PENDAHULUAN DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK DI DAERAH PARIWISATA DAN NON PARIWISATA.

1

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Secara implisit program kebijakan pemerintah dewasa ini adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan atau mengurangi jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan dan melaksanakan delapan jalur pemerataan yaitu pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok, pemerataan pembagian pendapatan, pemerataan pembangunan, pemerataan memperoleh pendidikan, pelayanan kesehatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, dan pemerataan dalam memperoleh keadilan. Walaupun berbagai upaya dan kebijakan telah dilaksanakan oleh pemerintah, namun tingkat kesejahteraan masih belum merata. Hal ini dapat dilihat dari realitas yang ada, di mana masih ada daerah yang kondisinya sosialnya masih tertinggal dibanding dengan daerah lainnya dengan kata lain belum meratanya kesejahteraan masyarakat. Permasalahan ini menjadi agenda serius dalam perkembangan dan pemerintah selalu berusaha memperbaiki kondisi sosial ekonomi daerah-daerah yang masih tertinggal. Pendapatan merupakan salah satu indikator untuk mengukur kesejahteraan seseorang atau masyarakat, sehingga pendapatan itu mencerminkan kemajuan ekonomi suatu masyarakat. Kemajuan itu dapat dilihat dari tiga aspek yaitu tingkat pendapatan, pertumbuhan atau perkembangan pendapatan, dan distribusi vertikal maupun horizontal. Ketiga aspek pendapatan tersebut di atas adalah perekonomian yang kegiatannya diatur dan dilaksanakan seeara berencana 2 hendaknya berjalan secara seimbang agar tercapai stabilitas ekonomi yang mantapdan dinamis. Bali tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pariwisata mempunyai peranan besar sebagai lokomotif pembangunan ekonomi dan sekaligus sebagai generator dalamperubahan sosial budaya. Keadaan ini menyebabkan angka pertumbuhan FDRB Bali selalu di atas rata-rata nasional. Dalam pembangunan pariwisata Bali, ada beberapa masalah mendasar seperti ketidakmerataan manfaat ekonomi baik antar lapisan masyarakat vertical inequity maupun ketimpangan antar daerah .spatial inequity, Kabupaten Badung, Gianyar, dan Kodya Denpasar merupakan tiga kabupaten yang mempunyai pendapatan sangat besar dari sektor pariwisata. sedangkan kabupaten lainnya mendapat manfaat ekonomi yang jauh di bawah. Hal ini menimbulkan adanya pergeseran penyerapan tenaga kerja pada berbagai sektor di mana terdapat indikasi bahwa “eksodus”tenaga kerja dari sektor pertanian ke non pertanian. Dampak lain yang ditimbulkan oleh sektor pariwisata antara lain keterkaitan dan keterlibatan individual dengan masyarakat luar, hubungan interpersonal antara anggota masyarakat, ritme kehidupan sosial masyarakat, pola pembagian kerja, stratifikasi dan mobilitas dan sebagainya Cohen, dalam Pitana 1999. Dalam kaitannya dengan hubungan interpersonal terlihat bahwa pola interaksi sosial di Bali sudah mengarah pada “dominasi ekonomi” sehingga seakan-akan pertimbangan ekonomi menjadi prioritas utama dalam hubungan sosial di mana konformitas sosial social conformity yang tinggi tergeser oleh individualisme. Di samping itu Bali telah menjadi daya tarik bagi penduduk luar sehingga menimbulkan migrasi antar pulau yang sangat besar. 3 Kabupaten Badung yang merupakan daerah pusat pariwisata dan sekaligus merupakan pusat aktivitas perekonomian merupakan daerah tujuan para urban. Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat yang ditandai dengan pembangunan pemukiman, pusat-pusat pembelanjaan, perkantoran, hiburan, dan sebagainya akan membawa dampak sosial baik yang bersilat positif maupun negatif. Kesenjangansosial yang semakin nyata merupakan dampak negatif dari pertumbuhan ekonomi yang kurang memperhatikan aspek pemerataan. Ketimpangan pembangunan cendrung mengakibatkan ketimpangan dalam kesejahteraan penduduk karena kesejahteraan merupakan fungsi dari investasi yang dilakukan. Semakin tinggi tingkat investasi semakin tinggi tingkat kesejahteraan penduduk. Di Kabupaten Badung besarnya investasi yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta selama lima tahun terakhir disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Sumber dan besar investasi di Kabupaten Badung Selama lima tahun terakhir Tahun Sumber dan besar investasi Jumlah Rp Pemerintah Rp Swasta Rp Swadaya Rp 19951996 97.378.433.849,00 1.386.037.060.732,00 18.711.480.795,00 1.502.126.975,376,00 19961997 155.874.526.581,00 1.444.259.189.090,00 15.579.644.385,00 1.615.813.377.056,00 19971998 233.184.926.370,00 1.500.365305.611,31 35.262.133.000,00 1.769.442.364.981,31 19981999 221.906.722.752,75 827.339.922910,00 42.991.198.000,00 1.092.237.843.662,75 19992000 368.192.874.659,00 3.657.739.930.174,00 44.038.317.000,00 4.339.971.121.833,00 Sumber : Bappeda Kabupaten Badung tahun 19992000 4 Kabupaten Badung membawahi enam kecamatan yaitu Kuta Selatan, Kuta, Kuta Utara, Mengwi, Abiansemal, dan Petang; dibagi menjadi tiga wilayah yaitu Badung Selatan Kecamatan Kuta Utara, Tengah, dart Selatan, Badung Tengah Kecamatan Mengwi, dan Badung Utara Kecamatan Abiansemal dan Petang mempunyai karakteristik sendiri-sendiri. Badung Selatan adalah daerah pariwisata yang membutuhkan hasil-hasil pertanian untuk mensupply kebutuhan hotel dan restoran sedangkan dilain pihak Badung Utara Kecamatan Abiansemal dan Petang yang notabene daerah pertanian non pariwisata adalah sebagai pemasok hasil-hasil pertanian yang dibutuhkan Badung Selatan. Ini berarti ada simbiose yang mutualistis antara Badung Utara dengan Badung Selatan. Adanya anggapan sementara masyarakat awam bahwa penduduk Badung Selatan lebih sejahtera, lebih glamour, lebih makmur, dan sebagainya dibanding Badung Utara, mendorong peneliti untuk mengetahui tingkat kesejahteran penduduk di daerah pariwisata Badung Selatan dan di daerah non pariwisata Badung Utara dilihat dari distribusi pendapatan masing-. masing.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan yang disebutkan di atas, maka permasalahan penting yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimanakah distribusi pendapatan penduduk di daerah pariwisata dan non pariwisata, di mana kedua daerah tersebut saling membutuhkan. 5

II. TINJAUAN PUSTAKA