Pendapatan Bersih I-II Rp

12

3.1.4. Analisis Finansial Usaha Ternak Itik Bali yang Diberi Ransum

Mengandung Pollard Berbeda dengan Additive “Duck Mix” Hasil analsis finansial penelitin ini ditunjukan pada Tabel 5. Tabel 5. Analisis Finansial Antar Perlakuan Komponen Perlakuan A B C D

I. Total penerimaan Rp

525.000 525.000 525.000 525.000 II. Total Biaya Produksi a+b Rp 428.038 405.686 394.688 371.435

A. Biaya Tetap

1. Penyusutan kandang dan peralatan 2. Biaya lain-lain 2.372 3.317 2.327 3.317 2.372 3.317 2.372 3.317 Total Biaya Tetap a Rp 5.689 5.689 5.689 5.689 B. Biaya Variabel 1. Bibit 15 ekor Rp 8000 2. Pakan - Ransum komersial - Pollard - Additive Duck Mix 3. Tenaga Kerja 4. Air 5. Listrik 120.000 256.974 256.974 - - 12.000 15.000 10.000 120.000 234.622 216.952 16.867 803 12.000 15.000 10.000 120.000 223.624 187.399 35.383 842 12.000 15.000 10.000 120.000 206.100 150.859 54.378 863 12.000 15.000 10.000 6. Lain-lain 8.375 8.375 8.375 8.375 Total Biaya Variabel b Rp 422.349 399.997 388.999 371.475

III. Pendapatan Bersih I-II Rp

96.962 119.314 130.312 147.836 IV. Break Event Point Rp 26.096 23.893 21.961 19.454 V. Break Event Point ekor 1 1 1 1 VI. Revenue and Cost Ratio RC 1,23 1,29 1,33 1,39 13

3.2. Pembahasan

Pendapatan bersih itik yang mendapatkan perlakuan D Rp. 147.836,- Tabel 5 lebih tinggi 34,41 dibandingkan dengan control A. Sedangkan pendapatan bersih perlakuan, B dan C masing-masing Rp. 119.314,- dan Rp. 130.312,- lebih tinggi 18,73 dan 25,59 dibandingkan dengan perlakuan A. hal ini dikarenakan pada perlakuan B, C, dan D ditambahkan pollard dan “Duck mix” dalam ransumnya yang secara ekonomis harganya lebih murah, sehingga biaya pakan dapat ditekan. Suatu usaha ternak itik yang dapat menekan biaya pakan, berarti telah meminimalisir biaya terbesar yang paling mempengaruhi total biaya produksi. Hal ini didukung oleh pernyataan Rasyaf 1993, biaya variabel terbesar adalah biaya pakan, kedua biaya untuk bibit dan kesehatan, yang terakhir untuk pemeliharaan. Penekanan biaya pakan ini dapat terlihat dari total biaya produksi masing-masing perlakuan. Pada perlakuan D total biaya produksinya tampak lebih rendah dibandingkan denga perlakuan A, B, dan C yaitu untuk perlakuan D adalah Rp. 377.164,- sedangkan untuk perlakuan A, B, dan C masing- masing adalah Rp. 428.038,-, Rp. 405.686,-, dan Rp. 394.688,-. Untuk meningkatkan efisiensi biaya produksi, maka besarnya total biaya produksi ini harus terus diperhatikan agar besarnya biaya produksi tidak terlalu besar atau kurang sesuai dengan tujuan dan kebutuhan yang sebenarnya Suprijatna, 2005. Hasil pnelitian ini menunjukan bahwa penambahan pollard dan “Duck mix” dalam ransum itik dehasilkan “Feed Conversion Ratio” FCR yang lebih tinggi dibandingkan dengan control. FCR pada perlakuan A kontrol adalah 4,66 Tabel 4. Rataan FCR pada perlakuan B adalah 7,08 tidak berbeda nyata P0,05 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A. sedangkan rataan pada perlakuan C dan D masing-masing adalah 13,52 dan 18,67 nyata PP0,05 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A. Menurut Suprijatna 2005, semakin besar angka konversi pakan maka semakin tidak efisien pakannya. Namun walaupun demikian, ternyata dengan FCR yang lebih tinggi dari control jika dihitung secara ekonomi dengan penambahan pollard dan “Duck mix” akan lebih murah biaya pembelian