Representasi Sosial Tentang Pemena pada Masyarakat Desa Gunung Kabupaten Tanah Karo

(1)

60


(2)

61


(3)

62


(4)

63


(5)

64


(6)

65


(7)

66


(8)

67


(9)

68


(10)

69


(11)

70


(12)

71


(13)

72


(14)

73


(15)

74


(16)

75


(17)

76


(18)

77


(19)

78


(20)

79


(21)

80


(22)

81


(23)

82


(24)

83


(25)

84


(26)

85


(27)

86


(28)

87


(29)

88


(30)

89


(31)

90


(32)

91


(33)

92


(34)

93


(35)

94


(36)

95

INFORMED CONSENT

Lembar Pernyataan Persetujuan oleh Subjek Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

NAMA :

ALAMAT :

UMUR :

PEKERJAAN :

Dengan secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun bersedia untuk diwawancarai sebagai partisipan dan berperan serta dari awal hingga selesai dalam penelitian saudara :

NAMA : FIRMAN A SEBAYANG

ALAMAT : Jalan Sei Batang Hari No. 68 Medan UMUR : 22 Tahun

PEKERJAAN : Mahasiswa

JUDUL : Representasi Sosial Tentang Agama Pemena di Desa Gunung Kec. Tiga Binanga

Dengan persyaratan :

1. Peneliti menjelaskan tentang penelitian ini beserta tujuan dan manfaat penelitiannya.

2. Menjaga kerahasian dari identitas diri dan informasi yang diberikan dan hanya untuk tujuan penelitian saja.

Demikianlah surat pernyataan persetujuan saya setujui dalam keadaan sadar dan tanpa tekanan dan paksaan dari pihak manapun. Semoga surat ini dapat dipergunakan sebaik-baiknya.

Medan, 2015

Subjek, Peneliti,

( ) (FIRMAN A SEBAYANG)


(37)

96

FORMAT KUISONER

NAMA :

USIA :

JENIS KELAMIN :

AGAMA :

PERTANYAAN :

1. TULISKAN LIMA KATA YANG ANDA PIKIRKAN KETIKA MENDENGAR KATA AGAMA PEMENA.

1) ______________________________________

2) ______________________________________

3) _______________________________________

4) _______________________________________

5) _______________________________________


(38)

97

2. TULISKAN KATA YANG PALING MEWAKILI AGAMA PEMENA SEBANYAK TIGA KATA BESERTA MAKNANYA.

1) ________________________

2) ________________________

3) ________________________

MAKNA DARI KATA DIATAS :

1) ________________________ :

2) ________________________ :

3) ________________________ :


(39)

98

LAMPIRAN 2

PEDOMAN WAWANCARA I. Identitas Subjek

Nama (Samaran) :

Usia :

Agama :

Jenis Kelamin :

Pendidikan :

II. Sikap Terhadap Agama Pemena

• Apakah Agama Pemena hanya merupakan kebudayaan?

• Bagaimana anggapan anda ketika dikatakan ajaran/nilai Pemena adalah sesat?

• Apakah anda pernah melakukan ritual– ritual Pemena?

• Apakah ajaran dan nilai– nilai pemena bertentangan dengan agama yang anda peluk saat ini?


(40)

99

SUBJEK KATA TENTANG

PEMENA

Kata Dan Makna Tentang Pemena

1 Adat-istiadat Kepercayaan Bergotong-royong Kebudayaan Keyakinan

Gotong royong:mengajarkan yang erat antara sesama manusia

Kepercayaan:nilai-nilai pemena menjadi pandangan hidup orang-orang, dan dapat mengatasi masalah-masalah kehidupan

Keyakinan:ajaran pemena masih diyakini sebagai hal yang sakral dan mempunyai kekuatan dari nini 2 Gotong-royong

Kekeluargaan Kepercayaan Adat

Leluhur

Gotong royong:ajar-ajarannya mengajarkan sifat gotong royong dalam hal apapun, baik membangun desa dan menyelesaikan masalah

Kekeluargaan:ritual-ritual pemena banyak mengajarka bagaimana mempererat persatuan dan memupuk rasa kekeluargaan sesama orang karo

Leluhur: kepercayaan dalam pemena menaruh kepercayaan kepada roh-roh nenek moyang atau nini

3 Bagus Kepercayaan Adat-istiadat Kepercayaan orang dulu Tradisi

Bagus: membantu masyarakat karo terutama dalam menyelesaikan masalah dan mengajarkan masyarakat desa tentang tolong menolong

Tradisi: masih sering dilakukan masyarakat dan menjadi kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari

Adat: ajaran pemena masih dipakai dalam acara adat karo

4 Agama tertua di Karo Agama budaya Karo Kepercayaan

Adat

Tradisi orang Karo

Adat: unsur pemena masih dijalankan dalam acara-acara suku karo

Kepercayaan: ajaran pemena adalah agama dari orang-orang karo

Kebudayaan: warisan nenek moyang suku karo 5 Hal yang bagus

Alam gaib Keyakinan Adat Ritual

Adat: kegiatan ajaran pemena masih sering dilakukan orang-orang karo

Ritual: banyak ritual pemena dipakai dalam

menyelesaikan masalah dalam pertanian, kesehatan dan kehidupan

Keyakinan: ajaran pemena masih diyakini dan dianggap sebuah kekuatan yang baik

6 Sisuan galoh Erpangir ku lau Kiniteken Nini

Adat-istiadat

Sisuan galoh: orang yang percaya terhadap pemena

memiliki pohon pisang

Kiniteken: ajaran pemena adalah kepercayaan dan

pedoman hidup orang karo

Nini: dalam ajaran pemena nini merupakan hal yang

harus disembah 7 Agama pertama orang

Karo

Erpangir ku lau Ndilo wari udan Perumah tendi

Kepercayaan: ajaran pemena merupakan kepercayaan orang karo yang dapat membantu orang-orang

Agama pertama: pemena memiliki arti sebagai agama pertama suku karo


(41)

100

Kepercayaan Erpangir: dalam ajaran pemena erpangir merupakan

ritual pembersihan diri dari kesialan 8 Tidak beragama

Tidak bertuhan Leluhur Kepercayaan Kepercayaan orang dulu

Leluhur: pemena menyembah dan menghorati nini Kepercayaan dahulu: pemena merupakan kepercayaan orang karo terdahulu yang turun-temurun ke anak cucu Tidak beragama: ajaran pemena tidak agama negara dan dilarang pemerintah

9 Mejile

Kepercayaan Pengembangan lalit Adat-istiadat Penyembahaan

Mejile: pemena merupakan ajaran yang membantu

kehidupan sehari-hari

Kepercayaan: orang karo menganggap pemena memiliki kekuatan yang dapat membantu

Adat-istiadat: kebiasaan yang dipakai orang karo dalam acara pernikahaan, kerja tahun dan pesta-pesta adat

10 Kepercayaan kepada dibata

Budaya Kepercayaan Adat

Kebiasaan

Kepercayaan: pemena merupakan agama yang percaya kepada nenek moyang

Budaya: pemena adalah adat-istiadat orang karo Kebiasaan: semua ajaran suku karo dari pemena merupakan kebiasaan yang tidak bisa dihilangkan dari kehidupan, kesehatan, bertani dan acara-acara adat karo

11 Agama

Perumah begu Ritual

Kepercayaan

Kepercayaan: pemena adalah kepercayaan orang-orang dulu yang belum ada agama masuk ke desa gunung Ritual: ritual pemena sekarang masih dipakai dalam adat-adat suku karo

Belum beragama: orang-orang yang masih menganut ajaran pemena bisa dibilang tidak punya agama 12 Agama suku

Kepercayaan Tradisi Selok Mistik

Agama suku: pemena berasal dari suku karo Kepercayaan: pemena berisi ajaran bagaimana menguasai alam dan mengajarkan ritual-ritual untuk menolak kesialan

Tradisi: pemena merupakan kebudayaan suku karo

13 Nini

Sembah-sembah Adat-istiadat Erpangir ku lau Ercibal

Nini: merupakan dibata yang tidak terlihat oleh mata Adat-istiadat: adat-istiadat budaya karo

Erpangir: upacara untuk membersihkan diri dari hal

yang buruk

14 Perbegu

Menganut animisme Tidak percaya Tuhan Ercibal

Mistik

Perbegu: menyembah roh-roh yang ada di kampung Animisme: agama yang percaya kepada roh leluhur Gaib: kegiatan pemena memiliki unsur mistik ketika menyembah leluhur 15 Kebiasaan Tradisi Tawar Kepercayaan Nini

Kebiasaan: nilai pemena sudah menjadi kebiasaan orang di gunung tapi tidak lagi seperti dulu yang menyembah setan

Kepercayaan: pemena adalah agama suku karo sebelum masuknya agama sekarang

Nini: leluhur yang menjaga kampung dari berbagai niat jahat dari orang


(42)

101 16 Kepercayaan Adat-istiadat Zaman dahulu Suku Karo erpangir

Kepercayaan: zaman dulu orang karo memiliki agama yaitu pemena itu sendiri

Suku Karo: ajaran pemena berasal dari orang-orang Karo dulu

Erpangir: suatu ritual yang berasal dari pemena untuk

membersihkan diri dengan cara mandi jeruk purut 17 Kepercayaan

Budaya Gotong royong Tradisi

Guru Sibaso

Guru Sibaso: tua-tua karo atau dukun yang dapat mengobati penyakit non medis

Kepercayaan: pemena dapat membantu masyarakat dalam bertani dan ritual pemena dapat menjauhi kampung dari mara bahaya

Tradisi: semua ritual dan kebiasaan pemena menjadi tradisi Suku Karo

18 Gotong royong Ritual

Adat Erpangir Mistik

Adat: pemena adalah kebiasaan orang Karo dalam hal bercocok tanam, pesta dan lain-lain

Ritual: pemena banyak mengajarkan tentang ritual-ritual penyembahaan kepada nenek moyang

Mistik: pemena banyak memiliki unsur gaib 19 Ritual

Nini

Agama Suku Karo Kepercayaan Gotong royong

Ritual: ajaran pemena dalam masyarakat karo banyak mengajarkan ritual-ritual untuk menguasai alam Kepercayaan: pemena adalah agama Suku Karo Erpangir: salah satu ritual orang Karo untuk

membersihkan diri 20 Erpangir

Perumah begu Kepercayaan Ndilo wari udan Adat

Erpangir: ritual membersihkan diri dari kesialan dan

mara bahaya

Perumah begu: ritual memanggil roh yang sudah mati

untuk berbicara

Kepercayaan: adanya suatu kekuatan untuk dapat membantu orang-orang Karo

21 Gotong royong Selok

Ndilo wari udan Ercibal

Erpangir ku lau

Ercibal: menghormati leluhur dengan memberikan

sesajen

Selok: Guru Sibaso yang kesurupan oleh nini untuk

mengobati orang sakit

Gotong royong: ritual-ritual yang dilakukan pemena selalu dilakukan masyarakat secara bersama-sama

22 Kolot

Mejile Ercibal

Ndilo wari udan Hindu

Mejile: ritual-ritual pemena bagus dan membantu

aktivitas dalam kehidupan sehari-hari

Ercibal: adanya penyembahan kepada nenek moyang

untuk meminta suatu bantuan

Ndilo wari udan: meminta hujan turun karena sudah tidak lagi turun hujan

23 Agama

Agama berhala Kramat

Ercibal Nuan galoh

Ercibal: tempat-tempat menyembah ajaran pemena Kramat: mempercayai hal-hal yang mistik yang

dianggap mempunyai kekuatan

Nuan galoh: tempat untuk menyembah

24 Mistik Adat-istiadat Kepercayaan Erpangir

Adat-istiadat: pemena merupakan kebiasaan-kebiasaan orang dulu yang sampai saat ini masih tetap dilakukan Kepercayaan: orang Karo zaman dulu mempunyai agama sendiri yaitu pemena


(43)

102

Ercibal Ercibal: ritual dalam pemena untuk menghormati

leluhur dengan memberikan sesajen

25 Perbegu

Erpangir ku lau Kepercayaan dulu Perumah begu Tradisi

Agama perbegu: yaitu mempercayai mistik, leluhur dan roh

Tradisi: sampai saat ini masih ada yang dilaksanakan tradisi agama pemena

Erpaingir ku lau: membersihkan diri dari kesialan

26 Gotong royong Selok

Ndilo wari udan Ercibal

Erpangir ku lau

Gotong royong: agama pemena bersifat gotong royong contohnya ketika membangun rumah adat

Ndilo wari udan: ketika musim kemarau masyarakat

memanggil hujan agar turun dengan menggunakan suatu ritual

Selok: ketika kerja tahun tradisi yang dilakukan GuruSibaso memanggil roh leluhur agar menjaga kampung

27 Adat

Kepercayaan Erpangir ku lau Penyembahaan Guru Sibaso

Penyembahaan: menyembah nenek moyang dengan ercibal

Adat: adat karo yang dulunya dipakai oleh orang-orang Karo

Kepercayaan: kepercayaan Suku Karo pada saat dulu 28 Ercibal

Kepercayaan Karo Erpangir

tidak beragama Nini

Kepercayaan: orang-orang Karo dulu masih percaya dengan pemena karena belum adanya agama masuk ke Tanah Karo

Ercibal: memberikan sesajen kepada leluhur untuk

memberikan berkah

Tidak beragama: kalau ada orang masih percaya dengan ajaran pemena ini menandakan orang yang belum mendapatkan ajaran agama yang ada

29 Adat

Kepercayaan Nini

Tidak bertuhan Ndilo wari udan

Adat: pemena merupakan adat dari Suku Karo karena sudah menjadi kebiasaan orang-orang Karo

Kepercayaan: pemena merupakan agamanya orang Karo, sebelum masukannya agama resmi

Nini: Tuhannya pemena adalah roh-roh leluhur

30 Adat-istiadat Belum mengenal Tuhan Nenek moyang Pikiran kolot Roh-roh jahat

Adat-istiadat: pemena adalah bagian adat dan budaya Suku Karo

Nenek moyang: orang-orang pemena menyembah nenek moyang dan setiap kampung memiliki nenek moyang berbeda

Belum mengenal Tuhan: orang-orang pemena belum mengenal agama yang ada saat ini

31 Perbegu

Eribal

Erpangir ku lau Nini para Kepercayaan

Perbegu: percaya terhadap hal-hal yang mistik Ercibal: membuat sesajen kepada leluhur

Nini Para: leluhur masyarakat Desa Gunung yang

pertama tinggal di Desa

32 Kolot

Misitk Budaya Adat Nini

Budaya: pemena adalah budaya orang-orang Karo Adat: pemena sudah menjadi kebiasaan-kebiasaan orang Karo walaupun sudah ada agama

Nini: dalam ajaran pemena, nini adalah roh yang suci

dan yang disembah


(44)

103

33 Kepercayaan dulu Mistik

Adat-istiadat Erpangir Ercibal

Kepercayaan dulu: ketika agama belum masuk ke Tanah Karo orang-orang Karo masih menaruh kepercayaan kepada nenek moyang seperti ajaran pemena

Ercibal: orang-orang yang menaganut ajaran pemena

memberikan sesajen kepada nenek moyang

Erpangir: orang-orang Suku Karo biasanya

membersihkan diri melalui ritual erpangir agar terhindar dari mara bahaya dan kesialan 34 Orang Karo

Kepercayaan Erpangir Adat Karo Nini

Kepercayaan: pemena adalah kepercayaan orang-orang Karo yang dapat membantu orang dalam bertani dan menyembuhkan penyakit

Orang Karo: pemena adalah kebudayaan yang berasal dari Suku Karo

Nini:Nini kalau dibahasa Indonesiakan artinya leluhur

dalam kepercayaan pemena nini adalah orang yang di sembah 35 Penyembahan Pikiran kolot Suku Karo Ritual Tidak berkembang

Kolot: pemena merupakan kepercayaan yang dianut oleh orang-orang dulu yang belum berpendidikan Penyembahaan: pemena merupakan agama yang mengajarkan cara bagaimana manusia menyembah sesuatu

Tidak berkembang: pemema tidak memiliki

perkembangan seperti agama-agama yang ada sekarang


(45)

104

Menurut anda apa perbedaan pemena dengan agama yang ada saat ini?

SUBJEK JAWABAN

1 Orang pemena tidak percaya dengan Yesus kalau agama sekarang sudah mengenal Yesus.

2 Agama pemena erpangir ku lau (menyembah leluhur) agama pada saat ini percaya kepada Tuhan

3 Agama pemena banyak memiliki ritual penyembahan kepada nini, agama sekarang hanya berdoa kepada Tuhan

4 Agama pemena erpangir ku lau, ercibal belo,perumah begu. Agama sekarang berdoa dan beribadah

5 Orang dulu kalau sakit berobat ke Guru sibaso kalau sekarang berobat ke rumah sakit dan di doakan pendeta

6 Pemena memiliki kepercayaan kepada nenek moyang, agama– agama sekarang sudah memiliki kepercayaan kepada Tuhan (dibata)

7 Agama pemena memiliki kepercayaan animism dan dinamisme, sedangkan agama yang lain menyembah tuhan

8 Pemena mengajarkan kekeluargaan yang erat antar masyarakat karo, agama yang ada sekarang tidak memiliki ke kompakkan antar masyarakat

9 Pemena menyembah leluhur yang sudah mati, agama yang ada sekarang melarang hal itu karena sesat

10 Pemena menyembah mistik (benda yang dianggap memiliki keajaiban) agama saat ini percaya terhadap tuhan (beribadah dan berdoa)

11 Agama pemena merupakan ajaran agama suku, khusus orang karo. sedang kan agama lain adalah buat semua suku dan negara.

12 Agama pemena selalu mengutamakan hal– hal tabudan mistik dan tidak percaya Tuhan agama saat ini memiliki tuhan dan tidak percaya hal– hal tabu 13 Pemena adalah agama khusus orang karo, sedangkan agama– agama lain

untuk semua umat manusia

14 Beda agama pemena dengan agama lain terletak di penyembahaan. Orang orang yang agama pemena menyembah roh– roh leluhur kalau agama yang ada menyembah Tuhan

15 Agama pemena percaya kepada mistik benda yang mempunyai keajaiban agama saat ini percaya terhadapat tuhan.

16 Agama pemena menyembah hal– hal yang berbentuk mistik, benda yang aneh sendangkan agama saat ini memiliki satu tuhan dan taat kepada agamanya

17 Pemena masih kental dengan ritual– ritual yang percaya kepada nenek moyang agama saat ini percaya kepada Tuhan dan tidak menyembah yang lain selain tuhan

18 Ritual– ritual pemena banyak menyembah roh– roh nenek moyang yang dilarang agama

19 Kalau agama pemena menyembah nini atau nenek moyang sedangkan agama yang sekarang menyembah Tuhan dan memiliki kitab

20 Pemena adalah murni kepercayaan suku karo milik orang– orang yang bersuku karo, sedangkan agama– agama lain adalah milik semua orang 21 Agama pemena adalah kepercayaan dahulu yang menyembah roh– roh nini.

Sedangkan agama sekarang memiliki Tuhan


(46)

105

22 Agama pemena agamanya suku karo yang menyembah nenek moyang agama saat ini agama untuk semua orang

23 Pemena menyembah nini dan roh– roh sedangkan agama resmi sudah menyembah Tuhan

24 Agama pemena menyembah nenek moyang

25 Perbedaan terletak dalam hal siapa yang disembah, kalau pemena percaya dengan roh nini kalau agama sekarang sudah percaya Tuhan

26 Pandangan saya perbedaanya ada pada Tuhan yang di sembah

27 Pemena masih percaya dengan tempat– tempat yang kramat dan roh– roh orang mati, kalau agama sudah percaya kepada Tuhan

28 Pemena masih memiliki kepercayaan terhadap nenek moyang yang sudah mati, kalau agama sekarang sudah kepada tuhan

29 Kalau agama sekarang sudah menyembah tuhan kalau pemena masih menyembah nini

30 Agama sekarang memiliki tempat ibadahnya kalau agama pemena sudah tidak dipakai lagi

31 Agama pemena tidak lengkap karena tidak ada kitab dan tempat ibadah, kalau agama sekarang sudah lengkap

32 Agama pemena masih percaya dengan roh– roh nini yang dianggap suci kalau agama sekarang sudah percaya dengan Tuhan

33 Pemena hanya untuk kepercayaan orang– orang yang bersuku karo kalau agama yang ada sekarang sudah untuk semua manusia

34 Tuhannya agama pemena adalah benda– benda dan roh nini, kalau agama sekarang percaya kepada Tuhan

35 Agama pemena menyembah leluhur agama sekarang sudah menyembah tuhan

Apakah masih ada ritual pemena yang dilakukan oleh masyarakat desa gunung hingga saat ini? Jika ada, coba sebutkan dan berikan tanggapan Anda mengenai ritual tersebut!

SUBJEK JAWABAN

1 Sudah jarang orang melakukan ritual– ritual pemena, tapi ada beberapa yang masih dipakai dalam adat karo seperti erpangir, ndilo wari udan, dan selok saat kerja tahun.

2 Ritual dari pemena yaitu erpangir, ndilo wari udan, masih sering dilakukan ada beberapa ritual pemena yang member kebaikan dan tidak bertentangan dengan agama seperti yang masih dilakukan sekarang.

3 Ada, saat kerja tahun, guru sibsao memanggil nenek leluhur (selok) tanggapan saya itu merupakan tradisi kerja tahun

4 Masih, seperti ndilo wari udan tanggapan saya ritual– ritual itu perlu dilakukan dan tidak sesat

5 Masih ada, seperti erpangir, ndilo wari udan, ritual tersebut merupakan hal yang bagus dan tidak sesat itu merupakan kebudayaan

6 Masih ada, yang paling sering erpangir, selok, ndilo wari udan. Ritual– ritual itu bertujuan untuk kebaikan masyarakat di kampung

7 Erpangir, ndilo wari udan sudah dilarang oleh agama tetapi masih sering dilakukan orang-orang


(47)

106

8 Ada yaitu mengusir roh jahat dan erpangir ku lau. Tanggapan saya masih perlu dilakukan dan perlu untuk dilestarikan agar adat istiadat karo yang dulu tidak hilang

9 Ada, seperti erpangir, perumah begu, selok, dan ndilo wari udan. Tanggapan saya karena masih ada orang yang melakukan ritual dan meminta kepada benda– benda yang dianggap itu tuhan

10 Untuk beberapa kegiatan masih ada digunakan ritual selok ritual tersebut untuk memanggil leluhur.

11 Ndilo wari udan, erpangir ku lau ritual– ritual seperti itu sudah dianggap biasa karena ritual itu adalah kebudayaan suku karo

12 Ada ritual erpangir ku lau, ndilo wari udan, perumah begu. Ritual tersebut adalah kebudayaan suku karo

13 Ada, erpangir sama ndilo wari udan, tanggapan saya Karena masih ada orang yang ziarah membuat makan dan sesajen

14 Masih seperti erpangir, ndilo wari udan, tanggapan ritual tersebut membantu masyarakat dalam beraktivitas dan tidak melanggar ajaran agama lain 15 Tidak dilakukan lagi ritual pemena pada saat ini

16 Masih banyak orang melakukan ritual– ritual pemena tapi kami melihat ritual tersebut hanya kebudayaan dari suku karo

17 Untuk sekarang ritual– ritual pemena tidak serius dilakukan, hanya ritual– ritual biasa yang dilakukan tanpa adanya penyembahan

18 Ada, erpangir ku lau perumah begu, ndilo wari udan, terkadang perlu melaksanakan ritual– ritual tersebut karena merupakan kebudayaan 19 Sampai saat ini masih ada beberapa masyarakat melakukan ritual pemena,

contoh erpangir ku lau ndilo wari udan

20 Ndilo wari udan masih sering dilakukan, selok juga masih sering dilakukan. Melihat kegiatan– kegiatan tersebut merupakan hal yang meriah .

21 Sudah jarang yang menggunakan ritual, tapi masih ada beberapa ritual yang di lakuakn seperti erpangir, perumah begu.

22 Erpangir ku lau, ndilo wari udan. Bagus sebagian ritual masih dilakukan 23 Ritual ercibal belo, ndilo wari udan, erpangir, ritual ritual tersebut membantu

masyarakat.

24 Masih ada, contohnya erpangir ku lau, ndilo wari udan. Pandangan tentang ritual itu adalah hanya sebuah adat karo untuk jauh dari kesialan

25 Biasanya yang masih di laksanakan adalah erpangir, ndilo wari udan, pandangan tentang ritual itu bertujuan untuk kebaikan kita juga

26 Masih ada, erpangir ku lau, perumah begu, nguras, ndilo wari udan, sesekali perlu untuk melakukan ritual tersebut

27 Sudah jarangm tetapi sesekali dilakukan juga oleh orang karo kayak erpangir. Tidak masalah karena untuk membersihkan pikiran

28 Biasa yang dilakukan adalah ritual ndilo wari udan secara bersama– sama, dan erpangir, pandangannya tidak masalah karena menurut kepercayaan karo hal itu perlu dilakukan

29 Ada, erpangir, dan perumah begu. Kalau ada masalah memang harus dilakukan

30 Di desa gunung yang masih sering dilaukan adalah erpangir ku lau, dan ndilo wari udan. Kegiatan ritual itu untuk kebaikan orang– orang

31 Sudah tidak banyak ritual– ritual karo dilaksanakan orang karo 32 Ada, seperti melihat tanggal hari yang baik, erpangir, ndilo wari udan,


(48)

107

perumah begu, selok, perumah tendi, itu adalah adat karo

33 Masih banyak orang melaukuan ritual pemena, erpagir, ndilo wari udan, perumah begu.

34 Beberapa orang masih sering menjalankan erpangir, itu untuk jauh dari kesialan dan membersihkan pikiran

35 Ada seperti perumah begu, raling tendi dan erpangir. Biasanya ritual itu memang harus dilakukan

Bagaimana pandangan saudara tentang peran guru sibaso dan leluhur dalam kehidupan sehari– hari?

SUBJEK JAWABAN

1 Guru sibaso biasanya ada disetiap kampung untuk menolong orang– orang yang terkena penyakit dan juga dapat berkomunikasi dengan orang mati. Leluhur hanya merupakan roh– roh yang melindungi setiap kampung 2 Guru sibaso memiliki kemampuan mistik dalam menyembuhkan berbagai

penyakit dan nini harus dihormti agar menjaga kampung

3 Peran guru sibaso adalam menyembuhkan orang sakit meminta bantuan kepada nini. leluhur adalah roh– roh yang menjaga kampung dari kesialan 4 Leluhur adalah Tuhannya agama pemena

5 Ada beberapa ritual yang harus menggunakan jasa guru sibaso. Suku karo menghormati nini agar mendapat keselamatan

6 Guru sibaso adalahorang pintar yang dapat menyembuhkan penyakit– penyakit non medis

7 Guru sibaso terkadang memberikan penjelasan– penjelasan tentang kejadian yang ada. Nini para merupakan leluhur yang dihormati karna melindungi orang– orang di desa

8 Dahulu guru sibaso menjadi pendeta dikampung dapat membuat hal– hal yang bagus dan nini para merupakan leluhur yang melindungi desa gunung 9 Tidak dipercaya kalau dipercaya guru sibaso dipandang orang saat ini sesat 10 Tidak boleh lagi digunakan karena melanggar ajaran agama. Tetapi dalam

bebrapa budaya karo masih memakai jasa guru sibaso

11 Sudah jarang menggunakan guru sibaso dan leluhur, saya lebih percaya kepada Tuhan

12 Terkadang guru sibaso banyak membantu orang– orang dalam menyembuhkan berbagai penyakit, tapi jangan sampai menyesatkan 13 Guru sibaso dalam orang pintar yang mampu meramal dan menyembuhkan

orang sakit, leluhur adalah roh– roh nini yang harus dihormati

14 Guru sibaso dan nini para tidak lagi di pakai karena kita sudah memiliki agama dan diajarkan berdoa kepada Tuhan

15 Pandangan saya tentang peran guru sibaso dan leluhur dalam kehidupan sehari – hari penting juga karena guru sibaso masih bermanfaat juga dalam

kehidupan orang karo, misalnya mengusir roh jahat, mengobati orang sakit dan lain– lain

16 Tidak percaya karena sudah mempunyai ajaran yang percaya kepada Tuhan 17 Percaya tidak percaya, karena beberapa hal terbukti betul, karena

mempercayai hal– hal yang tidak biasa (mustahil)


(49)

108

18 Guru sibaso berperan sebagai orang yang dapat berbicara dengan roh halus, dan dapat mengobati orang sakit. Leluhur bagi orang karo adalah penjaga kampung– kampung

19 Peran guru sibaso adalah dapat menerawang kejadian– kejadian yang tidak dapat dijelaskan. Leluhur, dalam suku karo adalah roh– roh yang memiliki kekuatan

20 Guru sibaso adalah orang– orang pilihan yang memiliki kekuatan

supernatural untuk menolong orang– orang. Leluhur adalah roh– roh yang suci yang menjaga anak cucu– cucunya dari niat jahat orang lain

21 Tidak menggunakan guru sibaso lagi lebih percaya berdoa dan beribadah menurut kepercayaan masing– masing

22 Guru sibaso dapat menyembuhkan penyakit– penyakit dan memecahkan masalah namun sekarang guru sibaso sudah jarang dilakukan

23 Percaya karena beberapa hal yang mengikuti ajarannya dan bertanya kepadanya dimana saat membutuhkan

24 Guru sibaso berperan berkomunikasi dengan nini untuk menjawab kejadian– kejadian aneh dan penyakit– penyakit di kampung

25 Guru sibaso adalah orang pintar yang dapat mengobati orang yang sakit, meramal suatu kejadian dan bisa berbicara dengan roh– roh yang tidak bisa dilihat. Leluhur adalah roh yang dihormati orang karo

26 Guru sibaso itu orang– orang pilihan yang sejak dia lahir dudah mendapat kekuatan dari nini orang karo, untuk menolong orang– orang. Leluhur haruslah di hormati

27 Biasanya guru sibaso dapat mengobati orang yang sedang sakit parah, dapat berbicara dengan roh yang sudah mati, pandangan tentang leluhur adalah roh yang sudah mati dan tidak lagi berkuasa dalam kehidupan

28 Guru sibaso berperan dalam kehidupan sehari– hari sebagai orang pintar. Leluhur melindungi orang– orang kampung dari mara– bahaya

29 Peran guru sibaso sudah tidak seperti zaman dahulu, karena sekarang sudah ada pendeta. Sudah banyak orang yang tidak menyembah leluhur karena sudah memiliki agama masing– masing yang menyembah Tuhan

30 Guru sibaso bisa meramal, mengobati orang yang sakit, dan berbicara dengan orang yang sudah mati. Leluhur adalah roh– roh yang melindungi cucu– cucunya

31 Guru sibaso sering membantu orang– orang yang mendapat masalah, karena dapat berbicara dengan nini

32 Guru sibaso dapat mengobati penyakit– penyakit non medis, dan saat kerja tahun guru sibaso biasanya kesurupan roh nini. Nini masih menjaga kampung dari kesialan

33 Guru sibaso sudah tidak perlu dipercaya karena sudah mengenal agama. Leluhur tidak memiliki peran dalam hidup sehari– hari orang di kampung karena sudah berdoa kepada Tuhan

34 Guru sibaso berperan sebagai perantara orang– orang yang hidup dengan orang yang sudah mati. Leluhur berperan melindungi cucu– cucunya dalam menjalani kehidupan

35 Guru sibaso mempunyai peran sebagai petua– petua adat yang dapat

menyembuh kan orang sakit dan berbicara dengan roh yang sudah mati. Peran leluhur tidak ada lagi karena sudah percaya dengan tuhan


(50)

109

Apa pandangan saudara ketika melihat ada orang suku karo yang tidak percaya dengan pemena?

SUBJEK JAWABAN

1 Orang– orang seperti itu merupakan orang yang tak mengerti kebudayaan suku karo

2 Orang karo yang tidak percaya dengan pemena orang yang tidak beradat 3 Orang orang yang seperti itu tidak lagi mengerti tentang tentang istiadat karo

karena pemena itu budaya karo

4 Tidak masalah karena itu hak masing masing orang tetapi orang akan memandang dia tidak mempunyai adat

5 Tidak apa apa, tapi orang– orang seperti itu tidak menggenal budaya karo 6 Mereka sudah lama meninggalkan tanah karo dan tidak lagi mengenal

budaya dan adat istiadat karo

7 Itu hak setiap orang percaya atau tidak terhadap agama pemena saya menggagapi itu tergantung tiap– tiap individu

8 Orang yang sudah punya agama tidak perlu percaya dengan ajaran pemena 9 Mereka sudah menggal agama saat ini tidak lagi percaya terhadap agama

pemena

10 Mereka yang tidak percaya akan pemena merupakan orang– orang yang fanatic mengenai suku karo

11 Itu adalah pandangan masing–masing orang tetapi orang suku karo semestinya paham tentang pemena

12 Biasa saja pribadi seseorang percaya atau tidak

13 Orang orang tersebut mungkin tidaka tingggal di daerah karo lagi sehingga tidak tahu sejarah tentang karo

14 Tidak masalah tetapi orang– orang tersebut sudah tidak memiliki adat 15 Biasa saja karena mungkin mereka tidak pernah mendengar agama pemena

dan tidak tertarik mendengar cerita agama pemena

16 Orang yang tidak tahu pemena, orang yang tidak tahu adat istiadat karo 17 Pandangan saya kalau ada orang karo yang tidak percaya, makan menurut

saya orang itu lupa dengan sejarah atau adat istiadat karo yang dulu 18 Karena sudah mempunyai agama yang percaya kepada tuhan tidak percaya

kepada hal– hal mistik

19 Biasa saja, karena mungkin mereka tidak pernah mendengar agama pemena dan tidak lahir di daerah karo

20 Mereka mungkin sudah lama tidak berkomunikasi dengan orang– orang karo sehingga tidak tahu

21 Wajar saja karena sekarang agama sudah ada, tetapi banyak kebudayaan suku karo berasal dari pemena

22 Biasanya orang– orang yang tidak percaya tentang pemena, adalah orang– orang yang fanatic dengan budaya karo

23 Sekarang kalau orang tidak percaya sudah tidak masalah karena zaman sekarang sudah berkembang dan maju

24 Pandangan saya melihat orang– orang yang tidak percaya karena dia tidak mengerti suku karo

25 Orang– orang seperti itu adalah fanatik dengan adat karo dan sudah hidup modern

26 Tidak masalah karena mungkin orang– orang yang seperti itu sudah tidak mengerti kebudayaan suku karo


(51)

110

27 Tidak mempersalahkan orang yang tidak percaya, karena itu hak orang 28 Orang karo yang mengerti adat karo pasti percaya dengan hal– hal pemena 29 Kalau orang yang tidak percaya dengan pemena itu karena orang itu tidak

mengerti kebudayaan karo orang– orang dulu

30 Pandangan saya melihat orang yang tidak percaya tidak apa– apa, karena sekarang sudah ada agama

31 Biasanya orang yang tidak tahu pemena tidak mengerti adat suku karo 32 Pandangan saya adalah orang– orang yang tidak percaya dengan pemena

karena sudah punya pikiran modern

33 Orang karo yang tidak percaya dengan pemena dianggap orang yang buta tentang sejarah orang karo

34 Kalau ada orang karo yang tidak percaya dengan pemena, sudah biasa karena orang– orang sekarang sudah punya agama

35 Tidak mempermasalahkan kalau ada orang karo yang tidak percaya dengan pemena karena kepercayaan masing– masing memang berbeda.


(52)

55

DAFTAR PUSTAKA

Ancok, D & Suroso, F. N. (2001). Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Arikunto, Suharsimi. (2002). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Bangun, Teridah. (1986). Manusia Batak Karo. Jakarta: Inti Idayu Press

Berman, A, Snyder, S. (2012). Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and Practice. New Jersey : Pearson

Bustanuddin, Agus. (2007). Agama dalam Kehidupan Manusia: Pengantar Antropologi Agama. Jakarta : PT Grafindo Persada

Bramha, Putro. (1995). Karo dari Zaman ke Zaman. Medan: Ulih Saber

Deaux, K., & Philogene, G. (2001). Representation of The Social: Bridging Theoretical Tradition. London : Balckwell Publisher

Flick, U. (1998). The Psychologu of the Social. Cambridge: Cambridge University Press.

Gintings, E.P. (1995). Adat Istiadat Karo Kinata Berita Si Meriah Ibas Masyarakat Karo. Kabanjahe: Abdi Karya.

Gintings, E.P. (1997). Adat Karo Ibas Kalak Mate. Kabanjahe: Abdi Karya.

Gintings, E.P. (1999). Religi Karo,Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru. Kabanjahe: Abdi Karya.


(53)

56

Gintings, E.P. (2009) Agama Suku, Agama Primitif & Agama Batak Kuno. Bandung: Jurnal Info Media.

Gillespie, A. (1999). The battle of the symbols: Constructing peace for Northern Ireland in three public spheres. MSc Social Psychology Dissertation. London School of Economics and Political Science: Unpublished

Jawak Kalvinus. (2009). Yahwe dan Dibata. (Studi Perbandingan Konsep Tuhan Menurut Orang Yahudi dan Tuhan Menurut Orang Karo). Thesis Mahasiswa Fakultas Sosiologi Agama Universitas Kristen Satya Wacana.

John Tondowidjojo. (1992). Etnologi dan Pastoral di Indonesia. Flores: Nusa Indah.

Karo Dalam Angka. 2015. Gambaran Umun Kabupaten Karo. Diakses pada 03 Maret 2015, di (http://www.karokab.go.id/in/index.php/gambaran-umum)

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2015. Agama. 18 Juli 2015 diakses di (http://kbbi.web.id/agama)

Koentjaraningrat. (1985), Ritus Peralihan di Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Milala Terang Malem. (2008) Utang Adat Kematian Dalam Adat Karo, Jakarta:

Maranatha.

Moleong, L. J. (2006). Metologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosydakarya.


(54)

57

Mokoginta, J. C. (1996). Adat Istiadat Etnik Bolaang Mongondow : Etnik Budaya dan Perubahan. Jakarta : Yayasan Bogani Karya.

Moscovici, S. (2001). Social Representation : Explarations in Social Psychology, ed. Gerard Duveen. New York : New York University Press.

Mufid, A, S. (2012). Dinamika Perkembangan sistem Kepercayaan Lokal di Indonesia. Jakarta: Kementrian Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan.

Panggabean, H. R. G. (2014). Merawat Keselarasan Sosial Menuju Keunggulan Global. Jakarta : PT Fatoklesar.

Patty, Semuel, (2009). Agama dan Kebudayaan, Salatiga: PPs.MSA.

Pasaribu, Rudolf. (1980). Agama Suku Dan Batakologi. Medan

Poerwandari, E. K. (2007). Penelitian Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta : LPSP3. UI

Palouzian. (1996). Invitation To The Psychology Of Religion. London : Allyn and Bacon.

Rivai, Veithzal. (2003). Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta : Rajawali Pers.

Sembiring, A.S (2005). Guru Si Baso Dalam Ritaual Orang Karo : Bertahannya Sisi Tradisional Dari Arus modernisasi, Medan : Jurnal Antropologi Sosial Budaya. Vol. 1 : 123


(55)

58

Sembiring, S, A. (2005). Guru Si Baso Dalam Ritual Orang Karo. Jurnal Antropologi Sosial Budaya.

Sempa, S. Bujur, S. & Sitepu, A.G. (1996). Pilar Budaya Karo. Medan: Bina Media Perintis.

Seligman, E. P. M., & Peterson, C. (2004). Character Strengths and Virtues, A Handbook and Classification. America Psychological Association. New York : Oxford University Press.

Siregar Syofian. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta : Kencana.

Smith A. J. (2011). Rethinking Psychology Dasar – Dasar Teoritis dan Konseptual Psikologi Baru. Bandung :Nusa Media.

Suparlan, 1992. “Kebudayaan dan Pembangunan” dalam Kajian Agama dan Masyarakat (Sudjangi, ed), Jakarta: Depag R.I

Soelaeman, M. Munandar (1989). Ilmu Sosial Dasar : Teori dan Konsep Ilmu Sosial. Bandung : Refika Aditama.

Tarigan Sarjani, (2008) Dinamika Orang Karo, Budaya dan Modernisme : Medan.

Tarigan Sarjani. (2011). Kepercayaan Orang Karo Tempoe Doeloe. Medan : Si BNP Press.

Tarigan Henry Guntur. (1990). Percikan Budaya Karo. Jakarta: PT. Kesaint Blanc Indah Corp.


(56)

59

Tajfel, H. (1982). Social Identity and Intergoup Relations. Cambridge. England : Cambridge University Press.

T. S. Fiske,. E. S. Taylor. (1991). Social Cognitif. Singapore : McGraw International edition

Wagner, W., G. Duveen, D. Rose, et al. (1999). Theory and Method of Social Representations. Asian Journal of Social Psychology. Vol. 2 : 95– 125. Wann, D.L., & Branscombe, N.R. (1995). Influence of leel of Identification with a

Group Physiological Arousal on Perceived intergroup Complexity. British Journal of Social Psychology. 34 (3) : 223-235


(57)

26

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan representasi sosial Masyarakat Desa Gunung tentang pemena. Untuk mendapatkan hasil dari penelitian ini diperlukan adanya prosedur yang relevan dengan permasalah yang akan diteliti. Penelitian ini merupakan penelitian representasi sosial yang merupakan kerangka berpikir, konsep dan ide psikologis dalam dunia sosial yang dapat mempelajari fenomena psikososial pada masyarakat (Wagner, dkk., 1999). Penelitian ini juga mencoba menggali data dan menganalisis data secara kualitatif dan untuk mempermudah membaca data dan menemukan representasi sosial yang muncul maka data kualitatif tersebut kemudian dipaparkan secara kuantitatif. Berdasarkan tujuan dari penelitian tersebut maka metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:

A. Populasi dan Subjek Penelitan 1. Populasi Penelitian

Subjek dalam penelitan ini adalah Masyarakat Suku Karo yang tinggal di Desa Gunung dengan usia dewasa awal sampai lanjut usia. Desa Gunung merupakan salah satu desa yang terletak di Kabupaten Karo tepatnya berada pada Kecamatan Tigabinanga.

2. Karakteristik Subjek

Pemilihan subjek untuk penelitian ini didasarkan pada karakteristik tertentu yaitu:

26


(58)

27

a. Pria atau wanita Suku Karo b. Berusia 21-90 tahun

c. Tinggal di Desa Gunung 3. Jumlah Subjek Penelitian

Penelitian ini melibatkan 35 (tiga puluh lima) orang. Jumlah ini sesuai dengan ciri penelitian kualitatif yang tidak menekankan pada kuantitas subjek namun lebih mengutamakan kualitas yang ada pada subjek.

B. Teknik Pengambilan Subjek

Pengambilan subjek dalam penelitian ini menggunakan cara purposive sampling melalui teknik ini subjek yang dipilih adalah yang sesuai dengan karakteristik yang sudah disebutkan sebelumnya.

C. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan angket terbuka dan wawancara semi-terseturktur. Angket terbuka adalah kuisoner yang disusun sedemikian rupa sehingga subjek bebas mengemukakan pendapatnya (Arikunto, 2002). Kemudian subjek juga diwawancari mengenai beberapa hal seperti pengetahuan tentang perbedaan pemena dengan agama resmi, ritual yang masih dilakukan, peran Guru sibaso dan leluhur, serta pandangan mereka terhadap Orang Karo yang tidak percaya kepada pemena.


(59)

28

a. Teknik Asosiasi Kata

Teknik asosiasi kata digunakan untuk mengetahui representasi sosial tentang pemena pada Masyarakat Desa Gunung. Melalui teknik ini, subjek diminta memberikan lima kata yang terlintas dipikiran mereka ketika mendengar kata pemena. Selanjutnya dari lima kata subjek diminta untuk memilih tiga kata dari yang paling mewakili sampai yang tidak terlalu mewakili tentang pemena.

b. Wawancara

Wawancara dalam penelitian ini adalah sebagai data pendukung, wawancara yang diberikan kepada subjek menggunakan pertanyaan terbuka untuk mendapatkan informasi, pendapat, keyakinan dan sikap terkait dengan pemena yang ada pada Masyarakat Desa Gunung.

D. Metode Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah gabungan antara analisis kualitatif dan kuantitatif. Secara umum peneliti melakukan analisis data beradasarkan respon (frekuensi kata yang sama yang disebutkan oleh subjek), dan beradsarkan jumlah subjek (banyaknya subjek yang mengungkapkan suatu kata tertentu). Data yang didapat akan disusun dalam sebuah tabel kemudian diinterpretasikan menggunakan analisis tematik (Flick, 1998).

Banyaknya respon mengeskpresikan tentang intensitas pengetahuan tersebut pada subjek dengan kata lain semakin tinggi frekuensi kata tertentu disebutkan maka semakin intens kata tersebut dalam pemahaman subjek tentang pemena. Kemudian banyaknya responden akan mengekspresikan tingkat


(60)

29

penyembaran pengetahuan tersebut dengan kata lain semakin banyak subjek yang mengungkapkan kata yang sama maka semakin tinggi tingkat penyebaran kata dalam masyarakat mengenai pemena.

E. Kredibilitas Penelitian

Kredibilitas adalah isitilah yang digunakan dalam penelitian kualitatif untuk menggantikan konsep validitas (Poerwandari, 2007). Deskripsi mendalam yang menjelaskan kemajemukan (kompleksitas) aspek-aspek yang terkait dan merupakan interaksi berbagai aspek menjadi salah satu ukuran kredibilitas penelitian kualitatif. Poerwandari (2007) menambahkan kredibilitas penelitian kualitatif juga terletak pada keberhasilan mencapai maksud mengeksplorasi masalah dan mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial, atau interaksi yang kompleks.

Penelitian ini memiliki langkah-langkah untuk menjaga kredibilitas dan objektivitas antara lain dengan:

1. Memilih subjek penelitian yang sesuai dengan karakteristik penelititan dalam hal ini adalah Masyarakat Suku Karo dan tinggal di Desa Gunung.

2. Membuat angket terbuka yaitu asosiasi kata yang dapat menggali representasi sosial dalam Masyarakat Desa Gunung.

3. Menbuat pedomawan wawancara dengan pertanyaan terbuka berdasarkan elemen-elemen representasi sosial yaitu, informasi, keyakinan, pendapat dan sikap.


(61)

30

4. Memperpanjang keikutsertaan peneliti dalam pengumpulan data di lapangan hal ini dapat memungkinkan peneliti mendapat informasi lebih banyak tentang subjek penelitian.

5. Melibatkan teman sejawat, dosen pembimbing dan dosen yang memiliki pengetahuan tentang aspek-aspek dalam penelitin ini untuk berdiskusi dan memberikan masukan dan kritik mulai dari awal penelitian sampai dengan didapatnya hasil dan tujuan penelitian. Hal ini dilakukan karena mengingat keterbatasan kemampuan peneliti dalam mengkaji kompleksitas fenomema yang akan diteliti.

F. Alat Pengumpulan Data

Menurut Poerwandari (2007) penulis sangat berperan dalam seluruh proses penelitian, mulai dari memilih topik, mendeteksi topik tersebut, mengumpulkan data, hingga analisis, menginterprestasikan dan menyimpulkan hasil penelitian.Dalam mengumpulkan data-data penulis membutuhkan alat Bantu (instrumen penelitian). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua alat bantu, yaitu :

1. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian.Pedoman ini disusun tidak hanya berdasarkan tujuan penelitian, tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.


(62)

31

2. Alat Perekam

Alat perekam berguna sebagai alat bantu pada saat wawancara, agar peneliti dapat berkonsentrasi pada proses pengambilan data tanpa harus berhenti untuk mencatat jawaban-jawaban dari subjek. Dalam pengumpulan data, alat perekam baru dapat dipergunakan setelah mendapat ijin dari subjek untuk mempergunakan alat tersebut pada saat wawancara berlangsung.

3. Kertas dan Alat Tulis

Kertas dan alat tulis berguna untuk mengisi angket terbuka yaitu asosiasi kata yang diberikan kepada subjek dalam penelitian.

G. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan Penelitian

Hal-hal yang dilakukan dalam tahap persiapan adalah:

a. Memahami fenomena yang diteliti melalui teori-teori yang telah ada.

b. Mengumpulkan teori-teori yang berkaitan dengan fenomena yang diteliti.

c. Membuat pedoman wawancara yang disesuaikan dengan teori yang telah digunakan.

d. Persiapan untuk mengumpulkan data, yaitu mencari subjek yang sesuai dengan kriteria.

e. Membangun rapport dan menyusun jadwal wawancara.


(63)

32

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah tahap persiapan penelitian dilakukan, peneliti memasuki beberapa tahap pelaksanaan penelitian, antara lain:

a. Mengkonfirmasi ulang waktu dan tempat wawancara.

b. Melakukan pemberian kuisioner dan dilanjutkan dengan wawancara.

3. Tahap Setelah Penelitian

Hal-hal yang dilakukan setelah penelitian berlangsung adalah : a. Melakukan analisa data.

Proses yang ada dalam tahap ini adalah mengasosiasikan kata-kata yang ada.

b. Menarik kesimpulan.

Pada tahap ini peneliti akan membuat kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini.

c. Membuat diskusi dan saran

Setelah membuat kesimpulan peneliti akan membaut diskusi berdasarkan kesimpulan tersebut. Kemudian membuat saran-saran sesuai dengan kesimpulan yang didapat serta saran untuk peneliti selanjutnya.


(64)

33

BAB IV

DESKRIPSI DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data

1. Gambaran umum subjek penelitian

Sesuai dengan judul penelitian, subjek yang ada dalam penelitian ini adalah masyarakat penduduk Desa Gunung Kecamatan Tigabinanga yang berusia 21 tahun sampai 90 tahun atau dewasa awal sampai lanjut usia. Secara keseluruhan subjek dalam penelitian ini adalah 35 orang. Dimana jumlah perempuan sebanyak 16 orang dan laki laki sebanyak 19 orang.

2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, gambaran penyebaran subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 4.1. berikut ini:

Tabel 4.1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah (N) Persentase

Laki-Laki 19 54,3%

Perempuan 16 45,7%

Total 35 100%

Berdasarkana tabel 4.1 jumlah subjek paling banyak adalah laki-laki yaitu sebanyak 19 orang dan perempuan sebanyak 16 orang.

3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Berdasarkan usia, gambaran subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 4.2. berikut ini:

33


(65)

34

Tabel 4.2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Usia Jumlah (N) Persentase

20-40 tahun 16 45,71%

41-60 tahun 10 28,57%

61-80 tahun 9 25,72%

Total 35 100%

Berdasarkan tabel 4.2 tentang gambaran subjek berdasarkan Usia, diketahui bahwa subjek terbanyak berada pada rentang usia antara 20-40 sebanyak 16 subjek, dan diikuti dengan rentang usia 41-60 sebanyak 10 subjek dan yang terakhir sebanyak 9 subjek dari rentang 61-80.

B. Hasil Penelitan

Setiap subjek yang diteliti diminta untuk mengatakan lima kata yang terlintas dibenak mereka ketika mendengar atau membaca kata pemena. Kemudian setelah selesai memilih lima kata, subjek diminta untuk memilih tiga kata yang paling mewakili kata pemena dan menyusunnya sesuai prioritas (dari yang dianggap paling mewakili kata pemena sampai yang tidak terlalu mewakili kata pemena). Setelah menulis tiga kata tersebut subjek diminta sekaligus memberikan makna dari kata yang dimaksud atau memberikan penjelasan tentang kata yang dituliskan. Dari 35 subjek diperoleh 175 kata dan kata yang paling mewakili sebanyak 105 kata beserta maknanya. Berikut 105 kata yang muncul berdasarkan respon dari subjek pada tabel 4.1.


(66)

35

Tabel 4.1. Kata yang Muncul dari Subjek tentang Pemena

No. Kata Frekuensi

1 Kepercayaan 17

2 Adat-istiadat 11

3 Leluhur 2

4 Budaya 3

5 Kekeluargaan 1

6 Ritual 4

7 Bagus 1

8 Agama pertama 1

9 Tidak beragama 3

10 Mistik 1

11 Guru Sibaso 1

12 Agama Suku 1

13 Belum mengenal tuhan 1

14 Perbegu 3

15 Agama Sinuan galoh 1

16 Tradisi 5

17 Gotong royong 4

18 Kebiasaan 2

19 Keyakinan 2

20 Kepercayaan dahulu 2

21 Kepercayaan Karo 1

22 Kiniteken 1

23 Animisme 1

24 Percaya keramat 1


(67)

36

25 Erpangir 7

26 Sinuan galoh 2

27 Ercibal 7

28 Ndilo wari udan 2

29 Selok 2

30 Perumah begu 1

31 Penyembahan 1

32 Mejile 2

33 Nini 6

34 Nini para 1

35 Nenek moyang 1

36 Suku Karo 1

37 Orang Karo 1

38 Gaib 1

Tabel diatas menunjukan kata-kata yang muncul dari subjek penelitian, ada 105 kata yang muncul dari 35 subjek. Kata-kata pada tabel diatas merupakan kata yang dianggap paling mewakili tentang pemena oleh Masyarakat Desa Gunung. Kemudian kata-kata yang sudah didapat diurutkan sesuai jumlah frekuensi (dari frekuensi terbanyak sampai frekuensi paling sedikit).

Dalam mengolah kata tersebut, ada beberapa kata yang digabungkan menjadi satu kata hal ini disebabkan karena kata tersebut memiliki arti yang sama seperti kata kiniteken (dalam bahasa Indonesia adalah kepercayaan), keyakinan, kepercayaan dahulu, kepercayaan Karo, animisme dan percaya keramat menjadi kepercayaan. Nini (dalam bahasa indonesia adalah leluhur) nini para (dalam


(68)

37

bahasa indonesia leluhur), dannenek moyangmenjadi leluhur. Dari hasil penggelompokan kata diatas ditemukan 8 kata populer pada subjek yang berasosiasi terhadap pemena. Seperti tampilan tabel 4.2.

Tabel 4.2. Kata yang Populer tentang Pemena pada Subjek

NO Kata Frekuensi Persentase

1 Kepercayaan 23 65,71%

2 Adat-istiadat 11 31,41%

3 Leluhur 10 28,57%

4 Erpangir ku lau (mandi ke sungai)

7 20,00%

5 Ercibal (memberikan sesajen) 7 20,00%

6 Tradisi 5 14,28%

7 Ritual 4 11,42%

8 Gotong royong 4 11,42%

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa kataKepercayaan(65,71%) merupakan kata yang paling populer tentang pemena, diikuti dengan kata Adat-istiadat (31,41%). Subek penelitian juga mengaitkan pemena dengan Leluhur(28,57%), Erpangir ku lau (mandi ke sungai)(20,00%), Ercibal (memberikan sesajen)(20,00%).Tradisi(14,28%),Ritual(11,42%), Gotong-royong (11,42%).

Selain diminta menuliskan kata yang terlintas dipikiran Subjek juga diminta untuk memberikan makna pada setiap kata-kata yang telah mereka pilih sebagai kata yang paling mewakili pemena. Makna dari kata-kata yang populer pada subjek dipaparkan pada tabel 4.3.


(69)

38

Tabel 4.3 Kata yang Populer Beserta Makna

No. Kata Makna

1. Kepercayaan 1. Nilai-nilai pemena menjadi pandangan hidup 2. Adanya kekuatan yang dapat membantu 3. Ajaran yang dapat menguasai alam 4. Agamanya Suku Karo

2. Adat-istiadat 1. Kebiasaan-kebiasaan yang masih dilakukan 2. Masih dipakai dalam acara Suku Karo 3. Sering dilakukan Orang Karo

3. Leluhur 1. Harus dihormati dan di sembah 2. menjaga kampung dari mara bahaya 3. Roh-roh yang suci

4. Erpangir Ku lau (mandi ke sungai)

1. Membersihkan diri dari kesialan 2. Mandi jeruk purut

5. Ercibal (memberikan sesajen)

1. Memberikan sesajen di suatu tempat 2. Persembahaan kepada leluhur

6 Tradisi 1. Merupakan kebudayaan

7. Ritual 1. Menyelesaikan suatu masalah 8. Gotong royong 1. Dilakukan bersama-sama

Berdasarkan tabel 4.2 dan makna kata yang terdapat pada tabel 4.3 dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum subjek mengkaitkan pemena dengan kepercaayan Suku Karo yang nilai-nilainya menjadi pandangan hidup bagi Masyarakat Suku Karo, kemudian pemena adalah bagian dari adat-istiadat Suku Karo karena sudah menjadi suatu kebiasaan-kebiasaan dalam Masyarakat Desa Gunung. Masyarakat Desa Gunung juga mengasosiasikan pemena dengan leluhur ini dikarenakan ajaran pemena banyak bercerita tentang penyembahan dan penghormatan kepada leluhur, pemena juga mengajarkan ritual-ritual untuk membersihkan diri agar jauh dari mara bahaya dan ritual untuk menghormati leluhur.


(70)

39

Tabel 4.4 Kategori Berdasarkan makna Kata No Representasi

Sosial

Persentase %

Makna yang muncul

1 Agama Suku Karo

44,76% 1. Kepercayaan dan pandangan hidup

2. Agama Suku Karo yang pertama dianut

3. Menyembah dan

menghormati leluhur

4. Kekuatan yang membantu orang

5. Menjaga kampung dari mara bahaya

6. Guru Sibaso 2 Ritual yang

mengandung unsur mistis

27,61% 1. (Erpangir) merupakan ritual pembersihan diri

2. (Ercibal) memberikan sesajen

3. (Ndilo wari udan) memangil hari hujan

4. (Selok) kerasukan oleh roh – roh

5. (Nuan Galoh) menanam pohong pisang tempat berdoa 6. (Perumah begu) ritual memanggil roh orang yang mati

3 Adat–istiadat 24,76% 1. Adat-istiadat Suku Karo 2. Kebiasaan-kebiasaan 3. Budaya Orang Karo 4. Tradisi Suku Karo 5. Warisan nenek moyang 6. Kebersamaan masyarakat

Berdasarkan data yang di dapat dari kata yang populer pada tabel 4.2 dan hasil wawancara tentang makna dari kata tersebut pada tabel 4.3 menghasilkan kategori representasi sosial tentang pemena. seperti pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa terdapat tiga kategori representasi sosial yaitu agama Suku Karo, ritual yang mengandung unsur mistis dan adat-istiadat.


(71)

40

Tiga kategori representasi sosial tersebut terbentuk berdasarkan dari makna-makna yang dimuculkan oleh subjek yang kemudian dikelompokkan sesuai dengan makna yang sama.

Dalam penelitian ini subjek juga diwawancarai tentang bagaimana pandangan mereka terkait dengan pemena saat ini, berikut hasil respon yang diperoleh dari subjek:

Tabel 4.5 Perbedaan Pemena dengan Agama Resmi

No Jawaban Total

Respon/Subjek

Persentase 1 Pemena menyembah leluhur

sedangkan agama sekarang menyembah Tuhan.

21 60,00%

2 Agama pemena hanya dianut oleh Orang Karo sedangkan agama sekarang dianut secara universal

4 11,42%

3 Perbedaan terletak pada kitab, gedung, dan cara beribadah serta tokoh agama

4 11,42%

4 Pemena percaya dengan hal – hal yang mistik, sedangkan agama sekarang tidak

4 11,42%

5 Agama pemena tidak percaya Yesus 1 2,85%

6 Pemena mengajarkan kerja sama antar masyarakat sedangkan agama tidak mengokajarkan kerjasama

1 2,85%

Respon-respon yang didapat dari subjek penelitian mengenai pandangan mereka tentang perbedaan pemena dengan agama yang ada saat ini di Desa Gunung adalah sebanyak (60,00%) subjek memberikan respon dengan


(72)

41

mengatakan perbedaan terletak pada apa yang disembah, pemena menyembah Leluhur sedangkan agama yang ada saat ini adalah kepada Tuhan. Selanjutnya respon yang muncul adalah pemena hanya dianut khusus untuk Orang Karo sedangkan agama yang ada saat ini dapat dianut oleh secara universal atau segala suku bangsa sebanyak (11,42%), perbedaan yang muncul juga terletak pada tempat ibadah, cara beribadah, serta tokoh atau pemuka agama sebanyak (11,42%). Subjek juga membedakan pemena dengan agama yang ada saat ini di Desa Gunung dengan mengatakan pemena masih percaya hal mistik, sedangkan agama yang ada saat ini tidak percaya dengan mistik respon ini muncul sebanyak (11,42%).

Tabel 4.6 Ritual Pemena yang Masih Dilakukan sampai saat ini di Desa Gunung

NO JAWABAN Total

Respon/Subjek

PERSENTASE 1 Ritual erpangir ku lau (mandi ke

sungai) , Ndilo wari udan (memanggil hari hujan), Selok (kesurupan), Perumah begu (memanggil roh orang yang sudah meninggal dunia), Releng tendi (memanggil tendi orang yang masih hidup), Perumah dibata (memanggil roh leluhur)

31 88,57%

2 Tidak menyebutkan contoh ritual 4 11,42%

Selanjutnya pertanyan tentang apakah masih ada ritual pemena yang dilakukan oleh Masyarakat Desa Gunung sampai saat ini respon yang didapat adalah sebanyak (88,57%) mengatakan ritual yang masih sering dilakukan adalah ritual erpangir ku lau (mandi ke sungai), ndilo wari udan (memanggil hujan), selok (kesurupan), perumah begu (memanggil roh orang yang sudah mati), raling


(73)

42

tendi (memanggil roh orang yang masih hidup), perumah dibata (memanggil roh leluhur). Dan sebanyak (11,42%) tidak memberikan respon mengenai ritual apa yang masih dilakukan tetapi hanya mengatakan tidak mengetahui ritual apa saja yang masih dilakukan oleh Masyarakat di Desa Gunung.

Tabel 4.6 Pandangan Masyarakat Desa Gunung Tentang Peran Guru Sibaso

No Jawaban Total

Respon/Subjek Persentase 1. Guru Sibaso dipandang sebagai seseorang

yang mempunyai kemampuan supranatural untuk menyembuhkan suatu penyakit dan berbicara dengan roh-roh

24 68,57%

2. Sudah tidak mempercayai Guru Sibaso lagi karena sudah percaya kepada Tuhan

8 22,85%

3 Percaya tidak percaya 1 2,85%

4 Diperlukan dalam ritual 1 2,85%

5 Tidak menjawab 1 2,85%

Subjek juga diberikan pertanyaan seputar peran Guru Sibaso dan leluhur dalam kehidupan sehari-hari di Desa Gunung. Respon yang didapat mengenai peran Guru Sibaso adalah sebanyak sebanyak (68,57%) subjek memiliki pandangan bahwa Guru Sibaso adalah seseorang yang mempunyai kemampuan supranatural untuk menyembuhkan suatu penyakit dan dapat berbicara dengan roh-roh.


(74)

43

Tabel 4.7 Pandangan Masyarakat Tentang Peran Leluhur

No Jawaban Total

Respon/Subjek Persentase

1 Leluhur sebagai penjaga kampung 12 34,28%

2 Tidak menjawab 11 31,42%

3 Sudah tidak dipercayai 6 17,14%

4 Leluhur harus di hormati 3 8,57%

5 Percaya tidak percaya 1 2,85%

6 Masih dipercayai 1 2,85%

7 Dianggap sebagai Tuhan 1 2,85%

Respon tentang peran leluhur di Desa Gunung yang muncul adalah, leluhur sebagai penjaga kampung sebanyak (34,28%), kemudian sebesar (31,42%) tidak ada respon hal ini dikarenakan peneliti memberikan pertanyaan peran Guru Sibaso dan leluhur secara bersamaan hal ini menyebabkan beberapa subjek tidak memberikan respon, karena sudah memberikan respon pada tabel peran Guru Sibaso yang dihubungkan dengan leluhur. Sebanyak (17,14%) merespon dengan mengatakan sudah tidak percaya lagi.


(75)

44

Tabel 4.8 Pandangan Masyarakat Desa Gunung tentang Orang Karo yang tidak Percaya dengan Pemena

No Jawaban

Total Respon/S

ubjek

Persentase 1 Menganggap mereka sebagai orang yang tidak

mengenal adat-istiadat, kebudayaan dan sejarah karo

15 42,85%

2 Tidak mempermasalahkan karena wajar saat ini orang lebih mempercayai dengan agama resmi permerintah yang ada saat ini

12 34,28%

3 Mereka tidak memiliki informasi mengenai pemena

5 14,28%

4 Menganggap mereka orang yang anti dengan kebudayaan karo

3 8,57%

Pertanyaan yang terakhir tentang bagaimana pandangan Orang Karo ketika melihat Orang Karo yang tidak percaya dengan pemena memunculkan respon seperti, menganggap mereka sebagai orang yang tidak mengenal adat-istiadat Karo, kebudayaan Karo dan sejarah Karo sebanyak (42,85%), kemudian respon tidak mempermasalahkan karena wajar saat ini orang lebih mempercaya agama yang ada saat ini sebanyak (34,28%).

C. Pembahasan

1. Representasi Sosial Masyarakat Desa Gunung terhadap Pemena

Representasi sosial Masyarakat Karo Desa Gunung tentang pemena dimaknai sebagai agama awal orang Suku Karo, sebagai ritual yang mengandung kekuatan mistis dan sebagai adat istiadat Suku Karo.


(76)

45

Pemena dimaknai oleh masyarakat sebagai agama yang pertama kali dimiliki oleh Masyarakat Suku Karo, sebelum masuknya pengaruh agama-agama resmi. Hal ini sejalan dengan Sri Alem (2005) mengatakan bahwa pemena adalah kepercayaan asli orang-orang Karo sebelum msauknya pengaruh-pengaruh agama baru seperti Kristen, Khatolik, dan Islam. Pemena sendiri mengajarkan manusia untuk menguasai alam dan menghormati roh-roh leluhur. Dalam kehidupannya Masyarakat Karobergantung dengan hasil pertanian dimana hal tersebut membuat mereka menjadi sangat dekat dengan alam, dalam konsep kepercayaan pemenaOrang Karo berpandangan bahwa alam tersebut dikuasi oleh roh-roh leluhur.

Pemena juga dimaknai oleh masyarakat sebagai suatu praktek yang mengandung unsur mistis yang bertujuan untuk membersihkan diri, berhubungan dengan roh leluhur, dan menguasai alam. Masyarakat Desa Gunung masih mengandalkan dan mempercayai bahwa ritual-ritual tersebut dapat membantu dan menolong mereka di dalam kehidupan sehari-hari, hal ini sejalan dengan Sri Alem (2005) mengatakan ritual dilakukan apabila terjadi ketidakseimbangan antara tubuh-tendi (jiwa dan perasaan), nafas, dan pikiran dalam diri seseorang.

Ritual-ritual masih dilaksanakan di Desa Gunung adalah, Erpaing ku lau (mandi ke sungai) dimana ritual ini bertujuan untuk membersihkan diri, Ercibal belo (meletakkan sekapur siri) memberikan sesajen kepada roh-roh leluhur, Perumah begu (memanggil roh orang yang sudah meninggal dunia) bertujuan berkomunikasi dengan orang yang sudah meninggal dunia, Selok (kesurupan) memanggil roh leluhur untuk berkomunikasi.


(77)

46

Pemena juga dimaknai Sebagai adat-istiadat Suku Karo, Hal ini karena nilai-nilai pemena sudah tertanam di tengah-tengah kehidupan Masyarak Desa Gunung, mulai dari kebiasaan dalam acara Suku Karo seperti acara pernikahaan adat Karo, kerja tahun, serta kebiasaan-kebiasan pada aktivitas sehari-hari seperti bercocok tanam, pemena juga memberikan norma-norma berperilaku antar masyarakat seperti bergotong royong dan kerja sama antar masyarakat.

Berdasarkan penelitian ini, dapat diketahui bahwa objectification tentang pemena pada Masyarakat Desa Gunung adalah Budaya Suku Karo. Objectification mengacu pada penerjemahaan ide yang abstrak dari suatu objek ke dalam ide yang lebih konkret (Deaux dan Philogene, 2001). Hal tersebut berarti bahwa pemena sebagai sesuatu yang abstrak bagi Masyarakat Desa Gunung diterjemahkan ke dalam ide yang lebih konkret yaitu sebagai Agama Suku Karo, ritual yang mengandung mistis, dan adat-istiadat Suku Karo yang ketiga hal tersebut merupakan Budaya Suku Karo.

Persoalan yang menarik dari representasi sosial terhadap pemena ini adalah, bahwa masyarakat di Desa Gunung sudah memeluk agama resmi pemerintah seperti Kristen Khatolik dan Islam, dan tersedianya tempat-tempat ibadah seperti Gereja dan Mesjid. Meskipun begitu, ada sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan oleh masyarakat yaitu mereka masih tetap percaya dengan nilai-nilai dan melaksanakan ritual-ritual yang berbau animisme dan dinamisme sesuai konsep yang ada pada pemena.

Hal ini dikarenakan pemena sudah dianggap sebagai bagian dari budaya Suku Karo karena nilai-nilai budaya yang ada di Suku Karo seperti penghormatan


(78)

47

terhadap leluhur, adanya ritual-ritual mistis yang dapat membantu masyarakat, dan adat-istiadat, tercermin pula dalam konsep pemena yang merupakan unsur Budaya Suku Karo itu sendiri.

Sesuai dengan salah satu identitas budaya Karo yang terkadang sulit untuk membedakan mana acara yang dilaksanakan atas dasar kepercayaan, atau suatu adat khusus, atau hanya suatu kebiasaan-kebiasaan saja meskipun begitu Masyarakat Karo tetap berpandangan bahwa segala sesuatu yang memang telah diadatkan harus dipatuhi, karena sangat berharganya budaya ini maka Orang Karo akan sangat terhina bila dikatakan tidak beradat (Sitepu, dkk, 1996).

Berdasarkan penelitian ini, maka dapat diketahui pula bahwa pada Masyarakat Desa Gunung telah terjadi akulturasi antara nilai-nilai yang sudah ada dari awal yaitu konsep pemena, dengan nilai-nilai baru yang dalam hal ini adalah agama resmi yang ditetapkan oleh pemerintah. Hasilnya adalah bahwa meskipun mereka sudah memeluk agama resmi tersebut, namun konsep pemena itu sendiri tidak serta merta menjadi hilang dari diri mereka.

2. Pengetahuan Masyarakat Desa Gunung tentang Perbedaan Pemena dengan Agama Resmi

Perbedaan pemena dengan agama yang ada saat ini adalah, pertama, pemena menyembah leluhur sedangkan agama yang ada saat ini menyembah Tuhan. Kedua, pemena hanya dianut oleh Orang Karo sedangkan agama yang ada saat ini dianut oleh orang-orang dari berbagai suku bangsa. Ketiga, terletak pada instrumen keagamaan pemena tidak miliki kitab, sedangkan agama yang ada saat ini sudah memiliki kitab suci. Pemena juga tidak memiliki rumah ibadah


(79)

48

sedangkan agama yang ada saat ini sudah memiliki seperti masjid, dan gereja. Keempat, pemena mempercayai hal-hal mistik sedangkan agama sekarang tidak. Kelima pemena sendiri tidak percaya Yesus. Keenam pemena mengajarkan kerja sama antar masyarakat sedangkan agama yang ada saat ini tidak.

3. Ritual Pemena yang Masih Dijalankan Saat ini oleh Masyarakat Desa Gunung

Ritual-ritual yang masih dijalankan sampai saat ini adalah, yang pertama, Erpangir ku lau yaitu, ritual yang dilakukan oleh seseorang untuk membersihkan diri dari hal-hal buruk yang dialami dalam kehidupan sehari-hari atau untuk menenangkan diri karena adanya firasat buruk.

Sitepu dkk (1996) mengatakan pelaksanaan Erpangir ku lau tersebut dipimpin oleh Guru Sibaso, biasanya tempat pelaksaan ritual Erpangir ku lau dilakukan di sebuah sungai, Guru Sibaso akan mencari tempat yang cocok untuk dilakukannya ritual, adapun bahan-bahan yang diperlukan antara lain seperti sebelas jenis Jeruk, daun-daun, pisang emas, dan seekor ayam hitam. Guru Sibaso akan meramu semua bahan-bahan tersebut untuk dimandikan ke seseorang yang melakukan ritual tersebut.

Kedua adalahndilo wari udahSarjani (2011) mengatakan ndilo wari udanyaitu suatu ritual yang dilakukan oleh masyarakat secara beramai-ramai dan juga dipimpin oleh Guru Sibaso, ritual ini dilakukan untuk mendatangkan hujan adapun peralatan yang dipakai dalam ritual ini berupa tempat air dari bambu, selang dari bambu dan ember yang dibawa masing-masing oleh masyarakat, untuk


(80)

49

memulainya ritual ini Guru Sibaso dan masyarakat berdoa bersama kepada leluhur untuk meminta bantuan agar hujan turun setelah itu semua orang yang ikut dalam ritual tersebut saling menyiram satu dengan yang lain dan berteriak memanggil hujan agar segera turun.

Ketiga adalah Perumah Begu ritual bertujuan memanggil roh orang-orang yang telah meninggal dunia. Keempat adalah Releng tendi yang merupakan pemanggilan roh orang yang masih hidup dalam bahasa Karo.Sri Alem (2005) mengatakan roh orang yang masih hidup disebut tendi, roh atau tendi yang keluar dari tubuh seseorang karena adanya peristiwa atau kejadian yang dialami, kejadian tersebut membuat orang sangat terkejut. Perilaku seseorang yang rohnya (tendi) keluar dari tubuh akan menunjukan keanehan seperti tiba-tiba menjadi sangat pendiam, tertawa seorang diri, menanggis secara tiba-tiba, roh atau tendi seseorang dipercaya telah ditawan oleh makluk gaib yang ada disekitar kampung untuk itu perlu dilaksanakannya ritual releng tendi oleh Guru Sibaso.

Kelima adalah Selok, Sri Alem (2005) menjelaskanSelok merupakan kondisi ketika Guru Sibasokerasukan atau kesurupan, roh-roh yang merasuki tubuh Guru Sibaso tersebut dipercaya merupakan roh leluhur, yang ingin berkomunikasi dengan masyarakat.

Sejalan dengan definisi ritual menurut Koenjtaraningrat (1985) yang mengatakan ritual adalah tata cara dalam upacara atau suatu perbuatan keramat yang dilakukan oleh sejumlah umat beragama. Ritual-ritual yang dilakukan memiliki komponen dan unsur bermacam – macam seperti waktu ritual, tempat


(81)

50

dimana dilaksanakannya ritual, peralatan yang diperlukan, dan orang-orang yang menjalankan ritual. Dalam Masyarakat Karo yang tinggal di Desa Gunung juga terdapat beberapa ritual-ritual yang dianggap keramat seperti yang dijelaskan diatas, dan terdapat orang yang memimpin ritual atau upacara seperti Guru Sibaso yang akan memandu orang-orang untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam pelaksaan ritual, seperti waktu, peralatan pelaksaan ritual.

Praktek-praktek dari ritual tersebut digambarkan sebagai sarana untuk mengisi sisi spiritual yang ada pada individu seperti yang diungkapkan oleh Berman dan Snyder (2012) yang mengatakan manusia memiliki kebutuhan unutk menyalurkan dan memenuhi sisi spiritualitasnya.

4. Pandangan terhadap Peran Guru Sibaso dan Leluhur

Ada beberapa pandangan terhadapat peran Guru Sibaso yang pertama, dipandang sebagai seseorang yang mempunyai kekuatan supranatural untuk menyembuhkan suatu penyakit dan berbicara dengan roh-roh. Kedua, Guru Sibaso masih diperlukan dalam menjalankan ritual-ritual yang ada. Ketiga adanya pandangan yang sudah tidak mempercayai peran Guru Sibaso dalam kehidupan saat ini. Keempat ada yang menyatakan masih ragu antara apakah ingin percaya atau tidak percaya. Beberapa masyarkat juga mengatakan percaya karena beberapa hal yang dikatakan oleh Guru Sibaso benar terjadi, namun disisi lain hal itu dianggap sebagai hal yang mustahil.

Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Sri Alem (2005) tentang Guru Sibaso, yaitu bahwa Guru Sibaso berperan dalam kehidupan sosial sebagai orang yang dianugrahi kekuatan supranatural, yang berfungsi untuk memenuhi


(82)

51

kebutuhan rohani dalam masyarakat, sebagai sarana penghubung rasa antara masyarakat dengan penguasa alam dimana masyarakat tinggal, Guru Sibaso juga berperan sebagai orang yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar peristiwa aneh yang dialami oleh masyarakat.

Guru Sibaso juga diharapkan memberikan nasehat-nasehat kepada masyarakat ketika terjadinya konflik-konflik antar masyarakat, dalam ranah kesehatan Guru Sibaso berperan sebagai penyembuh orang yang sakit, dengan metode tradisional dan ritual yang dilaksanakan oleh Guru Sibaso.

Pandangan terhadap peran leluhur yang dimiliki oleh Masyarakat Desa Gunung adalah, yang Pertama,leluhur dianggap sosok yang memiliki kekuatan untuk menjaga keselamatan anak cucu yang ada di kampung. Kedualeluhur adalah sosok yang harus dihormati oleh masyarakat. Ketiga ada pula yang menganggap leluhur sebagai Tuhan.

Jawak (2009) mengatakan roh leluhur atau nini yang menjadi pelindung/pengawal penduduk suatu kampung/desa yang selalu ada disekeliling desa dan Masyarakat Karo menyebut leluhur denga istilah Nini Pagar.Nini Pagar berfungsi sebagai pelindung masyarakat dari malapetaka, pemberi rejeki dan kenyamanan. Nini Pagar merupakan sesembahan suatu kampung/desa dan diadakan upacara persembahan dengan acara tertentu dan dalam waktu tertentu yang dipimpin oleh guru.

Berdasarkan hal diatas Masyarakat Karo memiliki hubungan spiritual dengan roh-roh leluhur dengan menghormati para leluhur yang dianggap menjadi


(83)

52

pelindung di desa, seperti yang diungkapkan oleh Peterson dan Seligman (2004) sepirititualitas menggambarkan hubungan antara manusia dan Tuhan.

5. Pandangan Masyarakat terhadap Orang Suku Karo yang tidak Percaya dengan Pemena

Respon yang muncul ketika subjek menjawab pertanyaan diatas adalah mereka mengatakan orang-orang yang tidak percaya dengan pemena adalah orang yang tidak mengerti dan tidak mengenal adat-istiadat Suku Karo, kebudayaan Suku Karo dan sejarah Suku Karo. Kemudian orang-orang yang tidak percaya dengan pemena dianggap anti dengan kebudayaan Karo. Mereka yang tidak percaya dengan pemena dianggap kurang informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan pemena.Respon selanjutnya adalah subjek tidak mempermasalahkan mereka tidak percaya dengan pemena karena saat ini sudah ada agama yang dianut.

Turner dkk., (dalam Tajfel, 1982) mengatakan kategori sosial sebagai pembagian individu berdasarkan ras, kelas, pekerjaan, jenis kelamin, agama, dan lain-lain. Dalam konteks Masyarakat Desa Gunung yang mempunyai pengetahuan bahwa pemena merupakan bagian yang tak terpisahkan dari adat-istiadat Suku Karo mereka beranggapan bahwa orang yang tidak percaya kepada pemena adalah orang yang tidak mengenal adat-istiadat Suku Karo itu sendri yang mengartikan bahwa orang tersebut bukan bagian dari Masyarakat Karo hal ini sejalan dengan dibaginya dunia sosial ke dalam dua kategori yang berbeda yakni kita (ingroup) dan mereka (outgroup).


(84)

53

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang telah diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Representasi sosial tentang pemena pada Masyarakat Desa Gunung adalah, Agama Suku Karo, ritual yang memiliki kekuatan mistis, dan adat-istiadat Suku Karo, ketiga hal tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebudayaan Suku Karo sehingga masyarakat Suku Karo yang tinggal di Desa Gunung masih percaya dan melakukan praktek-praktek yang berasal dari konsep pemena.

2. Masyarakat Desa Gunung membedakan pemena dengan agama resmi dari segi objek penyembahan. Ajaran pemena menyembah dan menghormati leluhur sedangkan agama resmi resmi pemerintah menyembah Tuhan.

3. Masyarakat Desa Gunung masih sering melihat dan melakukan ritual-ritual pemena dalam kehidupan sehari-hari seperti erpangir ku lau (mandi ke sungai), ndilo wari udan (memanggil hujan turun), perumah begu (memanggil roh yang orang yang sudah mati), raleng tendi(memangil roh orang yang masih hidup) dan selok (kesurpuan roh leluhur).

4. Masyarakat Desa Gunung memahami peran Guru sibaso sebagai orang yang memiliki kekuatan supernatural, dan dianggap sebagai pemimpin dalam ranah adat Suku Karo, sedangkan peran leluhur dianggap masyarakat sebagai roh pelindung dan penjaga desa dimana mereka tinggal.

53


(85)

54

5. Masyarakat Desa Gunung mengatakan orang-orang yang tidak percaya dengan pemena adalah orang yang tidak mengerti dan tidak mengenal adat-istiadat Suku Karo, kebudayaan Suku Karo dan sejarah Suku Karo. Kemudian orang-orang yang tidak percaya dengan pemena dianggap anti dengan kebudayaan Karo. Mereka yang tidak percaya dengan pemena dianggap kurang informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan pemena.Respon selanjutnya adalah subjek tidak mempermasalahkan mereka tidak percaya dengan pemena karena saat ini sudah ada agama yang dianut.

B. Saran

Adapun saran-saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah: 1. Saran Metodologis

Bagi peneliti yang tertarik mengenai pemena dapat mencoba meneliti representasi sosial pemena di daerah Tanah Karo lainnya. Agar memperkaya konsep-konsep kepercayaan yang dimiliki Masyarkat Suku Karo.

2. Saran Praktis

a. Bagi Orang Karo agar melestarikan pemena sebagai sebuah kebudayaan karena ada banyak keunikan di dalamnya, agar di masa yang akan datang konsep pemena tidak hilang.

b. Bagi pemerintah dan lembaga-lembaga yang terkait dengan kebudayaan, dan keagamaan agar melindungi dan membuat kebijakan-kebijakan untuk mengembangkan dan mengenalkan konsep pemena sebagai warisan budaya Karo.


(86)

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Representasi Sosial

1. Definisi Representasi Sosial

Moscovici (dalam Smith, 2011) mengartikan reprensentasi sosial sebagai sebuah sistem dari kumpulan nilai, gagasan, dan praktek yang memiliki fungsi membangun urutan pada individu untuk menyesuaikan atau mengorientasikan dirinya pada dunia materi dan sosial mereka serta untuk menguasai lingkungannya. Dalam pengertian ini, represntasi sosial menjadi proses pemahaman suatu objek sosial yang terdapat dalam masyarakat. Ia juga menambahkan bahwa representasi sosial merupakan proses sosial yang tidak universal tetapi bersifat khusus dalam suatu masyarakat tertentu.

Flick (1998) menambahkan bahwa representasi sosial sering terbentuk melalui pendapat-pendapat masyarakat awam dan professional. Dengan kata lain representasi sosial memberikan suatu dampak bagi individu untuk mempersepsikan sebuah objek sosial dan memberikan arah untuk berprilaku.

Berdasarkan definisi representasi sosial dari beberapa tokoh di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa representasi sosial adalah nalar sosial yang ada di dalam masyarakat yang berfungsi untuk panduan dalam berpikir, berprilaku dan berkeyakinan.

12


(87)

13

2. Proses Pembentukan Representasi Sosial

Moscovici (dalam Smith, 2011) menjelaskan bahwa Representasi sosial dapat merubah suatu hal yang tidak lazim dan atau tidak dikenal menjadi sesuatu hal yang dapat dikenali, melalui dua proses pembentukan.

Proses pembentukan representasi sosial tersebut terjadi dalam dua tahapan. (Deuaxdan Philogene, 2001) menjelaskan tahap pertama adalah Anchoring yang merupakan proses pengenalan atau pengaitan suatu objek tertentu dalam pikiran individu. Pada proses ini informasi yang baru didapat diintegrasikan ke dalam sistem pemikiran dan sistem makna yang telah dimiliki oleh individu sebelumnya. Tahap kedua adalah Objectification yang merupakan proses penerjemahan ide-ide yang abstrak dari suatu objek ke dalam gambaran tertentu yang lebih konkrit atau mengaitkan abstraksi tersebut dengan objek konkrit. Proses ini dipengaruhi oleh kerangka sosial individu, misalnya norma, nilai, dan kode-kode yang merupakan bagian dari proses kognitif atau afek dari komunikasi serta pemilihan dan penataan representasi mental atas objek tersebut.

3. Elemen Representasi Sosial

Menurut Arbic (dalam Smith, 2011) representasi sosial terdiri atas elemen informasi yaitu segala informasi yang diketahui oleh anggota suatu komunitas mengenai suatu objek tertentu, keyakinan yaitu segala sesuatu hal yang dipercayai dan diyakini, pendapat ialah hasil pemikiran mereka, dan sikap tentang suatu objek ialah, suka atau tidak suka, penilaian, pengaruh atau penolakan, serta kepositifan atau kenegatifan.


(1)

4. Some one specialCitra Dewi Ginting, yang selalu memberikan semangat dan membatu dalam menyelesaikan skripsi.

5. Teman-teman Psikologi, Edwin, Ariansyah, yang membantu, memberikan masukan-masukan untuk menyelesaikan skripsi.

6. Para SAHABAT Fakultas Psikologi USU, Ade “Bagendala” Sagala, Yogi 12,

Felix 12, Immanuel 13, Ihsan 14, Leonardo 14, Palentino 14, Santo 14, Salom 14 dan Arap Etnol.

7. Pacar skirpsi Liandra, yang saling mengingatkan tentang skripsi.

8. Para staf dan pegawai di Fakultas Psikologi USU. Terima kasih atas pelayanan yang baik buat penulis dan para mahasiswa lainnya.

9. Terakhir kepada seluruh responden yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Tanpa kalian skripsi saya tidak akan terlaksana, sekali lagi terima kasih banyak.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan yang dikarenakan keterbatasan kemampuan, fasilitas, waktu, pengalaman, dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis membuka diri terhadap segala kritik dan saran yang dapat menjadi masukan bagi penulis di kemudian hari. Akhir kata, penulis menyampaikan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Medan, Februari 2015

Firman A Sebayang NIM : 111301123 vi


(2)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ...v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ...x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I : PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang ...1

B. Rumusan Masalah...8

C. Tujuan Penelitian ...9

D. Manfaat Penelitian ...9

E. Sistematika Penulisan ...10

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ...12

A . Representasi Sosial ...12

1. DefenisiRepresentasi Sosial ...12

2. Proses Pembentukan Representasi Sosial...13

3. Elemen Representasi Sosial...13

B. Agama ...14

1. Definisi Agama...14

C. Kepercayaan Suku Karo ...15


(3)

1. Sejarah Kepercayaan Suku Karo...15

2. Konsep Tuhan dalam Kepercayaan Suku Karo...16

3. Guru Sibaso dalam Kepercayaan Suku Karo ...17

4. Upacara dan Ritual Kepercayaan Suku Karo ...19

D. Demografi Desa Gunung ...21

1. Letak Geografis Desa Gunung...21

2. Kondisi Perekomoniman Masyarakat Desa Gunung ...21

3. Sarana dan Prasarana Keagamaan Desa Gunung...22

E. Paradigma Teori Penelitian ...22

BAB III : METODE PENELITIAN...26

A. Populasi dan Subjek Penelitan...26

1. Populasi Penelitian ...26

2. Karakteristik Subjek...26

3. Jumlah Subjek Penelitian ...27

B. Teknik Pengambilan Subjek ...27

C. Metode Pengumpulan Data ...27

D. Metode Analisis Data...28

E. Kredibilitas Penelitian ...29


(4)

G. Prosedur Penelitian ...31

1. Tahap Persiapan Penelitian ...31

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian...32

3. Tahap Setelah Penelitian...32

BAB IV : DESKRIPSI DATA DAN PEMBAHASAN...33

A. Deskripsi Data...33

1. Gambaran umum subjek penelitian...33

2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ...33

3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia...33

B. Hasil Penelitan ...34

C. Pembahasan ...44

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN...53

A. Kesimpulan ...53

B. Saran ...53

DAFTAR PUSTAKA ...55

LAMPIRAN...60


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Gambaran Subjek Penelititan Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Tabel 4.3. Kata yang Muncul Pada Subjek Tentang Pemena

Tabel 4.4. Kata yang Populer tentang Pemena Pada Subjek

Tabel 4.5. Kata yang Populer beserta Makna tentang Pemena pada Subjek

Tabel 4.6. Kategori Berdasarkan Makna

Tabel 4.7. Perbedaan Pemena dengan Agama Resmi

Tabel 4.8. Ritual Mistis Pemena yang masih dilakukan sampai saat ini

Tabel 4.9. Pandangan tentang Peran Guru Sibaso

Tabel 5.0. Pandangan tentang Peran Leluhur

Tabel 5.1. Pandangan tentang Orang Karo yang tidak Percaya dengan

Pemena


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Kuisioner Asosiasi Kata dan Pedoman Wawancara Lampiran B Informed Consent

Lampiran C Data Mentah Subjek