1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hutan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, merupakan sumber daya alam yang memiliki aneka ragam kandungan kekayaan alam yang bermanfaat
bagi manusia, sebagai bentuk perwujudan rasa syukur terhadap karunia-Nya, maka hutan harus diurus dan dimanfaatkan secara optimal dengan
mempertimbangkan kecukupan
luas kawasan
dan kegunaan
dalam memanfaatkannya. Sumberdaya hutan sebagai modal pembangunan mempunyai
manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi.
1
Dalam pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
2
Termasuk didalamnya hutan adalah suatu kekayaan alam yang harus dimanfaatkan secara baik dan
berkelanjutan demi kelangsungan hidup masyarakat Indonesia. Penyelenggaraan
kehutanan bertujuan
untuk sebesar
besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan:
3
a. Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional; b.
Mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produktif untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya
1
Suryanto et.al., Illegal Loging Sebuah Misteri, Balai Litbang Kehutanan Kalimantan, Sempaja, 2006, h. 1.
2
Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indonesia, Pasal 33 ayat 3.
3
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 3.
dan ekonomi, yang seiring dan lestari; c. Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai; d. Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan
keberdayaan masyarakat secara partisipasif, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta
ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal; dan e. Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Paradigma bahwa sumber daya alam kehutanan harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan ekonomi semata-mata sudah tidak
relevan dengan kondisi saat ini, hutan harus dimaknai sebagai pemberi manfaat bagi lingkungan hidup dan sosial-budaya. Manfaat ekonomi diupayakan untuk
pula sejalan dengan aspek sosial dan lingkungan melalui upaya konservasi sumber daya alam. Prinsip keadilan antargenerasi meletakkan tiga kewajiban mendasar
bagi generasi sekarang dalam konservasi sumber daya alam, yaitu: 1 conservation of option, menjaga agar generasi mendatang dapat memilih kuantitas
keanekaragaman sumber daya alam; 2 conservation of quality, menjaga kualitas lingkungan agar llestari; dan 3 consevation of acces, menjamin generasi
mendatang minimal memiliki akses yang sama dengan generasi sekarang atas titipan kekayaan alam ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
4
Dalam perjalanannya, selain memberi dampak positif
5
, pengelolaan dan pemanfaatan hutan juga memberi dampak negatif yang mengakibatkan
terdegradasinya sumberdaya hutan, baik diakibatkan pelanggaran maupun karena
4
Ahmad Redi, Hukum Sumber Daya Alam Dalam Sektor Kehutanan, Sinar Grafika Jakarta Timur, 2014, h. 1-2.
5
Sumberdaya hutan sebagai peyumbang devisa dan berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.
akses perubahan atau proses penyempurnaan
6
terhadap sistem pengelolaan itu sendiri. Proses pengerusakan hutan sesungguhnya telah dimualai dari awal
praktek eksploitasi hutan dilakukan, baik pada era banjir kap, era Hak Pengusahaan Hutan hingga era sekarang. Namun demikian, praktek eskploitasi
secara tidak sah ilegal dapat di katakan baru dimulai sejak era pemberian izin Hak Pengusahaan Hutan pada awal 1970an
7
. Pada era tersebut, telah terjadi praktek ilegal seperti praktek tebang “cuci mangkok”, penebangan diluar blok
tebangan, didalam kawasan lindung, melebihi jatah tebangan dan sebagainya serta se
bagian lagi praktek “pencurian” kayu yang dilakukan masyarakat atau oknum dalam manajemen badan usaha pemegang izin Hak Pengusahaan Hutan.
8
Pengertian tindak pidana kehutanan menurut UU No 41 Tahun 1999 tentang kehutanan adalah perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh setiap
orang atau kelompok orang atau badan hukum dalam bidang kehutanan dan perdagangan hasil hutan berupa; menebang atau memungut Hasil Hutan Kayu
HHK yang diduga dipungut secara tidak sah, serta mengangkut atau memiliki HHK yang tidak dilengkapi Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan SKSHH
9
. Dalam Inpres RI No. 5 tahun 2001 tentang Pemberantasan penebangan
Kayu Illegal di Kawasan Ekosistem Leuser dan Taman Nasional Putting, istilah illegal logging disamakan dengan istilah penebangan kayu illegal. Illegal logging
identik dengan istilah “pembalakan illegal” yang digunakan oleh Forest Watch
Indonesia FWI dan Global Forest Watch GWF 2001 : 36 yaitu untuk
6
Dikenal beberapa sistem pengelolaan, seperti TPI, TPII dan sebagainnya.
7
Pada era banjir kap belum ada peraturan perundang undangan yang memadai, dengan demikian berarti juga tidak ada pelanggaran.
8
Suryanto, et.al., Op.Cit., h. 2-3.
9
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tantang Kehutanan Pasal 50 ayat 3, huruf e
menggambarkan semua praktek atau kegiatan kehutanan yang berkaitan dengan pemanenan, pengelolaan dan perdagangan kayu yang tidak sesuai dengan hukum
Indonesia.
10
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tindak pidana kehutanan adalah rangkaian kegiatan penebangan dan
pengangkutan kayu ke tempat pengolahan hingga kegiatan ekspor kayu yang tidak mempunytai izin dari pihak yang berwenang sehingga tidak sah dan bertentangan
dengan aturan hukum yang berlaku, oleh karena itu dipandang sebagai perbuatan merusak hutan.
11
Tindak pidana terhadap kehutanan adalah merupakan tindak pidana khusus yang diatur dengan ketentuan pidana dan hukum acara tersendiri. Menurut Pompe
dalam Hamzah 1991:1, ada dua kriteria yang dapat menunjukkan hukum pidana khusus itu, yaitu yang pertama, orang-orang atau subjeknya yang khusus, dan
kedua perbuatannya yang khusus bijzonder lijk feiten. Hukum pidana khusus yang subjeknya khusu maksudnya adalah subjek atau pelakunya yang khusus
seperti hukum pidana militer yang hanya untuk golongan militer. Dan hukum pidana yang perbuatannya yang khusus maksudnya adalah perbuatan pidana yang
dilalakukan khusus dalam bidang tertentu seperti hukum fiskal yang hanya untuk delik-delik fiskal.
12
Kejahatan di bidang kehutanan merupakan tindak pidana khusus yang dlam kategori hukum pidana yang perbuatannya khusus, yaitu delik-delik kehutan
yang menyangkut pengelolaan hasil hutan kayu. Pada dasarnya kejahatan bidang
10
Teguh Prasetyo et.al., Korupsi dan Illegal Logging, Puustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 13- 14.
11
Ibid., h. 15
12
Op.cit., h. 119
kehutanan, secara umum kaitannya dengan unsur-unsur tindak pidana umum dalam KUHP, dapat dikelompokan menjadi beberapa bentuk kejahatan, yaitu:
13
a Pengrusakan, diatur dalam Pasal 406 sampai dengan Pasal 412 KUHP terbatas
hanya mengatur tentang perusakan barang dalm arti barang-barang yang bisa dimiliki orang Pasal 406 KUHP. Ancaman hukuman dalam Pasal 406
sampai dengan 412 KUHP paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp. 4.500.
b Pencurian, menurut penjelasan Pasal 363 KUHP mempunyai unsur-unsur
sebagai berikut :1. Perbuatan mengambil, yaitu mengambil untuk dikuasai, 2.Sesuatu barang, dalam hal ini barang berupa kayu yang pada waktu diambil
tidak berada dalam penguasaan pelaku.3. Sebagian atau seluruhnya milik orang lain, dalam hal ini hutan dapat merupakan hutan adat dan hutan hak
yang termasuk dalam hutan negara maupun hutan negara yang tidak dibebani hak.4. dengan ssengaja atau dengan maksud ingin memiliki dengan melawan
hukum. Ancaman hukuman yang paling berat dalam kasus pencurian menurut KUHP adalah Pasal 363 lima tahun, Pasal 363 tujuh sampai sembilan tahun,
Pasal 365 lima belas tahun. c
Penyelundupan, hingga saat ini, belum ada peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang penyelundupan kayu bahkan dalam
KUHP. Namun demikian, Pasal 50 ayat 3 huruf f dan h UU No. 41 Tahun 1999, yang mengatur tentangmembeli, menjual dan atau mengangkut hasil
hutan yang dipungut secara tidak sah dapat diinterpretasikan sebagai perbuatan penyelundupan kayu.
13
Op.cit., h. 120-124
d Pemalsuan, pemalsuan surat-surat diatur dalam Pasal 263-276, pemalsuan
materai dan merek diatur dalam pasal 253-262. Pemalsuan dalam hal ini membuat surat palsu yang isinya tidak semestinya. Ancaman pidananya
menurut Pasal 263 KUHP yaitu penjara paling lama 6 tahun dan Pasal 264 paling lama delapan tahun.
e Penggelapan, dalam KUHP diatur dalam Pasal 372 sampai dengan Pasal 377.
Ancaman hukumannya yang ada dalam Pasal 372 KUHP adalah paling lama empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,-.
f Penadahan, dalam KUHP pendahan yang kata dasarnya tadah adalah sebutan
lain dari perbuatan persekongkolan atau sekongkol atau pertolongan jahat. Penjelasan lebih lanjut dalam Pasal 480 KUHP. Ancaman pidana dalam pasal
480 ini adalah paling lama empat tahun atau denda paling banyak Rp. 900,-. Modus ini telah diatur lebih lanjut dalam Pasal 50 ayat 3 huruf f UU No. 41
Tahun 1999. Dari berbagai problematika yang ditimbul sangat diperlukan penegakan
hukum yang serius dan jitu dari tingkat pusat sampai ketingkat daerah agar pelanggaran mengenai tindak pidana di bidang kehutanan dapat ditekan. Dalam
melaksanakan fungsi penegakan hukum tentunya harus ada sarana dan prasarana yang memadai, antara lain harus ada personil yang memadai untuk mampu
mengawasi seluruh wilayah hutan yang ada di wilayah Wonogiri terutama wilayah-wilayah yang rawan terjadi kasus tindak pidana kehutanan serta SDM
yang handal. Disamping itu pula perangkat hukum terutama peraturan perundang-
undangan yang ada harus pula menjadi prioritas utama yang dapat memberi
keleluasaan bertindak apabila para penegak hukum menemukan tindak kejahatan di hutan.
14
Kerjasama antara instansi-instansi ini diharapkan dapat mengurangi atau bahkan memberantas habis segala macam tindakan yang mengarah pada
kasus tindak pidana bidang kehutanan yang ada diwilayah Wonogiri. Dalam menjalankan penegakan maupun pencegahan terhadap tindak
pidana bidang kehutanann di wilayah Kabupaten Wonogiri Polres Wonogiri beserta Penyidik Polri dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil PPNS Kehutanan atau
dalam hal ini Polisi Hutan Wilayah Wonogiri berkerjasama sesuai kewenangannya masing-masing yang didalam Pasal 6 ayat 1 KUHAP
menyebutkan bahwa ada dua pejabat yang berkedudukan sebagai Penyidik, yaitu Penyidik Polri dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil PPNS. Penyidik Polri
memiliki kewenangan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 7 ayat 1 KUHAP sedangkan untuk PPNS kewenangannya sesuai dengan undang-undang
yang menjadi dasar hukumnya masing-masing, untuk PPNS kehutanan kewenangannya diatur dalam Pasal 77 Undang-undang No 41 tahun 1999 tentang
Kehutanan dan Pasal 39 Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang KSDAHE. PPNS kehutanan walaupun telah diberi kewenangan oleh undang-undang
untuk melakukan penyidikan sebagaimana disebut di atas, namun dalam pelaksanaan tugasnya Kedudukannya berada dibawah kordinasi dan Pengawasan
penyidik POLRI dalam hal ini Polres Wonogiri Pasal 7 ayat 2 KUHAP dengan kata lain bahwa: 1. Kedudukan Penyidik Polri dalam penyidikan tindak pidana
kehutanan adalah; sebagai Koordinator; dan sebagai Pengawas proses penyidikan
14
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2013, h. 5.
oleh PPNS Kehutanan. 2. Kedudukan PPNS Kehutanan sebagai Penyidik tindak pidana kehutanan.
Seperti yang dilakukan Polres Wonogiri dalam menangani tindak pidana bidang kehutanan yang semakin meningkat di masa-masa sekarang ini, karena di
wilayah Wonogiri sendiri daerahnya sebagian besar adalah berupa kawasan hutan. Tidak menutup kemungkinan bila daerah yang sebagian besar hutan di
manfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk mencuri bahkan untuk merusak hutan di wilayah Wonogiri. Luas kawasan hutan di daerah
Wonogiri sendiri menurut Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Tengah tahun 2013 bahwa luas kawasan hutan di Wonogiri 20,094.56 ha.
Ada beberapa jenis hutan yang mempunyai fungsi masing-masing diantarnya: 1 Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak
dibebani hak atas tanah, 2 Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah, 3 Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam
wilayah masyarakat hukum adat, 4 Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan, 5 Hutan lindung adalah
kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan
erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah, 6 Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai
fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, 7 Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas
tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi
sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan, 8 Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok
perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya, 9 Taman buru adalah kawasan hutan yang di tetapkan sebagai tempat wisata berburu.
15
Dan jenis hutan yang membentang luas di wilayah Kabupaten Wonogiri termasuk dalam kategori hutan lindung karena mengingat fungsi dan
kegunaannya. Jenis tanaman yang membentang luas di kawasan hutan Wonogiri sebagian besar berupa hutan jati dan hutan pinus. Mengingat pentingnya kawasan
hutan di Wilayah Kabupaten Wonogiri guna mencegah banjir, tanah longsor, dan pendangkalan Waduk Gajah Mungkur. Polres Wonogiri beserta Kesatuan
Pemangkuan Hutan Wonogiri selaku salah satu satuan kerja Perum Perhutani di wilayah kabupaten Wonogiri, bersama dengan stake holder terkait yang ada di
wilayah kabupaten Wonogiri, bahu membahu dan bersama-sama menciptakan situasi keamanan hutan yang kondusif agar tujuan menganai tindak pidana illegal
logging yang ada di wilayah Kabupaten Wonogiri dapat berkurang. Tidak bertumpu pada penegakan secara represif saja untuk bena-benar mengurangi
tindak pidana kehutanan yang ada di wilayah Kabupaten Wonogiri, Polres Wonogiri melakukan penegakan secara preventiv dengan tujuan penecegahan
sebelum terjadi tindakan yang dilakukan masyarakat dalam kaitannya tindak pidana kehutanan. Terbukti dengan adanya tindakan preventif yang dilakukan
Polres Wonogiri dalam hal ini Satbinmas, yang rutin melakukan pembinaan atau
15
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, Pasal 1 ayat 4-12
penyuluhan bersama KPH dan masyarakat disekitar kawasan hutan di wilayah Wonogiri, setidaknya dapat menekan angka tindak pidana di bidang kehutanan
yang selama tahun 2013 terdapat 3 kasus dan ditahun berikutnya yaitu ditahun 2014 tindak pidana mengenai pencurian kayu dapat dikatan nihil atau tidak ada,
ini sesuai data dari ANEV TINDAK PIDANA BULAN TAHUN 2013 SAT RESKRIM POLRES WONOGIRI.
16
Tetapi dalam kenyataannya yang terjadi dilapangan menurut data dari Polhut Polres Wonogiri dari Periode Tahun 2013-
2014 ada 8 kasus yang terkait tindak pidana di bidang kehutanan di Wilayah Kabupaten Wonogiri.
17
Kabupaten Wonogiri sendiri terdapat empat KPH yang tersebar diantaranya ;
18
1 KPH Kota Wonogiri, Polsek yang menaungi Polsek Wonokarto, 2 KPH Jatisrono, Polsek yang menaungi Polsek Jatisrono, 3 KPH Baturetno,
Polsek yang menaungi Polsek Baturetno, 4 KPH Purwantoro, Polsek yang menaungi Polsek Purwantoro. Dari kerjasama yang dibangun antar instansi-
instansi dan penegakan hukum seacara preventif yang dilakukan Polres Wonogiri, semuanya ini diharapkan dapat mengurangi atau bahkan memberantas habis
segala macam tindak kejahatan kehutanan, terutama mengenai Tindak Pidana di bidang kehutanan yang ada di wilayah Kabupaten Wonogiri.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang hal tersebut, oleh karena itu penulis mengambil
judul skripsi tentang
“PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG KEHUTANAN Studi
Kasus di Polres Wonogiri”.
16
Wawancara dengan KASAT RESKRIM POLRES WONOGIRI, Wonogiri, 14 Juli 2015
17
Wawancara dengan KASAT POLHUT POLRES WONOGIRI, Wonogiri 31 Juli 2015
18
Wawancara dengan KANIT BINPOLMAS POLRES Wonogiri, Wonogiri, 31 Juli 2015
B. Rumusan Masalah