Hubungan Keberdayaan Usaha Industri Mikro Dan Kecil Dengan Pengembangan Ekonomi Lokal (Kasus: Industri Tas Di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat).

HUBUNGAN KEBERDAYAAN USAHA INDUSTRI MIKRO
DAN KECIL DENGAN PENGEMBANGAN EKONOMI
LOKAL
(Kasus: Industri Tas di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

NABILAH ANANDA RAZANI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

ii

PERNYATAAN MENGENAI PROPOSAL PENELITIAN DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Hubungan
Keberdayaan Usaha Industri Mikro dan Kecil dengan Pengembangan
Ekonomi Lokal (Kasus: Industri Tas di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan

Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)” adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016

Nabilah Ananda Razani
NIM I34120133

iii

ABSTRAK
NABILAH ANANDA RAZANI. Hubungan Keberdayaan Usaha Industri Mikro
dan Kecil dengan Pengembangan Ekonomi Lokal (Kasus: Industri Tas di Desa
Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Di
bawah bimbingan IVANOVICH AGUSTA.

Industri Mikro dan Kecil di Indonesia memberikan kontribusi bagi
pertumbuhan ekonomi nasional karena dapat memperluas kesempatan kerja dari
pada sektor formal dan meningkatkan pendapatan bagi kaum miskin. Potensi dari
IMK tersebut dapat berperan dalam pengembangan ekonomi lokal yang menilai
dari empat aspek, yakni aspek lokalitas, ekonomi, sumber daya manusia, dan
komunitas. Perkembangan IMK dalam bidang perekonomian dapat berdampak
kepada keberdayaan usaha yang terdiri dari modal, keuntungan, produktivitas, dan
jumlah mesin jahit. Keberdayaan usaha tidak lepas dari peranan pelaku usaha yang
memiliki karakteristik individu yang beragam. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis hubungan karakteristik pengusaha dengan tingkat keberdayaan usaha,
serta hubungannya dengan tingkat pengembangan ekonomi lokal. Hasil penelitian
melalui uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
karakteristik pengusaha dengan tingkat keberdayaan usaha serta tingkat
keberdayaan usaha dengan tingkat pengembangan ekonomi lokal. Hal tersebut
dikarenakan aspek ekonomi lebih berhubungan dalam menentukan tingkat
pengembangan ekonomi lokal dibandingkan aspek lain.
Kata Kunci: pemberdayaan masyarakat, pengembangan ekonomi lokal, IMK.

ABSTRACT
NABILAH ANANDA RAZANI. Relations between Business Independence of

Small and Micro Industry and Local Economic Develpoment (Case: Bag
Craftsman Industry in Bojong Rangkas Village, Subdistrict of Ciampea, District of
Bogor, Province of West Java). Supervised by IVANOVICH AGUSTA.
Small and Micro Industry in Indonesia contribute to economic growth
because it can expand the labor opportunities than the formal and raise the income
for the poor. These potential can play role in the local economic development which
considered by four aspects, such as locality, economic, human resources, and
community. The development of SMI in economy’s role can impact to independency
level that are consists of asset, profit, productivity, and number of sewing machine.
Independency business level can’t be detached by the role of entrepreneur which
has different characteristics. This study aims to analyzed relations characteristic of
entrepreneur to independency level of business, and also the independency level of
business with level of local economic development. The results of this research
show that there is no correlation between characteristic of entrepreneur to
independency level of business and its relation to local economic development level.
It was due to the economy aspect more deals in determine the level of local
economic development.
Keywords: community empowerment, local economic development, SMI.

iv


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

v

HUBUNGAN KEBERDAYAAN USAHA INDUSTRI MIKRO DAN
KECIL DENGAN PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL
(Kasus: Industri Tas di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

NABILAH ANANDA RAZANI


Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

vii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan Studi Pustaka berjudul “Hubungan Keberdayaan Usaha Industri Mikro
dan Kecil dengan Pengembangan Ekonomi Lokal (Kasus: Industri Tas di Desa
Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa

Barat)” ini dengan baik. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan
Mata Kuliah Skripsi (KPM 499) pada Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Selain itu, penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan laporan ini
tidak lepas dari kontribusi dan dukungan semua pihak. Oleh karena itu, penulis
ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr Ivanovich Agusta, SP, MSi yang telah membimbing, mendukung,
dan memberikan inspirasi yang luar biasa dalam penyusunan skripsi.
2. Ayahanda Tavip Herman Soelistyo dan Ibunda Yosephine Soelistyo serta
Adik Julia Puteri Laraswati yang telah memberikan dukungan moral dan
doa yang tak terbatas kepada penulis hingga mampu menjalani banyak hal
sampai tahap ini.
3. Lembaga Tanoto Foundation yang telah memberikan segala bentuk
dukungan baik materil maupun non-materil selama proses pembelajaran dan
penulisan studi pustaka serta memotivasi penulis dalam menyelesaikan
laporan ini.
4. M. Ghifari, Tri N. Wicaksono, Reza Patni, dan Tiara Anjani, sebagai teman
satu bimbingan, Ade, Hani, dan Fenny yang bersedia menampung curahan
hati dan memberikan semangat, Aris yang sudah bersedia mengantar ke
desa dan membantu mewawancarai responden, Ayam yang telah memberi

semangat fisik dan rohani yang tiada hentinya, serta rekan-rekan SKPM 49
yang tidak bisa disebut satu per satu yang telah memotivasi dan mendukung
penulis dalam kelancaran penulisan skripsi serta sebagai teman berdiskusi
dan saling bertukar pikiran.
5. Semua pihak yang telah memberikan kontribusi, dukungan, dan doa kepada
penulis selama ini.
Penulis berharap kajian mengenai Hubungan Keberdayaan Usaha Industri
Mikro dan Kecil dengan Pengembangan Ekonomi Lokal (Kasus: Industri Tas
di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi
Jawa Barat) ini mampu memberikan manfaat dan sumbangsih terhadap
khazanah ilmu pengetahuan.
Bogor, Juni 2016
Nabilah Ananda Razani

viii

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
PENDEKATAN LAPANG
Metode Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pemilihan Responden dan Informan
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Uji Reliabilitas
Definisi Operasional
GAMBARAN UMUM LOKASI DAN INDUSTRI TAS DI DESA
BOJONG RANGKAS

Kondisi Geografis
Kondisi Demografis
Kondisi Fisik
Gambaran Umum Industri Tas di Desa Bojong Rangkas
ANALISIS KARAKTERISTIK INDIVIDU PENGUSAHA
Umur
Tingkat Pendidikan
Lama Usaha
Motivasi Usaha
ANALISIS TINGKAT KEBERDAYAAN USAHA
Tingkat Modal
Tingkat Keuntungan
Tingkat Produktivitas
Jumlah Mesin Jahit
HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU PENGUSAHA DAN
TINGKAT KEBERDAYAAN USAHA
ANALISIS TINGKAT PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL
Aspek Lokalitas
Aspek Ekonomi
Aspek Sumber Daya Manusia

Aspek Kelembagaan
HUBUNGAN TINGKAT KEBERDAYAAN USAHA DAN TINGKAT
PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

viii
x
xii
xii
1
1
4
5
5
6
6
17
18
19
19
19

19
20
21
22
22
26
26
27
28
29
35
35
36
37
38
41
41
43
44
45
48
55
55
56
60
62
67

ix

SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

76
79
83
90

x

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32

Kriteria skala usaha mikro, kecil, dan menengah Indonesia
berdasarkan aset dan omzet
Reformulasi komponen pengembangan ekonomi lokal
Variabel, definisi operasional, indikator, dan kategori pengukuran
karakteristik pengusaha
Variabel, definisi operasional, indikator, dan kategori pengukuran
tingkat keberdayaan usaha
Variabel, definisi operasional, indikator, dan kategori pengukuran
tingkat pengembangan ekonomi lokal
Luas lahan dan persentase menurut penggunaannya di Desa Bojong
Rangkas tahun 2015
Jumlah penduduk Desa Bojong Rangkas menurut lapangan usaha
Jarak dari kantor Desa Bojong Rangkas ke Ibukota Kecamatan,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat dan Ibukota Negara tahun
2015
Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis kelamin di Desa
Bojong Rangkas tahun 2015
Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa
Bojong Rangkas tahun 2015
Jumlah sarana dan prasarana di Desa Bojong Rangkas tahun 2015
Jumlah industri kecil formal dan non formal di Kabupaten Bogor
2015
Jumlah dan persentase responden menurut kelompok umur
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan
Jumlah dan persentase responden menurut lama usaha
Jumlah dan persentase responden menurut pengalaman bekerja/usaha
dan jenis pekerjaan orang tua
Jumlah dan persentase responden menurut motivasi usaha
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat modal
Dukungan pemesan
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat keuntungan
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat produktivitas
Jumlah dan persentase responden menurut jumlah mesin jahit
Korelasi Rank Spearman antara indikator karakteristik individu
dengan tingkat keberdayaan usaha keseluruhan
Tabulasi silang umur dengan tingkat keberdayaan usaha
Tabulasi silang tingkat pendidikan dengan tingkat keberdayaan usaha
Tabulasi silang lama usaha dengan tingkat keberdayaan usaha
Tabulasi silang motivasi usaha dengan tingkat keberdayaan usaha
Korelasi Rank Spearman antara indikator karakteristik individu
dengan tingkat keuntungan
Jumlah dan persentase responden menurut aspek lokalitas
Jumlah dan persentase responden menurut aspek ekonomi
Jumlah dan persentase responden menurut aspek sumber daya
manusia
Jumlah dan persentase responden menurut aspek kelembagaan

6
10
22
23
24
26
27
27

27
28
29
31
36
36
37
38
38
41
42
43
44
46
48
49
49
51
51
53
55
57
60
62

xi

33
34
35
36

37

38

39

40

Korelasi Rank Spearman antara tingkat keberdayaan usaha dengan
tingkat pengembangan ekonomi lokal
Tabulasi silang satuan indikator tingkat keberdayaan usaha dengan
tingkat pengembangan ekonomi lokal
Korelasi Rank Spearman antara jumlah mesin jahit dengan aspek
ekonomi
Hasil uji korelasi Rank Spearman karakteristik individu dengan
satuan indikator tingkat keberdayaan usaha industri kecil tas di Desa
Bojong Rangkas tahun 2016
Hasil uji korelasi Rank Spearman karakteristik individu keseluruhan
dengan tingkat keberdayaan usaha keseluruhan industri kecil tas Desa
Bojong Rangkas tahun 2016
Hasil uji korelasi Rank Spearman tingkat keberdayaan usaha
keseluruhan dengan satuan indikator tingkat pengembangan ekonomi
lokal industri kecil tas Desa Bojong Rangkas tahun 2016
Hasil uji korelasi Rank Spearman tingkat keberdayaan usaha
keseluruhan dengan tingkat pengembangan ekonomi lokal
keseluruhan industri kecil tas di Desa Bojong Rangkas tahun 2016
Hasil uji korelasi Rank Spearman satuan indikator tingkat
keberdayaan usaha dengan satuan indikator tingkat pengembangan
ekonomi lokal industri kecil tas Desa Bojong Rangkas tahun 2016

67
68
74
87

87

88

89

89

xii

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Pergeseran paradigma pembangunan dari production center
development ke people center development
Kerangka pemikiran
Persentase dan jumlah pengusaha berdasarkan jenis produk
Persentase bentuk dukungan mitra
Analisis rantai pemasaran industri tas di Desa Bojong Rangkas
Rata-rata keuntungan berdasarkan jenis produk
Prinsip kemitraan berdasarkan jumlah responden
Proses pembuatan tas pada umumnya
Persentase tingkat peranan stakeholder setempat dalam mendukung
perkembangan industri tas di Desa Bojong Rangkas
Lokasi penelitian Industri Tas Desa Bojong Rangkas, Kecamatan
Ciampea, Kabupaten Bogor

15
18
30
33
34
44
58
62
65
84

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Lokasi penelitian
Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2016
Hasil uji reliabilitas dengan SPSS
Hasil uji korelasi Rank Spearman

84
85
86
87

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peran sektor industri khususnya Industri Mikro dan Kecil (IMK) di
Indonesia sangat vital dalam pembangunan ekonomi pedesaan. Tingginya tingkat
kemiskinan di pedesaan disebabkan karena tenaga kerja tidak dapat diserap secara
efektif oleh berbagai sektor pekerjaan yang tersedia, termasuk sektor pertanian yang
identik dengan kaum miskin dan rendah pendidikan. Hal tersebut disebabkan
rendahnya tingkat pendidikan formal sehingga kaum miskin dan penganggur tidak
memiliki pekerjaan dengan pendapatan yang layak. Kebijakan pembangunan
akhirnya diarahkan untuk menggeser penyerapan tenaga kerja dari sektor pertanian
ke sektor industri melalui upaya industrialisasi. Industrialisasi di Indonesia
seringkali hanya diartikan sebagai pembangunan pabrik-pabrik berskala besar di
wilayah perkotaan, yang dalam kenyataannya tidak cukup mampu menyerap tenaga
kerja seperti apa yang diharapkan dari inisiasi awal proses industrialisasi
(Maghfiroh 2014).
Menurut Waluyo (2009) industrialisasi pedesaan seringkali mempunyai dua
pengertian yang secara konseptual berbeda. Pertama, industrialisasi pedesaan yang
diartikan dan diimplementasikan sebagai industri di pedesaan (industry in rural
areas). Industrialisasi pedesaan dalam pengertian pertama diartikan sebagai
pembangunan pabrik-pabrik yang mengambil lokasi di kawasan pedesaan.
Pengertian dan bentuk implementasi industrialisasi pedesaan yang kedua adalah
pengembangan industri yang mengandalkan kekuatan utama berupa sumberdaya
yang ada di pedesaan (industry of rural areas), baik sumber daya alam maupun
sumber daya manusia. Pada pengertian industrialisasi pedesaan yang kedua,
industri merupakan kekuatan yang datang dari dalam pedesaan itu sendiri
(indigineous industry).
Badan Pusat Statistik (2015) mengatakan bahwa sektor industri tidak saja
memberikan kontribusi dalam peningkatan nilai tambah produksi, tetapi juga dalam
penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2014, sebanyak 13,49 juta orang dan sebesar
61,96 persen bekerja di IMK. Intensitas tenaga kerja yang relatif lebih tinggi dan
jumlah investasi yang relatif kecil menyebabkan IMK lebih fleksibel dan
beradaptasi terhadap perubahan pasar. Hal tersebut disebabkan IMK tidak terlalu
terpengaruh oleh tekanan eksternal karena dapat tanggap menangkap peluang untuk
subsitusi impor dan meningkatkan persediaan domestik. Pengembangan IMK juga
dapat memberikan kontribusi pada diversifikasi industri dan percepatan perubahan
struktur sebagai pra kondisi pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang stabil dan
berkesinambungan.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 20081 tentang Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) mengatakan bahwa UMKM merupakan kegiatan usaha yang
mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara
1

Diunduh dari
http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=file&id=210:undangundang-nomor-20-tahun-2008-tentang-kukm-penjelasan&Itemid=93 pada 6 Oktober 2015, pukul
13.26 WIB

2

luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan
peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan
berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional. Sudantoko (2011) menyebutkan
bahwa IKM yang kuat akan merangsang kerjasama yang kondusif dengan usaha
besar dan secara informal juga dengan usaha-usaha mikro lainnya. Di Indonesia,
peran IKM lebih banyak dikaitkan dengan upaya pemerintah dalam mengurangi
pengangguran, kemiskinan dan peningkatan pemerataan pendapatan, dibandingkan
sebagai penggerak ekspor dan sumber investasi serta pembangunan ekonomi di
daerah (Tambunan 2009). Melihat perannya yang penting dalam perekonomian
kerakyatan, IMK merupakan salah satu sektor industri potensial untuk memberikan
kesempatan kerja yang berusaha mencapai peningkatan kesejahteraan secara
merata dan berkeadilan. Upaya pengembangan ekonomi rakyat perlu diarahkan
untuk mendorong perubahan struktural dengan memperkuat kedudukan dan peran
ekonomi rakyat dalam perekonomian nasional. Pendekatan demikian dapat
dijadikan sebagai pengembangan UKM (Hermanto 2001). Oleh karenanya, UMKM
dapat berperan dengan optimal dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Melihat dari sektor ekonomi, Bank Indonesia (2015) mengungkapkan
UMKM di Indonesia yang memiliki proporsi unit usaha terbesar sampai terkecil
pada tahun 2014 adalah sektor: 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
(48.85%); 2. Perdagangan, Hotel dan Restoran (28.83%); 3. Pengangkutan dan
Komunikasi (6.88%); 4. Industri Pengolahan (6.41%); 5. Jasa-jasa (4.52%); 6.
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan (2.37%); 7. Bangunan (1.57%); 8.
Pertambangan dan Penggalian (0.53%); 9. Listrik, Gas dan Air Bersih (0.03%).
Berdasarkan Statistik Daerah Kabupaten Bogor (BPS 2015), Kabupaten Bogor
memiliki potensi yang tinggi dalam perindustrian pengolahan. Sektor tersebut
memegang peranan penting dalam menyumbang PDRB Kabupaten Bogor tahun
2013 karena menempati posisi pertama dengan persentase 57,62% dari total PDRB
keseluruhan. Jumlah perusahaan atau usaha industri, jumlah tenaga kerja, dan
jumlah investasi perusahaan industri mengalami peningkatan terhitung dari tahun
2008-2013. Jumlah Industri Menengah Besar tercatat 1.024 unit usaha, sementara
jumlah Industri Kecil tercatat 1.800 pada tahun 2013. Dari jumlah tersebut,
kelompok industri tekstil dan produk tekstil dan industri barang dari kulit termasuk
lima besar yang paling banyak unit usahanya dan tenaga kerjanya.
Menurut data dari BPS (2015), kategori industri pengolahan merupakan
kategori lapangan usaha dengan kontribusi terbesar dalam penciptaan PDRB
Kabupaten Bogor yaitu, lebih dari 55% dari total PDRB. Peranan PDRB menurut
lapangan usaha tahun 2010-2014 di Kabupaten Bogor, sumbangan terbesar
diperoleh dari industri pengolahan (manufacturing) sebesar 55,23% dari total
PDRB. Sama halnya dengan PDRB per kapita pada tahun 2010-2014, lapangan
usaha industri pengolahan menempati posisi pertama, yaitu sebesar 15,67 juta
rupiah. Hal tersebut sangat penting mengingat penduduk Kabupaten Bogor
menduduki urutan pertama se-Provinsi Jawa Barat, yaitu sebanyak 5.331.149 atau
11,58% dari total penduduk Jawa Barat. Oleh karenanya sektor perindustrian
pengolahan dapat menjadi salah satu kelompok usaha yang dapat mengurangi
tingkat pengangguran dan memperluas kesempatan kerja.
Salah satu produk barang jadi hasil kegiatan industri kecil dan menengah
yang bernilai ekonomi cukup tinggi adalah tas. Salah satu daerah penghasil
kerajinan tas adalah Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten

3

Bogor. Desa ini sudah banyak dikenal masyarakat sebagai sentra penghasil tas yang
cukup besar di Kabupaten Bogor. Kemajuan suatu kegiatan usaha industri pada
dasarnya bergantung pada sumber daya manusianya yang terampil dan mesin
sebagai modal fisiknya. Tanpa adanya SDM yang baik dan terampil disertai
penguasaan terhadap teknologi, kegiatan industri tidak akan berjalan. Kehadiran
industri menyebabkan perubahan-perubahan di dalam sosial ekonomi misalnya
perubahan pemilikan dan pemanfataan lahan, perubahan profesi dan perubahan
tingkat pendapatan penduduk (Sunarjan 1991 seperti dikutip Maghfiroh 2014).
Namun, perkembangan UMKM banyak ditemukan kendala. Menurut Bank
Indonesia (2015) terdapat karakteristik penghambat yang melekat pada UMKM,
antara lain kualitas belum memiliki standar, desain dan jenis produk terbatas karena
berdasarkan pesanan, kapasitas dan daftar harga produknya terbatas, bahan baku
kurang berstandar, serta kontinuitas produk tidak terjamin dan kurang sempurna.
Hal tersebut mendukung kendala bisnis yang dihadapi para pelaku UMKM baik
dari faktor internal dan eksternal. Dari faktor internal, kendala yang sering muncul
terdapat pada permodalan, sumber daya manusia, hukum, dan akuntabilitas. Dari
segi permodalan, sekitar 60 sampai 70 persen belum mendapat akses perbankan,
manajemen keuangan masih dikelola secara manual dan tradisional. Dari segi
SDM, kualitas SDM masih kurang pengetahuan mengenai teknologi produksi dan
quality control, kemampuan membaca pasar belum tajam, pemasaran belum
melibatkan media sosial atau internet, belum melibatkan lebih banyak tenaga kerja
bergaji tinggi (minimal sesuai upah minimum kab/kota), dan kurang memikirkan
rencana strategis jangka panjang usahanya. Dilihat dari segi hukum, UMKM masih
berbadan hukum perorangan. Berdasarkan data Sensus Ekonomi Penentuan Kriteria
Usaha Mikro Kecil-Usaha Menengah Besar dari BPS (2006)2, jumlah UMKM
menurut subkelompok usaha dan status badan hukum yang paling banyak adalah
berstatus tidak berbadan hukum yang mencapai 95,10%. Hal tersebut
mengindikasikan semakin kecil skala usaha, semakin sedikit usaha yang berbadan
hukum. Hal inilah yang menyebabkan sulitnya UMKM untuk akses ke kredit
perbankan karena adanya status berbadan hukum akan memudahkan akses UMKM
dalam memperoleh permodalan dari sektor keuangan formal. Sedangkan dari segi
akuntabilitas, belum mempunyai sistem administrasi keuangan dan manajemen
yang baik (BI 2015). Jika dilihat dari faktor eksternal, permasalahan yang ditemui
antara lain koordinasi antar stakeholder UMKM masih belum padu, teknologi
masih sederhana, serta keterbatasan akses pada bahan baku berkualitas dan pasar
ekspor.
Sama halnya dengan hasil penelitian P2E-LIPI (2001), permasalahan
mendasar yang selalu dihadapi UMKM adalah kurangnya permodalan, manajemen
yang masih tradisional, pemasaran terbatas serta teknologi yang masih tradisional.
Irawan dan Putra (2007) juga menjelaskan bahwa kebijakan untuk UMKM
didominasi oleh kemampuan UMKM untuk mengakses pada keuangan, teknologi,
dan sumber daya manusia, di mana ketiga sumber akses penting tersebut masih

2

Diunduh dari http://www.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Evaluasi-Terhadap-Kriteria-UMK--UMB,-Hasil-SE06.pdf pada 23 Februari 2016, pukul 20.48 WIB

4

rendah pada karakteristik UMKM. Badan Pusat Statistik (2007)3 menjelaskan
bahwa kemampuan UMKM dalam menyerap sebagian besar tenaga kerja nasional
erat kaitannya dengan struktur pendidikan tenaga kerjanya yang didominasi oleh
buruh berpendidikan menengah ke bawah. Oleh karena itu, UMKM yang memiliki
teknologi pengolahan yang relatif sederhana sehingga tidak diperlukan keahlian dan
keterampilan kerja yang tinggi dalam proses produksi produk-produk UMKM.
Besarnya potensi dan prospek pengembangan UMKM dalam penyeimbang
kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat masih diiringi dengan
karakteristik internal UMKM dan iklim eksternal yang belum mendukung. Iklim
eksternal yang tidak mendukung yaitu kebijakan pemerintah yang tumpang tindih
antara “welfare policy” dan “economy policy”. Sistem insentif dan program
permberdayaan yang belum menyentuh kebutuhan kelompok sasaran UMKM. BPS
(2015) mengatakan usaha IMK masih memerlukan pembinaan terus menerus agar
masalah yang dihadap seperti masalah pemasaran, permodalan, dan pengelolaan
dapat segera diatasi. Oleh karenanya, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas IMK dalam
pengembangan ekonomi lokal.

Masalah Penelitian
Perkembangan suatu usaha ditentukan oleh pengusaha, bagaimana dia
mengorganisasikan dan memanajemen sumber daya yang dimiliki. Keterampilan,
pengetahuan, pengalaman, dan jiwa kewirausahaan menjadi hal penting yang harus
dimiliki dan diasah terus menerus dalam mengelola suatu usaha. Sektor industri di
Desa Bojong Rangkas yang merupakan sektor penyumbang pendapatan lebih besar
dari pada sektor pertanian karena penyerapan tenaga kerjanya yang besar.
Penyerapan tenaga kerja yang besar perlu diimbangi dengan kualitas sumber daya
manusia yang dapat dilihat dari karakteristik internal para pelaku usahanya. Sifat
kurang berani menghadapi resiko dan tingkat pendidikan yang relatif rendah masih
melekat sebagai karakteristik internal pengusaha UMKM menjadi penghambat
keberdayaan usaha dan perkembangan skala usaha. Menurut Zahara (2014),
karakteristik internal termasuk umur, pendidikan formal, pengalaman usaha
perempuan pengusaha bordir Aceh berhubungan dengan kapasitas perekonomian
kreatif. Persoalan tersebut dapat merugikan karena kualitas sumber daya manusia
tenaga kerja IMK perlu ditingkatkan mengingat peran IMK dalam perekonomian
nasional yang besar. Oleh karena itu, penting untuk diteliti bagaimana hubungan
karakteristik pengusaha dengan tingkat keberdayaan usaha?
Keadaan usaha yang maju secara ekonomi dapat dikatakan sebagai
keberhasilan pelaku usaha dalam merintis sebuah usaha. Desa Bojong Rangkas
yang terkenal sebagai kawasan sentra industri tas mengalami peningkatan volume
produksi yang terlihat dari produk-produk yang dijual hingga ke luar kota sehingga
dapat meningkatkan pendapatan. Keadaan tersebut dapat menentukan tingkat
keberdayaan usaha yang diukur dari permodalan, keuntungan, produktivitas, dan
jumlah mesin jahit. Indikator inilah yang menunjukkan kinerja UMKM dalam
3

Diunduh dari http://bps.go.id/website/pdf_publikasi/Pengukuran-dan-Analisis-Ekonomi-KinerjaPenyerapan-Tenaga-Kerja,nilai-tambah-serta-perannya-2007.pdf, pada 9 Januari 2016, pukul 13.28
WIB

5

pembangunan ekonomi daerah. Dalam pengembangan ekonomi lokal, peningkatan
penghidupan masyarakat perlu diimbangi dengan kemitraan dan kerja sama
bersama stakeholder setempat. Oleh karenanya, potensi IMK dipandang sebagai
kekuatan strategis dan penting untuk mengurangi pengangguran, kemiskinan dan
peningkatan pemerataan pendapatan, serta untuk mempercepat pembangunan
ekonomi di daerah (Tambunan 2009). Pembangunan ekonomi lokal/daerah dinilai
dari aspek lokalitas, ekonomi, sumber daya manusia, dan komunitas atau
kelembagaan. Oleh karena itu, menarik untuk diteliti bagaimana hubungan
tingkat keberdayaan usaha dan tingkat pengembangan ekonomi lokal?

Tujuan Penelitian
1.
2.

Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:
Menganalisis hubungan karakteristik pengusaha dengan tingkat keberdayaan
usaha.
Menganalisis hubungan tingkat keberdayaan usaha dan tingkat
pengembangan ekonomi lokal.

Kegunaan Penelitian
1.

2.

3.

Penelitian ini mempunyai kegunaan sebagai berikut:
Bagi akademisi, penelitian ini menjadi proses pembelajaran dalam
memahami kondisi sosial ekonomi pengusaha UMKM dan kinerjanya
terhadap pengembangan usaha serta menjadi referensi untuk penelitianpenelitian selanjutnya.
Bagi pemerintah, penelitian ini menjadi suatu saran dalam memberikan
dukungan (modal maupun kebijakan) dan informasi dalam pengambilan
keputusan bagi pengembangan UMKM.
Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi karakteristik
pengusaha UMKM dan kapasitas pengembangan UMKM dalam
perekonomian lokal.

6

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Konsep Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
Peranan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam
perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat penting, baik di
negara sedang berkembang maupun di negara maju. Kelompok usaha tersebut
menyerap tenaga kerja paling banyak dan berkontribusi terhadap peningkatan
Produk Domestik Bruto (PDB). Di negara sedang berkembang, UMKM berperan
sangat penting sebagai sumber pendapatan kelompok miskin, distribusi pendapatan,
pengurangan kemiskinan, pembangunan ekonomi pedesaan, dan perluasan
kesempatan kerja. Namun, produk manufaktur, inovasi, dan pengembangan
teknologi UMKM di negara sedang berkembang masih relatif rendah dibandingkan
UMKM di negara maju (Tambunan 2009).
Definisi dan konsep UMKM berbeda menurut negara karena tidak ada
kesepakatan umum dalam membedakan kategori Usaha Mikro (UMi), Usaha Kecil,
(UK), dan Usaha Menengah (UM). Di Indonesia, pengkategorian tersebut diatur
dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 20084 dari Kementrian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan
dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi
produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan
usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari
usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang. Usaha Menengah adalah usaha
ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan
atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil
penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
Undang-Undang tersebut menyebutkan jumlah nilai kekayaan bersih atau
nilai aset tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau hasil penjualan
tahunan yang terdapat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 1 Kriteria skala usaha mikro, kecil, dan menengah Indonesia berdasarkan
aset dan omzet
No
Uraian
Kriteria
Aset
Omzet
1. Usaha Mikro
Maks. 50 juta
Maks. 300 juta
2. Usaha Kecil
> 50 juta - 500 juta
> 300 juta – 2,5 miliar
3. Usaha Menengah
> 500 juta – 10 miliar > 2,5 miliar – 50 miliar
BPS (2015) mengelompokkan UMKM berdasarkan lokasi, antara lain: (a)
perusahaan menggunakan lokasi tetap dan peralatan tak bergerak, contohnya
4

Diakses dari http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=129
pada 9 Desember 2015 pukul 19.59 WIB

7

perusahaan yang biasanya dibangun hanya berdasarkan SIUP (Surat Ijin Usaha
Perdagangan), kebanyakan dari mereka tidak memiliki SIUP; dan (b) perusahaan
yang berlokasi tidak tetap tetapi peralatannya bergerak. Dilihat dari aktivitas
ekonominya, cakupan UMKM adalah (a) pertambangan milik sendiri, (b) industri
sekala kecil dan kerajinan rumah tangga, (c) perusahaan listrik swasta, (d) kegiatan
konstruksi perseorangan, (e) perdagangan, restoran, dan pelayanan akomodasi, (f)
transportasi perorangan, storage, dan aktivitas kominikasi, (g) perusahaan
penyimpanan dan peminjaman tanpa identitas resmi, usurer, asuransi yang
mendukung perusahaan dan tempat pertukaran uang yang dijalankan perorangan,
(h) dan jasa-jasa lainnya.
Salah satu bagian dari UMKM adalah Industri Mikro dan Kecil (IMK).
Menurut Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 78/M-IND/PER/9/2007, industri
adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang
setengah jadi dan/atau barang jadi menjadi barang jadi dengan nilai lebih tinggi
untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan
industri. Peraturan menteri tersebut juga mengklasifikasikan industri kecil dan
industri menengah. Industri kecil adalah kegiatan industri dengan nilai investasi
perusahaan seluruhnya sampai dengan Rp200.000.000 tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha. Sedangkan industri menengah adalah kegiatan industri
dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya di atas Rp200.000.000 sampai dengan
paling banyak Rp10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha.
Menurut BPS (2015), industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi
yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau
dengan tangan sehingga menjadi barang jadi/setengah jadi, dan atau barang yang
kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat
kepada pemakai akhir. Kegiatan ini termasuk di dalamnya adalah jasa
industri/makloon dan pekerjaan perakitan (assembling). Industri pengolahan (Bank
Indonesia 2015) adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan
baku, bahan setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang nilai yang lebih
tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan
industri.
Kegiatan industri pengolahan meliputi kegiatan ekonomi di bidang
perubahan secara kimia atau fisik dari bahan, unsur atau komponen menjadi produk
baru. Bahan baku industri pengolahan berasal dari produk pertanian, kehutanan,
perikanan, pertambangan atau penggalian seperti produk dari kegiatan industri
pengolahan lainnya, perubahan, pembaharuan atau rekonstruksi yang pokok dari
barang secara umum diperlakukan sebagai industri pengolahan. Unit industri
pengolahan digambarkan sebagai pabrik, mesin, atau peralatan yang khusus
digerakkan dengan mesin dan tangan. Kategori industri pengolahan adalah
perubahan bahan menjadi produk baru dengan menggunakan tangan, kegiatan
maklon atau kegiatan penjualan produk yang dibuat di tempat yang sama di mana
produk tersebut dijual dan unit yang melakukan pengolahan bahan-bahan dari pihak
lain atas dasar kontrak.

8

Perusahaan Industri Pengolahan dibagi dalam 4 golongan5, yaitu :
1. Industri Besar (banyaknya tenaga kerja 100 orang atau lebih)
2. Industri Sedang (banyaknya tenaga kerja 20-99 orang)
3. Industri Kecil (banyaknya tenaga kerja 5-19 orang)
4. Industri Mikro/Rumah Tangga (banyaknya tenaga kerja 1-4 orang)
Departemen Perindustrian dan Perdagangan (2001) seperti dikutip
Nurgandini (2014) menggolongkan jenis-jenis kelompok industri kecil, antara lain:
1. Industri kecil pangan yang meliputi makanan ringan.
2. Industri kecil kimia, agro non pangan dan hasil hutan yang meliputi
minyak atsiri, industri kayu, dan industri komponen karet.
3. Industri kecil ringan, mesin dan elektronik yang meliputi industri
pengelolaan logam, industri komponen, dan suku cadang.
4. Industri kecil sandang, kulit, meliputi industri barang dan kulit.
5. Industri kerajinan dan umum, meliputi industri kerajinan ukiran.
Departemen Perindustrian dan Perdagangan (2001) seperti dikutip
Nurgandini (2014) juga membedakan kategori-kategori industri kecil sebagai
berikut:
1. Industri kecil modern, dengan kriteria adalah yang:
a. Menggunakan teknologi proses madya (intermediate process
technologies).
b. Menggunakan skala produksi terbatas.
c. Tergantung pada dukungan litbang dan industri- industri
perekayasaan (industri besar).
d. Dilibatkan dalam sistem produksi industri besar dan menengah dan
dengan sistem pemasaran domestik dan ekspor.
e. Menggunakan mesin khusus alat perlengkapan modal lainnya.
2. Industri kecil tradisional, dengan kriteria:
a. Teknologi proses yang digunakan secara sederhana.
b. Mesin yang digunakan dan alat penangkapan modal relatif lebih
sederhana.
c. Lokasi di daerah pedesaan.
d. Akses untuk menjangkau pasar di luar lingkungan langsungnya yang
berdekatan terbatas.
3. Industri kerajinan kecil yang meliputi berbagai industri kecil yang sangat
beragam mulai industri kecil yang menggunakan teknologi sederhana
sampai teknologi proses madya bahkan teknologi maju. Selain itu,
berpotensi untuk menyediakan lapangan pekerjaan dan kesempatan
memperoleh pendapatan bagi kelompok-kelompok yang berpendapatan
rendah terutama di pedesaan. Industri kerajinan kecil juga didorong atas
landasan budaya yakni mengingat peranan pentingnya dalam pelestarian
warisan budaya Indonesia.
Klasifikasi industri yang digunakan oleh BPS dalam survei industri
pengolahan adalah klasifikasi yang berdasar kepada International Standard
5

Penggolongan perusahaan industri pengolahan ini semata-mata hanya didasarkan kepada
banyaknya tenaga kerja yang bekerja, tanpa memperhatikan apakah perusahaan itu menggunakan
mesin tenaga atau tidak, serta tanpa memperhatikan besarnya modal perusahaan itu (BPS 2015).

9

Industrial Classification of all Economic Activities (ISIC) revisi 4 , yang telah
disesuaikan dengan kondisi di Indonesia dengan nama Klasifikasi Baku Lapangan
Usaha Indonesia (KBLI) tahun 2009. Kode baku lapangan usaha suatu perusahaan
industri ditentukan berdasarkan produksi utamanya, yaitu jenis komoditi yang
dihasilkan dengan nilai paling besar. Apabila suatu perusahaan industri
menghasilkan 2 jenis komoditi atau lebih dengan nilai yang sama maka produksi
utama adalah komoditi yang dihasilkan dengan kuantitas terbesar.
Kategori industri pengolahan dibagi menjadi 16 subkategori, yaitu
1. Industri Pengolahan Batubara dan Pengilangan Minyak dan Gas Bumi
2. Industri Makanan dan Minuman
3. Industri Pengolahan Tembakau
4. Industri Tekstil dan Pakaian Jadi
5. Industri Kulit, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki
Subkategori ini mencakup pengolahan dan pencelupan kulit berbulu dan
proses perubahan dari kulit jangat menjadi kulit dengan proses
penyamakan atau proses pengawetan dan pengeringan serta pengolahan
kulit menjadi produk yang siap pakai, pembuatan koper, tas tangan dan
sejenisnya, pakaian kuda dan peralatan kuda yang terbuat dari kulit, dan
pembuatan alas kaki. Subkategori ini juga mencakup pembuatan produk
sejenisnya dari bahan lain (kulit imitasi atau kulit tiruan), seperti alas kaki
dari bahan karet, koper dari tekstil, dan lain-lain. KBLI 2009: kode 15.
6. Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus, dan Barang Anyaman
7. Industri Kertas dan Barang dari Kertas, Percetakan, dan Reproduksi
Media Rekam
8. Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
9. Industri Karet, Barang dari Karet, dan Plastik
10. Industri Barang Galian Bukan Logam
11. Industri Logam Dasar
12. Industri Barang Logam, Komputer, Barang Elektronik, Optik, dan
Peralatan Listrik
13. Industri Mesin dan Perlengkapan
14. Industri Alat Angkutan
15. Industri Furnitur
16. Industri Pengolahan Lainnya, Jasa Reparasi, dan Pemasangan Mesin dan
Peralatan
Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal/ Local Economic Development
Era saat ini, pertumbuhan ekonomi global maupun nasional mendapat
banyak perhatian dari lokalitas dan people oriented. Banyak komunitas yang
dituntut untuk kompetitif dalam mengambil kesempatan menciptakan usaha baru
dengan menggunakan sumber daya lokal baik itu dari alam, sosial, institusi, dan
fisik. Oleh karenanya, komunitas memerlukan kemitraan (partnership) untuk
mengidentifikasi aset sehingga dapat membangun ekonomi lokal.
Konsep yang mendasari PEL atau Local Economic Development (LED)
adalah kemitraan antara berbagai stakeholder dengan mengoptimalkan sumberdaya
manusia dan sumberdaya alam lokal dalam rangka pertumbuhan ekonomi dan
kesempatan kerja (Blakely dan Bradshaw 2002). Konsep PEL dilandasi dua strategi

10

dalam upaya percepatan pembangunan wilayah, yaitu strategi “klaster ekonomi”
untuk meningkatkan kesempatan memperoleh pendapatan dan strategi “forum
kemitraan” untuk mengadakan dialog partisipatif antarstakeholder. Pada dasarnya,
proses konsep PEL adalah location theories dan economic base theories. Location
theories memberikan parameter realistik untuk komunitas dalam proses
pengembangan sedangkan economic base theories menekankan jaringan kemitraan.
Secara garis besar, PEL adalah usaha mengoptimalkan sumber daya lokal yang
melibatkan pemerintah, dunia usaha, masyarakat lokal dan organisasi masyarakat
madani untuk mengembangkan ekonomi pada suatu wilayah.
Teori pengembangan yang ada saat ini dirasa kurang relevan untuk
mendeskripsikan dan mengarahkan aktivitas pengembangan ekonomi lokal.
Blakely dan Bradshaw (2002) merefomulasikan dan mensintesiskan konsep lama
dan baru sehingga tercipta komponen-komponen pengembangan ekonomi lokal
yang relevan.
Tabel 2 Reformulasi komponen pengembangan ekonomi lokal
Komponen
Konsep Lama
Konsep Baru
Lokalitas
Lokasi fisik (dekat
Lingkungan yang
sumber daya alam,
berkualitas dan kapasitas
transportasi, pasar) yang komunitas yang kuat
meningkatkan pilihan
ditambah keuntungan
ekonomi.
alam untuk pertumbuhan
ekonomi.
Basis Ekonomi dan
Industri dan perusahaan Klaster industri
Bisnis
basis ekspor
kompetitif berhubungan
menciptakan pekerjaan
dengan jaringan regional
dan menstimulasi
dari semua jenis
peningkatan bisnis lokal. perusahaan yang dapat
menciptakan
pertumbuhan ekonomi
baru dan pendapatan.
Sumber Daya
Semakin banyak
Perkembangan
Pekerjaan/Manusia
perusahaan yang
keterampilan yang
menciptakan pekerjaan,
komprehensif dan
walaupun upah rendah.
inovasi teknologi
mengarahkan pada
pekerjaan yang
berkualitas dan upah
yang tinggi.
Kolaborasi kemitraan dari
Sumber Daya
Organisasi tujuan
banyak grup komunitas
Komunitas
tunggal dapat
dibutuhkan untuk
meningkatkan
mendirikan organisasi
kesempatan ekonomi
yang luas untuk
suatu komunitas.
mendukung industri yang
kompetitif.

Setiap daerah mempunyai permasalahan dan kebutuhannya masing-masing.
Keberagaman aset dan potensi yang ada tidak dapat dihadapi dengan satu
pendekatan ekonomi lokal. Keempat konsep di atas dapat digunakan sebagai

11

pendekatan strategi di suatu daerah yang dapat disesuaikan dan dikombinasikan
dengan situasi kondisi dan kebutuhan daerah tersebut.
Strategi The Locality Development digunakan untuk membangun dimensi
lingkungan. Berbagai input ekonomi seperti persediaan listrik, air, infrastruktur
dapat mempengaruhi desain program pengembangan ekonomi lokal. Beberapa alat
untuk mencapai tujuan pengembangan ekonomi lokal antara lain:
- Planning and development controls. Mempengaruhi iklim investasi.
- Economic and enterprise zones. Merevitalisasi area yang usang.
- Transportation and major infrastructure. Meningkatkan aset publik
seperti sungai, taman, dan lain-lain.
- Land and streetscaping. Membuat penghijauan atau standar fisik
bangunan yang komersil.
- Household services and housing. Tempat tinggal yang layak dan tenaga
kerja yang terlatih dapat menjadi dorongan pekerjaan yang potensial.
Strategi The Business Development digunakan untuk sisi permintaan untuk
memperkuat dan memperluas usaha yang ada sehingga dapat meningkatkan jumlah
pekerjaan. Beberapa mekanisme yang dapat digunakan antara lain:
- Small business assistance centers. Untuk menyediakan pelatihan
manajemen, konseling, konsultasi agar dapat membantu perluasan
kinerja.
- Technology and business parks. Untuk menyediakan infrastruktur yang
relevan.
- Venture financing companies. Akses pada sektor finansial formal.
- One-stop business information centers. Memperlancar kebutuhan
informasi bisnis.
- Micro-entreprises programs. Menyediakan peminjaman berbasis
kelompok yang dapat membangun modal sosial secara kolektif.
Strategi The Human Resources digunakan untuk sisi penyediaan agar
sumberdaya manusia dapat menciptakan pekerjaan yang baik untuk komunitas yang
underemployed. Metodenya terdiri dari:
- Customized training. Pelatihan berdasarkan kebutuhan.
- Targeted placement. Memastikan seseorang yang mendapat
pendampingan pemerintah dapat menyewa personel yang terkualifikasi.
- Welfare to work. Memanfaatkan badan/institusi yang potensial untuk
mendesain pekerjaan yang ada local assistance.
- School to work programs. Bertujuan untuk memberdayakan kaum muda
dan mengarahkan mereka pada kebutuhan pekerjaan sesuai proses
pendidikan yang mereka tempuh.
- Local employment programs. Program peningkatan keterampilan.
Strategi The Community-Based Employment Development digunakan untuk
dimensi kemasyarakatan untuk mempromosikan ekonomi demokrasi dan perantara
sistem kesejahteraan sosial dan ekonomi lokal. Aktivitas dasar yang terhimpun
terdiri dari:
- Community-based development organizations. NGO yang dapat
mengoperasikan aktivitas kewirausahaan dan jasa komunitas.

12

Cooperatives. Pembagian kerjasama dan tanggung jawab bersama untuk
menghasilkan kesejahteraan/pekerjaan.
- Land trust and similar community ownership instruments. Kendaraan
untuk kontrol kepemilikan lokal dari aktivitas ekonomi komunitas.
Dalam mengubah pengembangan ekonomi, konsep pengembangan
ekonomi lokal menekankan people dan place. Konsep tersebut merupakan proses
yang menekankan pengoptimalan sumberdaya alam dan manusia untuk
membangun pembangunan dan menciptakan kesejahteraan sesuai potensi
lokal/daerah. Untuk mendukung keberhasilan pengembangan ekonomi lokal, baik
individu maupun institusi harus bertumpu pada sumberdaya lokal yang dapat
menciptakan kesempatan kesejahteraan yang berkelanjutan secara lokal.
Pemerintah perlu melibatkan institusi lokal yang ada termasuk level masyarakat
dengan meningkatkan ketetapan politikal mereka dengan mendukung melalui
financial resources dan technical assistance to localities.
Tujuan dari strategi pengembangan ekonomi lokal terdiri dari (1)
menciptakan pekerjaan berkualitas yang sesuai dengan konsep ekonomi baru dan
yang sesuai dengan keterampilan dan kapasitas komunitas, (2) mencapai stabilitas
ekonomi lokal, dan (3) membangun diversitas ekonomi dan pekerjaan. Untuk
mencapai tujuan tersebut perlu mengetahui sektor yang mendominasi
perekonomian lokal/daerah (misal pertanian, kehutanan, manufaktur, dan lain-lain),
mengidentifikasi keterhubungan sektor ekonomi lokal dan ekonomi eksternal untuk
mengukur respon perubahan ekonomi regional, nasional, bahkan internasional,
menilai potensi dan peluang lokal untuk pertumbuhan, kerberlanjutan, dan
kemunduran ekonomi serta mengidentifikasi kemungkinan pengembangan
ekonomi yang bisa digunakan sebagai penyangga perubahan pada perekonomian
lokal serta saling melengkapi perubahan yang ada di ekonomi lokal dan regional,
dan terakhir untuk mengeksplorasi populasi lokal atau kepemimpinan politik yang
berdampak penting pada isu pekerjaan, perdagangan, pendapatan, penerimaan
publik, pengeluaran, produktivitas ekonomi, kualitas pekerjaan, dan kualitas hidup.
-

Karakteristik Pengusaha
Seorang pengusaha adalah a risk taker. Menurut The American Heritage
Dictionary seperti dikutip Nitisusastro (2010), wirausahawan didefinisikan dengan
seseorang yang mengorganisasikan, mengoperasikan, dan memperhitungkan risiko
untuk sebuah usaha yang mendatangkan laba. Nilai-nilai personal juga
mempengaruhi keberhasilan dalam berwirausaha (Alma 2009), seperti keinginan
menghasilkan superior produk, layanan berkualitas terhadap konsumen, fleksibel
menyesuaikan diri terhadap perubahan pasar, kemampuan dalam manajemen, dan
memiliki sopan santun dan etika dalam berbisnis. Menurut Irawan dan Putra (2007),
wirausahawan mempunyai karakter keberanian, kepercayaan diri, dan
kepemimpinan personal.
Nilai-nilai kewirausahaan seorang pengusaha berasal dari faktor internal
dan faktor eksternal. Penelitian Zahara (2014) menunjukkan bahwa karakteristik
pribadi berhubungan dengan kapasitas perempuan pengusaha bordir Aceh seperti
umur, pendidikan formal, frekuensi mengikuti pelatihan, pengalaman usaha, jumlah
anak balita, dan frekuensi mengikuti pameran. Sedikit berbeda dengan penelitian
Zahara (2014), Syariifah (2016) meneliti faktor internal pengrajin yang
berhubungan dengan kapasitas pengrajin dalam usaha anyaman bambu, yaitu jenis

13

kelamin, umur, tingkat pendidikan formal, frekuensi mengikuti pelatihan, sumber
awal modal usaha, pengalaman usaha, motivasi usaha, jumlah tenaga kerja, dan cara
penjualan. Menurut penelitian Nurgandini (2014), terdapat empat karakteristik
individu yang mempengaruhi modal sosial dalam keberhasilan industri tas, yaitu
usia, tingkat pendidikan, motivasi wirausaha, dan keahlian. Sedikit berbeda dengan
penelitian Triutami (2013) yang meneliti keberhasilan industi sepatu, karakteristik
individu yang diukur adalah usia, tingkat pendidikan, dan lama usaha. Sedangkan
penelitian Fazlurrahman (2015) menunjukkan karakter pribadi dan modal sosial
berpengaruh dalam kemampuan wirausaha perempuan peserta Mitra Agribisnis
seperti usia, pendidikan, pengalaman, dan pelatihan. Hasil penelitian tim Thoha et.
al (2001) memperlihatkan bahwa faktor internal yang mempengaruhi skala usaha,
meliputi:
1. Umur pengusaha, yaitu yang efektif kurang dari 45 tahun.
2. Tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap keberhasilan
pengembangan skala usaha.
3. Rata-rata lama usaha untuk peningkatan skala usaha adalah sekitar 510 tahun.
4. Kerjasama antar sesama pengusaha.
5. Aspek kewirausahaan seperti ketepatan dalam melayani
pesanan/perjanjian bisnis, sikap menghadapi persaingan dan
ketidakpastian usaha, sikap optimisme dalam pengembangan usaha di
masa depan, visi usaha serta berbagai jenis inovasi (proses produksi,
desain produk kualitas produk, dan kecanggihan teknologi).
Tingkat Keberdayaan Usaha
Keberhasilan usaha merupakan suatu keadaan yang mana perusahaan
mampu untuk dapat mencapai tujuan yang dietapkan perusahaan serta
menunjukkan keadaan yang lebih baik dari pada masa sebelumnya dan juga mampu
untuk bertahan hidup untuk mengembangkan usahanya (Munajat 2007). Dalam
bahasa sederhananya bisa juga dikatakan sebagai tingkat pencapaian tujuan
organisasi, dalam hal ini tujuan usaha bisnis yang menunjukkan keberdayaan suatu
usaha dari segi ekonomi.
Menurut Velzen (1992) seperti dikutip Nurgandini (2014) bahwa
keberhasilan industri tidak dapat dipisahkan dari berbagai masukan dan sumbersumber yang mempengaruhi proses produksi yang dijalankan industri tersebut.
Tingkat keberhasilan usaha industri kecil dapat dilihat dari kinerja usaha industri
dalam mencapai target yang diharapkan dari industri seperti tingkat keuntungan
yang meningkat, jumlah produktivitas yang dihasilkan, serta jumlah unit industri
yang dapat dikembangkan. Sedangkan menurut Haryadi (1998) yang dikutip oleh
Triutami (2013) menyebutkan bahwa kriteria keberhasilan usaha dapat dilihat dari:
- Peningkatan taraf hidup secara material, yang mana pemenuh