Kegiatan Penangkapan Lobster Hijau Pasir (Panulirus homarus, Linnaeus 1758) Berkelanjutan di Teluk Palabuhanratu

KEGIATAN PENANGKAPAN LOBSTER HIJAU PASIR
(Panulirus homarus, Linnaeus 1758) BERKELANJUTAN DI
TELUK PALABUHANRATU

ARIK PERMANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul KEGIATAN
PENANGKAPAN LOBSTER HIJAU PASIR (Panulirus homarus, Linnaeus
1758) BERKELANJUTAN DI TELUK PALABUHANRATU adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2017
Arik Permana
NRP C451140061

RINGKASAN
ARIK PERMANA. KEGIATAN PENANGKAPAN LOBSTER HIJAU PASIR
(Panulirus homarus, Linnaeus 1758) BERKELANJUTAN DI TELUK
PALABUHANRATU. Dibimbing oleh RONNY IRAWAN WAHJU dan DENI
ACHMAD SOEBOER
Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu daerah penghasil lobster di
Indonesia khususnya di wilayah Teluk Palabuhanratu. Spesies lobster yang
tertangkap di wilayah perairan Teluk Palabuhanratu terdiri dari 6 spesies lobster
(Muljanah et al. 1994 dalam Dirwana 2012) spesies lobster tersebut adalah; Hijau
Pasir (Panulirus homarus), lobster Batu (Panulirus penicilatus), lobster Bambu
merah/batik (Panulirus longipes), lobster Bambu hijau (Panulirus versicolor),
lobster Pakistan/bunga (Panulirus polyphagus), dan lobster Mutiara (Panulirus
ornatus). Lobster tersebut tertangkap di wilayah perairan Cisolok, Karang Hawu,
Karang De’et, Cimandiri, Sanggra Wayang dan Jampang, dimana wilayah

tersebut merupakan bagian dari perairan Teluk Palabuhanratu, dengan jenis
lobster yang paling banyak tertangkap adalah lobster dari jenis Hijau Pasir (P.
homarus) (Dislutkan 2008).
Berdasarkan beberapa penelitian tentang potensi dan produksi perikanan
lobster, menyatakan telah terjadi penurunan produksi lobster yang di akibat oleh
tekanan penangkapan yang tidak terkontrol (Pusat Penelitian Pengelolaan
Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan 2012), maka dalam pemanfaatan
sumberdaya lobster agar tetap terjaga kelestarianya perlu dilakukan pengelolaan
yang rasional, dengan mempertimbangkan aspek biologi lobster seperti: suhu,
salinitas, cahaya dan kekeruhan (Hemkind dalam Cobb and Phillips 1980) dan
aspek teknis penangkapan berupa informasi yang mendukung untuk keberhasilan
upaya penangkapan lobster seperti potensi, musim penangkapan, komposisi hasil
tangkapan, dan sebaran lobster di suatu perairan (Moosa dan Aswandy 1984).
Berdasarkan permasalahan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh fase bulan terhadap hasil tangkapan lobster, panjang berat
lobster (aspek biologi lobster) dan pemetaan sebaran lobster (aspek teknis
penangkapan) berdasarkan data tangkapan lobster di masing-masing daerah
penangkapannya. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai bulan
Desember 2015. di wilayah Teluk Palabuhanratu kab. Sukabumi. Data yang di
ambil berupa data hasil tangkapan, panjang-berat, fase bulan (almanak nautika)

dan posisi daerah penangkapan lobster Hijau Pasir (P. homarus). Pengolahan
data dilakukan dengan cara pengelompokan lobster berdasarkan ukuran yang
sama pada masing-masing individu lobster dengan istilah : Ukuran Kecil-Kecil
(KK) beratnya = 50–99 gram/ekor, ukuran Super Kecil (SPK) beratnya = 100–199
gram/ekor, dan ukuran Super Besar (SPB) beratnya = 200 gram-up/ekor).
Hasil penelitian menunjukkan, tidak ada pengaruh nyata antara fase bulan
terhadap hasil tangkapan lobster P. homarus tetapi mempunyai pola hasil
tangkapan yang berbeda pada setiap fase bulannya, dimana hasil tangkapan
meningkat pada fase bulan semi terang dan semi gelap (Kuadran I dan III) dan
hasil tangkapan menurun pada fase bulan terang/purnama dan bulan gelap
(Kuadran II dan IV). Secara keseluruhan pola pertumbuhan lobster P. homarus
adalah alometrik negatif (pertambahan panjang lebih cepat dari pertambahan

bobot) dengan persamaan W = 0,0025L2,11866, untuk jantan W = 0,0026L2,0834 ,
dan betina W = 0,0027L2,0871, sedangkan dominasi ukuran panjang karapas (CL)
untuk lobster P. homarus yang tertangkap rata-rata di dominasi pada ukuran
panjang karapas 5,5 - 6,6 cm. Sebaran hasil tangkapan didominasi oleh ukuran
KK dan SPK berada di wilayah penangkapan Jampang (ST1) dan Cimandiri
(ST2), ini menunjukan daerah tersebut merupakan daerah pendaratan pertama
untuk larva lobster yang terbawa arus samudera, dimana diketahui arus pantai

selatan Jawa pada bulan Februari sampai bulan Juni bergerak ke arah timur,
sedangkan untuk wilayah penangkapan Karang De’et (ST4), Karang Hawu (ST5)
dan Cisolok (ST6) hasil tangkapan di dominasi oleh ukuran SPB.
Kegiatan penangkapan lobster P. homarus di Teluk Palabuhanratu dapat
terjaga keberlanjutannya, bila penangkapannya dilakukan pada ukuran 100-200
gram (SPK) di kedalaman perairan kurang dari 30 meter, karena pada ukuran
tersebut merupakan tangkapan paling dominan lobster P. homarus dengan harga
jual tinggi, sedangkan pada lobster P. homarus ukuran SPB, karena secara
alamiah lobster tersebut akan bergerak ke perairan dalam untuk memijah,
sehingga hasil tangkapannya sedikit, dan apabila masih tertangkap hendaknya
dilepaskan kembali, untuk lobster P. homarus dengan ukuran KK ataupun
benurnya, bila tertangkap hendaknya dikumpulkan untuk di budidaya, dengan
pertimbangan kemampuan hidup pada kegiatan budidaya lebih terjaga dan
terkontrol, dan kegiatan budidaya dapat memudahkan upaya pengembalian
sumberdaya, salah satunya dengan melakukan pelepasan kembali (restocking)
pada ukuran tertentu dari hasil budidaya.
Kata kunci: Fase bulan, panjang-berat, P. homarus, Palabuhanratu

SUMMARY
ARIK PERMANA. SUSTAINABLE FISHING ACTIVITY OF SCALLOPED

SPINY LOBSTER (Panulirus homarus, Linnaeus 1758) IN PALABUHANRATU
BAY. Supervised by RONNY IRAWAN WAHJU and DENI ACHMAD
SOEBOER.
Sukabumi Regency is one of the lobster-producing areas in Indonesia,
especially in Palabuhanratu Bay. Species lobster caught in the territorial waters of
the Palabuhanratu bay consists of six species of lobster, they are: Panulirus
homarus, Panulirus penicilatus, Panulirus longipes, Panulirus versicolor,
Panulirus polyphagus, Panulirus ornatus (Muljanah et al. 1994 in Dirwana 2012).
The dominant lobster caught in Palabuhanratu is Scalloped Spiny Lobster
(Panulirus homarus).
Based on several studies about potential and production of lobster, there
had been a decline in production due to the uncontrolled fishing of lobster (Pusat
Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan 2012), then
the lobster resource utilization in order to maintain sustainability is necessary
rational management, with inputs from the biological aspects of the lobster's for
instance : temperature, salinity, light and turbidity (Hemkind in Cobb and Phillips,
1980), and also technical fishing aspects such as information support for the
success of the lobster fishing effort: potency, fishing season, the composition of
the catch, and the distribution of lobster in the fishing areas (Moosa and Aswandy
1984).

Based on the mention above problems, the objectives of this study are to
determine the effect of moon phases on catch of lobster, weight-length (biological
aspects of lobster) and mapping distribution of lobster (the technical aspects of
fishing) are based on the data lobster catch from every fishing areas. This research
was conducted from August to December 2015 in the Palabuhanratu baySukabumi regency. Data were taken from catch logbook, measurement lengthweight, phases of the moon (Nautical Almanac) and the position of the fishing
areas of Scalloped Spiny Lobster (P. homarus). Data processing is carried out by
grouping lobster in to the same size on each individual lobster, with the term:
Small Size-Small (KK), weighing = 50-99 g / pc, the size of the Super Small
(SPK), weighing 100-199 grams / pc and the size of the Super Large (SPB) = 200
grams weighing-up / pc).
Results of the study showed that there was no significant between phases
of the moon to catch Scalloped Spiny Lobster (P. homarus) however was shown
different patterns of catches from every phase of the month, where the catch
increased when semi-bright moon phase, and the semi-dark (phase I and III) and
also results catches decreased in phase bright moon / full moon and dark-moon
(phase II and IV).

Overall growth pattern P. homarus was negative alometrik (weight faster
than length ) with the equation W = 0.0025L2.11866, W = 0.0026L2.0834 for males
and W = 0.0027L2.0871 for females, whereas the dominant catch of P. homarus

with carapace length (CL) range between 5.5 to 6.6 cm. Catch distribution of P.
homarus was dominated by KK and SPK size were located in fishing area
Jampang (ST1) and Cimandiri (ST2), this indicates that first landing areas for
lobster larvae, which influenced by ocean currents. Whereas the currents flow at
south coast of Java from February to June toward eastward. The fishing area of
Karang De'et (ST4), Karang Hawu (ST5) and Cisolok (ST6) catches was
dominated by the SPB size.
Fishing activity of P. homarus lobster in the Bay Palabuhanratu
sustainability can be maintained, if lobster caught size with him 100-200 grams
(SPK) in water depths less than 30 meters. Because at that size was most the
dominant catch of lobster P. homarus and also with the high price. The size SPB
of the lobster P. homarus naturally will move into the deep waters for spawning,
so decreased that the catch will be. If they are still caught should be released. If
caught the lobster P. homarus with KK size and also her juvenile, can be source of
seed for sea ranching. With consideration for sea ranching activities can be more
cared and controlled of the ability to live, and the sea ranching activity is easier
efforts to recover of the resource. One of the efforts is released like (restocking)
on certain size of lobster into the see for sustainability of lobster released
Keywords: Moon phase, length-weight, P. homarus, Palabuhanratu.


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KEGIATAN PENANGKAPAN LOBSTER HIJAU PASIR
(Panulirus homarus, Linnaeus 1758) BERKELANJUTAN DI
TELUK PALABUHANRATU

ARIK PERMANA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Teknologi Perikanan Laut

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Mochammad Riyanto, SPi, MSi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2015 ini adala
pengembangan perikanan tangkap, dengan judul KEGIATAN PENANGKAPAN
LOBSTER
HIJAU
PASIR
(Panulirus
homarus,
Linnaeus

1758)
BERKELANJUTAN DI TELUK PALABUHANRATU
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Ir. Ronny Irawan Wahju,
M.Phil dan Bapak Dr.Deni Achmad Soeboer, S.Pi,M.Si selaku pembimbing.
Penghargaan penulis sampaikan kepada Pimpinan U.D. Mutiara 2 Palabuhanratu
beserta pegawai yang telah memfasilitasi agar penelitian ini dapat terlaksana.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga,
atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2017
Arik Permana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN

1

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Penelitian
2 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan Data
Metode Analisis Data
Analisis Pengaruh Fase Bulan
Analisis Hubungan Panjang-Berat
Analisis Distribusi dan Frekuensi
Analisis Sebaran dan Komposisi
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Perikanan Lobster di Palabuhanratu
Analisis Pengaruh Fase Bulan
Analisis Hubungan Panjang-Berat
Analisis Distribusi Frekuensi
Analisis Sebaran dan Komposisi
Keberlanjutan Penangkapan Lobster
4 SIMPULAN DAN SARAN

1
2
2
3
3
4
4
4
5
5
6
6
6
7
8
8
8
10
12
14
15
17
20
23

Kesimpulan
Saran

23
23

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

27

RIWAYAT HIDUP

34

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Alat dan bahan yang digunakan
Kriteria pertumbuhan berdasarkan nilai b
Nama dan posisi lintang/bujur stasiun pengamatan daerah penangkapan
lobster P. homarus di Teluk Palabuhanratu
Hasil tangkap (Kg) lobster P. homarus di Teluk Palabuhanratu Tahun
2013-2014
Beberapa hasil penelitian pola pertumbuhan lobster Hijau Pasir (P.
homarus) di Indonesia
Ukuran lengt at first matury (Lm) lobster Hijau Pasir (P. homarus)
Nilai CPUE berdasarkan ukuran lobster Hijau Pasir (P. homarus) per
daerah penangkapan

5
7
9

15
16
18

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Bagan alir kerangka pikir penelitian
Peta lokasi penelitian wilayah Teluk Palabuhanratu
Peta lokasi daerah penangkapan lobster P. homarus di Teluk
Palabuhanratu
Morfologi lobster Hijau Pasir (P. homarus)
Alat tangkap lobster dan posisi saat di operasikan
Pengaruh fase bulan terhadap hasil tangkapan lobster Hijau
Pengaruh fase bulan terhadap pola sebaran ukuran hasil tangkapan
lobster Hijau Pasir (P. homarus)
Hubungan panjang-berat lobster Hijau Pasir (P. homarus) Jantan dan
Betina
Distribusi ukuran panjang karapas lobster P. homarus
Sebaran dan komposisi hasil tangkapan lobster Hijau Pasir ( P. homarus )
di masing-masing daerah penangkapan
Peta Batimetri Teluk Palabuhanratu
Pola arus di Teluk Palabuhanratu
Trend hasil tangkapan lobster P. homarus tahun 2013-2014
Komposisi hasil tangkapan lobster P. homarus berdasarkan kategori
ukuran tahun 2013

3
4
9
10
11
13
13
14
16
18
19
20
20
21

DAFTAR LAMPIRAN
1 Jenis-jenis lobster yang tertangkap di wilayah perairan Teluk
Palabuhanratu
2 Data fase bulan dan hasil tangkapan lobster Hijau Pasir (P. homarus)
wilayah Teluk Palabuhanratu setiap bulan tahun 2013
3 Analisis covarian fase bulan terhadap hasil tangkapan lobster Hijau Pasir
(P. homarus) wilayah Teluk Palabuhanratu
4 Data Panjang-Berat lobster Hijau Pasir (P. homarus) setiap ukuran
wilayah Teluk Palabuhanratu

28
28
29
29

5
6
7

Frekuensi panjang karapas lobster Hijau Pasir (P. homarus)
Nilai CPUE masing-masing daerah penangkapan (ST)
Nilai Prosentasi (%) CPUE ukuran pada masing-masing daerah
penangkapan (ST )

33
33
33

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lobster (Panulirus spp.) merupakan salah satu potensi sumber hayati laut
yang banyak terdapat di Indonesia, memiliki peranan penting sebagai komoditi
ekspor yang cukup diandalkan, dan menempati urutan pertama sebagai komoditas
ekspor dari kelompok crustacea dan mollusca (Nurjanah et al. 2011). Daerah
penyebaran lobster di Indonesia meliputi perairan pantai selatan Bali, Nusa
Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Maluku dan Irian Jaya. Beberapa tempat di
Pulau Jawa yang dijadikan pusat pengumpulan lobster diantaranya; Binuangen,
Palabuhanratu, Pangandaran, Pacitan, Argopeni, Cilacap, Blitar Selatan dan yang
lainnya (Suryaningrum et al. 2001). Alat tangkap yang umum di gunakan oleh
para nelayan untuk menangkap lobster di perairan pantai selatan pulau Jawa
antara lain jaring ampar, jaring sirang, bottom gillnet, trammel net, krakat (Beach
Seine net), dogol, tombak, dan bubu atau perangkap (Sondita 1992)
Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu daerah penghasil lobster di
Indonesia khususnya di wilayah Teluk Palabuhanratu, meskipun produksinya
masih relatif sedikit sekitar 28,76 ton pada tahun 2009 (Dislutkan 2010) atau
hanya 0,005 % dari produksi lobster Indonesia, jumlah nelayan yang menangkap
lobster di wilayah Teluk Pelabuhananratu sebanyak 3.645 orang atau 0,3% dari
total nelayan yang berjumlah 12.146 orang, jenis lobster yang tertangkap adalah
lobster Hijau Pasir (Panulirus homarus), lobster Hijau Bambu (Panulirus
versicolor), lobster Bambu Merah (Panulirus longipes), lobster Batu/Hitam
(Panulirus penicilatus), lobster Mutiara/Macan (Panulirus ornatus) dan lobster
Bunga/Pakistan (Panulirus polyphagus) (Dirwana 2012).
Lobster Hijau Pasir (P. homarus) merupakan lobster yang paling banyak
tertangkap di Teluk palabuhanratu, jumlahnya mencapai 60 % dari jenis lobster
lainnya (Dislutkan 2010). Berdasarkan daerah penyebarannya lobster P. homarus
termasuk ke dalam continental spesies dan coral species yang hidup pada perairan
terumbu karang, pantai-pantai dangkal dengan kedalaman 1-10 meter hal ini
selaras dengan kondisi perairan pantai Teluk Palabuhanratu, sehingga banyak
nelayan melakukan kegiatan penangkapan di daerah tersebut dengan
pertimbangan biaya operasi penangkapannya murah.
Berdasarkan beberapa penelitian tentang potensi dan produksi perikanan
lobster, menyatakan telah terjadi penurunan produksi lobster yang di akibat oleh
tekanan penangkapan yang tidak terkontrol (P4KSI 2012), maka dalam
pemanfaatan sumberdaya lobster agar tetap tejaga kelestarinya perlu dilakukan
pengelolaan yang rasional dengan mempertimbangkan aspek biologi, salah
satunya yakni dengan melihat hubungan panjang-berat lobster.
Biologi kehidupan lobster menurut (Hemkind dalam Cobb and Phillips
1980) dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain substrat, suhu, salinitas, cahaya
dan kekeruhan, juga menyebutkan bahwa faktor cahaya sangat mempengaruhi
kehidupan lobster. Menurut Able 1980 lobster beraktivitas secara aktif pada
malam hari, dimana aktivitasnya di mulai sebelum matahari terbenam, semakin
meningkat pada tengah malam, dan akan menurun menjelang matahari terbit.

2
Pada umumnya kegiatan perikanan tangkap lobster tergolong usaha skala
kecil, hal ini dapat dilihat dari sisi teknologi penangkapan yang digunakan masih
sederhana (Moosa dan Aswandy 1984), dan belum mengacu pada informasi
tentang potensi, musim penangkapan, komposisi hasil tangkapan, serta sebaran
lobster di suatu perairan. Kondisi ini dapat berpengaruh terhadap kegiatan usaha
penangkapan, seperti menurunnya hasil tangkapan, CPUE yang rendah, serta nilai
jual hasil tangkapan yang tidak stabil. Kondisi ini berakibat pada usaha
penangkapan lobster yang masih belum optimal. (Maisyaroh et al. 2014)
Mengacu pada pernyataan diatas, bahwa faktor cahaya berpengaruh teradap
kehidupan lobster (Able 1980), dan telah terjadi penurunan produksi lobster akibat
tekanan penangkapan yang tidak terkontrol, serta kurangnya informasi tentang
potensi, musim penangkapan, komposisi hasil tangkapan, dan sebaran lobster
(P4KSI 2012). Maka perlu dilakukan penelitian tentang kegiatan penangkapan
yang mengacu pada hal-hal teknis seperti pengaruh umur bulan, panjang-berat dan
pemetaan sebaran lobster, di luar sisi ekonomis. Hal-hal teknis tersebut sebagai
elemen kajian dalam upaya kebelanjutan sumberdaya lobster Hijau Pasir
(Panulirus homarus) di Teluk Palabuhanratu.

Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang menjadi dasar penelitian ini dilakukan
yakni sebagai berikut:
1. Penurunan potensi dan produksi lobster di Indonesia akibat tekanan
penangkapan yang tidak terkontrol
2. Sulit mewujudkan pengontrolan eksploitasi penangkapan lobster, karena
para nelayan menangkap lobster merupakan mata pencaharian utama dalam
memenuhi kebutuhan hidup.
3. Penerbitan data tangkapan lobster tahunan yang di keluarkan Dinas
Kelautan dan Perikanan Kab. Sukabumi belum memberikan informasi yang
utuh sehingga tidak bisa menggambarkan perikanan lobster secara rinci,
Tujuan Penelitian
1.

2.

3.

4.

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Menganalisis pengaruh fase bulan terhadap hasil tangkapan lobster P.
homarus di wilayah Teluk Palabuhanratu untuk mencari waktu yang tepat
dalam melakukan kegiatan penangkapan lobster.
Menganalisis hubungan panjang-berat dan distribusi frekuensi hasil
tangkapan lobster P. homarus di wilayah Teluk Palabuhanratu. Guna
mengetahui pola pertumbuhan dan dominasi lobstern yang tertangkap
Memetakan sebaran dan komposisi hasil tangkap lobster P. homarus
berdasarkan ukuran pada daerah penangkapan di wilayah Teluk
Palabuhanratu.
Merumuskan keberlanjutan upaya penangkapan lobster P. homarus
berdasarkan pada ukuran dan komposisi hasil tangkapan di wilayah Teluk
Palabuhanratu.

3
Manfaat Penelitian
Manfaat yang di harapkan dari penelitian ini adalah
1. Memberikan informasi tambahan bagi nelayan dan pelaku usaha perikanan
lobster dalam melakukan kegiatan penangkapannya.
2. Memberi masukkan kepada institusi terkait (pemangku kebijakan) sebagai
bahan rekomendasi dalam upaya pengelolaan sumberdaya lobster.
3. Sebagai informasi dasar bagi penelitian lanjutan terkait sumberdaya lobster.
Kerangka Penelitian
Kegiatan penangkapan lobster di Teluk Palabuhanratu idealnya harus saling
menguntungkan, baik untuk nelayan, pengumpul, eksportir dan kelestarian
sumber daya perikanan lobster. Kegiatan penangkapan lobster di Teluk
Palabuhanratu masih bersifat terbuka (Open access), artinya setiap nelayan bebas
melakukan kegiatan operasi penangkapan lobster tanpa ada pembatasan jumlah,
ukuran dan jenis. Menurut Dayton et al. 1995 menyatakan bahwa kegiatan operasi
penangkapan lobster yang berlebihan akan mempengaruhi kelestariannya. Kondisi
demikian akan berpengaruh terhadap sumberdaya yang ada, cepat atau lambat
sumberdaya lobster di wilayah Teluk Palabuhanratu akan berkurang sejalan
dengan meningkatnya upaya penangkapan lobster dalam memenuhi permintaan
pasar, dan kegiatan penangkapan lobster yang merupakan mata pencarian utama
bagi nelayan lobster.
Upaya pemerintah dalam melindungi sumberdaya perikanan lobster telah
mengeluarkan aturan melalui, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen
KP Nomor 1 tahun 2015), tentang pelarangan penangkapan lobster (Panulirus
spp ), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp) untuk
ukuran tertentu. Berdasarkan Permen KP Nomor 1 tahun 2015, bahwa lobster
yang diperbolehkan untuk ditangkap yakni dengan ukuran panjang karapas lebih
dari 8 cm atau dengan berat minimal 200 gram.
Merujuk pada permasalahan yang dipaparkan di atas, maka untuk
menggambarkan alur penelitian ini dituangkan dalam kerangka penelitian seperti
dapat dilihat pada Gambar 1
Sumberdaya Lobster
Masalah
Terjadi penurunan potensi dan produksi

Fase Bulan
RAL (Rancangan Acak
Lengkap)

Analisis

Pola Sebaran Hasil Tangkap
CPUE=

Hubungan Panjang-Berat

W=aLb
Pengelolaan yang rasional

Kegiatan penangkapan lobster yang berkelanjutan

Gambar 1 Bagan alir kerangka pikir penelitian

∑ �

∑�





4

2 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan selama 5 (lima) bulan, dimulai dari bulan
Agustus sampai Desember tahun 2015. Tahapan penelitian meliputi: Kegiatan
operasi penangkapan dengan nelayan, pengumpulan data (primer dan sekunder).
Penelitian ini dilakukan di wilayah perairan Teluk Palabuhanratu, adapun peta
lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian wilayah Teluk Palabuhanratu
Alat dan Bahan
Bahan penelitian dan menjadi objek penelitian adalah lobster dari spesies
Hijau Pasir (Panulirus homarus), data hasil tangkapan lobster Hijau Pasir
(Panulirus homarus) didapat dari pengumpul lobster yang berdomisili di sekitar
wilayah Teluk Palabuhanratu, yang menerima hasil tangkapan lobster dengan
daerah penangkapan di sekitar perairan wilayah Teluk Palabuhanratu, serta data
produksi lobster tahunan yang dikeluarkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Sukabumi Jawa Barat.
Peralatan yang digunakan meliputi: alat tulis, penggaris plastik, kamera
digital, GPS (Global Positioning System) tangan, meteran pita, timbangan digital,
jangka sorong, almanak nautika 2013. Alat dan bahan yang digunakan dalam
penelitian ini, dapat dilihat pada Tabel 1.

5
Tabel 1 Alat dan bahan penelitian
No Alat dan bahan

Spesifikasi

Kegunaan

Lobster
Data Hasil
Tangkapan Lobster
Data Produksi
Lobster Tahunan

P. homarus

Obyek Penelitian

Pengumpul

Obyek Penelitian

Dislutkan

Obyek Penelitian

Timbangan Digital

Kapasitas 2 kg

Menimbang Hasil Tangkapan
Lobster

6

Penggaris
Jangka Sorong
Kamera Digital

7

GPS Tangan

P= 30 cm
P=20 cm
Canon
Garmin
E-Trak

8

Buku Almanak
Nautika 2013

1
2
3
4
5

Mengukur Panjang Carapas
lobster
Dokumen Kegiatan
Marking Posisi Kegitan
Penangkapan

Data Pengelompokkan
Dishidros
TNI-AL 2013 Fase Bulan

Metode Pengumpulan Data
Data primer diperoleh data hasil tangkapan lobster P. homarus tahun 2013
yang didapat dari para pengumpul lobster yang berada di wilayah Teluk
Palabuhanratu. Observasi kegiatan penangkapan lobster dilakukan pada tahun
2015 dengan mengikuti kegiatan operasi penangkapan untuk mendapatkan data
hasil tangkapan tambaan dan jenis hasil tangkapan, menentukan posisi daerah
penangkapan, serta melakukan pengukuran panjang-berat lobster.
Data sekunder untuk menentukan fase bulan menggunakan buku Almanak
Nautika Tahun 2013 (Dishidros TNI-AL 20130).

Metode Pengolahan Data
Data yang terkumpul dibuat dalam tabulasi data disusun berdasarkan
tanggal dan bulannya sesuai dengan runut waktu hasil tangkapan yang di daratkan.
Kemudian data hasil tangkapan tersebut dikelompokkan berdasarkan jenis dan
ukuran yang sama, serta diklasifikasikan berdasarkan istilah penamaan yang
sudah lazim digunakan nelayan dan para pengumpul lobster di wilayah Teluk
Palabuhanratu. Istilah tersebut berdasar pada ukuran masing-masing individu
lobster, yaitu: Ukuran Kecil-Kecil (KK) beratnya = 50–99 gram/ekor, ukuran
Super Kecil (SPK) beratnya = 100–199 gram/ekor, dan ukuran Super Besar (SPB)
beratnya = 200 gram-up/ekor).
Data hasil tangkapan harian dibandingkan dengan data fase bulan yang di
ambil dari buku Almanak Nautika digunakan untuk mengetahui pengaruh fase
bulan terhadap hasil tangkapan, data pengukuran panjang-berat dilakukan untuk
mencari pola pertumbuhan dan frekuensi hasil tangkapan, data posisi

6
penangkapan di buat untuk mengetahui sebaran lobster pada setiap daerah
penangkapan beserta komposisi hasil tangkapan berdasarkan ukurannya, data hasil
tangkapan yang di daratkan merupakan hasil tangkapan lobster dari 1 kali upaya
penangkapan yang di lakukan nelayan dalam 1 trip penangkapan, data yang
diperoleh kemudian dibuat tabulasi untuk memudahkan pada saat menganalisa.

Metode Analisis Data
Analisis Pengaruh Fase Bulan
Untuk mengetahui pengaruh fase bulan terhadap hasil tangkapan lobster
dianalisa menggunakan metode statistik Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
fase bulan sebagai perlakuan (semi terang, bulan terang, semi gelap, dan bulan
gelap) dan ulangan merupakan data hasil tangkapan selama 1 tahun (12 bulan)
dimana didapatkan 36 kali ulangan. Persamaan Rancangan Acak Lengkap (RAL),
sebagai berikut (Walpole 1995):
Yij = μ + τi + εij
dengan ;
Yij
= Nilai hasil tangkapan lobster pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
μ
= Nilai rata-rata umum hasil tangkapan lobster
τi
= Fase bulan pada perlakuan ke-i
εij
= Galat percobaan perlakuan ke-i ulangan ke-j
Hipotesis pengujian pengaruh fase bulan terhadap hasil tangkapan lobster adalah:
H0 = τi = 0 (Tidak ada pengaruh nyata antara fase bulan terhadap hasil
tangkapan lobster)
H1 = minimal ada 1 τi ≠ 0 (Berpengaruh nyata antara fase bulan terhadap
hasil tangkapan lobster)
Uji yang dilakukan yaitu uji F, dengan selang kepercayaan 95%, dimana
jika Fhit > Ftab, maka tolak H0 yang berarti fase bulan akan memberikan
pengaruh nyata terhadap hasil tangkapan lobster dan sebaliknya apabila Fhit < F
tab maka terima H0, yang artinya fase bulan tidak memberikan pengaruh yang
nyata terhadap hasil tangkapan lobster.

Analisis Hubungan Panjang-Berat
Pengukuran panjang dan berat lobster dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui hubungan dari ukuran panjang ke berat atau sebaliknya sehingga
dapat di jadikan petunjuk pertumbuhan, kesehatan, kegemukan, produktifitas dan
kondisi fisiologis termasuk perkembangan gonad (Merta 1993). Panjang tubuh
lobster yang diukur yaitu panjang karapas (Carapace length) dan bobot setiap
individu. Analisis hubungan panjang-berat menggunakan persamaan Bal & Rao
(1984) dan King (1995), adalah ;
W=aLb
dimana ;
W
= Berat lobster (gr),
L
= Panjang karapas (mm)
a
= Konstanta dan
b
= Nilai eksponensial antara 2-5.

7
Berdasarkan persamaan tersebut dapat diketahui pola pertumbuhan panjang
dan bobot lobster. Nilai b yang diperoleh digunakan untuk menentukan pola
pertumbuhan (Tabel 2).
Tabel 2 Kriteria pertumbuhan berdasarkan nilai b
No

Kondisi
nilai b

Sifat

1

b=3

Isometric

2

b>3

Allometrik positif

3

b ttabel)


� − 1 �� =

Dengan;
tobs = t hitung
b
= nilai b yang didapat dari hasil regresi
β
= nilai koefisien panjang-berat = 3
Serror = standar eror

−�

�����

Analisis Distribusi dan Frekuensi
Hasil pengukuran panjang total dan berat ikan dikelompokkan dalam selang
kelas panjang dan interval kelas. Selanjutnya dibuat distribusi frekuensi, dimana
terlebih dahulu menentukan jumlah selang kelas panjang dan interval kelas
dengan menggunakan rumus Sturges (Sugiyono 2012), sebagai berikut.
Lebar kelas (i) = (Nilai terbesar-Nilai terkecil)/K
dimana nilai K didapat dari,
K = 1 + 3,3 log n
Dimana;
K = jumlah kelas
n = banyaknya data
Distribusi ukuran lobster Hijau Pasir didapatkan dari data ukuran panjang
karapas (Carapace length) dengan jumlah sampel sebanyak 240 ekor.

8
Analisis Sebaran dan Komposisi
Analisis sebaran dan komposisi hasil tangkapan lobster digunakan untuk
memetakan sebaran hasil tangkapan lobster berdasarkan ukuran yang tertangkap
pada daerah penangkapannya berdasarkan perhitungan Catch per Unit Effort
(CPUE). Perhitungan CPUE lobster dilakukan dengan menabulasi data jumlah
upaya (effort) yaitu armada penangkapan dan hasil tangkapan (catch). Adapun
persamaan CPUE yang di gunakan adalah:
CPUE =





ℎ �









Nilai CPUE dari hasil tangkapan lobster Hijau Pasir dari setiap ukuran (KK,
SPK, dan SPB) pada setiap daerah penangkapan kemudian di petakan
menggunakan software ArcGis 10. ArcGis adalah salah satu software yang
merupakan kompilasi fungsi-fungsi dari berbagai macam software Sistem
Informasi Geografis (SIG).
Daerah penangkapan lobster di perairan Teluk Palabuhanratu mencakup
wilayah perairan Cisolok, Karang Hawu, Karang De’et, Cimandiri, Sanggra
Wayang, Jampang dan Karang Hantu (Dislutkan 2008 dalam Dirwana 2012).
Penandaan lokasi penangkapan (marking) di peta dilakukan untuk
mengelompokkan masing-masing daerah penangkapan

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Palabuhanratu merupakan daerah yang terletak di selatan Jawa Barat
tepatnya di Kabupaten Sukabumi. Palabuhanratu berada pada posisi 1060 31’-1060
37’BT dan antara 060 57’– 070 04’LS. Berdasarkan topografinya, Palabuhanratu
merupakan wilayah teluk dengan empat muara sungai besar yaitu sungai
Cimandiri, Sungai Cipalabuhan, Sungai Citepus, dan Sungai Cidadap, Teluk
Palabuhanratu merupakan salah satu potensi wilayah pesisir dan laut yang dimiliki
oleh Kabupaten Sukabumi (PKSPL-IPB 2003c). Teluk Palabuhanratu termasuk
wilayah perairan dalam dengan kedalaman mencapai 200 m lebih, bagian tengah
Teluk Palabuhanratu merupakan lereng 8ea rah8tal (continental shelf).
Perairan Teluk Palabuhanratu dipengaruhi oleh adanya arus disepanjang
pantai (long shore current), selama bulan Februari sampai Juni, arus permukaan di
selatan Jawa bergerak 8ea rah timur sedangkan arus di Samudera Hindia menuju
8ea rah barat, kemudian melemah di bulan April sampai Juni. Selama bulan
Agustus, arus pantai di selatan Jawa bergerak 8 ea rah barat sesuai dengan
kecepatan dan arah arus di Samudera Hindia. Sampai bulan Oktober arah arus
masih menuju ke barat sedangkan di Samudera Hindia berubah menuju Barat Laut
(Pariwono et al. 1988).

9
Hasil observasi yang dilakukan dan berdasar pada informasi dari Dislutkan
2008 dalam Dirwana (2012), maka daerah penangkapan lobster P. homarus di
Teluk Palabuhanratu dapat dilihat pada (Tabel 3) dan (Gambar 3)
Tabel 3 Nama dan posisi lintang / bujur stasiun pengamatan daerah penangkapan
lobster P. homarus di Teluk Palabuhanratu
No Stasiun pengamatan Nama wilayah perairan
1

Stasiun 1

Jampang

2

Stasium 2

Sanggra Wayang

3

Stasiun 3

Cimandiri (PLTU)

4

Stasiun 4

Karang De’et)

5

Stasiun 5

Karang Hawu

6

Stasiun 6

Karang Cisolok

Posisi lintang/bujur
070 08’38.11” LS
1060 26’ 28.85” BT
070 05’20.87” LS
1060 29’ 22.45” BT
070 01’35.35” LS
1060 59’47.24” BT
060 59’12.27” LS
1060 31’59.17” BT
060 57’57.90” LS
1060 26’06.91” BT
060 56’57.90” LS
1060 45’06.91” BT

Sumber : Dokumen penelitian

Gambar 3 Peta lokasi daerah penangkapan lobster P. homarus di Teluk
Palabuhanratu

10
Perikanan Lobster di Palabuhanratu
Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu daerah penghasil lobster di
Indonesia khususnya di wilayah Teluk Palabuhanratu, meskipun produksinya
masih relatif sedikit sekitar 28,76 ton pada tahun 2009 atau hanya 0,005 % dari
produksi lobster Indonesia. Jumlah nelayan yang menangkap lobster di wilayah
perairan Teluk Palabuhanratu sebanyak 3.645 orang atau 0,3% dari total nelayan
yang berjumlah 12.146 orang, alat tangkap yang digunakan antara lain: jaring,
bubu, dan penyelaman. (Dislutkan 2010)
Spesies lobster yang tertangkap di wilayah perairan Teluk Palabuhanratu
(lampiran 1) terdiri dari 6 spesies lobster (Muljanah et al. 1994 dalam Dirwana
2012) spesies lobster tersebut adalah; lobster Hijau Pasir (Panulirus homarus),
lobster Batu (Panulirus penicilatus), lobster Bambu Merah/Batik (Panulirus
longipes), lobster Bambu Hijau (Panulirus versicolor), lobster Pakistan/Bunga
(Panulirus plyphagus), dan lobster Mutiara (Panulirus ornatus). Tertangkap di
wilayah perairan Cisolok, Karang Hawu, Karang De’et, Cimandiri, Sanggra
Wayang dan Jampang, dimana wilayah tersebut merupakan bagian dari perairan
Teluk Palabuhanratu, dan dari beberapa jenis lobster tersebut yang paling
dominan tertangkap adalah lobster dari jenis Hijau Pasir (P. homarus) (Dislutkan
2008).
Menurut Miyeke (1976), untuk membedakan jenis dan spesies lobster dapat
dilihat ciri-ciri khususnya yaitu; corak warna tubuh, ukuran tubuh, betuk kepala
dan pola duri di bagian kepala.Lobster Hijau Pasir P. homarus (Gambar 4)
mempunyai ciri khusus sebagai berikut: abdomen beruas-ruas,berwarna hijau
gelap, antena berwana coklat gelap, antenulla berwarna hitam putih berselangseling atau coklat tua, kaki berwarna hijau gelap. Hidup di perairan karang yang
dangkal dengan kedalaman 1-90 m. Panjang total maksimun 31 cm, panjang
karapas 12 cm dan panjang badan 20-25 cm (Moosa dan Aswandy 1984;
Holthuis 1991)
Flagelata
Tangkai Antena
Mata

Antenular Plate

Poreipoda

Carapace

Propodus

Antena

Dectilus

Ruas Perut

Koksa

Pale Band
Pleura (somite)

Pleopoda

Eksopoda
Endopoda

Ueropoda

Sumber : Miyeke S. 1976. Japanese Crustacean Decapods and Stomatopods in Color.
Vol 1. (in Japanese) dalam Dirwana (2012)

Gambar 4 Morfologi lobster Hijau Pasir (P. homarus)

11
Kegiatan penangkapan lobster di wilayah Teluk Palabuhanratu didominasi
oleh nelayan-nelayan yang berdomisili di sekitar pesisir Teluk Palabuhanratu,
penangkapan lobster dilakukan oleh nelayan lobster termasuk dalam kegiatan
perikanan tangkap berskala kecil, bila dilihat dari alat tangkap dan kapal yang
digunakannya. Cara penangkapan dan jenis alat tangkap yang digunakan
beraneka ragam, tergantung dari kebiasaan nelayan dan daerah penangkapannya.
Alat tangkap yang banyak digunakan oleh nelayan Palabuhanratu adalah jaring
insang dasar, krendet, dan bubu (Gambar 5).
Jaring insang dasar (bottom gillnet) di kenal dengan nama Jaring Blo’on,
yang merupakan alat tangkap berbentuk persegi panjang, berbahan dasar jaring
monofilament dengan ukuran mata jaring 3-5 inci, diameter benang 0.25-0.35 mm,
panjang 1 pice antara 25-30 m dengan kedalam jaring 2-3 m, di operasikan pada
dasar perairan dengan metode pengoperasian menetap (fixed gillnet) dimana pada
ujung jaring di beri jangkar dan pelampung tanda. Krendet (jodang) dan bubu
merupakan alat tangkap jenis perangkap (traps), di operasikan pada daerah
penangkapan yang sempit (celah batu-batu dan karang) dan untuk menarik
datangnya lobster agar terperangkap biasanya menggunakan umpan.

Jaring Gillnet Dasar

Krendet

Bubu Lipat

Posisi alat tangkap saat di operasikan
Sumber : Dokumen Penelitian
Gambar 5 Alat tangkap lobster dan posisi saat di operasikan
Perahu yang digunakan oleh nelayan Palabuhanratu rata-rata berukuran
kecil dan bercadik di kenal dengan nama congkreng atau kincang, bahkan ada
yang menggunakan ban dalam mobil ukuran besar sebagai sarana apungnya,
perahu tersebut menggunakan mesin penggerak ukuran kecil (5 HP) dengan as
baling-baling panjang, ada yang menggunakan layar dan ada pula yang masih
menggunakan dayung, Kegiatan operasi penangkapan lobster dilakukan dalam
satu hari (one day fishing) sore hari di tebar dan pagi harinya baru di angkat.

12
Hasil tangkapan lobster dari nelayan biasanya langsung di bawa ke tempat
pengumpul lobster, untuk disortir berdasarkan ukuran dan jenisnya, lalu di
timbang untuk di bayar dengan harga sesuai pasaran yang di tentukan oleh pihak
pengumpul lobster. Penentuan harga dari masing-masing ukuran dan jenis lobster
biasanya tergantung dari harga jual eksportir lobster di Jakarta serta negara tujuan
impor lobster. Berdasarkan data hasil tangkapan tahun 2013-2014 (Tabel 4) yang
di ambil dari pengepul lobster, produksi hasil tangkapan lobster P. homorus
bervariasi pada setiap bulannya tergantung kondisi cuaca dan musim penangkapan.
apalagi setelah di berlakukannya Permen KP Nomor 1 tahun 2015.
Tabel 4 Hasil tangkapan (Kg) lobster lobster P. homarus di Teluk Palabuhanratu
Tahun 2013-2014
Bulan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Jumlah

Produksi (Kg) Tahun 2013
KK
SPK
SPB
93.40
60.20
49.05
29.65
54.15
35.25
29.50
33.85
175.00
306.30
698.00
790.70
2,355.05

57.70
51.12
46.35
34.40
48.55
46.00
26.60
65.25
169.94
200.80
573.70
1,002.20
2,322.61

13.70
25.20
16.88
7.95
22.75
4.50
4.80
13.60
74.80
101.20
104.60
103.40
493.38

Produksi (Kg) Tahun 2014
KK
SPK
SPB
72.85
73.10
56.40
86.75
72.15
42.30
42.42
42.22
123.10
252.70
156.90
100.78
1,121.67

87.88
57.70
77.80
55.66
60.20
22.90
20.95
65.25
137.70
211.30
326.40
190.20
1,313.94

44.50
33.30
11.70
8.50
15.80
18.90
17.80
13.60
45.10
62.10
74.10
94.40
439.80

Sumber: Data tangkapan lobster Tahun 2013-2014

Analisis Pengaruh Fase Bulan
Data hasil tangkapan tahun 2013 yang telah ditabulasi berdasarkan tanggal
tertangkap dan ukuran lobster (lampiran 2) kemudian dikelompokan sesuai
dengan fase bulan pada saat hasil tangkapan lobster didaratkan. Pengelompokkan
fase bulan didasarkan pada pengelompokkan yang telah tersedia pada Almanak
Nautika. Fase bulan di kelompokkan kedalam 4 kelompok fase bulan yaitu: Semi
Terang (Kuadran I), Bulan Terang (Kuadran II), Semi Gelap (Kuadran III) dan
Bulan Gelap (Kuadran IV). Hasil penelitian (gambar 6) dan uji statistik tabel
Anova (lampiran 2) antara pengaruh fase bulan terhadap hasil tangkapan lobster
P. homorus menunjukkan F 0.2065 dan Fcrit 2.67 dengan demikian fase bulan
tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan lobster P. homarus, karena
Fcrit > F (selang kepercayaan 95%) ini di dukung oleh nilai P-value 0.8917 (P >
0.05). Hasil penelitian ini selaras dengan pernyataan Yamakawa et al. 1994, yang
menyatakan tidak ada pengaruh antara fase bulan dan hasil tangkapan, tetapi
dampak dari kuatnya gelombang/tinggi gelombang memberikan hasil yang
meningkat pada hasil tangkapan lobster. Menurut Lopeztegui et al. 2011,
mengatakan dengan tidak konsistennya fase bulan terhadap hasil tangkapan
lobster maka disimpulkan bahwa fakor lingkungan lokal yang berpengaruh besar
terhadap hasil tangkapan.

Hasil Tangkapan (kg)

13
60.00

41,90 ± 11.77

50.00

31,19 ± 9.08

35,70 ± 10.16

34,85 ± 8.91

III

IV

40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
I

II

Fase Bulan

Gambar 6 Pengaruh fase bulan terhadap hasil tangkapan lobster Hijau Pasir
(P.homarus)
Meskipun hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh nyata
antara fase bulan terhadap hasil tangkapan, akan tetapi terlihat pola perbedaan
hasil tangkapan lobster pada masing-masing fase bulan, dimana hasil tangkapan
lobster tertinggi pada fase bulan I (semi terang) dan fase bulan III (semi gelap),
sedangkan hasil tangkapan lobster rendah terjadi ketika fase bulan II (bulan
terang) dan fase bulan IV (bulan gelap). Hasil tangkapan lobster Hijau Pasir (P.
homarus) fase bulan I dengan nilai (rerata (kg) ± SE) sebesar 41.90±11.7 kg dan
pada fase bulan III sebesar 35.7 ±10.16 kg , sedangkan pada bulan II sebesar
31.19±9.08 kg dan fase bulan IV sebesar 34±8.91 kg. Menurut (Prasetiani 2001),
pada saat fase bulan purnama (bulan terang) lobster bergerak ke arah yang lebih
dalam atau membenamkan dirinya kedalam subtrat untuk bersembunyi di dalam
karang dan tempat terlindung lainnya, hal ini menjadikan peluang tertangkapnya
lobster berkurang di fase bulan II (purnama) jika di bandingkan dengan fase bulan
lainnya.
Lebih lanjut, pada penelitian ini juga menyajikan data hasil tangkapan
lobster setiap ukuran (KK, SPK, dan SPB) pada setiap fase bulan dan diketahui
tidak terjadi perbedaan nyata (p > 0,05) (Gambar 7).

Hasil tangkapan (kg)

100.0
60,71 ± 23.72

80.0

52,80 ± 24.95

52,83 ± 22.97
43,38 ± 18.55
42,36 ± 19.05

45,40 ± 18.70

46,77 ± 17.71
45,56 ± 19.06

60.0
40.0
12,23 ± 3.4

12,18 ± 3.84

20.0

8,88 ± 2.72

7,83 ± 2.24

0.0
I

II Fase bulan III
KK

SPK

IV

SPB

Gambar 7 Pengaruh fase bulan terhadap pola sebaran ukuran hasil
tangkapan lobster Hijau Pasir (P. homarus)

14
Pola pengaruh fase bulan terhadap hasil tangkap lobster P. homarus setiap
ukuran dapat dilihat jumlah hasil tangkapan meningkat di fase bulan semi terang
(Kuadran I) dan fase bulan semi gelap (Kuadran III) berlaku untuk semua ukuran
lobster yang tertangkap, sedangkan pada fase bulan purnama dan fase gelap
bulan (Kuadran II dan IV) jumlah hasil tangkapan cenderung sama, jika
dibandingkan dengan fase bulan semi terang dan fase bulan semi gelap (Kuadran I
dan III)
Pada fase bulan I, hasil tangkapan tertinggi didapat pada lobster dengan
ukuran KK sebesar (rerata hasil tangkapan (kg) ± SE) 60,71 ± 23,72 kg, kemudian
ukuran SPK sebesar 52,80 ± 24,95 kg, dan terendah pada ukuran SPB sebesar
12,18 ± 3,84 kg. Pada fase bulan II, hasil tangkapan lobster dengan ukuran KK
dan SPK cenderung sama, dengan hasil tangkapan lobster ukuran KK sebesar
43,38 ± 18,55 kg dan ukuran SPK sebesar 42,36 ± 19,05 kg, sedangkan ukuran
SPB terendah dengan nilai sebesar 7,83 ± 2,24 kg. Pada fase bulan III, lobster
dengan ukuran SPK didapatkan tertinggi dengan nilai sebesar 52,83 ± 22,97 kg
kemudian pada ukuran KK sebesar 45,40 ± 18,70 kg, sedangkan tangkapan
terendah yaitu pada SPB sebesar 8,88 ± 2,72 kg. Pada fase bulan IV, hasil
tangkapan lobster dengan ukuran KK dan SPK cenderung sama dengan nilai
sebesar 46,77 ± 17,71 kg pada KK dan 45,56 ± 19,06 kg pada SPK, sedangkan
ukuran SPB didapat terendah dengan nilai 12,23 ± 3,4 kg. Hal ini selaras dengan
hasil penelitian (Srisurican et al. 2005), dimana hasil tangkapan lobster (Panulirus
sp.) bervariasi berdasarkan siklus bulan dengan minimum hasil tangkapan berada
di periode bulan purnama dan maksimum hasil tangkapan berada di periode bulan
baru terutama untuk lobster berukuran kecil yang tertangkap di perairan dangkal.
Analisis Hubungan Panjang-Berat
Sampel lobster Hijau Pasir (P. homarus) yang diukur secara keseluruhan
berjumlah 240 ekor yang terdiri dari 142 ekor betina (A) dan 98 ekor jantan (B).
Setelah dilakukan pengukuran panjang dan berat dari masing-masing individu
(data hasil pengukuran terdapat pada Lampiran 5), kemudian dilakukan analisis
hubungan antara panjang-berat dari keseluruhan sampel. Hasil analisis dapat
dilihat pada (Gambar 8)
0.40
0.35

Bobot (Kg)

0.30
0.25

y = 0.0027x2.0871
R² = 0.6585

0.20

Jantan
Betina

0.15
0.10
y = 0.0026x2.083
R² = 0.6804

0.05
0

2

4

6

8

10

Panjang Karapas (Cm)

Gambar 8 Hubungan panjang-berat lobster Hijau Pasir (P. homarus) Jantan
dan Betina

15
Secara keseluruhan, didapatkan persamaan hubungan panjang berat lobster Hijau
Pasir yaitu W = 0,0025L2,11866 (R = 68,5%) , sehingga didapatkan nilai b sebesar
2,1186 yang menunjukkan pola pertumbuhannya adalah alometrik negatif. Bila
dihitung berdasarkan jenis kelaminnya.
Persamaan hubungan panjang berat lobster Hijau Pasir jenis kelamin betina
dan jantan relative sama, serta menunjukkan pola pertumbuhan alometrik negatif.
Persamaan pada lobster betina adalah W = 0,0027L2,0871 (R = 65,8%) sehingga
didapatkan nilai b sebesar 2,0871 yang menunjukkan pola pertumbuhannya
alometrik negatif. Pola pertumbuhan alometrik negatif juga ditunjukkan pada
lobster jantan dengan persamaan hubungan panjang berat W = 0,0026L2,0834 (R =
68%) dan didapat nilai b sebesar 2,0834. Nilai regresi (R) antara panjang dan
berat = 0.68753 menunjukkan hubungan ke eratan yang kuat (R2>0,75 atau 75%),
begitu juga pada koefisien a dan b pada masing-masing jenis kelamin.
Pertumbuhan merupakan istilah sederhana yang dirumuskan sebagai
penambahan ukuran panjang dan berat dalam suatu waktu, dimana dipengaruhi
oleh faktor dalam (intrinsict) seperti keturunan, sex, umur, parasite, dan penyakit,
serta faktor luar (exstrinsict) seperti makanan dan suhu perairan (Effendie 2002).
Hubungan panjang lobster hijau pada jenis kelamin betina dan jantan maupun
keseluruhan menunjukkan pola pertumbuhan alometrik negatif. Beberapa
penelitian mengenai hubungan panjang-berat lobster P. homarus sudah banyak
dilakukan dengan hasil yang rata-rata juga menunjukkan pola pertumbuhan yang
bersifat allometrik negatif, walaupun dengan nilai b yang berbeda-beda (Tabel 5).
Perbedaan nilai b ini menunjukkan hubungan panjang berat yang diakibatkan oleh
faktor ekologis dan biologis (Manik 2009). Lebih lanjut, model pertumbuhan
individual bergantung pada ketersedian makanan dan kesesuaian suhu perairan
(Monterio 2002).
Tabel 5 Beberapa hasil penelitian pola pertumbuhan lobster Hijau Pasir
(P.homarus) di Indonesia.
N
o
1
2
3
4
5
6

Lokasi
Aceh
Pangandaran
Pangandaran
Yogyakarta
Pacitan
Palabuhanratu

Tahun

Nilai b

1993
1994
2006
2009
2013
2015

2,432
2,317
2,513
2,788
2,754
2,119

Keterangan
Alometrik negatif
Alometrik negatif
Alometrik negatif
Alometrik negatif
Alometrik negatif
Alometrik negatif

Sumber
Suman et al. 1993
Suman et al. 1994
Nuraini et al. 2006
Aisyah et al. 2010
Hargiyatno et al. 2013
Present study

Sumber : Hargiyatno et al. 2013
Analisis Distribusi Frekuensi
Distibusi frekuensi ukuran lobster Hijau Pasir (P. homarus) secara
keseluruhan (n = 240 ekor), dimana lobster jenis kelamin jantan (n = 98 ekor) dan
lobster jenis kelamin betina (n = 142 ekor), dapat dilihat pada Gambar 8.
Distribusi ukuran lobster Hijau Pasir kemudian disandingkan dengan ukuran
length first maturity (Lm) yang digunakan sebagai dasar dalam menentukan
ukuran kelayakan tangkapnya. Ukuran Lm lobster Hijau Pasir diacu dari beberapa
referensi (Jayakody 1989) didapatkan nilai Lm yang berkisar antara 38 – 70 mm
(CL), pada (Tabel 6) dan (Gambar 9).

16
Tabel 6 Ukuran lengt at first matury (Lm) lobster Hijau Pasir (P. homarus).
Dibeberapa Negara.
Ukuran Length
first maturity
38 – 47 mm (CL)
55 – 59 mm (CL)
60 – 70 mm (CL)
50 mm (CL)
54 mm (CL)

Lokasi
Pantai selatan Sri Lanka
Pantai barat Sri Lanka
Perairan Aden Timur
Perairan Transkeian, Afrika Selatan
Perairan Natal, Afrika Selatan
Sumber : Jayakody 1989

Sumber
Kulmiye et al. (2006)
De Bruin (1962)
George (1963)
Heydorn (1969)
Berry (1971)

90

Frekuensi (ekor)

80
70

Keseluruhan

60
50
40
30
20
10

Frekuensi (ekor)

0
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
90

1.5-2.5

2.5-3.5

3.5-4.5

4.5-5.5

5.5-6.5

6.5-7.5

7.5-8.5

Lobster jantan

1.5-2.5

2.5-3.5

3.5-4.5

4.5-5.5

5.5-6.5

6.5-7.5

7.5-8.5

Frekuensi (ekor)

80
70
60
50

Lobster betina

40
30
20
10
0
1.5-2.5 2.5-3.5 3.5-4.5 4.5-5.5 5.5-6.5 6.5-7.5 7.5-8.5

Kelas ukuran panjang karapas (cm)

Keterangan:

= garis batas Lm (38 – 70 mm)
= pedoman ukuran menurut Permen KP No. 1/2015 (80 mm)

Gambar 9 Distribusi ukuran panjang karapas lobster P. homarus

17
Hasil analisis menunjukkan lobster P. homarus memiliki ukuran panjang
karapas berkisar antara 2.5 - 8.5 cm, ukuran dominasi tertinggi untuk lobster
jantan di kisaran panjang karapas 3,5 - 4,5 cm dan 5,5 - 6,5 cm, untuk lobster
betina memiliki kisaran panjang karapas 5,5 - 6,5 cm. Secara keseluruhan
panjang karapas lobster (jantan dan betina) didominasi pada kisaran 5,5 - 6,5 cm.
ini mirip dengan hasil penelitian yang dilakukan pada perairan Yogyakarta dan
Pacitan (Hargiyatno et al. 2013).
Jika pengelolaan penangkapan lobster P. homarus menggunakan standar
ukuran Lm ( length first maturity ) dari literatur (Tabel 6) lobster P. homarus
mencapai matang gonad pertama kali pada kisaran ukuran panjang karapas 54 –
64 mm (Junaidi at al. 2010) maka lobster jantan yang pas ukuran Lm 80 ekor,
kurang dari Lm 6 ekor dan lebih dari Lm 12 ekor, untuk lobster betina pas ukuran
Lm 113 ekor, kurang dari Lm ukuran 2 ekor, lebih dari ukuran Lm 27 ekor, dan
kalau s