Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Modus Operandi Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan: Studi Kasus pada Polres Salatiga T1 312012088 BAB II

(1)

20 BAB II

LANDASAN TEORI DAN HASIL PENELITIAN

A. Modus Operandi Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Pengertian modus operandi dalam lingkup kejahatan yaitu operasi cara atau teknik yang berciri khusus dari seorang penjahat dalam melakukan perbuatan jahatnya11. Modus operandi berasal dari bahasa Latin, artinya prosedur atau cara bergerak atau berbuat sesuatu. Dalam hukum pidana tradisional, seseorang dikatakan sebagai penjahat atau pelaku kejahatan apabila orang tersebut telah melakukan kejahatan yang dapat dihukum dimasa lampau.

Pada umumnya dari sudut pandang masyarakat, kita lebih berkepentingan untuk melindungi masyarakat dari tindakan-tindakan dimasa depan daripada membalas dendam kepada penjahat bagi tindakan-tindakannya dimasa lampau. Perhatian orang lebih terarah pada kemungkinan timbulnya bahaya dimasa depan daripada kejahatan yang telah lewat.12 Dalam pandangan hukum sendiri penjahat atau pelaku kejahatan adalah seseorang yang dianggap telah melanggar kaidah-kaidah hukum dan perlu dijatuhi hukuman. Namun perlu diketahui pula tentang ukuran-ukuran yang menentukan apakah seseorang dapat diperlakukan sebagai penjahat atau tidak. Kriminalitas berasal dari kata “crimen” yang berarti

11 Dirjosisworo. 1984. Ruang Lingkup Kriminalogi.Rajawali. Jakarta 12


(2)

21 kejahatan. Pengertian tindak kriminalitas menurut bahasa adalah sama dengan kejahatan yaitu perkara kejahatan yang dapat dihukum menurut Undang-Undang, sedangkan pengertian kriminalitas menurut istilah diartikan sebagai suatu kejahatan yang tergolong dalam pelanggaran hukum positif (hukum yang berlaku disuatu Negara).

Pengertian kejahatan sebagai unsur tindak kriminalitas secara sosiologis mempunyai 2 unsur, yaitu: Kejahatan ialah perbuatan yang merugikan secara ekonomis dan merugikan secara psikologis dan melukai perasaan susila dari suatu segerombolan manusia, dimana orang-orang itu berhak melahirkan celaan.13 Dengan demikian, pengertian kriminalitas adalah segala macam bentuk tindakan dan perbuatan yang merugikan secara ekonomis dan psikologis yang melanggar hukum yang berlaku dalam Negara Indonesia serta noma-norma sosial dan agama.

Pengertian modus operandi adalah teknik cara-cara beroperasi yang dipakai oleh penjahat. Berdasarkan pada data di lapangan dapat diketahui bahwa modus operandi pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan di wilayah hukum Polres Salatiga bervariasi karena modus yang digunakan berbeda-beda bergantung pada lokasi yang akan digunakan sebagai sasaran menjalankan perbuatannya. Lokasi tindak pidana pencurian di

13


(3)

22 wilayah hukum Kota Salatiga dilakukan di beberapa lokasi yakni dilakukan di minimarket, rumah, perkantoran, sekolah dan di jalanan. Modus operandi yang digunakan pelaku untuk menjalankan tindak pidana pencurian dengan kekerasan antara lain melakukan dengan cara pelaku membawa senjata api maupun senjata tajam untuk mengancam korban dan pelaku tidak akan nekat dengan melukai korban apabila korban melakukan perlawanan.

Modus operandi yang digunakan pelaku dilakukan dengan terencana secara baik dan tersusun dengan rapi karena semua pelaku mempunyai peran dan tugas masing-masing, sehingga memudahkan pelaku untuk melarikan diri. Bentuk-bentuk kekerasan terdiri atas beberapa macam yakni kekerasan fisik, kekerasan suhu, kekerasan arus listrik, kekerasan karena perubahan tekanan, kekerasan udara dan kekerasan bahan kimia.13 Bentuk kekerasan yang disebutkan diatas terdapat bentuk kekerasan lainnya antara lain bentuk kekerasan fisik berupa memukul, menampar, melukai dengan tangan kosong atau alat atau senjata, bentuk kekerasan psikologi berupa berteriak-teriak, mengancam, bentuk kekerasan seksual yakni melakukan tindakan yang mengarah ke ajakan atau desakan seksual, bentuk kekerasan financial berupa mengambil uang korban dan bentuk kekerasan spiritual berupa merendahkan keyakinan dan kepercayaan korban.

13


(4)

23 B. Tindak Pidana dan Unsur – Unsurnya

Istilah tindak pidana menunjukan pengertian gerak – gerik tingkah laku dan gerak gerik jasmani seseorang. Hal tersebut terdapat juga seseorang untuk tidak berbuat, akan tetapi dengan tidak berbuatnya dia, dia telah melakukan tindak pidana.14 Pembentuk undang – undang sudah tetap dalam pemakaian istilah tindak pidana, dan beliau lebih condong memakai istilah tindak pidana seperti yang telah dilakukan oleh pembentuk undang – undang pendapat tersebut. tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, dimana pengertian perbuatan disini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).

Setelah mengetahui definisi dan pengertian yang lebih mendalam dari tindak pidana itu sendiri, maka di dalam tindak pidana tersebut terdapat unsur – unsur tindak pidana yaitu :

a. Unsur subyektif

1) sifat melanggar hukum 2) kualitas dari si pelaku 3) kausalitas

14


(5)

24 b. Unsur subyektif

1) Kesengajaan atau ketidaksengajaan

2) maksud pada suatu percobaan seperti ditentukan dalam pasal 5 ayat (1) KUHP.

3) Macam – macam maksud seperti terdapat dalam kejahatan – kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan dan sebagainya. 4) merencanakan terlebih dahulu, seperti tercantum dalam pasal

340 KUHP yaitu pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu.

5) Perasaan takut seperti terdapat di dalam pasal 308 KUHP15

Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar atau aturan-aturan untuk16 :

a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sangsi berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.

b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimanayang telah diancamkan,

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

15

Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, 61

16


(6)

25 Dalam ilmu hukum ada perbedaan antara istilah “pidana” dengan istilah “hukuman”.17

Istilah hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional, dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena istilah itu dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup luas. Istilah tersebut tidak hanya sering digunakan dalam bidang hukum, tetapi juga dalam istilah sehari-hari dibidang pendidikan, moral, agama, dan sebagainya. Oleh karena pidana merupakan istilah yang lebih khusus, maka perlu ada pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukan cirri-ciri atau sifat-sifatnya yang khas”.

Pengertian tindak pidana yang di muat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) oleh pembentuk undang-undang sering disebut dengan strafbaarfeit. Para pembentuk undang-undang tersebut tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai

strafbaarfeit itu, maka dari itu terhadap maksud dan tujuan mengenai strafbaarfeit tersebut sering dipergunakan oleh pakar hukum pidana dengan istilah tindak pidana, perbuatan pidana, peristiwa pidana, serta delik.

Pengertian Tindak Pidana menurut istilah adalah terjemahan paling umum untuk istilah "strafbaar feit" dalam bahasa Belanda walaupun secara resmi tidak ada terjemahan resmi strafbaar feit. Pendapat beberapa ahli tentang Pengertian Tindak Pidana, yaitu:

17


(7)

26 Pengertian Tindak Pidana ialah suatu tindakan atau perbuatan yang diancam dengan pidana oleh undang-undang hukum pidana, bertentangan dengan hukum pidana dan dilakukan dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab.18 Pengertian Tindak Pidana adalah Suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tata tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman trhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan hukum.19 Pengertian Tindak Pidana dengan isilah peristiwa pidana yang sering juga ia sebut delik, karena peristiwa itu suatu perbuatan (handelen atau doen

positif) atau suatu melalaikan (natalen-negatif), maupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkan karena perbuatan atau melalaikan itu).20 Van Hmamel juga sependapat dengan rumusan tindak pidana dari simons, tetapi menambahkan adanya “sifat perbuatan yang mempunyai sifat dapat dihukum”. Jadi, pengertian tindak pidana menurut Van Hamael meliputi lima unsur, sebagai berikut :

1. Diancam dengan pidana oleh hukum, 2. Bertentangan dengan hukum,

3. Dilakukan oleh seseorang dengan kesalahan (schuld),

4. Seseorang itu dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya,

18

Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Sinar Baru, 1992), 173

19

Schaffmeister, Keijzer, Dan Sutoris, Hukum Pidana, (Yogyakarta: Liberty, 1995)

20


(8)

27 5. Sifat perbuatan yang mempunyai sifat dapat dihukum.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpukan bahwa pengertian tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilakukan manusia yang dapat bertanggung jawab yang mana perbuatan tersebut dilarang atau diperintahkan atau dibolehkan oleh undang-undang hukum pidana yang diberi sanksi berupa sanksi pidana20 Untuk membedakan suatu perbuatan sebagai tindak pidana atau bukan tindak pidana ialah apakah perbuatan tersebut diberi sanksi pidana atau tidak diberi sanksi pidana.

Unsur formal meliputi :

a. Perbuatan manusia, yaitu perbuatan dalam arti luas, artinya tidak berbuat yang termasuk perbuatan dan dilakukan oleh manusia. b. Melanggar peraturan pidana. dalam artian bahwa sesuatu akan

dihukum apabila sudah ada peraturan pidana sebelumnya yang telah mengatur perbuatan tersebut, jadi hakim tidak dapat menuduh suatu kejahatan yang telah dilakukan dengan suatu peraturan pidana, maka tidak ada tindak pidana.

c. Diancam dengan hukuman, hal ini bermaksud bahwa KUHP mengatur tentang hukuman yang berbeda berdasarkan tindak pidana yang telah dilakukan.

20

Cansil dan Cristhine Cansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2007)


(9)

28 d. Dilakukan oleh orang yang bersalah, dimana unsur-unsur kesalahan yaitu harus ada kehendak, keinginan atau kemauan dari orang yang melakukan tindak pidana serta Orang tersebut berbuat sesuatu dengan sengaja, mengetahui dan sadar sebelumnya terhadap akibat perbuatannya. Kesalahan dalam arti sempit dapat diartikan kesalahan yang disebabkan karena si pembuat kurang memperhatikan akibat yang tidak dikehendaki oleh undang-undang.

e. Pertanggungjawaban yang menentukan bahwa orang yang tidak sehat ingatannya tidak dapat diminta pertanggungjawabannya. Dasar dari pertanggungjawaban seseorang terletak dalam keadaan jiwanya.

Unsur material dari tindak pidana bersifat bertentangan dengan hukum, yaitu harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat sehingga perbuatan yang tidak patut dilakukan.21 Jadi meskipun perbuatan itu memenuhi rumusan undang-undang, tetapi apabila tidak bersifat melawan hukum, maka perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana. Unsur-unsur tindak pidana dalam ilmu hukum pidana dibedakan dalam dua macam, yaitu unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur objektif adalah unsur yang terdapat di luar diri pelaku tindak pidana. Unsur ini meliputi:

21


(10)

29 a. Perbuatan atau kelakuan manusia, dimana perbuatan atau kelakuan manusia itu ada yang aktif (berbuat sesuatu), misal membunuh (Pasal 338 KUHP), menganiaya (Pasal 351 KUHP).

b. Akibat yang menjadi syarat mutlak dari delik. Hal ini terdapat dalam delik material atau delik yang dirumuskan secara material, misalnya pembunuhan (Pasal 338 KUHP), penganiayaan (Pasal 351 KUHP), dan lain-lain.

c. Ada unsur melawan hukum. Setiap perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh peraturan perundang-undangan hukum pidana itu harus bersifat melawan hukum, meskipun unsur ini tidak dinyatakan dengan tegas dalam perumusan.

Unsur lain yang menentukan sifat tindak pidana

Ada beberapa tindak pidana yang untuk mendapat sifat tindak pidanya itu memerlukan hal-hal objektif yang menyertainya, seperti penghasutan (Pasal 160 KUHP), melanggar kesusilaan (Pasal 281 KUHP), pengemisan (Pasal 504 KUHP), mabuk (Pasal 561 KUHP). Tindak pidana tersebut harus dilakukan di muka umum.23

a. Unsur yang memberatkan tindak pidana. Hal ini terdapat dalam delik-delik yang dikualifikasikan oleh akibatnya, yaitu karena timbulnya akibat tertentu, maka ancaman pidana diperberat, contohnya merampas kemerdekaan seseorang (Pasal 333 KUHP)

22

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

23


(11)

30 diancam dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun, jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat ancaman pidana diperberat lagi menjadi pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.

b. Unsur tambahan yang menentukan tindak pidana. Misalnya dengan sukarela masuk tentara asing, padahal negara itu akan berperang dengan Indonesia, pelakunya hanya dapat dipidana jika terjadi pecah perang (Pasal 123 KUHP).

Tindak pidana juga mengenal adanya unsur subjektif, unsur ini meliputi :

a. Kesengajaan (dolus), dimana hal ini terdapat di dalam pelanggaran kesusilaan (Pasal 281 KUHP), perampasan kemerdekaan (Pasal 333 KUHP), pembunuhan (Pasal 338).

b. Kealpaan (culpa), dimana hal ini terdapat di dalam perampasan kemerdekaan (Pasal 334 KUHP), dan menyebabkan kematian (Pasal 359 KUHP), dan lain-lain.

c. Niat (voornemen), dimana hal ini terdapat di dalam percobaan atau

poging (Pasal 53 KUHP)

d. Maksud (oogmerk), dimana hal ini terdapat dalam pencurian (Pasal 362 KUHP), pemerasan (Pasal 368 KUHP), penipuan (Pasal 378 KUHP), dan lain-lain


(12)

31 e. Dengan rencana lebih dahulu (met voorbedachte rade), dimana hal ini terdapat dalam membuang anak sendiri (Pasal 308 KUHP), membunuh anak sendiri (Pasal 341 KUHP), membunuh anak sendiri dengan rencana (Pasal 342 KUHP).

Suatu perbuatan dikatakan melawan hukum apabila orang tersebut melanggar undang-undang yang ditetapkan oleh hukum. Tidak semua tindak pidana merupakan perbuatan melawan hukum karena ada alasan pembenar, berdasarkan pasal 50, pasal 51 KUHP. Sifat dari melawan hukum itu sendiri meliputi :

1. Sifat formil yaitu bahwa perbuatan tersebut diatur oleh undang-undang.

2. Sifat materiil yaitu bahwa perbuatan tersebut tidak selalu harus diatur dalam sebuah undang-undang tetapi juga dengan perasaan keadilan dalam masyarakat.

Perbuatan melawan hukum dapat dibedakan menjadi :

1. Fungsi negatif yaitu mengakui kemungkinan adanya hal-hal diluar undang-undang dapat menghapus sifat melawan hukum suatu perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang.

2. Fungsi positif yaitu mengakui bahwa suatu perbuatan itu tetap merupakan tindak pidana meskipun tidak dinyatakan diancam pidana


(13)

32 dalam undang-undang, apabila bertentangan dengan hukum atau aturan-aturan yang ada di luar undang-undang.

Sifat melawan hukum untuk yang tercantum dalam undang-undang secara tegas haruslah dapat dibuktikan. Jika unsure melawan hukum dianggap memiliki fungsi positif untuk suatu delik maka hal itu haruslah dibuktikan. Jika unsure melawan hukum dianggap memiliki fungsi negatif maka hal itu tidak perlu dibuktikan.24

Berkaitan dalam asas hukum pidana yaitu Geen straf zonder schuld, actus non facit reum nisi mens sir rea, bahwa tidak dipidana jika tidak ada kesalahan, maka pengertian tindak pidana itu terpisah dengan yangdimaksud pertanggungjawaban tindak pidana. Tindak pidana hanyalah menunjuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan itu dengan suatu pidana, kemudian apakah orang yang melakukan perbuatan itu juga dijatuhi pidana sebagaimana telah diancamkan akan sangat tergantung pada soal apakah dalam melakukan perbuatannya itu si pelaku juga mempunyai kesalahan.

Dalam kebanyakan rumusan tindak pidana, unsur kesengajaan atau yang disebut dengan opzet merupakan salah satu unsur yang terpenting. Dalam kaitannya dengan unsur kesengajaan ini, maka apabila didalam suatu rumusan tindak pidana terdapat perbuatan dengan sengaja atau biasa disebut dengan opzettelijk, maka unsur dengan

24


(14)

33 sengaja ini menguasai atau meliputi semua unsur lain yang ditempatkan dibelakangnya dan harus dibuktikan.

Disini dikaitkan dengan teori kehendak yang dirumuskan maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksudkan dengan sengaja adalah kehendak membuat suatu perbuatan dan kehendak untuk menimbulkan suatu akibat dari perbuatan itu atau akibat dari perbuatannya itu yang menjadi maksud dari dilakukannya perbuatan itu.

Jika unsur kehendak atau menghendaki dan mengetahui dalam kaitannya dengan unsur kesengajaan tidak dapat dibuktikan dengan jelas secara materiil -karena memang maksud dan kehendak seseorang itu sulit untuk dibuktikan secara materiil- maka pembuktian adanya unsur kesengajaan dalam pelaku melakukan tindakan melanggar hukum sehingga perbuatannya itu dapat dipertanggungjawabkan kepada si pelaku seringkali hanya dikaitkan dengan keadaan serta tindakan si pelaku pada waktu ia melakukan perbuatan melanggar hukum yang dituduhkan kepadanya tersebut.

Disamping unsur kesengajaan diatas ada pula yang disebut sebagai unsur kelalaian atau kelapaan yang dalam doktrin hukum pidana disebut sebagai kealpaan yang tidak disadari atau onbewuste schuld dan kealpaan disadari atau bewuste schuld. Dimana dalam unsur ini faktor terpentingnya adalah pelaku dapat menduga terjadinya akibat dari perbuatannya itu atau pelaku kurang berhati-hati.


(15)

34 Kelalaian ini dapat didefinisikan sebagai apabila seseorang melakukan sesuatu perbuatan dan perbuatan itu menimbulkan suatu akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang, maka walaupun perbuatan itu tidak dilakukan dengan sengaja namun pelaku dapat berbuat secara lain sehingga tidak menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang-undang, atau pelaku dapat tidak melakukan perbuatan itu sama sekali.

Dalam kelalaian ini, unsur terpentingnya adalah pelaku mempunyai kesadaran atau pengetahuan yang mana pelaku seharusnya dapat membayangkan akan adanya akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya, atau dengan kata lain bahwa pelaku dapat menduga bahwa akibat dari perbuatannya itu akan menimbulkan suatu akibat yang dapat dihukum dan dilarang oleh undang-undang.

Maka dari uraian tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa jika ada hubungan antara batin pelaku dengan akibat yang timbul karena perbuatannya itu atau ada hubungan lahir yang merupakan hubungan kausal antara perbuatan pelaku dengan akibat yang dilarang itu, maka hukuman pidana dapat dijatuhkan kepada si pelaku atas perbuatan pidananya itu.

Pengaturan mengenai penyertaan dalam melakukan tindak pidana terdapat dalam KUHP yaitu Pasal 55 dan Pasal 56. Dari ketentuan dalam KUHP tersebut dapat disimpulkan bahwa antara yang


(16)

35 menyuruh maupun yang membantu suatu perbuatan tindak pidana dikategorikan sebagai pembuat tindak pidana. Ajaran mengenai penyertaan itu adalah: “Sebagai suatu ajaran yang bersifat umum, pada dasarnya merupakan suatu ajaran mengenai pertanggungjawaban dan pembagian pertanggungjawaban, yakni dalam hal dimana suatu delik yang menurut rumusan undang-undang sebenarnya dapat dilakukan oleh seseorang secara sendirian, akan tetapi dalam kenyataannnya telah dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam suatu kerja sama yang terpadu baik secara psikis (intelektual) maupun secara material”.

Berdasarkan pasal-pasal dalam KUHP, penyertaan dibagi menjadi 2 (dua) pembagian besar, yaitu:

1. Pembuat atau Dader

Pembuat atau dader diatur dalam Pasal 55 KUHP. Pengertian dader itu berasal dari kata daad yang di dalam bahasa Belanda berarti sebagai hal melakukan atau sebagai tindakan. Dalam ilmu hukum pidana, tidaklah lazim orang mengatakan bahwa seorang pelaku itu telah membuat suatu tindak pidana atau bahwa seorang pembuat itu telah membuat suatu tindak pidana, akan tetapi yang lazim dikatakan orang adalah bahwa seorang pelaku itu telah melakukan suatu tindak pidana. Pembuat atau dadersebagaimana ditentukan dalam Pasal 55 KUHP, yang terdiri dari :


(17)

36 2. Pelaku (pleger). Pleger adalah setiap orang yang dengan seorang diri telah memenuhi semua unsur dari delik seperti yang telah ditentukan di dalam rumusan delik yang bersangkutan, juga tanpa adanya ketentuan pidana yang mengatur masalah deelneming itu, orang-orang tersebut tetap dapat dihukum.

3. Yang menyuruhlakukan (doenpleger). Mengenai doenplagen atau menyuruh melakukan dalam ilmu pengetahuan hukum pidana biasanya di sebut sebagai seorang middelijjke dader atau seorang mittelbare tater yang artinya seorang pelaku tidak langsung. Ia di sebut pelaku tidak langsung oleh karena ia memang tidak secara langsung melakukan sendiri tindak pidananya, melainkan dengan perantaraan orang lain. Dengan demikian ada dua pihak, yaitu pembuat langsung atau manus ministra/auctorphysicus), dan pembuat tidak langsung atau

manus domina/auctor intellectualis. Untuk adanya suatu doenplagen

seperti yang dimaksudkan di dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP, maka orang yang disuruh melakukan itu haruslah memenuhi beberapa syarat tertentu. Menurut Simons, syarat-syarat tersebut antara lain:

a. Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu adalah seseorang yang seperti yang tercantum dalam Pasal 44 KUHP.


(18)

37 b. Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana mempunyai suatu kesalahpahaman mengenai salah satu unsur dari tindak pidana yang bersangkutan (dwaling).

c. Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu sama sekali tidak mempunyai schuld, baik dolus maupun culpa

ataupun apabila orang tersebut tidak memenuhi unsur opzet seperti yang telah disyaratkan oleh undang-undang bagi tindak pidana tersebut.

d. Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu tidak memenuhi unsur oogmerk padahal unsur tersebut tidak disyaratkan di dalam rumusan undang-undang mengenai tindak pidana.

e. Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu telah melakukannya di bawah pengaruh suatu overmacht atau di bawah pengaruh suatu keadaan yang memaksa, dan terhadap paksaan mana orang tersebut tidak mampu memberikan suatu perlawanan.

f. Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana dengan itikad baik telah melaksanakan suatu perintah jabatan padahal perintah jabatan tersebut diberikan oleh seorang atasan yang tidak berwenang memberikan perintah semacam itu.


(19)

38 g. Apabila orang yang disuruh melakukan suatu itndak pidana itu tidak mempunyai suatu hoedanigheid atau suatu sifat tertentu seperti yang telah disyaratkan oleh undng-undang yaitu sebagai suatu sifat yang harus dimiliki oleh pelakunya sendiri.

C. Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan

Tindak pidana pencurian di dalam KUHP diatur di dalam Pasal 362 (pencurian biasa), Pasal 363 (pencurian dengan pemberatan), Pasal 364 (pencurian ringan), dan Pasal 365 (pencurian dengan kekerasan). Ketentuan mengenai pencurian dengan kekerasan sebagaimana diatur pada Pasal 365 Ayat (1), (2), ke 1, dan 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu:

1. Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud atau mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.

2. Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun

Masalah kejahatan pada dasarnya sudah ada semenjak manusia itu ada di permukaan bumi ini, atau dengan perkataan lain dapat


(20)

39 disebutkan bahwa “kejahatan itu adalah setua dan seumur dengan umat manusia di alam jagad raya ini”.25 Bahkan dalam perkembangan selanjutnya dewasa ini suatu peristiwa kejahatan sering dilakukan bukan hanya dilakukan oleh satu orang pelaku saja melainkan dilakukan oleh lebih dari seorang pelaku yang dilakukan secara bersama-sama.

Untuk melindungi serta menyelamatkan berbagai macam kepentingan yang ada di dalam masyarakat dari berbagai bentuk kejahatan dan demi untuk terciptanya kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan sejahtera maka diciptakanlah berbagai aturan-aturan atau norma-norma didalam kehidupan masyarakat yang diantaranya adalah norma hukum. Dalam hal ini adalah norma hukum pidana atau yang dikenal sebagai hukum pidana. Adapun yang dimaksud dengan hukum pidana adalah26 : “Bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara yang mengadakan dasar-dasar atau aturan-aturan untuk:

1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.

25

Schaffmeister, Keijzer, dan Sutoris, Hukum Pidana 26


(21)

40 2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dpat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

4. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

5. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksnakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Hukum Pidana adalah merupakan aturan yang akan diterapkan kepada orang yang melakukan tindak pidana dan telah terbukti kesalahannya di muka persidangan. Akan tetapi apabila si pelaku dalam melakukan tindak pidananya bukan hanya dilakukannya sendiri melainkan dilakukan lebih dari dua orang bersekutu dan berlanjut, maka penerapan hukum pidana bagi yang bersangkutan secara teoritis harus senantiasa dihubungkan dengan “Ajaran Penyertaan dan teori Gabungan Tindak Pidana”.

Adapun ancaman yang akan dijatuhkan kepada orang yang telah melakukan tindak pidana dinamakan sanksi atau hukuman atau


(22)

41 pidana yaitu “reaksi atas delik dan ini berujud suatu nestapa yang sengaja ditimpakan Negara kepada pembuat delik itu ”Dengan demikian maka setiap orang yang telah melanggar aturan atau hukum pidana (yang memang telah ditetapkan terlebih dahulu aturannya) sudah barang tentu dapat dipidana.27 Akan tetapi ternyata menurut ilmu pengetahuan hukum pidana juga ditegaskan : “Seseorang yang melakukan suatu tindak pidana tidak selalu dapat dipidana. Hal ini tergantung dari apakah orang itu dalam melakukan tindak pidana itu mempunyai kesalahan atau tidak?. Sebab untuk dapat menjatuhkan pidana terhadap seseorang itu tidak cukup dengan dilakukanya tindak pidana saja tetapi selalin daripada itu harus ada pila kesalahan, atau sikap batin yang dapat dicela”.

D. Penyidikan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan

Menurut Simons, mampu bertanggung jawab adalah mampu menginsyafi sifat melawan hukumnya perbuatan dan sesuai dengan keinsyafan itu mampu untuk menentukan kehendaknya. Menurut Moeljatno bahwa untuk adanya kemampuan bertanggung jawab harus ada :

1. kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk yang sesuai dengan hukum dan yang melawan hukum.

27

Schaffmeister, Keijzer, dan Sutoris, Hukum Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


(23)

42 2. kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut

keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi.

Tersebut butir a. merupakan faktor akal (intellectual factor) yaitu dapat membedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dengan yang tidak. Tersebut butir b. merupakan faktor perasaan atau kehendak (volitional factor) yaitu dapat menyesuaikan tingkah lakunya dengan keinsyafan atas mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak diperbolehkan. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa orang yang tidak mampu bertanggung jawab adalah orang yang keadaan jiwa/bathinnya tidak seperti apa yang dirumuskan dimuka.21 Keadaan jiwa/bathinya tidak normal/sehat itu menurut pasal 44 KUHP disebabkan karena jiwanya cacat dalam pertumbuhannya atau terganggu karena penyakit. Tidak mampu bertanggung jawab menurut Pasal 44 KUHP merupakan alasan peniadaan kesalahan (alasan pemaaf) yang dibedakan dengan alasan pemaaf lain seperti diatur di Pasal 48 KUHP (daya paksa), Pasal 49 ayat (2) KUHP (bela paksa lampau batas), Pasal 51 ayat (2) KUHP (perintah jabatan tidak sah). Kalau dalam tidak mampu bertanggung jawab fungsi jiwa/bathinnya tidak normal, sedangkan dalam alasan pemaaf lainnya, fungsi jiwa/bathinnya tidak normal itu disebabkan keadaan dari luar, sedangkan organ

21


(24)

43 jiwa bathinnya adalah normal.Untuk menentukan ketidakmampuan bertanggung jawab sehingga ia tidak dapat dipidana ada tiga system 14:

1) Sistem deskriptif (menyatakan), yaitu dengan cara menentukan dalam perumusannya itu sebab-sebabnya tidak mampu bertanggung jawab.

2) Sistem normative (menilai) yaitu dengan cara hanya menyebutkan akibatnya yakni tidak mampu bertanggung jawab tanpa menentukan sebab-sebabnya. Yang penting di sini adalah apakah orang itu mampu bertanggung jawab atau tidak ? Jika dipandang tidak mampu bertanggung jawab, maka apa yang menjadi sebabnya tidak perlu dipikirkan lagi.

3) Sistem deskriptif-normatif yaitu dengan cara gabungan dari cara butir a. dan butir b. tersebut, yakni menyebutkan sebab-sebabnya tidak mampu bertanggung jawab. Dan hal ini harus sedemikian rupa akibatnya hingga dipandang atau dinilai sebagai tidak mampu bertanggung jawab.

Dari ketiga sistem tersebut di atas, sistem deskriptif-normatif inilah yang dianut oleh KUHP dimana dengan cara gabungan ini maka untuk dapat menentukan terdakwa tidak mampu bertanggung jawab dalam praktek diperlukan adanya kerjasama antara psikiater

14


(25)

44 dengan hakim. Psikiater yang berhak dan mampu untuk menentukan ada atau tidaknya sebab-sebab yang ditentukan dalam undang-undang sedangkan hakim yang menilai apakah karena sebab-sebab itu terdakwa mampu bertanggung jawab atau tidak. Dalam hal menerapkan pertanggung jawaban pidana bagi seorang pelaku pada dasarnya secara teoritis dikaitkan dengan Teori atau ajaran Pertanggung Jawaban Pidana.

E. Hasil Penelitian 1. Paparan Kasus

Tabel 1 Paparan Kasus

Kasus I Kasus II Kasus III

Kasus yang terjadi di salatiga adalah modus operandi yang dilakukan di sebuah minimarket. sebuah minimarket Indomaret di Jalan Diponegoro, salatiga dibobol pencuri. Akibat kejadian tersebut kerugian ditaksir 16 juta. salah seorang karyawan toko, bapak sunardi yang pertama mengetahui kalau tempatnya bekerja dibobol oleh maling. Dijelaskannya, ia pertama kali tiba di toko sekitar pukul 06.30 dan melihat bungkus rokok berantakan di kasir.

Telah terjadi Pembunuhan yang korbannya adalah seorang wartawan lepas. Tiga tersangka pembunuh telah ditangkap, sisanya masih buron. Motif

pembunuhan murni

pencurian saat para tersangka mencuri di rumah korban. Kasus ini adalah kasus pencurian dengan kekerasan dan tidak ada motif yang lain.

Terkait dengan peristiwa di atas, tips hukum kali ini membahas tentang aturan hukum pidana pencurian

Novi Darmawan alias Empi, 23; Iwan Setiawan alias Odang, 25; Yogi Pangestu alias Ogi, 23;

Didinalis Uang, 25; dan

Sulaeman alias Eman, 30,diring kuspetugas Polsek dalam kurun aktu beberapa pekan terakhir ini. Pasalnya kelima warga itu kerap

meresahkan warga seiring

dengan aksi pencurian

kendaraan bermotor (curanmor) yang kerap dilakukan komplotan tersebut. Kapolres mengatakan, daritangan para pelaku petugas ikut mengamankan sebanyak 6 unit kendaran motor berbagai jenis berikut 1 kunci letter T yang digunakan dalama ksinya.

Dari hasil penyelidikan


(26)

45 “Saat itu pintu masuk juga

tidak mengalami kerusakan. Melihat ini saya curiga dan saat melakukan pengecekan, ternyata pencuri berhasil membawa kabur sejumlah puluhan slop rokok berbagai merek dan uang tunai” sementara itu kapolsek Sidorejo AKP Jumaeri yang menangani kasus ini mengatakan, pihaknya tengah melakukan penyelidikan salah satunya dengan memeriksa CCTV di Indomaret tersebut dan mereka belum bisa memastikan berapa jumlah pencuri yang masuk dan bagaimana mereka bisa masuk di Indomaret dan menyikat barang – barang yang mudah dibaa kabur itu. Modus operandi yang dilakukan pada minimarket dengan cara menggunakan senjata api atau senjata tajam dan bentuk ancaman yang dilakukan pelaku dengan cara melukai, mengancam dengan senjata api atau senjata tajam dan mengancam menggunakan kata-kata, pelaku terlebih

dahulu mengintai

minimarket dengan melihat jam tutup toko, kemudian pelaku masuk minimarket

dengan kekerasan. Aturan hukum pidana pencurian dengan kekerasan diatur dalam Pasal 365 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman hukuman dari pencurian dengan kekerasan hingga menyebabkan mati adalah dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua

puluh tahun.

Selengkapnya Pasal 365

KUHP berbunyi:

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang, dengan

maksud untuk

mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap

tangan, untuk

memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.

(2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua

jaringan pencuri sepeda motor

yang terorganisir dan

meresahkan warga Kabupaten

Bandung. Dia menjelaskan,

modus operandi yang dilakukan pelaku yakni mengintai sasaran terutama anak dibawah umur

yang kerap mengendarai

kendaraan bermotor. Kemudian,

para pelaku pun mencegat

sasarannya ditempat sepi dan

merampas kendaraan milik

korban dengan upaya kekerasan. Erwin menilai bila modus yang dilakukan para pelaku terbilagn baru karena mengincar sasaran anak dibawah umur. Untuk itu pihaknya mengimbau agar para orang tua dapat mengawasi putra-putrinya saat membawa kendaraan.

Lebih lanjut, kata dia, setelah berhasil menggasak motor milik korban kemudian pelaku pun menjualnya kepenadah yang saat

ini masih DPO. Untuk

mempertanggungjawabkan

perbuatannya, pelaku dijerat

pasal 363 KUHP dengan

ancaman pidana 7 tahun dan

pasal 365 KUHP dengan

ancaman hukuman 9 tahun penjara.

Pengakuan seorang tersangka Iwan Setiawan alias Odang, 25,terpaksa melakukan aksi ini

untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya.Dari hasil penjualan

sepeda motor curian itu

diagunakan untuk makan dan


(27)

46 dengan cara mengancam

korban dan menyuruh untuk memberitahukan tempat menyimpang brankas, dan apabila terdapat Closed Circuit Television (CCTV) maka pelaku akan merusaknya

belas tahun:

1. jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan;

2. jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu; 3. jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian

jabatan palsu;

4. jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.

(3) Jika perbuatan mengakibatkan kematian maka diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. (4) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu,

bersama rekannya. Saat ditanya alas an memilih korban yang masih dibawah umur karena dianggap tidak akan melakukan perlawanan.


(28)

47 disertai pula oleh salah satu

hal yang diterangkan dalam

nomor 1 dan 3.

Sebagai perbandingan, jika sekilas melihat peristiwa di atas, para tersangka, dapat juga dikenakan pasal Pembunuhan Dengan Pemberatan

(Gequalificeerde Doodslag). Hal ini diatur dalam Pasal 339 KUHP yang bunyinya sebagai berikut:

"Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh kejahatan dan yang dilakukan dengan maksud

untuk memudahkan

perbuatan itu, jika tertangkap tangan, untuk melepaskan diri sendiri atau pesertanya daripada hukuman, atau supaya barang yang didapatkannya dengan melawan hukum tetap ada dalam tangannya, dihukum dengan hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun." Pembunuhan ini Diikuti, Disertai atau Didahului Dengan Tindak Pidana Lain. Dalam kasus ini tindak pidana pencurian.


(29)

Unsur-48 unsur dari pasal ini yaitu:

1. Semua unsur

pembunuhan (obyektif dan subyektif) Pasal 388 KUHP; 2. Yang (1) diikuti, (2) disertai atau (3) didahului oleh tindak pidana lain; 3. Pembunuhan itu dilakukan dengan maksud: 1) Untuk mempersiapkan tindak pidana lain; 2) Untuk mempermudah pelaksanaan tindak pidana lain;

3) Dalam hal tertangkap tangan ditujukan: a) Untuk menghindarkan: (1) Diri sendiri (2) Peserta lainnya dari pidana

b) Untuk memastikan penguasaan benda yang diperolehnya secara melawan hukum (dari tindak pidana lain)

Sumber ; Polres salatiga, 2015

F. Analisis

1. Modus Operandi Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan

Berdasarkan kasus – kasus yang diangkat dalam penelitian pencurian dengan kekerasan pasal 362 – 365. Modus operandi tindak pidana yang dilakukan antara lain : Pasal 362 KUHP adalah “Barang


(30)

49 siapa mengambil suatu barang yang sama sekali atau sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, di hukum karena pencurian , dengan hukuman penjara selama – lamanya lima tahun.

a. Ini adalah pencurian biasa yang elemen – elemennya adalah sebagai berikut :

1) Perbuatan mengambil

2) Yang diambil harus suatu barang

3) Barang itu harus, seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain.

4) Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud “memiliki” barang itu dengan “melawan hukum” b. Mengambil = mengambil untuk dikuasainya, maksudnya

waktu pencuri mengambil barang itu belum ada dalam kekerasannya apabila waktu memiliki itu barangnya sudah ada ditangannya, maka perbuatan ini bukan penggelapan. c. Pengambilan (pencurian) itu sudah dapat dikatakan

selesai, apabila barang tersebut sudah pidah tempat. Bila orang baru memegang saja barang itu, dan belum berpindah tempat, maka orang itu belum dapat dikatakan mencuri.


(31)

50 d. Pengambilan itu harus dengan sengaja dan dengan maksud untuk dimilikinya . orang „karena keliru” mengambil barang – barang lain itu bukan pencurian. Seseorang menemukan barang di jalan kemudian diambilnya. Bila waktu mengambil itu sudah ada maksud “untuk memiliki”barang itu, maka sudah termasuk dalam pencurian.

Pasal 363 KUHP :

(1) Diancam dengan pidana paling lama tujuh tahun.

(2) Bila pencurian tersebut dengan nomor 3 dan 5 perbuatan itu diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Pasal 365 KUHP :

(1) Diancam dengan pidana paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti engan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian itu, atau bila tertangkap tangan, untuk memungkinkan diri sendiri atau peserta lainnya untuk melarikan diri atau untuk tetap menguasai barang yang dcuri.


(32)

51 (2) Diancam dengan pidana enjara paling lama dua belas

tahun penjara.

(3) Bila perbuatan itu mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

(4) Diancam dengan pidana mati atau pidana mati atau pidana seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun, bila perbuatan itu mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam nomor 1 dan 3.

Upaya merupakan suatu tindakan atau langkah-langkah yang digunakan untuk dapat menyelesaikan suatu kendala yang dihadapi oleh penyidik, baik kendala secara internal maupun kendala secara eksternal. Upaya yang dilakukan penyidik untuk mengatasi kendala internal yakni dengan melakukan upaya internal antara lain melakukan penerimaan anggota baru pada Unit Reserse Kriminal Polres Salatiga yang diharapkan dapat memberikan motivasi bagi anggota penyidik yang lama agar menjadi lebih bersemangat dalam menjalankan proses penyidikan. Hal ini bertujuan supaya pelaku dapat dengan mudah untuk ditangkap karena adanya penambahan anggota penyidik baru.


(33)

52 Penambahan jumlah anggota dalam menjalankan patroli diharapkan dapat mengurangi terjadinya tindak pidana pencurian dengan kekerasan sehingga tidak menimbulkan korban karena jumlah pelaku banyak oleh karena itu perlu dilakukan koordinasi terhadap unit-unit lainnya dalam melakukan patroli, munculnya pelaku baru tidak membuat penyidik khawatir karena penyidik dapat melihat pada ciri-ciri dari setiap pelaku karena setiap kelompok pasti memiliki ciri yang digunakan dalam menjalankan aksinya, pelaksanaan piket harus dijalankan dengan maksimal agar dalam proses penangkapan penyidik dapat dengan mudah menangkap pelaku, pemanfaatan ruang kantor harus dibuat nyaman agar anggota merasa betah di kantor, seharusnya proses pemberian uang pengganti yang dikeluarkan oleh anggota harus segera cepat diselesaikan agar penyidik tetap bersemangat menjalankan tugasnya karena kebutuhan masing-masing anggota berbeda-beda, perlu ditambah mobil dinas karena apabila mobil kurang maka menggunakan mobil pribadi penyidik, terdapat pembagian wilayah kerja yang terdiri atas wilayah utara, wilayah tengah, wilayah timur, wilayah selatan dan wilayah barat, penyidik melakukan upaya dengan menggunakan bantuan informan untuk memudahkan proses pencarian pelaku, informan adalah seorang yang memberi informasi atau keterangan.


(34)

53 Penyidik melakukan dengan cara pelaku dirayu dengan tujuan agar dipermudah perkaranya, kebutuhan selama di tahanan dipenuhi, pelaku diadu domba agar terbuka dan apabila tidak menjelaskan maka menanyakan padateman terdekat pelaku maupun dengan teman di tahanan, penyidik mendatangi dan menanyakan keberadaan pelaku pada keluarga, teman nongkrong maupun teman kerja, mencari informan yang dapat membantu tugas penyidik serta apabila berbagai upaya telah dilakukan namun belum mendapatkan hasil hingga waktu yang telah ditentukan maka dikeluarkan Daftar Pencarian Orang (DPO).

Upaya eksternal yang dilakukan penyidik antara lain melakukan melakukan negoisasi pada pelaku yang telah tertangkap dengan cara akan diringankan dan akan dijamin kebutuhannya selama dalam proses penyidikan, dengan adanya pemberian keringanan pada penyidik diharapkan dapat mengungkap mengenai persembunyian pelaku selain itu juga diperlukan bantuan informan, polisi mengharapkan agar masyarakat bisa teliti dan mengingat-ingat mengenai barang yang dimiliki.

Polisi harus melakukan upaya dengan cara melakukan sosialisasi hukum dan lebih mendekatkan pada masyarakat yang kurang mengerti tentang hukum serta mengayomi dan bersikap bersahaja kepada masyarakat sehingga masyarakat menjadi lebih


(35)

54 memahami tentang hukum dan tidak takut, dilakukan seharusnya yakni dengan pemasangan Closed Circuit Television (CCTV) secara tersembunyi sehingga pelaku tidak akan mengetahui bahwa tindakannya terekam Closed Circuit Television (CCTV), masyarakat harus bertindak cepat yakni dengan mengingat ciri dari pelaku.

Kondisi geografis dan letak wilayah Kota Salatiga yang sulit untuk diakses menggunakan mobil biasa seharusnya ditambahkan dengan mobil besar bak terbuka yang dimiliki Unit Sabhara agar mudah untuk mengakses jalan, upaya yang digunakan untuk meningkatkan keamanan dan kesadaran hukum yakni dengan cara mengadakan siskampling maupun ronda pada setiap RT, sebaiknya ketika melakukan perjalanan hendaknya dengan ditemanin oleh seorang teman atau apabila merasa diikuti oleh orang yang tidak dikenal hendaknya segera melanjutkan kendaraan dengan memacu menggunakan kecepatan yang lebih kencang dan segera mencari tempat yang aman dan ramai orang, perlu dilakukan koordinasi dengan polisi yang ada di wilayah yang dijadikan sasaran untuk pelaku melarikan diri karena pelaku memiliki ciri tempat persembunyian, penyidik perlu melakukan cara bekerjasama dan berkoordinasi dengan pihak kepolisian wilayah lain agar dapat saling membantu untuk informasi mengenai identitas pelaku, untuk mengatasi kendala eksternal mengenai olah tempat kejadian perkara,


(36)

55 pencarian pelaku, saksi dan korban serta penanganan barang bukti maka dilakukan upaya pada tempat kejadian perkara wajib dijaga oleh semua pihak untuk proses kepentingan penyidikan dan tidak boleh dirusak oleh karena itu setiap terjadi suatu tindak pidana maka tempat kejadian perkara tersebut wajib diberikan police line (garis polisi).

Pada pencarian pelaku dengan bantuan informan yang dipercaya dapat membantu penyidik untuk melakukan penangkapan, selain itu juga dilakukan terhadap pelaku yang telah tertangkap dengan cara dirayu agar dipermudah perkaranya dan dicukupi kebutuhannya selama proses penyidikan agar memudahkan untuk memberitahukan posisi kaburnya pelaku serta penyidik harus jeli dan teliti dalam melakukan penyidikan karena setiap pelaku kejahatan akan meninggalkan jejak, selain itu penyidik juga melakukan adu domba agar pelaku mau untuk terbuka, penyidik juga melakukan koordinasi dan kerjasama dengan kepolisian lainnya, upaya yang dilakukan penyidik selama proses penyidikan yakni memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban dan pencarian barang bukti dilakukan dengan cara mengecek nomor barang apabila Handphone

maka dapat dilihat nomor IME atau nomor seri pada kardus apabila barang bukti tidak ditemukan maka akan dikeluarkan Daftar


(37)

56 Pencarian Barang (DPB) dan tidak boleh diganti dengan barang bukti lain.

2. Kendala yang dihadapi dalam Modus Operandi Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan

Terjadinya suatu tindak pidana pencurian banyak sekali faktor – faktor yang melatar belakanginya. selain faktor dari diri pelaku sebagai pihak yang melakukan suatu tindak pidana pencurian dengan kekerasan, banyak faktor lain yang mendorong dapat terjadinya suatu tindak pidana pencurian dengan kekerasan. terdapat dua faktor yang dapat menjadi kendala dalam mengatasi tindak pidana pencurian, diantaranya ;

a. adanya niat pelaku yang kuat

b. keadaan ekonomi yang terus menghimpit. adanya kenaikan kebutuhan yang terjadi secara terus menerus tetapi tidak diimbangi adanya penghasilan dan lapangan pekerjaan yang memadai.

c. tingkat moral dan pendidikan yang masih relatif rendah. kebanyakan dari kategori ini masih berfikir pendek untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga menghalalkan segala cara untuk dapat memenuhi hal tersebut. maka kemungkinan orang tersebut akan melanggar norma yang berlaku. tingkat pendidikan juga menentukan dapat melakukan tindak pidana pencurian.


(38)

57 karena dari kebanyakan pelaku tindak pidana pencurian memiliki pendidikan yang tidak terlalu tinggi.

d. lingkungan tempat tinggal dapat ditinjau dari segi keamanan. e. kurangnya jumlah personil Polri

f. kemampuan Polri dalam menganalisa kasus masih kurang g. data identitas para pelaku pencurian minimarket belum ada

h. kurangnya koordinasi antar instansi Polri dan pemerintah daerah terkait pengamanan minimarket.

i. banyaknya minimarket yang buka 24 jam sehingga hal ini menjadi kendala.

j. kurang optimalnya kualitas CCTV sehingga sulit dalam proses identifikasi.


(1)

52 Penambahan jumlah anggota dalam menjalankan patroli diharapkan dapat mengurangi terjadinya tindak pidana pencurian dengan kekerasan sehingga tidak menimbulkan korban karena jumlah pelaku banyak oleh karena itu perlu dilakukan koordinasi terhadap unit-unit lainnya dalam melakukan patroli, munculnya pelaku baru tidak membuat penyidik khawatir karena penyidik dapat melihat pada ciri-ciri dari setiap pelaku karena setiap kelompok pasti memiliki ciri yang digunakan dalam menjalankan aksinya, pelaksanaan piket harus dijalankan dengan maksimal agar dalam proses penangkapan penyidik dapat dengan mudah menangkap pelaku, pemanfaatan ruang kantor harus dibuat nyaman agar anggota merasa betah di kantor, seharusnya proses pemberian uang pengganti yang dikeluarkan oleh anggota harus segera cepat diselesaikan agar penyidik tetap bersemangat menjalankan tugasnya karena kebutuhan masing-masing anggota berbeda-beda, perlu ditambah mobil dinas karena apabila mobil kurang maka menggunakan mobil pribadi penyidik, terdapat pembagian wilayah kerja yang terdiri atas wilayah utara, wilayah tengah, wilayah timur, wilayah selatan dan wilayah barat, penyidik melakukan upaya dengan menggunakan bantuan informan untuk memudahkan proses pencarian pelaku, informan adalah seorang yang memberi informasi atau keterangan.


(2)

53 Penyidik melakukan dengan cara pelaku dirayu dengan tujuan agar dipermudah perkaranya, kebutuhan selama di tahanan dipenuhi, pelaku diadu domba agar terbuka dan apabila tidak menjelaskan maka menanyakan padateman terdekat pelaku maupun dengan teman di tahanan, penyidik mendatangi dan menanyakan keberadaan pelaku pada keluarga, teman nongkrong maupun teman kerja, mencari informan yang dapat membantu tugas penyidik serta apabila berbagai upaya telah dilakukan namun belum mendapatkan hasil hingga waktu yang telah ditentukan maka dikeluarkan Daftar Pencarian Orang (DPO).

Upaya eksternal yang dilakukan penyidik antara lain melakukan melakukan negoisasi pada pelaku yang telah tertangkap dengan cara akan diringankan dan akan dijamin kebutuhannya selama dalam proses penyidikan, dengan adanya pemberian keringanan pada penyidik diharapkan dapat mengungkap mengenai persembunyian pelaku selain itu juga diperlukan bantuan informan, polisi mengharapkan agar masyarakat bisa teliti dan mengingat-ingat mengenai barang yang dimiliki.

Polisi harus melakukan upaya dengan cara melakukan sosialisasi hukum dan lebih mendekatkan pada masyarakat yang kurang mengerti tentang hukum serta mengayomi dan bersikap bersahaja kepada masyarakat sehingga masyarakat menjadi lebih


(3)

54 memahami tentang hukum dan tidak takut, dilakukan seharusnya yakni dengan pemasangan Closed Circuit Television (CCTV) secara tersembunyi sehingga pelaku tidak akan mengetahui bahwa tindakannya terekam Closed Circuit Television (CCTV), masyarakat harus bertindak cepat yakni dengan mengingat ciri dari pelaku.

Kondisi geografis dan letak wilayah Kota Salatiga yang sulit untuk diakses menggunakan mobil biasa seharusnya ditambahkan dengan mobil besar bak terbuka yang dimiliki Unit Sabhara agar mudah untuk mengakses jalan, upaya yang digunakan untuk meningkatkan keamanan dan kesadaran hukum yakni dengan cara mengadakan siskampling maupun ronda pada setiap RT, sebaiknya ketika melakukan perjalanan hendaknya dengan ditemanin oleh seorang teman atau apabila merasa diikuti oleh orang yang tidak dikenal hendaknya segera melanjutkan kendaraan dengan memacu menggunakan kecepatan yang lebih kencang dan segera mencari tempat yang aman dan ramai orang, perlu dilakukan koordinasi dengan polisi yang ada di wilayah yang dijadikan sasaran untuk pelaku melarikan diri karena pelaku memiliki ciri tempat persembunyian, penyidik perlu melakukan cara bekerjasama dan berkoordinasi dengan pihak kepolisian wilayah lain agar dapat saling membantu untuk informasi mengenai identitas pelaku, untuk mengatasi kendala eksternal mengenai olah tempat kejadian perkara,


(4)

55 pencarian pelaku, saksi dan korban serta penanganan barang bukti maka dilakukan upaya pada tempat kejadian perkara wajib dijaga oleh semua pihak untuk proses kepentingan penyidikan dan tidak boleh dirusak oleh karena itu setiap terjadi suatu tindak pidana maka tempat kejadian perkara tersebut wajib diberikan police line (garis polisi).

Pada pencarian pelaku dengan bantuan informan yang dipercaya dapat membantu penyidik untuk melakukan penangkapan, selain itu juga dilakukan terhadap pelaku yang telah tertangkap dengan cara dirayu agar dipermudah perkaranya dan dicukupi kebutuhannya selama proses penyidikan agar memudahkan untuk memberitahukan posisi kaburnya pelaku serta penyidik harus jeli dan teliti dalam melakukan penyidikan karena setiap pelaku kejahatan akan meninggalkan jejak, selain itu penyidik juga melakukan adu domba agar pelaku mau untuk terbuka, penyidik juga melakukan koordinasi dan kerjasama dengan kepolisian lainnya, upaya yang dilakukan penyidik selama proses penyidikan yakni memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban dan pencarian barang bukti dilakukan dengan cara mengecek nomor barang apabila Handphone maka dapat dilihat nomor IME atau nomor seri pada kardus apabila barang bukti tidak ditemukan maka akan dikeluarkan Daftar


(5)

56 Pencarian Barang (DPB) dan tidak boleh diganti dengan barang bukti lain.

2. Kendala yang dihadapi dalam Modus Operandi Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan

Terjadinya suatu tindak pidana pencurian banyak sekali faktor – faktor yang melatar belakanginya. selain faktor dari diri pelaku sebagai pihak yang melakukan suatu tindak pidana pencurian dengan kekerasan, banyak faktor lain yang mendorong dapat terjadinya suatu tindak pidana pencurian dengan kekerasan. terdapat dua faktor yang dapat menjadi kendala dalam mengatasi tindak pidana pencurian, diantaranya ;

a. adanya niat pelaku yang kuat

b. keadaan ekonomi yang terus menghimpit. adanya kenaikan kebutuhan yang terjadi secara terus menerus tetapi tidak diimbangi adanya penghasilan dan lapangan pekerjaan yang memadai.

c. tingkat moral dan pendidikan yang masih relatif rendah. kebanyakan dari kategori ini masih berfikir pendek untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga menghalalkan segala cara untuk dapat memenuhi hal tersebut. maka kemungkinan orang tersebut akan melanggar norma yang berlaku. tingkat pendidikan juga menentukan dapat melakukan tindak pidana pencurian.


(6)

57 karena dari kebanyakan pelaku tindak pidana pencurian memiliki pendidikan yang tidak terlalu tinggi.

d. lingkungan tempat tinggal dapat ditinjau dari segi keamanan. e. kurangnya jumlah personil Polri

f. kemampuan Polri dalam menganalisa kasus masih kurang g. data identitas para pelaku pencurian minimarket belum ada

h. kurangnya koordinasi antar instansi Polri dan pemerintah daerah terkait pengamanan minimarket.

i. banyaknya minimarket yang buka 24 jam sehingga hal ini menjadi kendala.

j. kurang optimalnya kualitas CCTV sehingga sulit dalam proses identifikasi.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Modus Operandi Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan: Studi Kasus pada Polres Salatiga T1 312012088 BAB I

0 0 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Modus Operandi Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan: Studi Kasus pada Polres Salatiga

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana Pencurian Getah Karet PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas Salatiga T1 312012028 BAB II

0 2 45

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana di Bidang Kehutanan: studi kasus di Polres Wonogiri T1 312012029 BAB II

0 1 50

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penegakan Hukum terhadap Pasal 296 KUHP tentang Tindak Pidana Prostitusi oleh Polres Salatiga T1 312007078 BAB I

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penegakan Hukum terhadap Pasal 296 KUHP tentang Tindak Pidana Prostitusi oleh Polres Salatiga T1 312007078 BAB II

0 3 35

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penanganan Tindak Pidana Pencurian dengan Pendekatan Restorative Justice: Studi Kasus di Desa Lengkongecamatan Garungabupaten Wonosobo T1 BAB II

0 0 48

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penanganan Tindak Pidana Pencurian dengan Pendekatan Restorative Justice: Studi Kasus di Desa Lengkongecamatan Garungabupaten Wonosobo T1 BAB I

0 0 23

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tanggungjawab Pidana Korporasi dalam Tindak Pidana Pembakaran Hutan T1 BAB II

0 1 29

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sanksi Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Terorisme Berbasis Keadilan Bermartabat T1 BAB II

0 0 48