EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI POKOK ASAM-BASA ARRHENIUS DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBAHASA SIMBOLIK DAN PEMODELAN MATEMATIK SISWA SMA

(1)

EFEKTIVITAS PEMBELAJARANPROBLEM SOLVINGPADA MATERI POKOK ASAM-BASA ARRHENIUS DALAM MENINGKATKAN

KETERAMPILAN BERBAHASA SIMBOLIK DAN PEMODELAN MATEMATIK SISWA SMA

(Skripsi)

Oleh ISNAWATI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila ternyata kelak dikemudian hari terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya diatas, maka saya akan bertanggung jawab sepenuhnya.

Bandar Lampung, 15 Juni 2012

Isnawati


(3)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS PEMBELAJARANPROBLEM SOLVINGPADA MATERI POKOK ASAM-BASA ARRHENIUS DALAM MENINGKATKAN

KETERAMPILAN BERBAHASA SIMBOLIK DAN PEMODELAN MATEMATIK SISWA SMA

Oleh ISNAWATI

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan efektivitas pembelajaranproblem solvingpada materi pokok asam-basa Arrahenius dalam meningkatkan

keterampilan berbahasa simbolik dan pemodelan matematik siswa. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMAN 1 Natar semester genap tahun ajaran 2011/2012 dengan kelas XI IPA 2 dan kelas XI IPA 3 sebagai sampel, dengan pertimbangan kedua kelas tersebut memiliki karakteristik yang hampir sama. Metode penelitian ini adalah kuasi eksperimen denganNon Equivalent Control Group Design. Efektivitas pembelajaranproblem solving diukur berdasarkan peningkatan n-Gain yang signifikan. Hasil penelitian

menunjukkan nilai rata-rata n-Gain keterampilan berbahasa simbolik untuk kelas kontrol dan eksperimen masing-masing 0,01 dan 0,31; dan rata-rata n-Gain keterampilan pemodelan matematik untuk kelas kontrol dan eksperimen masing-masing 0,22 dan 0,34. Berdasarkan pengujian hipotesis, diketahui bahwa kelas dengan pembelajaranproblem solvingmemiliki keterampilan berbahasa simbolik


(4)

dan pemodelan matematik yang lebih tinggi dibandingkan kelas dengan pembel-ajaran konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa pembelpembel-ajaranproblem solving efektif dalam meningkatkan keterampilan berbahasa simbolik dan pemodelan matematik siswa.

Kata kunci: pembelajaranproblem solving, keterampilan berbahasa simbolik, keterampilan pemodelan matematik.


(5)

EFEKTIVITAS PEMBELAJARANPROBLEM SOLVINGPADA MATERI POKOK ASAM-BASA ARRHENIUS DALAM MENINGKATKAN

KETERAMPILAN BERBAHASA SIMBOLIK DAN PEMODELAN MATEMATIK SISWA SMA

Oleh Isnawati

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan MIPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi, Lampung Utara pada tanggal 19 September 1988, sebagai putri pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Sukirman dan Ibu Rohyati.

Penulis mengawali pendidikan formal di SD Negeri 1 Kotabumi yang diselesaikan pada tahun 2001. Tahun 2001 diterima di SMP Negeri 7 Kotabumi yang

diselesaikan pada tahun 2004. Tahun 2004 diterima di SMA Negeri 3 Kotabumi yang diselesaikan tahun 2007. Tahun 2007 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Lampung melalui jalur Ekstensi.

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Kimia Dasar. Pada tahun 2009 penulis pernah mengikuti Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ke Jakarta, Bandung dan Yogyakarta dan telah menyelesaikan Program

Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA Negeri 15 Bandar Lampung pada tahun 2011.


(7)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillaahirobbil aalamiin

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang senantiasa memberikan limpahan rahmat dan karunia kepada hamba-hamba-Nya.

Dengan kerendahan hati kupersembahkan rangkaian kata-kata sederhana ini kepada :

Ibunda dan Ayahandaku tercinta,

yang telah membesarkanku, mendidikku, mendo akanku, memberiku semangat dan tak kenal lelah dalam

mewujudkan mimpiku...

Terima kasih mama, bapak atas perjuangan Kalian... Jerih payah dan kerja keras Kalian tidak akan terlupakan dan tidak mungkin dapat terbalaskan. Semoga Allah SWT membalas

semua jasa dan pengorbanan Kalian...

Adikku, keponakanku dan seluruh keluarga besarku, yang turut membantu keberhasilanku baik secara

moril maupun materil... Teman terkasihku (Mas Utiz),

terima kasih atas motivasi serta bantuan yang selalu kau berikan dalam menyelesaikan studiku...

Teman-temanku di Pendidikan Kimia UNILA, khususnya Pendidikan Kimia Non Reguler 2007, terima kasih untuk sedikit waktu yang telah kita lalui bersama

You are my best friends...


(8)

MOTTO

Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak

pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh.

(Confusius)

If you can DREAM it, you can DO it .

(Walt Disney)

Bekerja ketika orang lain tidur, bekerja ketika

orang lain bermalasan, dan bermimpi ketika orang

lain berharap

(William A. Ward)

BERMIMPILAH jika mimpi itu bisa menjadi

motivasi bagi Anda untuk maju.

(Isnawati)

Bermimpi, percaya dan wujudkanlah...

(Agnes Monica)


(9)

iii SANWACANA

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas kasih sayang dan rahmat-Nya Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul“Efektivitas PembelajaranProblem Solvingpada Materi Pokok Asam-Basa Arrhenius dalam Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Simbolik dan Pemodelan Matematik Siswa SMA”sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Kimia di Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., sebagai Dekan FKIP Universitas Lampung. 2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., sebagai Ketua Jurusan Pendidikan MIPA.

3. Ibu Dra. Nina Kadaritna, M.Si., sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Kimia.

4. Ibu Dr. Noor Fadiawati, M.Si., sebagai Pembimbing I atas kesediaan dan keikhlasannya memberikan bimbingan, saran dan kritik selama kuliah dan dalam proses penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Tasviri Efkar, M.S., sebagai Pembimbing Akademik dan Pembimbing II atas kesediaan dan keikhlasannya memberikan motivasi, bimbingan, saran dan kritik selama kuliah dan dalam proses penyusunan skripsi ini.


(10)

iv 6. Ibu Dr. Ratu Beta Rudibyani, M.Si., sebagai Pembahas atas segala bimbingan,

saran dan kritik yang diberikan selama kuliah dan dalam memperbaiki penulisan skripsi ini.

7. Seluruh dosen dan staf di Jurusan Pendidikan MIPA Universitas Lampung. 8. Bapak Drs. Suwarlan, MM.Pd., sebagai Kepala SMAN 1 Natar dan Ibu Arum

selaku Wakil Kepala SMAN 1 Natar yang telah memberikan izin Penulis untuk melaksanakan penelitian serta Ibu Dra.Yulianti A.S., sebagai guru mitra dan siswa-siswi kelas XI IPA 2 dan XI IPA 3 SMAN 1 Natar semester genap tahun ajaran 2011/2012 terima kasih atas bantuan dan kerja samanya selama penelitian berlangsung.

9. Para sahabatku di Pendidikan Kimia Non Reguler 2007 (Army, Eliska, Maida, Nur Ani, Rosita dll), teman-temanku di Pendidikan Kimia Reguler 2007, kakak dan adik tingkatku di Pendidikan Kimia, teman-teman seperjuangan PPLku di SMAN 15 Bandar Lampung (Arlin, Bang Hendri, Dwi, Ema, I Gede, Indah, Mb Febri, Ratu, Selvi, Mb Ucha dan Yogi), serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah melimpahkan rahmat dan barokahnya kepada kita semua, serta berkenan membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 15 Juni 2012 Penulis,


(11)

v DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Ruang Lingkup Penelitian... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

A. PembelajaranProblem Solving……… 11

B. Teori Belajar Perkembangan Kognitif Jean Piaget ... 16

C. Keterampilan Generik Sains ... 19

D. Kerangka Pemikiran... 21

E. Anggapan Dasar... 23

F. Hipotesis Umum ... 23

III. METODOLOGI PENELITIAN... 24


(12)

vi

B. Jenis dan Sumber Data ... 25

C. Metode dan Desain Penelitian... 25

D. Variabel Penelitian ... 26

E. Instrumen dan Validitas Penelitian .………...………... 26

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 28

G. Teknik Analisis Data... 30

1. Gain Ternormalisasi (N-Gain) ...…...………. 30

2. Pengujian hipotesis ... 31

a. Uji normalitas ... 31

b. Uji homogenitas... 32

c. Uji perbedaan dua rata-rata ... 32

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ... 36

B. Pembahasan ... 44

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 72

A. Simpulan ... 72

B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74

LAMPIRAN ... 76

1. Silabus Eksperimen ... 77

2. Silabus Kontrol ... 80

3. RPP Eksperimen ... 83


(13)

vii

5. LKS ... 119

6. Kisi-Kisi SoalPretest... 147

7. SoalPretest... 148

8. Rubrik Penilaian SoalPretest... 151

9. Kisi-Kisi SoalPosttest... 155

10. SoalPosttest... 156

11. Rubrik Penilaian SoalPosttest... 159

12. Perolehan NilaiPretest,Posttestdan N-gain ... 163

13. Perhitungan ... 166

14. Pembagian Kelompok ... 189

15. Lembar Penilaian Aspek Afektif .... ... 194

16. Lembar Keterlaksanaan RPP ... 205

17. Penelitian Pendahuluan ...…...……...…………... 216

18. Izin Penelitian…...……...…………... 217

19. Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian…...……...…………... 218

20. Daftar Hadir Seminar Proposal ...…...……...…………... 219


(14)

viii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Desain penelitian ... 25

2. Data rata-rata nilaipretestdanposttestketerampilan berbahasa simbolik dan pemodelan matematik siswa ... 37

3. Rata-rata n-Gain keterampilan berbahasa simbolik siswa ... 38

4. Rata-rata n-Gain keterampilan pemodelan matematik siswa ... 38

5. Nilai Chi-kuadrat ( χ2) untuk distribusi data n-Gain keterampilan berbahasa simbolik………..……... 40

6. Nilai Chi-kuadrat ( χ2) untuk distribusi data n-Gain keterampilan pemodelan matematik ... 40

7. Nilai varians n-Gain keterampilan berbahasa simbolik ... 41

8. Nilai uji-t keterampilan berbahasa simbolik ... 42

9. Nilai varians n-Gain keterampilan pemodelan matematik ... 42

10. Nilai uji-t keterampilan pemodelan matematik ... 43

11. Perolehan nilaipretest,posttestdan n-Gain keterampilan berbahasa simbolik siswa di kelas kontrol dan eksperimen ... 163

12. Perolehan nilaipretest,posttestdan n-Gain keterampilan pemodelan matematik siswa di kelas kontrol dan eksperimen ... 164


(15)

ix DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Prosedur pelaksanaan penelitian ... 29 2. Grafik rata-rata n-Gain keterampilan berbahasa simbolik dan


(16)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Noor Fadiawati, M.Si. ________________

Sekretaris: : Drs. Tasviri Efkar, M.S. ________________

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Ratu Beta Rudibyani, M,Si. ________________

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003


(17)

Judul Skripsi : EFEKTIVITAS PEMBELAJARANPROBLEM SOLVINGPADA MATERI POKOK ASAM-BASA ARRHENIUS DALAM

MENINGKATKAN KETERAMPILAN

BERBAHASA SIMBOLIK DAN PEMODELAN MATEMATIK SISWA SMA

Nama Mahasiswa : Isnawati Nomor Pokok Mahasiswa : 0743023027 Program Studi : Pendidikan Kimia Jurusan : Pendidikan MIPA

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI, 1.Komisi Pembimbing

Dr. Noor Fadiawati, M.Si. Drs. Tasviri Efkar, M.S. NIP 19660824 199111 2 001 NIP 19581004 198703 1 001

2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA

Dr. Caswita, M.Si.


(18)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam menyiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mampu bersaing di era global. Upaya yang tepat untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan wadah yang dapat dipandang dan seyogia-nya berfungsi sebagai alat untuk membangun SDM yang bermutu adalah pendidi-kan.

Salah satu kunci utama yang berperan dalam memajukan pendidikan adalah guru. Sudjana (2002) mengemukakan bahwa guru menempati kedudukan sentral, sebab peranannya sangat menentukan. Masih banyak guru yang mengajar kurang mem-berikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi aktif serta mengembangkan keterampilan dan pengetahuan. Kegiatan pembelajaran masih terpusat pada guru, sehingga kurang mendukung pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa terutama dalam hal pemecahan masalah. Hal ini dapat berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Pembelajaran yang relevan dengan keterlibatan dan peran aktif siswa adalah pemebelajaran yang berpusat pada siswa dan keterkaitannya dengan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Guru dapat membantu siswa dengan cara memberikan proses pembelajaran yang melibatkan peran aktif siswa


(19)

2 sehingga membuat informasi yang diberikan oleh guru menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menetapkan ide-ide mereka sendiri untuk belajar. Selanjutnya guru dapat memberi siswa“tangga” yang dapat membantu siswa

mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus diupayakan agar

siswa sendiri yang memanjat “tangga” tersebut.

Filosofi konstruktivisme yang dikemukakan oleh Piaget menganggap bahwa setiap individu mengkonstruk pengetahuan secara aktif melalui pemahaman atas pengalaman mereka sendiri. Siswa harus mengambil peran aktif dalam memilih dan mengelola informasi, mengkonstruk hipotesisnya, memutuskan, dan

kemudian merefleksikan pengalaman mereka untuk menentukan bagaimana pengetahuan itu dapat mereka transfer ke berbagai situasi yang lain. Menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001) kon-struktivisme juga menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh adalah hasil konstruksi sendiri, maka sangat kecil kemungkinan adanya transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa proses belajar yang dominan terjadi adalah proses penuangan informasi dari guru kepada siswa, bukan siswa menemu-kan apa yang dipelajari dan bumenemu-kan pula siswa yang membangun pengetahuannya. Siswa kurang terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, guru menjelaskan materi pembelajaran sedangkan siswa hanya dilibatkan sebagai pendengar tanpa diberi kesempatan untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses pembelajaran.


(20)

3 Pembelajaran kimia di sekolah secara umum lebih menekankan pada aspek

produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori), dimana pemebelajaran lebih didominasi oleh penyajian fakta-fakta dan persamaan matematis. Kondisi seperti ini tentunya menyebabkan motivasi siswa untuk belajar kimia menjadi kurang baik, sehingga selain pemahaman konsep yang rendah, kemampuan siswa untuk memecahkan masalah pada situasi yang baru juga tergolong rendah. Selain itu, juga menyebabkan siswa lebih banyak mem-pelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip sains secara verbalistis, siswa pada umumnya hanya mengenal banyak peristilahan sains secara hapalan tanpa makna. Banyaknya konsep-konsep dan prinsip-prinsip sains yang perlu dipelajari siswa, menyebabkan timbul kejenuhan siswa belajar kimia secara hapalan. Dengan demikian, belajar sains hanya diartikan sebagai pengenalan sejumlah konsep-konsep dan peristilahan dalam bidang sains saja tetapi tidak memahami maknanya.

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disebutkan bahwa

pendidikan ilmu kimia merupakan wahana bagi siswa untuk mempelajari dirinya sendiri dan alam sekitarnya, yang menekankan pada pemberian pengalaman langsung, sehingga siswa perlu dibantu mengembangkan keterampilan-keterampilan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Pengembangan keterampilan dalam pelaksanaan KTSP berdampak pada kegiatan pembelajaran untuk siswa sehingga lebih aktif, kreatif, dan inovatif, terutama dalam mengembangkan keterampilan berpikirnya. Salah satu keterampilan sains yang akan dipelajari adalah keterampilan generik sains (KGS).


(21)

4 Ilmu kimia dibangun melalui pengembangan keterampilan generik sains seperti keterampilan berbahasa simbolik, pemodelan matematik dan sebagainya. Keterampilan generik sains tersebut harus ditumbuhkan dalam diri siswa sesuai dengan taraf perkembangannya. Sehingga siswa terlatih untuk lebih berfikir dan bertindak sesuai dengan ilmu yang diperoleh.

Pembelajaran kimia disertai keterampilan generik sains pada materi pokok asam-basa Arrhenius diduga dapat membantu melatih keterampilan berbahasa simbolik dan pemodelan matematik siswa. Keterampilan berbahasa simbolik yang harus dicapai siswa pada materi pokok asam-basa Arhenius adalah menuliskan persamaan reaksi ionisasi beserta fase-fase yang terlibat dalam reaksi ionisasi, menuliskan persamaan derajat ionisasi dan menuliskan persamaan tetapan kesetimbangan air, asam lemah dan basa lemah dari suatu persamaan reaksi. Dalam hal ini, siswa dituntut untuk menggunakan pemikiran sains berdasarkan prinsip-prinsip sains yang dimilikinya agar siswa mampu mencapai keterampilan tersebut. Menurut Liliasari (2007), untuk memperjelas gejala alam yang dipelajari oleh setiap rumpun ilmu diperlukan bahasa simbolik, agar terjadi komunikasi dalam bidang ilmu tersebut sehingga mempermudah penyampaian dengan meringkas dalam bentuk bahasa simbolik. Dalam sains misalnya mengenal adanya lambang unsur, persamaan reaksi, simbol-simbol untuk reaksi searah, reaksi kesetimbangan dan banyak lagi bahasa simbolik yang telah disepakati dalam bidang ilmu tersebut.

Selain keterampilan berbahasa simbolik, siswa juga dituntut untuk mengembang-kan keterampilan pemodelan matematik yang dimiliki. Hal ini disebabmengembang-kan karena


(22)

5 keterampilan pemodelan matematik merupakan salah satu keterampilan yang

harus dimiliki siswa saat mempelajarai sains. Menurut Liliasari (2007), untuk menjelaskan hubungan-hubungan yang diamati diperlukan bantuan pemodelan matematik agar dapat diprediksikan dengan tepat bagaimana kecenderungan hubungan atau perubahan suatu fenomena alam. Keterampilan pemodelan matematik yang harus dicapai siswa pada materi pokok asam-basa Arrhenius adalah menghitung pH atau konsentrasi suatu larutan dan menentukan nilai tetapan kesetimbangan/tetapan ionisasi asam (Ka) dan basa (Kb).

Hasil observasi yang dilakukan di SMAN 1 Natar menunjukkan bahwa pembel-ajaran masih didominasi menggunakan metode ceramah yang disertai latihan-latihan soal. Selain itu, paradigma lama di mana guru merupakan pusat kegiatan belajar di kelas (teacher centered) masih sering dipertahankan dengan alasan pembelajaran seperti ini adalah yang paling praktis dan tidak menyita banyak waktu. Guru kerap kali memilih mempertahankan gaya mengajarnya, yakni dengan menekankan pembelajaran pada penguasaan sejumlah konsep, hukum-hukum dan teori-teori saja, seperti halnya pada materi pokok asam-basa yang lebih dikondisikan untuk dihafal oleh siswa tanpa memperhatikan bahwa

informasi/konsep yang diberikan guru dapat saja kurang bermanfaat atau bahkan tidak bermanfaat sama sekali jika hal tersebut hanya dikomunikasikan oleh guru kepada siswa melalui jalan satu arah seperti menuang air ke dalam sebuah gelas. Cara pembelajaran seperti itu menyebabkan keterampilan berbahasa simbolik dan pemodelan matematik siswa kurang terlatih.


(23)

6 Untuk melatih keterampilan berbahasa simbolik dan pemodelan matematik siswa, diperlukan model pembelajaran yang berfilosofi konstruktivisme, yakni pembel-ajaran yang menitikberatkan pada keaktifan siswa dan mengharuskan siswa mem-bangun pengetahuannya sendiri. Salah satu model pembelajaran yang diduga dapat memacu dan meningkatkan keterampilan berbahasa simbolik dan pemodelan matematik siswa adalah model pembelajaranproblem solving.

Pembelajaranproblem solvingadalah sistem pembelajaran yang menuntut siswa belajar untuk memecahkan masalah baik secara individu maupun kelompok. Oleh karena itu dalam pembelajaran, siswa harus aktif agar dapat memecahkan masalah yang diberikan oleh guru. Dengan memecahkan masalah berarti siswa mem-peroleh sesuatu yang baru, yaitu pelajaran baru yang dihasilkan dari pemikiran siswa saat memecahkan masalah berdasarkan aturan-aturan yang pernah di-pelajarinya. Pembelajaranproblem solvingmemiliki ciri-ciri seperti pembelajaran

dimulai dengan adanya pemberian masalah. Biasanya ‘masalah’ memiliki

konteks dengan dunia nyata, siswa secara berkelompok kecil aktif meng-identifikasi ‘masalah’ yang ada,mempelajari dan mencari sendiri materi yang

terkait dengan ‘masalah’ dan kemudian mencari solusi dari ‘masalah’ tersebut.

Saat mencari solusi tersebut diharapkan keterampilan berbahasa simbolik dan pemodelan matematik siswa terlatih sehingga keretampilan berbahasa simbolik dan pemodelan matematik siswa akan meningkat. Dalam pembelajaranproblem solvingini guru hanya berperan sebagai penghubung yang membantu siswa mengolah pengetahuan baru, menyelesaikan suatu masalah serta berperan sebagai pembimbing pada proses pembelajaran yang menyediakan peluang kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan baru. Menurut Tan (2003) penerapan model


(24)

7 pembelajaranproblem solvingmengalami kemajuan yang pesat di banyak sekolah dan perguruan tinggi dari berbagai disiplin ilmu di negara-negara maju.

Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, maka dipandang perlu dilakukan

penelitian yang berjudul “Efektivitas Pembelajaran Problem Solvingpada Materi Pokok Asam-Basa Arrhenius dalam Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Simbolik dan Pemodelan Matematik Siswa SMA”. Melalui penerapan pembel-ajaranproblem solvingdiharapkan guru mampu meningkatkan keterampilan berbahasa simbolik dan pemodelan matematik siswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. apakah pembelajaranproblem solvingpada materi pokok asam-basa Arrhenius efektif dalam meningkatkan keterampilan berbahasa simbolik siswa SMAN 1 Natar?

2. apakah pembelajaranproblem solvingpada materi pokok asam-basa Arrhenius efektif dalam meningkatkan keterampilan pemodelan matematik siswa SMAN 1 Natar?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. mendeskripsikan efektivitas pembelajaranproblem solvingpada materi pokok

asam-basa Arrahenius dalam meningkatkan keterampilan berbahasa simbolik siswa SMAN 1 Natar.


(25)

8 2. mendeskripsikan efektivitas pembelajaranproblem solvingpada materi pokok

asam-basa Arrahenius dalam meningkatkan keterampilan pemodelan matematik siswa SMAN 1 Natar.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam pembelajaran kimia baik siswa, guru/calon guru, maupun pihak sekolah serta kepada calon peneliti lain yang akan melakukan penelitian. 1. Siswa

a) Melatih keterampilan berbahasa simbolik dan pemodelan matematik siswa menggunakan pembelajaranproblem solving.

b) Melatih siswa agar lebih aktif, kreatif dan mandiri dalam menyelesaikan masalah-masalah kimia sehingga dapat meningkatkan sikap positif siswa untuk berpikir runtut, kritis dan sistematis dalam usaha pemecahan masalah, serta merangsang otak siswa dalam memahami dan menyelesaikan masalah. 2. Guru/calon guru

Sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan dan penerapan model pembel-ajaran yang sesuai dengan materi pembelpembel-ajaran kimia SMA, khususnya pada materi pokok asam-basa Arrhenius.

3. Sekolah

Menjadi informasi dan sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran kimia di sekolah.


(26)

9 4. Bagi peneliti lain

Sebagai bahan atau sumber refrensi bagi peneliti lain untuk dapat mengembang-kan penelitian sejenis dengan ruang lingkup yang lebih luas.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Agar tidak terjadi kesalahpahaman dan penafsiran yang berbeda-beda terhadap masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka ruang lingkup dalam penelitian ini adalah :

1. Kompetensi dasar materi dalam penelitian ini ialah mendeskripsikan teori-teori asam-basa dengan menentukan sifat larutan dan menghitung pH larutan. 2. Pembelajaran dikatakan efektif apabila secara statistik hasil belajar siswa me-nunjukkan perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan pema-haman setelah pembelajaran yang ditunjukkan dengan n-Gain yang signifikan. 3. Pembelajaran konvensional yang selama ini diterapkan di SMAN 1 Natar

menggunakan metode diskusi, latihan-latihan mengerjakan soal, dan praktikum yang hanya dilakukan sesekali saja pada materi-materi tertentu. 4. Problem solvingadalah suatu langkah pembelajaran yang dilaksanakan

dengan cara siswa mencari kebenaran pengetahuan dan informasi tentang konsep, hukum, prinsip, kaidah, dan sejenisnya, mengadakan percobaan, bertanya secara tepat serta mencari jawaban masalah berdasarkan pemahaman konsep, prinsip dan kaidah yang telah dipelajari. Pembelajaranproblem solvingyang diterapkan menggunakan media LKS berbasis pembelajaran problem solvingyang disusun untuk melatih keterampilan berbahasa simbolik dan pemodelan matematik siswa.


(27)

10 5. Pelaksanaan pembelajaranproblem solvingpada tahap orientasi masalah,

siswa diberi suatu masalah dan dibimbing oleh guru melalui analogi dan fakta-fakta mengapa masalah tersebut harus dipaparkan.


(28)

11

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PembelajaranProblem Solving

Pembelajaranproblem solvingadalah sistem pembelajaran yang menuntut siswa belajar untuk memecahkan masalah baik secara individu maupun kelompok. Oleh karena itu dalam pembelajaran, siswa harus aktif agar dapat memecahkan masalah yang diberikan oleh guru. Problem solvingadalah suatu langkah pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara siswa mencari kebenaran pengetahuan dan infor-masi tentang konsep, hukum, prinsip, kaidah, dan sejenisnya, mengadakan per-cobaan, bertanya secara tepat serta mencari jawaban masalah berdasarkan pe-mahaman konsep, prinsip dan kaidah yang telah dipelajari.

Djamarah dan Zain (2002) mengemukakan model pembelajaranproblem solving bukan hanya sekedar model mengajar, tetapi juga merupakan suatu model pembelajaran yang menuntut siswa untuk berpikir, sebab pelaksanaan pembel-ajaranproblem solvingharus mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.

2. Mencari data atau keterangan yang digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya, berdiskusi, dan lain-lain.

3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dengan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah kedua di atas.

4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa


(29)

12 jawaban tersebut betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban

sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan metode-metode lainnya seperti demonstrasi, tugas diskusi, dan lain-lain.

5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.

Pendapat di atas mengungkapkan bahwa pembelajaran dengan modelproblem solvingharus mengikuti langkah-langkah dari menentukan masalah apa yang ingin dipecahkan hingga pada tahap mencari kesimpulan agar siswa mampu memecahkan masalah. Dengan memecahkan masalah berarti siswa memperoleh sesuatu yang baru, yaitu pelajaran baru yang dihasilkan dari pemikiran siswa saat memecahkan masalah berdasarkan aturan-aturan yang pernah dipelajarinya. Nasution (1992) mengatakan :

“memecahkan masalah memerlukan pemikiran dengan menggunakan dan

menghubungkan berbagai aturan-aturan yang telah kita kenal menurut kombinasi yang berlainan. Dalam memecahkan masalah sering harus dilalui berbagai langkah seperti mengenal setiap unsur dalam masalah itu, mencari aturan-aturan yang berkenaan dengan masalah itu dan dalam segala langkah perlu ia berpikir. Mempelajari aturan perlu, terutama untuk memecahkan masalah. Pemecahan masalah merupakan perluasan yang wajar dari belajar aturan. Dalam pemecahan masalah prosesnya terletak dalam diri siswa. Variabel dari luar hanya berupa instruksi verbal yang membantu atau membimbing siswa untuk memecahkan masalah itu. Memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses dimana siswa menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu yang digunakan untuk memecah-kan masalah yang baru. Namun memecahmemecah-kan masalah tidak sekedar

menerapkan aturan-aturan yang diketahui, akan tetapi juga menghasilkan pelajaran baru.

Hal ini sesuai dengan teori konstruktivisme yang diungkapkan oleh Slavin (Nurhadi dan Senduk, 2002) yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar dapat memahami dan menerapkan


(30)

13 pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala

sesuatu untuk dirinya, berusaha susah payah dengan ide-ide. Menurut Slavin dalam Nur (2002) teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner.

Secara sederhana konstruktivisme merupakan konstruksi dari kita yang me-ngetahui sesuatu. Menurut Suparno dalam Trianto (2010), pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya. Bettencourt menyimpulkan bahwa konstruktivisme tidak bertujuan mengerti hakikat realitas, tetapi lebih hendak melihat bagaimana proses kita menjadi tahu tentang sesuatu.

Satu prinsip yang penting dalam psikologi pendidikan menurut teori ini adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa.

Menurut Nur dalam Trianto (2007) siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut.

Menurut Sagala (2010) Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan kontekstual yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit,

hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi manusia harus mengkonstruksi


(31)

14 pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu

dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, yaitu siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Landasan berfikir konstruktivisme adalah lebih menekankan pada strategi memperoleh dan mengingat pengetahuan.

Menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001) konstruktivisme juga menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh adalah hasil konstruksi sendiri, maka sangat kecil kemungkinan adanya transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain. Agar siswa mampu mengkons-truksi pengetahuan, maka diperlukan:

1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali penga-laman, karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa dengan pengalaman-pengalaman tersebut.

2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan menge-nai persamaan dan perbedaan suatu hal, agar siswa mampu menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaannya untuk selanjutnya membuat klasifikasi dan mengkonstruksi pengetahuannya.

3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang lain(selective conscience). Melalui “suka dan tidak suka” inilah muncul

penilaian siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi pemben-tukan pengetahuannya.


(32)

15 Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain:

1. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif; 2. Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa; 3. Mengajar adalah membantu siswa belajar;

4. Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir; 5. Kurikulum menekankan partisipasi siswa;

6. Guru adalah fasilitator.

Secara keseluruhan pengertian atau maksud pembelajaran secara konstruktivisme adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa. Guru hanya berperan sebagai penghubung yang membantu siswa mengolah pengetahuan baru, menyelesaikan suatu masalah dan guru berperan sebagai pembimbing pada proses pembelajaran yang menyediakan peluang kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan baru.

Pembelajaranproblem solvingini akan lebih produktif bila dalam pelaksanaannya disatukan dengan metode diskusi dan kerja kelompok, sebagaimana yang

dikemukakan oleh Djsastra (1985) yaitu :

“Dalam praktek mengajar di kelas metodeproblem solvingini sebaiknya dipergunakan bersama-sama dengan metode diskusi dan metode proyek, tetapi yang jelas metodeproblem solvingini akan lebih produktif (lebih

stabil) bila disatukan dengan metode diskusi”.

Kelebihan dan kekurangan pembelajranproblem solvingmenurut Djamarah dan Zain (2002) adalah sebagai berikut.

1. Kelebihan pembelajaranproblem solving

a. Membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan.

b. Membiasakan siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil.

c. Model pembelajaran ini merangsang pengembangan kemampuan berfikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya siswa banyak menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahannya.


(33)

16 2. Kekurangan pembelajaranproblem solving

a. Memerlukan keterampilan dan kemampuan guru. Hal ini sangat penting karena tanpa keterampilan dan kemampuan guru dalam mengelola kelas pada saat strategi ini digunakan maka tujuan pengajaran tidak akan tercapai karena siswa menjadi tidak teratur dan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan dalam pembelajaran

b. Memerlukan banyak waktu. Penggunaan model pembelajaranproblem solvinguntuk suatu topik permasalahan tidak akan maksimal jika waktunya sedikit, karena bagaimanapun juga akan banyak langkah-langkah yang harus diterapkan terlebih dahulu dimana masing-masing langkah membutuhkan kecekatan siswa dalam berpikir untuk

menyelesaikan topik permasalahan yang diberikan dan semua itu berhubungan dengan kemampuan kognitif dan daya nalar masing-masing siswa

c. Mengubah kebiasaan siswa belajar dari mendengarkan dan menerima informasi yang disampaikan guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan masalah sendiri dan kelompok memerlukan banyak sumber belajar sehingga menjadi kesulitan tersendiri bagi siswa. Sumber-sumber belajar ini bisa di dapat dari berbagai media dan buku-buku lain. Jika sumber-sumber ini tidak ada dan siswa hanya

mempunyai satu buku / bahan saja maka topik permasalahan yang diberikan tidak akan bisa diselesaikan dengan baik.

B. Teori Belajar Perkembangan Kognitif Jean Piaget

Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar merupakan interaksi antara individu dan lingkungan dan hal itu terjadi terus-menerus sepanjang hayatnya. Teori ini mengenal konsep bahwa belajar ialah hasil interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan melalui proses memasukkan pengetahuan baru kedalam pengetahuan yang sudah ada (asimilasi) dan menyesuaikan diri dengan infomasi yang baru (akomodasi).

Menurut Piaget dalam Bell (1994), belajar adalah:

Interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan. Artinya,

pengetahuan itu suatu proses, bukannya suatu “barang”. Karena itu untuk

memahami pengetahuan orang dituntut untuk mengenali dan menjelaskan berbagai cara bagaimana individu berinteraksi dengan lingkungannya.


(34)

17 Dalam proses pembelajaran Piaget dalam Bell (1994), menyarankan:

Penggunaan metode aktif yang menghendaki siswa menemukan kembali atau merekonstruksi kebenaran-kebenaran yang harus dipelajarinya. Guru peran mengatur dan menciptakan situasi dan menyajikan masalah yang ber-guna.

Kognitif merupakan pusat penggerak berbagai kegiatan kita, seperti mengenali lingkungan, melihat berbagai masalah, menganalisis berbagai masalah, mencari informasi baru, menarik simpulan dan sebagainya.

Menurut Piaget (Dahar, 1988), dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia ber-interaksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan anak merupakan suatu proses sosial. Anak tidak berinteraksi dengan lingkungan fisik-nya sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai bagian dari kelompok sosial. Akibatnya lingkungan sosialnya berada diantara anak dengan lingkungan fisiknya. Interaksi anak dengan orang lain memainkan peranan penting dalam

me-ngembangkan pandangannya terhadap alam. Melalui pertukaran ide-ide dengan orang lain, seorang anak yang tadinya memiliki pandangan subyektif terhadap sesuatu yang diamatinya akan berubah pandangannya menjadi obyektif. Aktivitas mental anak terorganisasi dalam suatu struktur kegiatan mental yang disebut

”skema” atau pola tingkah laku. Dalam perkembangan intelektual ada tiga hal penting yang menjadi perhatian Piaget yaitu struktur, isi dan fungsi.

a. Struktur, Piaget memandang ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental dan perkembangan logis anak-anak. Tindakan menuju pada operasi-operasi dan operasi-operasi menuju pada per-kembangan struktur-struktur.

b. Isi, merupakan pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang


(35)

18 c. Fungsi, adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan

intelektual.

Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu orga-nisasi dan adaptasi. Orgaorga-nisasi memberikan organisme kemampuan untuk meng-estimasikan atau mengorganisasi proses-proses fisik atau psikologis menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan, sedangkan adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.

Lebih lanjut Piaget (Dahar, 1988) mengemukakan bahwa asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pe-ngalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan atau pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Dengan kata lain, asimilasi merupakan salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.

Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi.

Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara


(36)

19 asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat

mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidakseimbangan (disequilibrium). Akibat ketidakseimbangan itu maka terjadilah akomodasi dan struktur kognitif yang ada akan mengalami perubahan atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya.

C. Keterampilan Generik Sains

Menurut Brotosiswoyo (2001) keterampilan generik sains kimia adalah

kemampuan dasar (generik sains) yang dapat ditumbuhkan ketika siswa menjalani proses belajar ilmu kimia yang bermanfaat sebagai bekal meniti karir dalam bidang yang lebih luas. Dan menurut Brotosiswoyo (2001) kemampuan generik sains dalam pembelajaran IPA dapat dikategorikan menjadi 9 indikator yaitu: (1) pengamatan langsung; (2) pengamatan tak langsung; (3) kesadaran tentang skala besar; (4) bahasa simbolik; (5) kerangka logika taat asas; (6) inferensi logika; (7) hukum sebab akibat; (8) pemodelan matematik; (9) membangun konsep.

Makna dari setiap keterampilan generik sains tersebut adalah (Liliasari, 2007) : 1. Pengamatan langsung

Sains merupakan ilmu tentang fenomena dan perilaku alam sepanjang masih dapat diamati oleh manusia. Hal ini menuntut adanya kemampuan manusia untuk melakukan pengamatan langsung dan mencari keterkaitan-keterkaitan sebab akibat dari pengamatan tersebut.

2. Pengamatan tak langsung

Dalam melakukan pengamatan langsung, alat indera yang digunakan manusia memiliki keterbatasan. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut


(37)

20 manusia melengkapi diri dengan berbagai peralatan. Beberapa gejala alam lain juga terlalu berbahaya jika kontak langsung dengan tubuh manusia seperti arus listrik, zat-zat kimia beracun, untuk mengenalnya diperlukan alat bantu seperti Ampermeter, indikator dan lain-lain. Cara ini dikenal sebagai pengamatan tak langsung.

3. Kesadaran akan skala besar

Dari hasil pengamatan yang dilakukan maka seseorang yang belajar sains akan memiliki kesadaran akan skala besaran dari berbagai objek yang dipelajarinya. Dengan demikian ia dapat membayangkan bahwa yang dipelajarinya itu tentang dari ukuran yang sangat besar seperti jagad raya sampai yang sangat kecil seperti keberadaan pasangan elektron. Ukuran jumlah juga sangat mencengangkan, misalnya penduduk dunia lebih dari satu milyar, jumlah molekul dalam 1 mol zat mencapai 6,02 x 1023buah. 4. Bahasa simbolik

Untuk memperjelas gejala alam yang dipelajari oleh setiap rumpun ilmu diperlukan bahasa simbolik, agar terjadi komunikasi dalam bidang ilmu tersebut sehingga mempermudah penyampaian dengan meringkas dalam bentuk bahasa simbolik. Dalam sains misalnya bidang kimia mengenal adanya lambang unsur, persamaan reaksi, simbol-simbol untuk reaksi searah, reaksi kesetimbangan, dan banyak lagi bahasa simbolik yang telah disepakati dalam bidang ilmu tersebut.

5. Kerangka logika taat asas

Pada pengamatan panjang tentang gejala alam yang dijelaskan melalui banyak hukum-hukum, orang akan menyadari keganjilan dari sifat taat asasnya secara logika. Untuk membuat hukum-hukum itu agar taat asas, maka perlu ditemukan teori baru yang menunjukkan kerangka logika taat asas. Misalnya keganjilan antara model atom Rutherford dan teori mekanika klasik Maxwell yang akhirnya dibuat taat asas dengan lahirnya model atom Bohr.

6. Inferensi logika

Logika sangat berperan dalam melahirkan hukum-hukum sains. Banyak fakta yang tak dapat diamati langsung dapat ditemukan melalui inferensi logika dari konsekuensi-konsekuensi logis hasil pemikiran dalam belajar sains. Misalnya titik nol derajat Kelvin sampai saat ini belum dapat direalisasikan keberadaannya, tetapi orang yakin bahwa itu benar. 7. Hukum sebab akibat

Rangkaian hubungan antara berbagai faktor dari gejala yang diamati diyakini sains selalu membentuk hubungan yang dikenal sebagai hukum sebab akibat.


(38)

21 8. Pemodelan matematik

Untuk menjelaskan hubungan-hubungan yang diamati diperlukan bantuan pemodelan matematik agar dapat diprediksikan dengan tepat bagaimana kecenderungan hubungan atau perubahan suatu fenomena alam.

9. Membangun konsep

Tidak semua fenomena alam dapat dipahami dengan bahasa sehari-hari, karena itu diperlukan bahasa khusus yang disebut konsep. Jadi belajar sains memerlukan kemampuan untuk membangun konsep, agar bisa ditelaah lebih lanjut untuk memerlukan pemahaman yang lebih lanjut, konsep-konsep inilah diuji keterterapannya.

D. Kerangka Pemikiran

Pembelajaranproblem solvingbukan hanya sekedar model untuk mengajar, tetapi juga merupakan suatu model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan berpikir siswa, sebab pelaksanaan pembelajaranproblem solvingharus mengikuti langkah-langkah pembelajaranproblem solvingseperti yang telah dikemukakan pada tinjauan pustaka sebelumnya, dimana masing-masing langkah membutuh-kan kecekatan siswa dalam berpikir untuk menyelesaimembutuh-kan topik permasalahan yang diberikan dan semua itu berhubungan dengan kemampuan kognitif dan daya nalar masing-masing siswa.

Berdasarkan tinjauan pustaka yang dikemukakan sebelumnya, pada tahap pertama pembelajaranproblem solving,siswa dihadapkan pada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Pada tahap ini, diharapkan siswa akan terstimulus untuk bertanya atau mengajukan pertanyaan. Tahap ini penting karena dapat merangsang perkembangan kemampuan berpikir dan rasa ingin tahu siswa. Kemudian, pada tahap kedua yakni mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah, siswa pun akan terlatih untuk bertanya dan berdiskusi untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya. Tahap ketiga yakni


(39)

menetap-22 kan jawaban sementara dari masalah yang diberikan, pada tahap ini diharapkan siswa akan terlatih dalam menuangkan ide atau pendapat mereka secara bebas sebagai jawaban sementara dari permasalahan yang diberikan berdasarkan pengetahuan awal mereka dan data yang telah mereka peroleh pada tahap sebelumnya. Selain itu, tahap ini pun diharapkan dapat melatih siswa untuk berpikir kreatif dalam menggunakan wawasannya serta melatih siswa untuk bertanggung jawab atas jawaban sementara yang telah mereka tuliskan.

Selanjutnya tahap keempat yakni menguji kebenaran jawaban sementara, pada tahap ini siswa akan terlatih bereksperimen untuk membuktikan hipotesis sebelumnya. Melalui kegiatan bereksperimen ini siswa akan terlibat secara langsung dalam proses penemuan konsep. Keterlibatan siswa secara langsung dalam proses penemuan konsep akan mempermudah siswa dalam memahami materi pelajaran serta mambuat siswa lebih aktif. Saat menganalis data hasil percobaan diharapkan keterampilan berbahasa simbolik (seperti menuliskan persamaan reaksi ionisasi) dan pemodelan matematik siswa (seperti menghitung pH atau konsentrasi suatu larutan) akan meningkat.

Kemudian, pada tahap kelima yakni menarik kesimpulan, ketika siswa telah mendapatkan kesimpulan tentang jawaban dari masalah yang diberi diharapkan siswa dapat mengomunikasikan hasilnya dengan yang lain. Pada tahap ini, diharapkan siswa dapat menggunakan argumennya ketika berinteraksi dengan orang lain baik dalam diskusi kelompok maupun diskusi kelas. Akhirnya, berdasarkan uraian dan langkah-langkah di atas, diharapkan pembelajaran


(40)

23 problem solvingdapat meningkatkan keterampilan berbahsa simbolik dan

pemodelan matematik siswa.

E. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:

1. Perbedaan n-Gain keterampilan generik sains indikator : (1) bahasa simbolik dan (2) pemodelan matematik terjadi karena adanya perbedaan perlakuan dalam proses belajar siswa pada materi yang sama.

2. Keterampilan generik sains indikator : (1) pengamatan langsung; (2) pengamatan tak langsung; (3) kesadaran tentang skala besar; (4) kerangka logika taat asas; (5) inferensi logika; (6) hukum sebab akibat; (7) membangun konsep tidak mempengaruhi n-Gain.

3. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan keterampilan berbahasa simbolik dan pemodelan matematik siswa materi pokok asam-basa Arrhenius siswa kelas XI IPA semester genap SMAN 1 Natar tahun ajaran 2011/2012 diabaikan.

F. Hipotesis Umum

Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah:

Pembelajaranproblem solvingpada materi pokok asam-basa Arrhenius lebih efektif dalam meningkatkan keterampilan berbahasa simbolik dan pemodelan matematik siswa dibandingkan pembelajaran konvensional.


(41)

20

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMAN 1 Natar semester genap tahun ajaran 2011/2012 yang berjumlah 202 siswa dan tersebar dalam lima kelas. Selanjutnya dari populasi tersebut diambil dua kelas untuk dijadikan sample penelitian. Satu kelas sebagai kelas eksperimen yang akan diberi perlakuan dan satu kelas lagi sebagai kelas kontrol.

Oleh karena peneliti ingin mendapatkan kelas dengan tingkat kemampuan kognitif yang sama, peneliti memilih teknikpurposif samplingdalam pegambilan sampel. Purposif sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.

Dalam pelaksanaanya peneliti meminta bantuan pihak sekolah yaitu Ibu Arum sebagai wakil kepala sekolah bidang kurikulum dan Ibu Anggun selaku guru bidang studi kimia yang memahami karakteristik siswa kelas XI IPA SMAN 1 Natar untuk menentukan kelas yang akan dijadikan sampel dan peneliti mendapatkan kelas XI IPA 2 dan XI IPA 3 sebagai sampel penelitian. Kelas XI IPA 2 sebagai kelompok kontrol yang mengalami pembelajaran konvensional, sedangkan kelas XI IPA 3


(42)

25 adalah kelompok eksperimen yang mengalami pembelajaranproblem solving,

dengan pertimbangan kedua kelas tersebut memiliki karakteristik yang hampir sama.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang berupa data hasil tes keterampilan berbahasa simbolik dan pemodelan matematik siswa yang diperoleh sebelum penerapan model pembelajaran (pretest) dan data hasil tes keterampilan berbahasa simbolik dan pemodelan matematik siswa yang diperoleh setelah penerapan model pembelajaran (posttest). Sumber data dalam penelitian ini ialah siswa-siswi kelas XI IPA 2 dan XI IPA 3 SMAN 1 Natar yang mengikuti proses pembelajaran danpretest-posttest.

C. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan menggunakanNon Equivalent Control Group Design(Sugiyono, 2009) dengan urutan kegiatan seperti yang terlihat pada tabel 1.

Tabel 1. Desain penelitian

Kelas Pretest Perlakuan Posttest

Kelas eksperimen O1 X O2

Kelas kontrol O1 ─ O2

Dengan keterangan O1adalahpretestyang dilaksanakan sebelum diberikan perlakuan, O2adalahposttestyang dilaksanakan setelah diberikan perlakuan, X adalah pembelajaranproblem solving, (-) adalah pembelajaran konvensional.


(43)

26 D. Variabel Penelitian

Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau variabel penyebab berubahnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran yang digunakan, yaitu pembelajaranproblem solvingdan pembe-lajaran konvensional.

2. Variabel terikat adalah variabel akibat atau variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keterampilan berbahasa simbolik dan pemodelan matematik siswa pada materi pokok asam-basa Arrhenius.

E. Instrumen dan Validitas Penelitian 1. Isntrumen

Instrumen penelitian yang digunakan adalah :

a. Soalpretestdanposttestyang masing-masing terdiri dari 7 butir soal pilihan jamak dan 4 butir soal essay dengan materi pokok asam-basa Arrhenius. Soal pretestdibagikan untuk mengukur keterampilan berbahasa simbolik dan

pemodelan matematik siswa sebelum penerapan pembelajaran. Sedangkan soal posttestdibagikan untuk mengukur keterampilan berbahasa simbolik dan pemodelan matematik siswa setelah penerapan pembelajaran.

b. LKS kimia yang berbasis pembelajaranproblem solving, sejumlah tiga LKS yaitu LKS 1 membahas tentang sifat asam-basa, LKS 2 membahas tentang konsep pH, pOH dan pKW, dan LKS 3 membahas tentang kekuatan asam-basa.


(44)

27 c. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Silabus yang sesuai dengan

standar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

d. Lembarpenilaian aspek afektif siswa, yaitu lembar pengamatan terhadap aktivitas yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran.

e. Lembar penilaian keterlaksanaan RPP.

2. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Dalam konteks pengujian validitas instrumen dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu cara judgmentatau penilaian, dan pengujian empirik.

Penelitian ini menggunakan Validitas isi. Validitas isi adalah kesesuaian antara ins-trumen dengan ranah ataudomainyang diukur (Ali, 1992). Adapun pengujian validitas isi ini dilakukan dengan carajudgment. Dalam hal ini pengujian dilakukan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian antara tujuan penelitian, tujuan peng-ukuran, indikator, dan butir-butir pertanyaannya. Bila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa instrumen dianggap valid untuk digunakan da-lam mengumpulkan data sesuai kepentingan penelitian yang bersangkutan.

Oleh karena dalam melakukanjudgmentdiperlukan ketelitian dan keahlian penilai, maka peneliti meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini dilakukan oleh Ibu Ibu Dr. Noor Fadiawati, M.Si. dan Bapak Drs. Tasviri Efkar, M.S., sebagai


(45)

28 F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah:

1. Tahap prapenelitian

a. Mengadakan observasi ke sekolah tempat diadakannya penelitian untuk mendapatkan informasi tentang keadaan siswa, jadwal dan tata tertib sekolah, serta sarana-prasarana yang ada di sekolah yang dapat digunakan sebagai pen-dukung pelaksanaan penelitian.

b. Menentukan populasi kemudian menentukan sampel penelitian sebanyak 2 kelas.

c. Menyusun silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan materi pokok yang akan diteliti yaitu asam-basa Arrhenius.

d. Membuat Lembar Kerja Siswa (LKS) yang disesuaikan dengan langkah-langkah pembalajaranproblem solving.

e. Membuat soal-soalpretestdanposttestberbasis keterampilan berbahasa simbolik dan pemodelan matematik.

f. Pengujian validitas instrumen dengan dosen pembimbing.

2. Tahap pelaksanaan penelitian

Pada tahap pelaksanaan, pembelajaranproblem solvingditerapkan di kelas

eksperimen (XI IPA 3) dan pembelajaran konvensional diterapkan di kelas kontrol (XI IPA 2). Adapun prosedur pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:

a. Melakukanpretestdengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.


(46)

29 b. Melaksanakan kegiatan pembelajaran pada materi pokok asam-basa Arrhenius

sesuai dengan model pembelajaran yang telah ditetapkan di masing-masing kelas. c. Melakukanposttestdengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas

kontrol.

d. Menganalisis data yang diperoleh dan membuat kesimpulan.

Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan di bawah ini:

Penetapan Populasi dan Sampel

Validasi instrumen

Pretest

Posttest

Analisis Data

Kesimpulan

Kelas Kontrol Kelas Eksperimen

Pembelajaran problem solving

Pembelajaran Konvensional Tahap Persiapan dan

Observasi

Mempersiapkan instrumen


(47)

30 G. Teknik Analisis Data

Tujuan analisis data adalah untuk memberikan makna atau arti yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

Nilaipretestdanposttestpada penilaian keterampilan berbahasa simbolik dan pemodelan matematik siswa dirumuskan sebagai berikut:

(1)………Nilai siswa= x 100

Data yang diperoleh kemudian dianalisis, dengan menghitung n-Gain yang selanjutnya digunakan untuk pengujian hipotesis.

1. Gain ternormalisasi (N-Gain)

Untuk mengetahui efektivitas pembelajaranproblem solvingdalam meningkatkan keterampilan berbahasa simbolik dan pemodelan matematik siswa, maka dilakukan analisis skor gain ternormalisasi (n-Gain). Rumus n-Gain menurut Hake (1999) adalah sebagai berikut:

(2)………... N-Gain

=

( )

( )

Dengan demikian, diperoleh n-Gain untuk masing-masing kelas. Kriteria interpretasi n-Gain yang dikemukakan oleh Hake, yaitu : N-Gain ≥ 0,7 (N-Gain tinggi)

0,3 ≤ N-Gain < 0,7 (N-Gain sedang) N-Gain < 0,3 (N-Gain rendah)


(48)

31 2. Pengujian hipotesis

a) Uji normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak dan untuk menentukan uji selanjutnya apakah

menggunakan statistik parametrik atau non parametrik. Untuk menguji normalitas data sampel yang diperoleh (data rata-rata n-Gain) dapat digunakan uji Chi-Kuadrat.

Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah:

H0: sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1: sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal

Langkah-langkah uji normalitas adalah sebagai berikut: a. Menyusun data dan mencari nilai tertinggi dan terendah. b. Membuat interval kelas dan menentukan batas kelas. c. Menghitung rata-rata dan simpangan baku.

d. Membuat tabulasi data ke dalam interval kelas.

e. Menghitung nilai z dari setiap batas kelas dalam Sudjana (2002) dengan rumus; (3)………... Z =

dimana s adalah simpangan baku dan adalah rata-rata sampel.

f. Mengubah harga Z menjadi luas daerah kurva normal dengan menggunakan tabel.

g. Menghitung frekuensi harapan berdasarkan kurva dalam Sudjana (2002). (4)...

=

( )


(49)

32 dengan ; χ = Chi-kuadrat

Oi = frekuensi pengamatan Ei = frekuensi yang diharapkan

h. Membandingkan harga Chi-kuadrat dengan tabel Chi-kuadratχ dengan taraf signifikan 5% .

i. Menarik kesimpulan, jikaχ χ maka data berdistribusi normal atau terima H0.

b) Uji homogenitas

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data yang dibandingkan mempunyai tingkat varians yang sama (homogen) atau tidak. Hipotesis untuk uji Homogenitas : Ho :σ = σ = data penelitian mempunyai variansi yang homogen

H1: σ ≠ σ = data penelitian mempunyai variansi yang tidak homogen.

Untuk uji homogenitas dua peubah terikat digunakan rumus (5) yang terdapat dalam sudjana (2002) :

(5)………….F =

Keterangan : F = Kesamaan dua varians

Kriteria : Pada taraf 0.05, tolak Ho hanya jika Fhitung  F(1,2) c) Uji perbedaan dua rata-rata

Tekhnik pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik, hipotesis dirumuskan dalam bentuk pasangan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1). Sehingga rumusan hipotesis menjadi:


(50)

33 a. Hipotesis pertama (Keterampilan Berbahasa Simbolik)

Ho : µ1x≤µ2x: Rata-rata n-Gain keterampilan berbahasa simbolik siswa pada materi pokok asam-basa Arrhenius yang diterapkan pembelajaran problem solvinglebih rendah atau sama dengan rata-rata n-Gain keterampilan berbahasa simbolik siswa dengan pembelajaran konvensional.

H1: µ1x> µ2x : Rata-rata n-Gain keterampilan berbahasa simbolik siswa pada

materi pokok asam-basa Arrhenius yang diterapkan pembelajaran problem solvinglebih tinggi dari pada rata-rata n-Gain

keterampilan berbahasa simbolik siswa dengan pembelajaran konvensional.

b. Hipotesis kedua (Keterampilan Pemodelan Matematik)

Ho : µ1y≤µ2y: Rata-rata n-Gain keterampilan pemodelan matematik siswa pada materi pokok asam-basa Arrhenius yang diterapkan pembelajaran problem solvinglebih rendah atau sama dengan rata-rata n-Gain keterampilan pemodelan matematik siswa dengan pembelajaran konvensional.

H1: µ1y> µ2y : Rata-rata n-Gain keterampilan pemodelan matematik siswa pada

materi pokok asam-basa Arrhenius yang diterapkan pembelajaran problem solvinglebih tinggi dari pada rata-rata n-Gain

keterampilan pemodelan matematik siswa dengan pembelajaran konvensional.


(51)

34 Untuk data sampel yang berasal dari populasi berdistribusi normal, maka uji

perbedaan dua rata-rata dilakukan dengan uji parametrik (Sudjana, 2002).

Langkah-langkah uji perbedaan dua rata-rata sebagai berikut:

1) Uji perbedaan dua rata-rata dilakukan dengan uji-t (t student) dalam taraf nyata 0.05.

2) Menyatakan besar masing-masing sampel yaitu n1= 35 dan n2= 39 Keterangan : n1= jumlah siswa kelas eksperimen

n2= jumlah siswa kelas kontrol

3) Uji statistik ini sangatlah bergantung pada homogenitas kedua varians data, karena kedua varians kelas sampel homogen (σ =σ ), maka uji yang

dilakukan menggunakan rumus (6) dan (7) yang mengacu pada Sudjana (2002) berikut:

(6)………….thitung=

dan

(7)…………. = ( ) ( )

Keterangan: t = Koefisien t

= Nilai rata-rata kelas eksperimen = Nilai rata-rata kelas kontrol = Varians kelas eksperimen = Varians kelas kontrol = Varians gabungan


(52)

35 = jumlah siswa kelas eksperimen

= jumlah siswa kelas kontrol dengan kriteria pengujian:

terima Ho jika thitung ≤t(1 -)dan tolak Ho jika mempunyai harga-harga lain. dk = (n1+ n2- 2) danα= 0,05


(53)

72

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Rata-rata n-Gain keterampilan berbahasa simbolik siswa pada materi pokok asam-basa Arrhenius yang diterapkan pembelajaranproblem solvinglebih tinggi daripada rata-rata n-Gain keterampilan berbahasa simbolik siswa dengan pembelajaran konvensional.

2. Rata-rata n-Gain keterampilan pemodelan matematik siswa pada materi pokok asam-basa Arrhenius yang diterapkan pembelajaranproblem solvinglebih tinggi daripada rata-rata n-Gain keterampilan pemodelan matematik siswa dengan pembelajaran konvensional.

3. Pembelajaranproblem solvingpada materi pokok asam-basa Arrhenius efektif dalam meningkatkan keterampilan berbahasa simbolik dan pemodelan


(54)

73 B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Pembelajaranproblem solvinghendaknya diterapkan dalam pembelajaran kimia, terutama pada materi pokok asam-basa Arrhenius karena terbukti efektif dalam meningkatkan keterampilan berbahasa simbolik dan pemodelan matematik siswa.

2. Pembelajaranproblem solvingmembutuhkan waktu yang lebih lama daripada pembelajaran konvensional. Oleh karena itu, diperlukan penataan waktu ulang secara komprehensif agar pembelajaran berbasis konstruktivisme, dalam hal iniproblem solvingdapat optimal.

3. LKS dengan model pembelajaranproblem solvingsebagai media pembel-ajaran perlu upaya pengembangan yang lebih baik dan menarik karena keduanya mampu menunjang proses pembelajaran.

4. Alat dan bahan-bahan kimia sangat diperlukan dalam proses pembelajaran kimia terutama pada materi pokok asam-basa sehingga diharapkan kepada setiap sekolah menengah atas untuk melengkapi alat dan bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses pembelajaran.


(55)

74

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. 1992.Strategi Penelitian Pendidikan. Angkasa. Bandung.

Brotosiswoyo, B.S. 2001.Hakikat Pembelajaran MIPA dan Kiat Pembelajaran Fisika di Perguruan Tinggi. Proyek pengembangan Universitas Terbuka, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Depdiknas. Jakarta.

Dahar, R.W. 1988.Teori-teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

Djamarah, S.B dan Zain, A. 2002.Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Djsastra, Y.D. 1985.Metode-Metode Mengajar 2. Bina Aksara. Bandung. Komalasari, K. 2010.Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Refika

Aditama. Bandung.

Liliasari. 2007. Model-Model Pembelajaran Berbasis IT Untuk mengembangkan Keterampilan Generik Sains dan Berpikir Kritis Siswa Sma Pada Topik Hidrilisis Garam.(Penelitian HPTP). Sekolah Pasca Sarjana UPI. Bandung. Nasution, S. 1992.Berbagai Pendekatan dalam proses Belajar dan Mengajar.

Bumi Aksara. Jakarta.

Nurhadi, B.Y. dan Senduk, A.G. 2002. PembelajaranKontekstual dan Penerapannya dalam KBK.Universitas Negeri Malang. Malang.

Panen, Paulina, D. Mustafa, dan M. Sekarwinahyu. 2001.Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Dikti. Jakarta.

Sagala, S. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung. Sudjana, N. 2002.Metoda Statistika. Tarsito. Bandung.

_________.1996.Metode Statistika. Tarsito. Bandung.


(56)

75 Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Kanisius.

Yogyakarta.

Trianto. 2007.Model-Model Pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivistime. Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta.

______. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Prenada Media Group. Jakarta.


(1)

Untuk data sampel yang berasal dari populasi berdistribusi normal, maka uji perbedaan dua rata-rata dilakukan dengan uji parametrik (Sudjana, 2002). Langkah-langkah uji perbedaan dua rata-rata sebagai berikut:

1) Uji perbedaan dua rata-rata dilakukan dengan uji-t (t student) dalam taraf nyata 0.05.

2) Menyatakan besar masing-masing sampel yaitu n1= 35 dan n2= 39 Keterangan : n1= jumlah siswa kelas eksperimen

n2= jumlah siswa kelas kontrol

3) Uji statistik ini sangatlah bergantung pada homogenitas kedua varians data, karena kedua varians kelas sampel homogen (σ =σ ), maka uji yang

dilakukan menggunakan rumus (6) dan (7) yang mengacu pada Sudjana (2002) berikut:

(6)………….thitung=

dan

(7)…………. = ( ) ( )

Keterangan: t = Koefisien t

= Nilai rata-rata kelas eksperimen = Nilai rata-rata kelas kontrol = Varians kelas eksperimen = Varians kelas kontrol = Varians gabungan


(2)

terima Ho jika thitung ≤t(1 -)dan tolak Ho jika mempunyai harga-harga lain. dk = (n1+ n2- 2) danα= 0,05


(3)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Rata-rata n-Gain keterampilan berbahasa simbolik siswa pada materi pokok asam-basa Arrhenius yang diterapkan pembelajaranproblem solvinglebih tinggi daripada rata-rata n-Gain keterampilan berbahasa simbolik siswa dengan pembelajaran konvensional.

2. Rata-rata n-Gain keterampilan pemodelan matematik siswa pada materi pokok asam-basa Arrhenius yang diterapkan pembelajaranproblem solvinglebih tinggi daripada rata-rata n-Gain keterampilan pemodelan matematik siswa dengan pembelajaran konvensional.

3. Pembelajaranproblem solvingpada materi pokok asam-basa Arrhenius efektif dalam meningkatkan keterampilan berbahasa simbolik dan pemodelan


(4)

kimia, terutama pada materi pokok asam-basa Arrhenius karena terbukti efektif dalam meningkatkan keterampilan berbahasa simbolik dan pemodelan matematik siswa.

2. Pembelajaranproblem solvingmembutuhkan waktu yang lebih lama daripada pembelajaran konvensional. Oleh karena itu, diperlukan penataan waktu ulang secara komprehensif agar pembelajaran berbasis konstruktivisme, dalam hal iniproblem solvingdapat optimal.

3. LKS dengan model pembelajaranproblem solvingsebagai media pembel-ajaran perlu upaya pengembangan yang lebih baik dan menarik karena keduanya mampu menunjang proses pembelajaran.

4. Alat dan bahan-bahan kimia sangat diperlukan dalam proses pembelajaran kimia terutama pada materi pokok asam-basa sehingga diharapkan kepada setiap sekolah menengah atas untuk melengkapi alat dan bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses pembelajaran.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. 1992.Strategi Penelitian Pendidikan. Angkasa. Bandung.

Brotosiswoyo, B.S. 2001.Hakikat Pembelajaran MIPA dan Kiat Pembelajaran Fisika di Perguruan Tinggi. Proyek pengembangan Universitas Terbuka, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Depdiknas. Jakarta.

Dahar, R.W. 1988.Teori-teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

Djamarah, S.B dan Zain, A. 2002.Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Djsastra, Y.D. 1985.Metode-Metode Mengajar 2. Bina Aksara. Bandung. Komalasari, K. 2010.Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Refika

Aditama. Bandung.

Liliasari. 2007. Model-Model Pembelajaran Berbasis IT Untuk mengembangkan Keterampilan Generik Sains dan Berpikir Kritis Siswa Sma Pada Topik Hidrilisis Garam.(Penelitian HPTP). Sekolah Pasca Sarjana UPI. Bandung. Nasution, S. 1992.Berbagai Pendekatan dalam proses Belajar dan Mengajar.

Bumi Aksara. Jakarta.

Nurhadi, B.Y. dan Senduk, A.G. 2002. PembelajaranKontekstual dan Penerapannya dalam KBK.Universitas Negeri Malang. Malang.

Panen, Paulina, D. Mustafa, dan M. Sekarwinahyu. 2001.Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Dikti. Jakarta.

Sagala, S. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung. Sudjana, N. 2002.Metoda Statistika. Tarsito. Bandung.

_________.1996.Metode Statistika. Tarsito. Bandung.


(6)

______. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Prenada Media Group. Jakarta.