Perencanaan Bisnis Cocopeat Balok Dengan Pendekatan Wirakoperasi Di Kabupaten Bogor

PERENCANAAN BISNIS COCOPEAT BALOK
DENGAN PENDEKATAN WIRAKOPERASI
DI KABUPATEN BOGOR

LILIS SETYARINI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Bisnis
Cocopeat Balok dengan Pendekatan Wirakoperasi di Kabupaten Bogor adalah
benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

Lilis Setyarini
NIM H34110029

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
LILIS SETYARINI. Perencanaan Bisnis Cocopeat Balok dengan Pendekatan
Wirakoperasi di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh LUKMAN MOHAMMAD
BAGA.
Indonesia merupakan penghasil kelapa dengan produksi tertinggi di dunia.
Hal tersebut mengakibatkan semakin tingginya jumlah limbah sabut kelapa yang
dihasilkan. Akan tetapi, pemanfaatan limbah tersebut belum dilakukan secara
optimal utamanya pada serbuk sabut kelapa. Padahal cocopeat dapat

dimanfaatkan sebagai media tanam terbaik dibanding media lain. Berdasarkan
permasalahan tersebut disusunlah rencana pengolahan cocopeat balok dengan
pendekatan wirakoperasi. Pendekatan dipilih karena sebagian besar kelapa
dikelola oleh perkebunan rakyat yang letaknya menyebar. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam kepada semua pihak terkait,
mulai dari petani, pengusaha, dan dinas terkait. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, dapat disusun rencana bisnis pembuatan cocopeat balok di Kecamatan
Leuwiliang sebagai unit usaha koperasi. Perencanaan disusun dengan berbagai
aspek yakni aspek produksi, pemasaran, manajemen, finansial, manajemen risiko,
dan kerja sama kooperatif dengan mengacu pada semua pihak terkait. Berdasarkan
aspek tersebut, usaha ini dapat memberikan keuntungan. Perusahaan dapat
menghasilkan NPV sebesar Rp739 431 000 dengan IRR 66 persen, net B/C 5.2,
dan payback period selama 4.1 tahun.
Kata kunci: cocopeat, kelapa, rencana bisnis, wirakoperasi

ABSTRACT
LILIS SETYARINI. Business Plan of Cocopeat Block using Cooperative
Entrepreneur Approach in Bogor Regency. Supervised by LUKMAN
MOHAMMAD BAGA.
Indonesia is a country which has the highest coconut production in the

world. It can caused the highest coconut fibre waste. However, the utilization of
the coconut waste, such as cocopeat, has not yet been optimum. The cocopeat can
actually be used as the best growing media. Based on that problem, a business
plan to produce cocopeat blocks using cooperative entrepreneur approach was
designed. The cooperative entrepreneur approach was chosen because of the
spread location of the farmer’s coconut plantations. This research used a deep
interview method applied to all stakeholders: farmers, businessmen, and
government agencies. The business plan would be put into practice in one of the
cooperatives in Leuwiliang. The planning was prepared with many aspects,
namely production, marketing, management, financial, risk management, and
cooperative aspects refering to all of the stakeholders. Base on this aspect, this
business can giving benefit. Business can made NPV Rp739 431 000 with IRR 66
percent, net B/C 5.2, and payback period until 4.1 years.
Key words: business plan, coconut, cocopeat, cooperative entrepreneur

PERENCANAAN BISNIS COCOPEAT BALOK
DENGAN PENDEKATAN WIRAKOPERASI
DI KABUPATEN BOGOR

LILIS SETYARINI


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi: Perencanaan Bisnis Cocopeat Balok dengan Pendekatan
Wirakoperasi di Kabupaten Bogor
Nama
: Lilis Setyarini
NIM
: H34110029


Disetujui oleh

Dr Ir Lukman M Baga, MA.Ec
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya tulis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 sampai Februari 2015
ialah Perencanaan Bisnis dengan judul Perencanaan Bisnis Cocopeat Balok
dengan Pendekatan Wirakoperasi di Kabupaten Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Lukman M Baga,
MA.Ec selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan

kepada Ir. A. Sidik Omar, MM selaku pemilik CV Serat Kelapa, Badan Pusat
Statistik, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Balai Penyuluhan
Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Leuwiliang, dan Unit
Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Ciampea yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
serta seluruh keluarga dan sahabat, atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015

Lilis Setyarini

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR


x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian


6

Manfaat Penelitian

6

Ruang Lingkup

6

TINJAUAN PUSTAKA

7

KERANGKA PEMIKIRAN

9

Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional

METODE PENELITIAN

9
17
19

Lokasi dan Waktu Penelitian

19

Jenis dan Sumber Data

19

Metode Pengumpulan Data

20

Metode Pengolahan dan Analisis Data


20

ANALISIS SITUASIONAL

24

GAMBARAN UMUM BISNIS

28

Industri Pengolahan Sabut Kelapa

28

Profil Bisnis

29

RENCANA BISNIS


30

Asumsi Dasar

30

Rencana Strategi Pemasaran

31

Rencana Produk

32

Rencana Operasional

35

Rencana Organisasi dan Sumberdaya Manusia

41

Rencana Kerja Sama Kooperatif

45

Rencana Strategi Keuangan

48

Rencana Manajemen Risiko
SIMPULAN DAN SARAN

53
55

Simpulan

55

Saran

56

DAFTAR PUSTAKA

56

LAMPIRAN

58

DAFTAR TABEL

1 Ekspor produk sabut kelapa Indonesia tahun 2008-2014
2 Wilayah penghasil kelapa terbesar di Kabupaten Bogor tahun 2012
3 Bentuk cash flow
4 Format laporan laba rugi
5 Negara tujuan ekspor sabut kelapa Indonesia tahun 2012
6 Jumlah permintaan cocopeat dari berbagai negara Maret 2015
7 Bahan baku pembuatan cocopeat per bulan
8 Rincian tenaga kerja berdasar deskripsi kerja
9 Komponen teknis dan kimia cocopeat
10 Upah dan gaji karyawan per bulan
11 Bagi hasil keuntungan usaha
12 Perbedaan sebelum dan setelah adanya usaha cocopeat
13 Biaya investasi usaha
14 Biaya penyusutan investasi
15 Biaya tetap perusahaan
16 Biaya variabel perusahaan
17 Modal awal usaha
18 Rincian penjualan produk

1
4
23
24
25
26
37
39
41
45
46
48
48
49
50
51
51
52

DAFTAR GAMBAR

1 Alur pembuatan produk dari sabut kelapa
2 Rencana operasional penelitian
3 Logo usaha Saung Kelapa
4 Mekanisme pengumpulan bahan baku sabut kelapa
5 Desain produk cocopeat
6 Cocopeat curah
7 Cocopeat balok
8 Alur penggunaan mesin produksi
9 Tata letak bangunan usaha
10 Diagram alir pengolahan sabut kelapa menjadi cocopeat balok
11 Alur pembentukan unit usaha
12 Struktur organisasi bisnis cocopeat
13 Hubungan kerja sama pihak yang terlibat dalam perusahaan
14 Grafik pertumbuhan keuntungan perusahaan

8
18
29
33
34
33
34
36
38
39
42
42
47
53

DAFTAR LAMPIRAN

1 Produksi kelapa Kabupaten Bogor tahun 2012
2 Jadwal produksi usaha
3 Asumsi dasar pembentukan perencanaan bisnis cocopeat
4 Asumsi biaya investasi
5 Asumsi biaya tetap perusahaan
6 Asumsi biaya variabel perusahaan
7 Bahan baku pembuatan cocopeat balok per tahun
8 Rincian biaya tenaga kerja usaha pembuatan cocopeat balok
9 Bagi hasil keuntungan usaha pembuatan cocopeat balok (Rp 000)
10 Rincian biaya investasi perusahaan
11 Matriks hubungan kerja sama kooperatif
12 Laporan arus kas perusahaan
13 Arus kas bulanan pada tahun pertama
14 Laporan laba rugi perusahaan
15 Dokumentasi penelitian di perusahaan CV Serat Kelapa

58
59
59
60
60
61
61
61
62
63
64
65
66
67
68

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa merupakan salah satu tanaman perkebunan yang tumbuh di
Indonesia. Produksi kelapa Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia
(FAOSTAT 2012). Berdasarkan data dari Directorate General of Estate (2013)
bahwa pertumbuhan produktivitas kelapa di Indonesia hingga tahun 2013 sebesar
1.12 persen. Pertumbuhan tersebut diimbangi dengan volume ekspor kelapa
Indonesia ke berbagai negara seperti Malaysia, Korea, Belanda, dan Cina yang
tinggi mencapai 762 412 509 kg pada tahun 2013 (Kementerian Pertanian 2013).
Perkebunan kelapa Indonesia sebagian besar dikelola oleh perkebunan
rakyat. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2012) jumlah luas areal
perkebunan rakyat untuk kelapa pada tahun 2012 mencapai 3 744.8 ha dengan
jumlah produksi sebesar 3 135.5 ribu ton. Perkebunan kelapa yang digarap oleh
petani mencapai 98 persen dari total areal perkebunan kelapa Indonesia (Suryana
2006). Perkebunan rakyat umumnya memiliki luasan yang berbeda-beda dengan
sebaran yang tinggi. Hal tersebut menyebabkan keberadaan pohon kelapa tersebar
di berbagai wilayah.
Produksi kelapa yang tinggi akan menyebabkan tingginya produksi limbah
sabut kelapa. Satu butir kelapa mampu menghasilkan sabut kelapa sebesar 35
persen dari jumlah bobot butir kelapa (Putra 2011). Apabila jumlah produksi
kelapa di Indonesia mencapai 3 135.5 ribu ton maka jumlah produksi sabut
sebesar 1 097.4 ribu ton.
Produksi sabut kelapa yang tinggi menjadikan sabut kelapa sebagai salah
satu komoditas ekspor dunia. Adapun kegiatan ekspor produk sabut kelapa sudah
berjalan di Indonesia. Berikut ini merupakan data ekspor produk sabut kelapa
Indonesia ke berbagai negara tahun 2008 sampai Juli 2014 tersedia dalam Tabel 1.

Tabel 1 Ekspor produk sabut kelapa Indonesia tahun 2008-2014
Nilai produk (US$)
Tahun

2008
2009
2010
2011
2012
Jan-Jul 2013
Jan-Jul 2014
Perubahan (%) 14/13
Trend (%) 09-13

Raw coir
coconut fibres
609 245
2 519 383
5 243 962
10 115 130
6 515 855
1 954 559
2 207 877
12.96
7.50

Sumber : Dit. Ekspor Tanhut Kemendag (2014)

Coir coconut
fibres
processed
1 989 529
3 098 518
3 824 555
6 228 817
7 603 051
2 458 115
3 477 271
41.46
12.09

Floor covering of coconut
fibres (coir) not tufted or
flocked
135 353
61 273
28 230
34 214
1 021
1 532
3 300
115.40
-41.19

2

Berdasarkan data dari Direktorat Ekspor Tanhut Kementerian Perdagangan
(2014) yang tersedia pada Tabel 1, produk turunan sabut kelapa yang diproduksi
Indonesia terdiri dari tiga produk yaitu raw coir coconut fibres (serat sabut kelapa
mentah), coir coconut fibres processed (serat sabut kelapa olahan), dan floor
covering of coconut fibres (coir) not tufted or flocked (penutup lantai dari serat
sabut kelapa yang tidak berumbai). Ketiga produk turunan sabut kelapa tersebut
diekspor ke berbagai negara di dunia.
Berdasarkan Tabel 1 tersebut bahwa ekspor produk sabut kelapa
kebanyakan adalah serat sabut kelapa bukan serbuk sabut kelapa. Padahal dalam
pengolahan sabut kelapa juga menghasilkan bahan sisa berupa serbuk yang dapat
mencemari lingkungan apabila tidak dimanfaatkan dengan baik. Pemanfaatan
limbah sisa sabut kelapa yaitu serbuknya dapat dijadikan peluang usaha yang
menguntungkan. Limbah sisa pengolahan sabut kelapa dapat dimanfaatkan
sebagai media tanam dalam pertanian yang dikenal dengan nama cocopeat.
Cocopeat merupakan produk sampingan dari cocofiber (serat sabut kelapa)
yang komposisinya banyak terdapat pada butir sabut kelapa. Berdasarkan
penemuan Malingkay (2007), pengolahan sabut kelapa menjadi serat sabut kelapa
menghasilkan 35 persen serat sabut kelapa dan 65 persen debu sabut kelapa atau
serbuk sabut kelapa.
Permintaan serbuk sabut kelapa (cocopeat) dari pasar internasional sangat
tinggi. Permintaan ekspor untuk cocopeat berasal dari Negara Inggris, Jerman,
Jepang, Belgia, Taiwan, Korea Selatan, Singapura, Malaysia, Australia, dan Cina.
Berdasarkan pernyataan Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia1 (AISKI 2013)
Indonesia saat ini hanya mampu berkontribusi sekitar 10 persen dalam memenuhi
kebutuhan sabut kelapa dunia yang mencapai 500 000 ton per tahun. Sedangkan
Srilanka dan India mampu memasok 70 persen kebutuhan sabut kelapa dunia.
Dengan demikian, usaha pengolahan cocopeat ini diharapkan dapat memenuhi
kekurangan 20 persen kebutuhan pasar karena potensi produksi kelapa Indonesia
yang tinggi.
Pemanfaatan cocopeat adalah sebagai media rumput lapangan golf, animal
bed, filter air biologi, menyerap tumpahan minyak, dan media tanam hidroponik
dengan berbagai keunggulan dibanding media lain. Menurut Foale (2003), serbuk
sabut kelapa yang tidak berguna dapat menjadi campuran media tanam
hortikultura karena dapat menyimpan kelembaban yang tinggi.
Media tanam cocopeat yang berada di pasar internasional umumnya
berupa cocopeat balok. Keunggulan media tanam cocopeat balok adalah ringan,
praktis, dan mudah dibawa. Kebutuhan masyarakat moderen yang serba instan
membuat media cocopeat kian digemari. Selain praktis dan ringan, cocopeat
balok mudah didistribusikan. Karena itu, media tanam cocopeat balok akan
menjadi alternatif media tanam praktis yang sesuai dengan gaya hidup masyarakat
sekarang ini.
Pengembangan unit usaha cocopeat memerlukan bahan baku utama berupa
sabut kelapa. Dengan demikian, usaha pengolahan cocopeat harus didirikan di
wilayah yang memiliki sumber bahan baku berupa kelapa. Salah satu wilayah
penghasil kelapa yang potensial di Indonesia adalah Jawa Barat. Berdasarkan data
dari Kementerian Pertanian (2013), produktivitas kelapa di Jawa Barat pada tahun
1

Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI). 2013. http://m.facebook.com/BPP (diacu
tanggal 30 April 2015)

3

2012 sebesar 1 374 kg per hektar. Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah
yang masuk dalam enam besar produsen kelapa tertinggi di Jawa Barat dengan
produksi mencapai 16 208.4 ton lebih besar dari produksi rata-rata produksi
kelapa Indonesia sebesar 3 132.8 ton (BPS 2012).
Bisnis pengolahan serbuk sabut kelapa menjadi cocopeat balok dapat
dikembangkan dengan pendekatan wirakoperasi (cooperative entrepreneur).
Keberadaan wirakop penting karena letak perkebunan kelapa rakyat tersebar
secara luas (Suryana 2006) sehingga dibutuhkan sosok yang dapat menjembatani
terkumpulnya bahan baku sabut kelapa. Peran wirakop dalam menghasilkan
tingkat produksi yang lebih tinggi sehingga meningkatkan bargaining power dari
petani dalam hal peningkatan nilai jual cocopeat juga sangat dibutuhkan. Peran
wirakop dalam peningkatan volume penjualan cocopeat dilakukan melalui kerja
sama dengan seluruh petani kelapa.
Usaha pengolahan cocopeat balok akan dijadikan sebagai unit usaha
koperasi dengan bantuan wirakoperasi. Hal tersebut didasarkan pada keberadaan
koperasi di Bogor yang belum memiliki unit usaha di bidang pengolahan cocopeat.
Padahal, berdasarkan data dari BPS (2012) Kabupaten Bogor memiliki potensi
produksi kelapa yang tinggi.
Dengan peluang tersebut maka perlu dilakukan perencanaan bisnis
cocopeat agar dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat petani kelapa di
Kabupaten Bogor. Analisis kelayakan usaha perlu dilakukan agar para investor
tertarik untuk menginvestasikan dananya pada usaha pengolahan cocopeat.
Perencanaan bisnis akan mengacu pada salah satu perusahaan pengolah sabut
kelapa yang ada di Cilodong, Kabupaten Depok, Jawa Barat yaitu CV Serat
Kelapa. Pemilihan CV Serat Kelapa sebagai acuan dalam pendirian unit usaha
dikarenakan belum adanya perusahaan pengolah cocopeat di Kabupaten Bogor.
Perusahaan CV Serat Kelapa ini telah melakukan pengolahan sabut kelapa
menjadi cocopeat curah. Karena itu, perusahaan CV Serat Kelapa dapat dijadikan
acuan dalam mendirikan unit usaha pengolahan cocopeat balok.

Perumusan Masalah

Serbuk sabut kelapa atau cocopeat memiliki potensi yang besar dalam dunia
pertanian. Pemanfaatannya sebagai media tanam terbaik dapat menjadikan
cocopeat sebagai produk yang bernilai jual tinggi. Berdasarkan penelitian
Khotimah et al. (2008) cocopeat sebagai media tanam lebih menarik di mata
konsumen dibanding media yang lain. Hal tersebut membuktikan bahwa cocopeat
memiliki peluang pasar yang baik.
Industri pengolahan sabut kelapa menjadi cocopeat belum berkembang
dengan baik di Indonesia. Hal tersebut disebabkan kualitas dan kuantitasnya yang
belum memenuhi kebutuhan pasar. Saat ini kebutuhan pasokan masih dipenuhi
oleh negara-negara seperti Srilangka dan India yang dapat menghasilkan produk
cocopeat dengan standar mutu dan jumlah yang memadai. Berdasarkan kasus
pada CV Serat Kelapa, pengolahan cocopeat hanya sampai pada cocopeat curah.
Sedangkan kebutuhan dunia memerlukan cocopeat dalam bentuk cocopeat balok.

4

Oleh sebab itu, diperlukan teknologi yang memadai dalam pengolahan cocopeat
menjadi cocopeat balok.
Tingkat teknologi dan pengetahuan dari petani kelapa menjadi halangan
dalam memasuki pasar industri cocopeat baik di pasar domestik maupun pasar
luar negeri. Petani kelapa belum memanfaatkan sabut kelapa dengan baik.
Kebanyakan hanya mengolahnya menjadi barang kerajinan dan sebagian lagi
dibuang bahkan dibakar. Padahal sabut kelapa dapat diolah menjadi cocopeat
yang memiliki nilai jual yang baik dan menciptakan nilai tambah dari sabut kelapa.
Selain itu, sentralisasi komoditas kelapa belum terbentuk dengan baik.
Terbukti dengan jumlah perkebunan kelapa yang didominasi perkebunan rakyat.
Hal tersebut tercermin dari luas perkebunan rakyat kelapa mencapai 98 persen
atau 3.74 juta hektar (Balai Koordinasi Penanaman Modal 2009). Oleh karena itu,
ketersediaan kelapa tidak terpusat pada satu kelompok masyarakat saja melainkan
tersebar di seluruh wilayah. Belum adanya sentralisasi komoditas kelapa
menyebabkan ikatan antara petani kelapa belum terbentuk yang membuat posisi
tawar petani kelapa menjadi rendah.
Wilayah di Jawa Barat yang memiliki produksi kelapa yang tinggi adalah
Kabupaten Bogor. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2012), jumlah
produksi kelapa di Kabupaten Bogor mencapai 16 208.4 ton dengan luas panen 6
726.6 ha. Jumlah produksi ini lebih besar dibandingkan jumlah produksi rata-rata
kelapa di Indonesia yakni 3 132.8 ton (BPS 2012). Berdasarkan data dari Badan
Pusat Statistik Bogor (2012), produksi kelapa di Kabupaten Bogor tersebar di
berbagai wilayah. Berikut ini merupakan data tentang produksi kelapa di lima
Kecamatan penghasil kelapa tertinggi di Kabupaten Bogor tersedia dalam Tabel 2.
Rincian lebih lengkap terdapat di Lampiran 1.
Tabel 2 Wilayah penghasil kelapa terbesar di Kabupaten Bogor tahun 2012
Kecamatan

Kelapa
Luas (Ha)

Ciampea
Leuwiliang
Rumpin
Cibungbulang
Kalapa nunggal
Total produksi Kabupaten Bogor

485.76
466.56
404.10
463.41
367.95
6726.61

Produksi (Ton)
1167.88
1059.68
997.65
983.03
923.22
16208.4

Sumber: BPS Kabupaten Bogor (2012)

Letak geografis dari empat kecamatan di Kabupaten Bogor tersebut sangat
berdekatan, yaitu Ciampea, Leuwiliang, Cibungbulang, dan Rumpin. Oleh karena
itu, ke-4 wilayah tersebut dapat dijadikan sentra produksi tanaman kelapa beserta
produk turunan dari kelapa.
Tersebarnya letak dan posisi perkebunan kelapa di Bogor mengakibatkan
jumlah produksi setiap wilayah hanya sedikit. Akan tetapi, apabila jumlah seluruh
produksi kelapa tersebut digabungkan menjadi satu akan menghasilkan tingkat
produksi yang tinggi. Kendala transportasi yang mahal dapat diatasi dengan

5

pendekatan pusat produksi kelapa. Menurut Indonesian Commercial Newsletter
(2011) banyak lokasi perusahaan pengolah kelapa yang mendekati wilayah sentra
kelapa utamanya di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi, dan
Sumatera.
Berdasarkan kondisi tersebut maka diperlukan penanganan yang serius
terkait dengan industri pengolahan kelapa dan produk turunannya. Berbagai
kendala tersebut dapat ditangani dengan konsep wirakoperasi (cooperative
entrepreneur). Wirakoperasi merupakan konsep, sedangkan orang yang
menjalankan disebut wirakop. Wirakoperasi berbeda dengan entrepreneur lain
(Baga et al. 2007). Wirakop merupakan seseorang yang memiliki kemampuan
menjadi mediator dalam memecahkan permasalahan antara lingkungan bisnis dan
sosial masyarakat.
Wirakop dapat membentuk sebuah kelembagaan yang dapat menampung
sabut kelapa dari berbagai wilayah dan mengolahnya menjadi cocopeat dengan
bantuan dari petani. Wirakop membutuhkan petani dalam memasok bahan baku
sabut kelapa dikarenakan tidak memiliki keunggulan dalam memproduksi bahan
baku. Sedangkan petani membutuhkan wirakop karena memiliki potensi yang
baik dalam menjembatani petani dengan pasar. Di sisi lain, petani dapat
meningkatkan posisi tawarnya dan memenuhi permintaan pasar sesuai standar
mutu dengan bantuan wirakop.
Sosok wirakop akan berjalan bersama-sama dengan ribuan petani anggota
untuk memajukan industri cocopeat. Adanya wirakop akan menjadikan input
produksi berupa sabut kelapa yang awalnya tersebar akan membentuk daerah
sentra produksi karena memiliki anggota yang tersebar di seluruh wilayah.
Wirakop akan mengembangkan sumberdaya yang dimiliki anggotanya baik
berupa bahan baku sabut kelapa maupun sumberdaya manusia dalam mengelola
usaha secara bersama-sama.
Petani kelapa tidak akan melakukan usaha pengolahan serbuk sabut kelapa
secara individu. Selain bahan baku yang tidak mencukupi, kemampuan akses
terhadap pasar yang kurang membuat petani tidak akan memiliki posisi tawar
yang tinggi. Wirakop dibutuhkan untuk menjembatani petani yang memiliki
produksi sabut kelapa yang kecil dan menjadikannya kelompok usaha bersama
dalam wadah koperasi agar mendapatkan nilai tambah, posisi tawar, dan harga
jual yang kompetitif. Dengan demikian, produk cocopeat dapat memenuhi
kebutuhan pasar baik domestik maupun internasional yang pada akhirnya akan
meningkatkan kesejahteraan petani kelapa. Karena itu, penerapan konsep
cooperative entrepreneur dalam menciptakan usaha pengolahan serbuk sabut
kelapa (cocopeat) perlu dijalankan.
Dari penjelasan tersebut, perumusan masalah yang dapat diajukan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah rencana bisnis pengolahan cocopeat balok sebagai unit usaha koperasi
dapat memberikan keuntungan apabila dijalankan?
2. Seberapa jauh bisnis cocopeat balok akan memberikan keuntungan apabila
dikelola secara bersama dengan pendekatan wirakoperasi?

6

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui keuntungan usaha pengolahan cocopeat balok apabila dikelola
dalam unit usaha koperasi.
2. Mendeskripsikan keuntungan yang diperoleh dari usaha pembuatan cocopeat
apabila dikelola secara bersama dengan pendekatan wirakoperasi.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Manfaat bagi petani kelapa adalah mengetahui keuntungan yang diperoleh
dengan adanya usaha pengolahan serbuk sabut kelapa menjadi cocopeat balok
melalui unit usaha koperasi.
2. Manfaat bagi masyarakat adalah mengetahui keuntungan usaha pembuatan
cocopeat apabila dikelola secara bersama dengan pendekatan wirakoperasi.

Ruang Lingkup
Penelitian ini akan membahas tentang usaha pengolahan serbuk sabut kelapa
(cocopeat) sebagai salah satu produk yang memanfaatkan limbah pengolahan
sabut kelapa dengan menggunakan pendekatan perencanaan bisnis berbasis
wirakoperasi (cooperative entrepreneur) yang akan didirikan di Kecamatan
Leuwiliang Kabupaten Bogor. Perencanaan bisnis yang dilakukan berupa
pengolahan serbuk sabut kelapa menjadi cocopeat dalam bentuk balok yang siap
diekspor sesuai standar mutu yang telah ditetapkan. Akan tetapi, terdapat
keterbatasan data mengenai permintaan dan penawaran cocopeat secara
internasional maka digunakan pendekatan dengan negara produsen terbesar yaitu
India dan Srilangka.
Data tentang potensi tanaman kelapa terbatas hanya diperoleh dari
pengamatan lapang wilayah Bogor barat yaitu Leuwiliang, Ciampea, dan
Cibungbulang. Sedangkan data permintaan menggunakan pendekatan data ekspor
produk olahan sabut kelapa dari Kementerian Perdagangan dan juga data
perusahaan yang bergerak dalam bidang yang sama. Kegiatan perdagangan
dilakukan ke luar negeri dengan ekspor. Ekspor dilakukan dengan metode Free on
Board (FOB) kepada semua konsumen antar negara.
Usaha pengolahan sabut kelapa menjadi cocopeat balok ini merupakan salah
satu dari unit usaha koperasi. Detail pendirian dan pengelolaan koperasi tidak
dibahas dalam penelitian ini. Pembahasan terfokus pada unit usaha yang akan
dijalankan. Aspek perencanaan bisnis yang digunakan dalam usaha pembuatan

7

cocopeat balok meliputi aspek produk, aspek pasar, aspek manajemen dan
organisasi, aspek operasional, aspek kerja sama kooperatif, aspek finansial, dan
aspek manajemen risiko. Sebagian besar aspek tersebut diperoleh berdasarkan
pada hasil pengamatan di CV Serat Kelapa yang beralamat di Kecamatan
Cilodong, Kabupaten Depok dengan penyesuaian pada tahun sekarang.

TINJAUAN PUSTAKA

Cocopeat merupakan limbah dari kelapa berupa serbuk dari sabut kelapa.
Pada umumnya, setiap pabrik pengolah sabut kelapa terdapat limbah yang disebut
serbuk sabut kelapa. Keberadaan serbuk atau debu ini dapat menjadi bahan
pencemar lingkungan jika tidak dilakukan pengolahan (Abidin et al. 2005).
Serbuk sabut kelapa akan menumpuk di lokasi pengolahan sabut kelapa. Padahal,
serbuk sabut kelapa ini mempunyai nilai yang tinggi apabila dilakukan
pengolahan dengan benar. Salah satunya adalah dimanfaatkan menjadi cocopeat
balok.
Hasil samping dari produksi sabut kelapa adalah cocopeat. Setiap 1 butir
sabut kelapa akan menghasilkan 0.39 kilogram serbuk sabut kelapa. Tidak hanya
volumenya yang besar, serbuk tersebut juga memiliki potensi yang besar. Serbuk
sabut kelapa tersebut akan memiliki nilai ekonomi yang tinggi apabila telah
dilakukan proses penyaringan dan pengeringan dengan teknologi pengemasan
yang memenuhi standar mutu yang diinginkan konsumen (Putra 2011).
Pemanfaataan serbuk sabut kelapa telah terjadi di Batang Jawa Tengah
menjadi pengisi pada produk kerajinan plastik (Abidin et al. 2005). Hal tersebut
sebagai upaya dalam mengatasi pencemaran lingkungan akibat limbah debu atau
serbuk sabut kelapa. Dengan demikian, serbuk sabut kelapa dapat memiliki nilai
jual. Apabila ketersediaan serbuk sabut kelapa sangat melimpah maka diperlukan
upaya untuk mengatasinya dengan usaha yang lebih luas.
Pemanfaatan serbuk sabut kelapa bisa dilakukan dengan mengubahnya
menjadi cocopeat balok. Salah satu kegunaan cocopeat adalah sebagai media
tanam. Media tanam yang menggunakan serbuk sabut kelapa memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan dengan media tanah. Berdasarkan penelitian Hasriani et
al. (2013) media cocopeat memiliki daya simpan air yang sangat tinggi sehingga
cocok untuk daerah yang sering mengalami kekeringan. Selain itu, bobot kering
dari media cocopeat lebih ringan daripada media lain sehingga lebih mudah dalam
pendistribusiannya. Pemanfaatan cocopeat yang lain yaitu dapat digunakan
sebagai pelapis lapangan golf, hardboard, furfural, media ternak cacing, dan juga
isolator listrik.
Industri serbuk sabut kelapa tidak hanya bermanfaat secara ekonomi dan
lingkungan tapi juga sosial. Industri serbuk sabut kelapa ini tentunya akan
membutuhkan tenaga kerja dalam mengelola usahanya. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa industri serbuk sabut kelapa akan menyerap tenaga kerja.
Industri serbuk sabut kelapa telah ada di Indonesia, namun perkembangannya

8

belum sebaik industri serat sabut kelapa. Berikut ini merupakan alur pembuatan
produk dari sabut kelapa yang berkembang dapat dilihat pada Gambar 1.

Hardboard

Serat
Sabut

Cocopeat
Serbuk

Isolator
Furfural

Kompos
Sumber: www.dekindo.com

Gambar 1 Alur pembuatan produk dari sabut kelapa

Saat ini, pangsa pasar industri serbuk sabut kelapa lebih besar untuk pasar
ekspor dengan raw material. Sedangkan pengolahan serbuk sabut kelapa lebih
lanjut masih jarang. Selain itu, potensi pasarnya di dalam negeri Indonesia belum
optimal sehingga pasarnya lebih besar untuk pasar ekspor.
Perkembangan industri cocopeat mendapatkan respon yang positif dari
masyarakat. Berdasarkan penelitian Khotimah et al. (2008) diperoleh hasil bahwa
cocopeat sebagai media tanam lebih menarik di mata konsumen dibanding media
yang lain. Oleh karena itu media tanam dari cocopeat dapat dikembangkan lebih
lanjut. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Setiadi (2001),
menyatakan bahwa kualitas serbuk sabut kelapa tidak ditentukan oleh kapasitas
mesin tetapi oleh kesegaran sabut. Sabut yang segar menghasilkan serbuk yang
kadar airnya lebih tinggi daripada sabut tidak segar.
Sedangkan berdasarkan analisis finansial yang telah dilakukan industri sabut
kelapa pada penelitian Setiadi (2001), usaha ini layak dijalankan. Namun industri
tersebut sensitif terhadap penurunan harga jual produk daripada pengaruh
kenaikan biaya variabel. Hal serupa juga terjadi pada penelitian Adiyati (1999)
yang menyatakan bahwa industri media tanam lempengan dari serbuk sabut
kelapa layak untuk dijalankan. Perusahaan tetap layak dijalankan apabila terjadi
perubahan kenaikan harga variabel sampai 25 persen dan penurunan harga jual
sebesar 16 persen.
Berbagai kesulitan mengenai usaha pengolahan serbuk sabut kelapa menjadi
cocopeat dapat diatasi dengan pendekatan wirakoperasi. Wirakoperasi merupakan
seseorang yang berperan sebagai katalisator dalam melaksanakan sebuah bisnis di
masyarakat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Baga (2011),
menyatakan bahwa peran wirakoperasi lebih kompleks daripada wirausaha
lainnya. Peran kompleks tersebut artinya tidak hanya mengejar keuntungan secara
finansial tapi juga sosial. Wirakoperasi tidak hanya berusaha untuk menyukseskan
usahanya sendiri tapi juga usaha para petani yang mengikut dibelakangnya. Hal
tersebut karena pengembangan agribisnis di Indonesia akan sulit dikembangkan
jika berjalan sendiri-sendiri sehingga butuh peran wirakoperasi sebagai pihak

9

yang dapat melakukan sinergisitas (zero sum game). Menurut Baga (2011),
wirakoperasi digambarkan sebagai karakter dengan locus of control yang sangat
internal mempunyai need for achievement dan sikap altruism yang tinggi,
perilaku kepemimpinan yang efektif dan seimbang.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Perilaku, Peran, dan Kinerja Wirakoperasi
Wirakoperasi merupakan suatu konsep tentang sikap wirausaha yang
memahami sistem dan prinsip koperasi sehingga dapat mengembangkan suatu
unit usaha koperasi. Berdasarkan Seminar Nasional tentang Kurikulum
Kewirausahaan Koperasi tahun 1993 mendefinisikan bahwa kewirakoperasian
merupakan suatu sikap mental positif dalam berusaha secara kooperatif, dengan
mengambil prakarsa inovatif serta keberanian mengambil risiko dan berpegang
teguh pada prinsip identitas koperasi, dalam mewujudkan terpenuhinya kebutuhan
nyata serta peningkatan kesejahteraan bersama.
Sedangkan berdasarkan Soedjono dalam Baga et al. (2009), cooperative
entrepreneur atau yang dikenal dengan wirakoperasi merupakan orang yang
memahami dan menghayati hakekat dan prinsip-prinsip koperasi dan berupaya
melaksanakan secara konsisten dalam mengembangkan koperasi. Wirakoperasi
berbeda dengan entrepreneur lain (Baga et al. 2009). Perbedaan tersebut
diakibatkan perbedaan kebutuhan dalam hal peluang dan tantangan yang dihadapi.
Menurut Soedjono dalam Baga et al. (2009), peran wirakoperasi lebih kompleks
karena bersama dengan banyak anggotanya. Ia akan bekerja bersama seluruh
anggota koperasi untuk memajukan usahanya.
Menurut Baga et al. (2009) seorang wirakoperasi dituntut memberikan
perhatian yang seimbang terhadap pengembangan aspek bisnis dan juga aspek
organisasi koperasinya. Maka keberhasilan koperasi tidak hanya dinilai dari
pengembangan bisnis yang baik tetapi juga keorganisasian koperasi yang baik
pula.
Berdasarkan Baga et al. (2009) peran wirakoperasi tidak terlepas dari tujuan
utamanya yaitu dalam meningkatkan kesejahteraan anggota dengan cara:
1. Menjaga loyalitas anggota dan memotivasi untuk terus berpartisipasi aktif
dalam aktivitas koperasi.
2. Meningkatkan kualitas anggota koperasi baik secara individu maupun
kelompok.
3. Menjaga kemurnian jati diri koperasi, khususnya prinsip dan nilai koperasi.
4. Penggunaan segala sumberdaya secara optimal dalam rangka peningkatan
kesejahteraan anggota.

10

Baga et al. (2009) menambahkan bahwa selain peran tersebut kehadiran
wirakoperasi juga terkait dengan kebutuhan untuk menemukan dan melaksanakan
peluang koperasi yang biasa disebut efek koperasi. Efek koperasi adalah selisih
manfaat apabila anggota bergabung dengan koperasi dibandingkan tidak
bergabung menjadi anggota koperasi.
Menurut Ropke dalam Baga et al. (2009), wirakoperasi terdiri dari empat
tipe dalam memulai usaha koperasi. Keempat tipe wirakoperasi tersebut adalah
sebagai berikut.
1. Wirakoperasi anggota, yaitu seorang anggota yang mampu menemukan dan
memanfaatkan peluang yang ada untuk pertumbuhan koperasi. Akan tetapi
kemungkinan akan hal ini sangat kecil karena kemampuan anggota dalam
inovasi masih rendah.
2. Wirakoperasi manajer, yaitu manajer sebagai pelaksana dan penanggung jawab
kegiatan operasional. Keberadaan manajer dalam koperasi sebagai seorang
wirakoperasi tetap diperlukan untuk menciptakan peluang-peluang yang dapat
dimanfaatkan guna meningkatkan kesejahteraan anggota koperasi.
3. Wirakoperasi birokrasi, yaitu pihak yang terlibat secara tidak langsung dalam
pengembangan gerakan koperasi dan memacu perkembangan koperasi.
4. Wirakoperasi katalis, yaitu pihak yang berkompeten untuk mengembangkan
koperasi walaupun tidak mempunyai hubungan langsung dengan koperasi.

Teori Perencanaan Bisnis
Perencanaan bisnis diperlukan untuk mengikuti perkembangan dan untuk
menghadapi persaingan yang semakin ketat di masa mendatang (Firdaus 2008).
Tanpa adanya perencanaan perusahaan akan melakukan cara yang ekstrem untuk
menghindari kerugian. Masalah yang dihadapi perusahaan akan sangat kompleks
dan memiliki cakupan yang luas seperti perluasan pabrik, pasar, atau produk.
Berdasarkan Firdaus (2008) konsep perencanaan ada tiga, yaitu:
1. Perencanaan secara keseluruhan: mencakup penentuan tujuan umum
perusahaan dalam jangka panjang dan pengembangan strategi jangka panjang.
Masalah utama yang ada mencakup masalah keuangan, produksi, kebutuhan
tenaga kerja, penelitian, dan pengembangan, serta penentuan sasaran pasar dan
program pemasarannya.
2. Perencanaan pemasaran: mencakup pengembangan program jangka panjang
untuk masalah yang luas dalam bauran pemasaran.
3. Rencana pemasaran tahunan: mencerminkan proses perencanaan yang berjalan
untuk satu periode waktu. Manajemen mengembangkan rencana induk yang
mencakup kegiatan pemasaran setiap tahunnya.
Berdasarkan Miller (2008) rencana bisnis akan memberikan arahan strategis
bagi keberlangsungan perusahaan. Rencana dapat mendeskripsikan tujuan dan
cara mencapai target perusahaan dengan mengikuti rencana bisnis yang telah
dituliskan. Menurut Miller (2008) ada dua alasan utama menciptakan rencana
bisnis yaitu:
1. Mengartikulasikan arah strategis bisnis.
2. Mengomunikasikan arah strategis tersebut kepada orang lain atau perusahaan
yang akan menyediakan dana bisnis (investor potensial).

11

Rencana bisnis disusun oleh perusahaan untuk memberikan gambaran usaha
bagi kelompok sasaran yaitu pelanggan, karyawan, dan investor (Miller 2008).
Rencana bisnis dapat memberikan pengetahuan kepada pelanggan tentang misi
dan pesan perusahaan. Rencana bisnis dapat menjadi sarana pemasaran untuk
membangun kredibilitas perusahaan. Bagi karyawan, rencana bisnis dapat
memberikan informasi tentang arah dan tujuan perusahaan. Sedangkan bagi
investor, rencana bisnis mengandung semua informasi yang dibutuhkan oleh
investor untuk mengambil keputusan terkait pendanaan. Informasi tersebut baik
berupa bisnis yang akan dijalankan beserta pasarnya, rencana dan strategi
mencapai target, bahkan informasi tentang orang yang akan melakukan bisnis
(Miller 2008). Melalui informasi tersebut investor akan dapat menentukan ada
atau tidaknya pendanaan bagi bisnis yang akan dilakukan.

Rencana Pemasaran
Pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manajerial yang terdapat
individu atau kelompok dalam mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan
menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan
pihak lain (Asmarantaka 2012). Rencana pemasaran harus disusun dengan tepat
agar dapat mencapai tujuan usaha yang dijalankan.
Berdasarkan Asmarantaka (2012), rencana pemasaran membahas tentang
analisis target pasar dan bauran pemasaran. Analisis target pasar terdiri atas
segmentasi pasar (segmenting), target pasar (targeting), dan posisi pasar
(positioning). Penjelasan masing-masing komponen adalah sebagai berikut.
1. Segmentasi pasar
Segmen pasar merupakan kelompok pelanggan yang memiliki keinginan
yang sama atau karakteristik yang homogen. Melalui segmen pasar tersebut
perusahaan akan membagi pasar menjadi kelompok tertentu. Setiap kelompok
tersebut akan membutuhkan produk dan strategi yang berbeda. Asmarantaka
(2012) mengelompokkan segmen pasar berdasarkan: geografi (wilayah, ukuran
kota, perkotaan, daerah pinggiran, dan pedesaan), demografi (usia, jenis
kelamin, siklus hidup keluarga, penghasilan, pekerjaan, pendidikan, agama,
dan suku), dan perilaku (peristiwa, manfaat, status pemakai, dan sikap terhadap
produk). Selain itu, segmen pasar harus efektif dengan karakteristik pasar dapat
diukur, segmen relatif besar, dapat dijangkau secara efektif, segmen dapat
dibedakan, dan antar segmen dapat diambil tindakan.
2. Target pasar
Target pemasaran merupakan kelompok dari pelanggan baik masyarakat
atau organisasi yang akan langsung dituju dalam program pemasaran produk
perusahaan. Berdasarkan Kotler dan Susanto dalam Asmarantaka (2012), ada
lima pola pemilihan pasar sasaran yaitu konsentrasi tunggal, spesialisasi
selektif, spesialisasi produk, spesialisasi pasar, dan cakupan seluruh pasar.
3. Posisi pasar
Analisis posisi pasar merupakan tanggapan konsumen atau pelanggan
terhadap posisi produk atau merek tertentu dibandingkan dengan merek lain.
Penentuan posisi pasar berdasarkan pengakuan konsumen bahwa produk

12

memiliki karakteristik yang diinginkan, dibutuhkan, dan dirasakan oleh
konsumen.
Sedangkan bauran pemasaran terdiri dari aspek produk (product), harga
(price), tempat dan distribusi (place), serta promosi (promotion). Adapun
penjelasan mengenai bauran pemasaran adalah sebagai berikut.
1. Produk
Produk merupakan titik sentral dari pemasaran. Bauran produk adalah
kombinasi dari produk yang dihasilkan perusahaan sehingga dapat memperoleh
keuntungan (Asmarantaka 2012). Berdasarkan produk yang telah dihasilkan
akan dianalisis produk yang dapat memberikan kepuasan konsumen sehingga
perusahaan dapat menentukan segmen pasarnya. Hal-hal yang termasuk dalam
atribut produk adalah kualitas, rasa, higienitas, halal, dan lainnya.
2. Harga
Penentuan harga produk sangat penting karena menentukan volume
penjualan dan keuntungan perusahaan. Harga juga menentukan jumlah
permintaan konsumen. Hal-hal yang termasuk dalam bauran harga yaitu daftar
harga, potongan harga, jangka pembayaran, harga eceran, harga grosir, dan
jangka waktu pembayaran atau kredit. Penentuan harga ada beberapa cara
yaitu:
a. Berdasarkan biaya (cost plus), cara ini dilakukan dengan menambahkan
marjin tetap terhadap biaya dasar (harga pembelian).
b. Berdasarkan ROI (Return On Investment), metode ini mirip dengan cost
plus yang dilanjutkan dengan penambahan biaya pengembalian modal.
c. Penetapan harga bersaing, cara ini dengan memperhitungkan kondisi pasar
atau harga pesaing. Artinya, penetapan harga akan mengikuti harga rata-rata
pasar atau harga dari perusahaan yang dominan (market leader).
3. Tempat dan distribusi
Tempat dan distribusi produk merupakan lokasi dan upaya perusahaan
menjangkau pelanggan. Bauran lokasi dan distribusi mencakup lembaga yang
menyalurkan produk, saluran yang dilalui, alat transportasi, cakupan wilayah,
inventaris, dan waktu distribusi.
4. Promosi
Promosi merupakan kegiatan yang dilakukan perusahaan dengan tujuan
menginformasikan, membujuk, mempengaruhi konsumen untuk membeli
produk. Cara melakukan promosi dapat melalui berbagai media, yaitu televisi,
majalah, koran, atau melalui mulut ke mulut (personal selling).
Dalam melakukan perencanaan pemasaran juga diperlukan adanya analisis
pemasaran dan strategi pemasaran. Penjelasan mengenai analisis pemasaran dan
strategi pemasaran adalah sebagai berikut.
1. Analisis Pemasaran
Pemasaran merupakan aktivitas atau kegiatan dalam mengalirkan produk
mulai dari petani (produsen primer) sampai ke konsumen akhir (Asmarantaka
2012). Mengalirnya produk mulai dari produsen ke konsumen tersebut
menciptakan nilai guna dari suatu produk baik nilai bentuk, nilai tempat, nilai
waktu, bahkan nilai kepemilikan.
Dalam pemasaran sebuah produk diperlukan sistem yang efisien.
Efisiensi pemasaran diukur dari tingkat kepuasan konsumen dan juga proses

13

produsen atau lembaga terlibat dalam mengalirkan produknya mulai produsen
hingga konsumen akhir.
2. Strategi Pasar
Strategi pemasaran merupakan upaya untuk memadukan semua kegiatan
dan sumberdaya yang dimiliki perusahaan untuk memenuhi keinginan
pelanggan sehingga perusahaan dapat memperoleh keuntungan (Asmarantaka
2012).
Sedangkan menurut Miller (2008) strategi pasar merupakan cara
mendeskripsikan perusahaan dalam mengejar peluang dalam melakukan
beberapa aktivitas. Beberapa aktivitas tersebut adalah sebagai berikut.
a. Mengembangkan satu atau lebih produk maupun jasa baru untuk ditawarkan
ke pasar.
b. Menetapkan pricing, packaging, dan positioning produk atau jasa tersebut
secara unik.
c. Menempatkan produk atau jasa dengan jalur distribusi yang paling efektif
dan sesuai dengan strategi penjualan.
d. Melakukan pemasaran dengan iklan dan promosi kepada konsumen sasaran.
Promosi ini bisa melalui pameran, katalog, maupun bentuk promosi lainnya.

Rencana Operasional Produksi
Rencana Jumlah Produksi
Jumlah produksi dalam sebuah rencana produksi harus ditentukan agar
dapat diketahui supply dan demand produk. Rencana jumlah produksi tersebut
menyajikan penjelasan mengenai jumlah yang dapat mencapai titik impas dari
suatu produk yang diproduksi. Rencana produksi juga akan mempengaruhi jumlah
bahan baku, kapasitas mesin produksi, dan juga modal dari perusahaan.
Rencana Teknologi
Pemilihan teknologi dalam melakukan proses produksi memegang peranan
penting akibat teknologi memberikan pengaruh bagi efektifitas produksi. Apabila
terjadi kesalahan dalam pemilihan teknologi maka proses produksi bisa terhambat.
Teknologi yang perlu digunakan dalam proses produksi adalah teknologi pengurai
sabut, pengayak, pengering, dan pengepres.
Teknologi pengurai sabut digunakan untuk memisahkan antara sabut kelapa
dengan serbuk sabutnya. Serbuk sabut inilah yang nantinya akan digunakan
sebagai bahan utama dalam pembuatan cocopeat balok. Selanjutnya dilakukan
proses pengayakan serbuk sabut kelapa untuk memperoleh serbuk yang halus dan
dikeringkan dengan mesin pengering. Sedangkan mesin pengepresan digunakan
sebagai alat untuk membentuk cocopeat menjadi balok-balok yang mudah
dikemas.
Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang melakukan proses
produksi. Tenaga kerja yang melakukan seluruh proses kegiatan produksi usaha.
Tenaga kerja perlu direncanakan mulai dari jumlah, jenis pekerjaan, dan juga gaji
yang akan dibayarkan. Jenis pekerjaan menuntut kualitas dan kuantitas pekerja

14

yang berbeda-beda. Oleh karena itu, tenaga kerja harus sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan.
Perencanaan Bahan Baku
Perencanaan bahan baku produksi berupa sabut kelapa dikumpulkan melalui
petani kelapa yang menjadi anggota koperasi. Bahan baku kelapa yang berada di
petani umumnya hanya sedikit, namun jumlah yang sedikit tersebut akan
terkumpul banyak jika dilakukan dengan pendekatan wirakoperasi. Salah satu
limbah yang dihasilkan dari produk turunan kelapa tersebut adalah sabut kelapa
yang bisa diolah menjadi serbuk sabut kelapa (cocopeat). Sedangkan bagian dari
kelapa lainnya akan dijual kepada perusahaan mitra pengolah produk turunan
kelapa lainnya.
Perencanaan Lokasi dan Tata Letak
Pemilihan lokasi yang tepat dapat menjadikan proses produksi menjadi lebih
efektif. Lokasi sebaiknya mendekati sumber bahan baku agar mampu menekan
biaya produksi. Selain itu pemilihan lokasi bisa juga didasarkan pada pasar,
tenaga kerja, sarana dan prasarana seperti air, listrik, dan transportasi.
Perencanaan tata letak bangunan juga harus dipertimbangkan mulai dari ruang
produksi, penyimpanan, penjualan, dan yang lainnya agar usaha bisa berjalan
secara baik.

Rencana Manajemen dan Organisasi
Kegiatan manajemen perusahaan pada dasarnya menjelaskan rencana
organisasi dan tanggung jawab masing-masing pemegang personalia yang
tergabung dalam perusahaan. Rencana organisasi tersebut digambarkan dalam
sebuah bagan organisasi. Dalam rencana organisasi perlu mempertimbangkan halhal sebagai berikut.
Aspek Legal dan Ruang Lingkup Pengembangan Usaha
Pengembangan sebuah perusahaan tidak terlepas dari adanya legalitas badan
hukum dari pemerintah. Izin usaha tersebut tercermin dari bentuk perusahaan
yang dapat berupa PT, CV, Firma, dan lainnya. Perizinan dalam bentuk SNI,
NPWP, PIRT, dan sebagainya juga diperlukan. Tanpa adanya izin usaha dan
bentuk usaha, suatu perusahaan tidak akan dapat memasarkan produknya dengan
lancar.
Struktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan bagan yang menggambarkan susunan
kepengurusan dengan disertai jabatan masing-masing personal. Struktur
organisasi tersebut menunjukkan hubungan kerja antara satu pihak dengan yang
lainnya yang tersusun secara terencana.
Deskripsi Kerja
Deskripsi kerja merupakan penjelasan dari pekerjaan yang dilakukan oleh
masing-masing personal berdasarkan pada tanggung jawab dan jabatan yang

15

dimiliki. Masing-masing personal tersebut memiliki hak, kewajiban, dan tugas
yang berbeda agar dapat bekerja secara baik.
Upah dan gaji
Upah dan gaji merupakan balas jasa atas usaha yang telah dilakukan oleh
masing-masing pihak dalam struktur organisasi perusahaan. Upah dan gaji
tersebut besarnya berbeda-beda sesuai dengan jabatan yang dimiliki dan juga
sesuai batas upah minimum regional di setiap wilayah. Berbagai hal tersebut
diperlukan dalam merancang sebuah usaha. Tanpa adanya rencana organisasi
yang jelas sebuah usaha akan kesulitan membagi pekerjaan ke dalam jenis
pekerjaan. Selain itu, status legal perusahaan diperlukan karena menyangkut
badan hukum sebuah usaha.

Rencana Keuangan
Berdasarkan Nurmalina et al. (2010) aspek keuangan yang perlu
direncanakan dalam bisnis adalah sebagai berikut.
Kriteria Investasi
1. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara total present value
penerimaan (benefit) dengan total present value pengeluaran (cost) atau jumlah
present value dari manfaat bersih tambahan selama umur bisnis. Suatu bisnis
dikatakan layak atau dapat memberi keuntungan apabila nilai NPV lebih dari 0
(NPV>0).
2. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return menunjukkan kemampuan untuk menghasilkan
tingkat keuntungan yang akan dicapainya. Sebuah bisnis dikatakan layak
apabila nilai IRR lebih besar dari Discount Rate (DR) atau tingkat suku bunga
yang berlaku.
3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan perbandingan antara
manfaat bersih bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif.
Suatu bisnis dikatakan layak apabila nilai Net B/C rasio lebih besar dari 1 (Net
B/C Rasio>1).
4. Payback Period (PP)
Payback Period (PP) merupakan metode pelengkap dalam analisis
finansial. Metode perhitungan ini digunakan untuk menghitung tingkat
pengembalian modal bisnis tersebut.
Cash Flow
Laporan arus kas (cash flow) merupakan suatu laporan keuangan yang berisi
pengaruh kas dari kegiatan operasi perusahaan, kegiatan investasi, dan juga
kegiatan pendanaan perusahaan dalam satu periode produksi perusahaan. Laporan
ini dapat dikatakan sebagai ringkasan penerimaan dan pengeluaran kas perusahaan
dalam satu periode produksi.
Laporan arus kas terdiri atas inflow dan outflow sebagai berikut.

16

1. Inflow
Inflow berisikan kegiatan transaksi yang menciptakan keuntungan pada
kas. Arus kas inflow terdiri atas:
a. Hasil penjualan produk.
b. Penerimaan investasi saham.
c. Nilai sisa.
2. Outflow
Outflow merupakan arus kas yang berisi kegiatan yang mengakibatkan
pengeluaran kas antara lain sebagai berikut.
a. Pengeluaran biaya bahan baku dan tenaga kerja, serta biaya produksi lain.
b. Biaya administrasi.
c. Pembelian aktiva tetap.
d. Pembayaran kembali investasi.
e. Pembayaran pajak, dividen, bunga, dan pengeluaran lainnya.
Laba Rugi
Laporan laba rugi perusahaan merupakan laporan yang menggambarkan
kinerja perusahaan selama periode tertentu (Nurmalina et al. 2009). Dalam
laporan laba rugi beberapa kegiatan yang dirangkum mencakup pendapatan dari
penjualan produk, beban produksi yang dikeluarkan, beban yang timbul akibat
pemasaran dan pendistribusian barang, dan beban keuangan dalam menjalankan
bisnis.

Rencana Manajemen Risiko
Organisasi perusahaan selalu menanggung risiko dalam menjalankan
usahanya. Risiko merupakan seluruh hal yang dapat mengakibatkan kerugian bagi
perusahaan (Muslich 2007). Sedangkan berdasarkan Siahaan (2009), risiko
memiliki definisi yang sama dengan ketidakpastian (uncertainty).
Berdasarkan Siahaan (2009) risiko dibedakan menjadi risiko murni dan
risiko spekulasi. Suatu risiko disebut murni jika suatu ketidakpastian terjadi dan
menimbulkan kerugian. Misalnya produk mengalami kerusakan karena kebakaran,
kebanjiran, atau bencana tak terduga lainnya seperti kematian. Sebaliknya risiko
spekulasi merupakan ketidakpastian yang akan menimbulkan kerugian atau
keuntungan. Misalnya keputusan untuk investasi dapat menimbulkan keuntungan
tetapi juga dapat menimbulkan kerugian.
Cara lain yang dapat digunaka