan oleh guru dan
mengerjakan soal latihan berdasarkan contoh soal yang diberikan guru. Hanya sebagian saja dari mereka yang mengikuti pembelajaran dengan baik,
yang lainnya banyak sekali yang tidak memperhatikan. 3.
Hasil observasi aktivitas belajar siswa di salah satu kelas dengan berpedoman pada 8 jenis aktivitas menurut Paul D. Dierick Hamalik, 2009: 172 , di
dapatkan data sebagai berikut: Bertanya 23,68 , mengemukakan pendapat 21,05 , diskusi kelompok
23,68 , melakukan percobaan 63,15 , dan mengerjakan LKS 36,84 . Berdasarkan kondisi lapangan yang telah disebutkan diatas, menyebabkan
potensi siswa selama pembelajaran kurang optimal sehingga berdampak pada rendahnya prestasi belajar siswa. Oleh karena itu penulis menganggap diperlukan
suatu upaya dalam proses pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan dan kebebasan bagi siswa untuk mengembangkan seluruh potensi belajar siswa,
memberikan kesempatan kepada murid untuk terlibat secara aktif dalam setiap proses pembelajaran, mengurangi kecenderungan guru untuk mendominasi pada
saat proses pembelajaran berlangsung, sehingga pada gilirannya akan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Sebagaimana yang disebutkan dalam
PERMENDIKNAS No. 22 Tahun 2007 bahwa:
“Belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan merupakan salah satu
pilar belajar”.
Salah satu model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa sehingga akhirnya diharapkan prestasi belajarnya meningkat adalah model pembelajaran
kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions STAD. Sebagaimana dikemukakan oleh Trianto 2007: 41 bahwa “pembelajaran kooperatif muncul
dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya.” Secara tidak langsung
pembelajaran ini akan memberikan dampak yang positif terhadap siswa yang rendah hasil belajarnya karena dapat meningkatkan pencapaian prestasi belajar
siswa, dapat meningkatkan hubungan antarteman, penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik, dan dapat meningkatkan motivasi
Slavin, 2009: 5. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah salah satu model
pembelajaran kooperatif dimana siswa dibagi menjadi 4 sampai 5 orang dengan terlebih dahulu siswa dibagi menurut tingkat prestasi akademiknya. Ciri khas
dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD ada pada tahap kerja kelompok tim, karena pada tahap ini siswa benar-benar dituntut untuk saling kerjasama
dalam kelompok kecil yang heterogen dan saling mengajari dengan temannya untuk mencapai suatu tujuan yaitu bisa memahami materi yang diberikan.
Dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Interaksi
dan komunikasi yang terjadi diantara siswa dapat memotivasi belajar siswa
sehingga akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajarnya. Diskusi dan kerjasama yang dilakukan oleh siswa bersama dengan kelompoknya, dapat membuat siswa
lebih aktif, karena selain siswa bertanggung jawab terhadap keberhasilannya sendiri tetapi juga harus bertanggungjawab terhadap keberhasilan kelompoknya.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini dapat mengubah kebiasaan transfer ilmu dari guru ke siswa menjadi suatu pembelajaran yang penuh dengan aktivitas yang
dilakukan oleh siswa, sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator saja. Model pembelajaran kooperatif ini terdiri dari lima tahapan yaitu: presentasi
kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim. Adapun tahapan tim dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD memungkinkan siswa untuk lebih
banyak melakukan aktivitas pada saat pembelajaran berlangsung. Pada tahap skor kemajuan individual dan rekognisi penghargaan tim dapat memotivasi siswa
untuk meraih skor yang lebih tinggi, sehingga dapat meningkatkan prestasi belajarnya.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai aktivitas dan prestasi belajar siswa dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD
dengan mengambil judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dalam Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa Pada
Pembelajaran Fisika di SMP”
B. Rumusan Masalah