EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI ASAM-BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMPREDIKSI PADA SISWA

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

(17)

(18)

(19)

(20)

(21)

(22)

(23)

(24)

(25)

(26)

(27)

(28)

(29)

(30)

(31)

1 EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING

PADA MATERI ASAM-BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMPREDIKSI PADA SISWA

(Skripsi)

Oleh

CAHYA SEPTIANA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2012


(32)

(33)

1 ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI ASAM-BASA DALAM MENINGKATKAN

KETERAMPILAN MEMPREDIKSI PADA SISWA

Oleh

CAHYA SEPTIANA

Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik model pembelajaran problem solving yang efektif dalam meningkatkan keterampilan memprediksi siswa pada materi asam-basa. Model pembelajaran problem solving terdiri dari lima tahap yaitu tahap satu yaitu mengorientasikan siswa pada masalah, tahap dua mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah, tahap tiga menetapkan jawaban sementara dari masalah, tahap empat menguji kebenaran jawaban sementara, dan tahap lima menarik kesimpulan.

Sampel dalam penelitian ini adalah siswa SMA N 1 Terbanggi Besar kelas XI IPA1 dan XI IPA2 semester Genap Tahun Ajaran 2011-2012 yang memiliki

karakteristik hampir sama. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dengan Non Equivalent (Pretest and Posttest) Control Group Design. Efektivitas model pembelajaran problem solving diukur berdasarkan peningkatan gain yang signifikan. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata n-Gain keterampilan memprediksi untuk kelas kontrol dan eksperimen masing-masing 0,65 dan 0,42.


(34)

iii Berdasarkan uji hipotesis, diperoleh bahwa pembelajaran problem solving pada materi asam-basa tidak efektif dalam meningkatkan keterampilan memprediksi pada siswa SMA N 1 Terbanggi Besar.


(35)

iv EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING

PADA MATERI ASAM-BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMPREDIKSI PADA SISWA

Oleh

CAHYA SEPTIANA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Kimia

Jurusan Penidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2012


(36)

(37)

iii Judul Skripsi : EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN

PROBLEM SOLVING PADA MATERI ASAM-BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMPREDIKSI PADA SISWA

Mahasiswa : Cahya Septiana

Nomor Pokok Mahasiswa : 0853023005 Program Studi : Pendidikan Kimia

Jurusan : Pendidikan MIPA

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr. Noor Fadiawati, M.Si. Dra. Ila Rosilawati, M. Si.

NIP. 196608241991112001 NIP 19650717 199003 2 001

2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA

Dr. Caswita, M. Si. NIP 19671004 1993031 004


(38)

iv MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Noor Fadiawati, M. Si ______________

Sekretaris : Dra. Ila Rosilawati, M. Si. ______________

Penguji

Bukan Pembimbing : Emmawati Sofya, S.Si, M.Si ______________

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003


(39)

iii PERNYATAAN

Dengan ini Saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan Saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila ternyata kelak dikemudian hari terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan Saya diatas, maka Saya akan bertanggung jawab sepenuhnya.

Bandar Lampung, Mei 2012

Cahya Septiana NPM 0853023005


(40)

iv RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Nambah Dadi pada tanggal 29 September 1990 sebagai anak ketiga dari pasangan Bapak Sardi Purwo Sarjono dan Ibu Tri Purwanti.

Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1995 di TK PKK Nambah Dadi, Lampung Tengah diselesaikan pada tahun 1996. Penulis melanjutkan sekolah di Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD N 1 Nambah Dadi pada tahun 2002, Sekolah Lanjutan Menengah Pertama (SMP) di SMP N 1 Terbanggi Besar pada tahun 2005, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA N 1 Terbanggi Besar pada tahun 2008.

Tahun 2008, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Kimia FKIP Unila. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif menjadi anggota Divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) HIMASAKTA tahun 2009-2010. Pada Juli 2011 penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Margo Mulyo Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Barat dan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA N 2 Tumijajar.


(41)

iii

P ER SEM BA H A N

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji hanya milik Allah S.W.T.,

Shalawat beserta salam semoga tercurah pada suri tauladan kita

Rasulullah Muhammad S.A.W., dengan penuh rasa syukur ku

persembahkan tulisan ini kepada :

۩

Ibu dan Bapakku

Sepenuh hati dan tanpa letih membesarkan dan mendidikku,

terima kasih atas doa yang tiada pernah putus untukku.

Mengajariku arti sebuah kehidupan, memberikanku semangat,

cinta, kasih sayang, dan materi untuk keberhasilanku di masa

datang. Jerih payah dan kerja keras Ibu dan Bapak yang tidak

akan terlupakan dan tidak mungkin dapat terbalaskan. Semoga

Allah SWT membalas semua jasa dan pengorbanan Ibu dan

Bapak. Maaf bila sering mengecewakan,

aku sangat mencintai kalian.

۩

KeluargaTercinta

Mb Ani Yulianti, Mb Berlina Sutari, dan adikku M. Dawam

Priyo N. yang memberi dukungan dan doa tiada henti untukku.

۩

Saudaraku, sahabatku, dan Almamater tercintaku

Universitas Lampung.


(42)

iii M O T T O

“Bismillahirrahmaanirrahiim”

”Y a Allah, tidak ada kemudahan kecuali apa yang Engkau jadikan mudah. Sedangkan yang susah bisa Engkau jadikan mudah, Apabila Engkau

M enghendakinya”

( H R I bnu H ibban dan I bnu Suni)

“ Tidak semua kesalahan adalah suatu kebodohan”.

“Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Dan

sesungguhny a y ang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi

orang-orang y ang khusy u”

( Al-Baqarah : 4 5)


(43)

iii SANWACANA

Puji syukur ke hadirat Allah S.W.T, karena atas rahmat dan karunia-Nya lah dapat diselesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving pada Materi Asam-Basa Dalam Meningkatkan Keterampilan Mem-prediksi pada Siswa” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Lampung. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah pada Rasullulah Muhammad SAW.

Pada kesempatan ini disampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Unila. 2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA 3. Ibu Dra. Nina Kadaritna, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Kimia dan Pembimbing Akademik atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian kuliah dan penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Noor Fadiawati, M.Si., selaku Pembimbing I atas kesediaan, keikhlasan, dan kesabarannya memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Dra. Ila Rosilawati, M.Si., selaku Pembimbing II atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam penyusunan skripsi ini.


(44)

iv 6. Ibu Emmawati Sofya, S.Si, M.Si., selaku Penguji yang telah memberikan

saran dan kritikan dalam penyusunan skripsi ini agar menjadi lebih baik lagi. 7. Seluruh staff dan dosen di Jurusan PMIPA khususnya di Program Studi

Pendidikan Kimia Unila.

8. Bapak Drs. Hi. Dasiyo P., M.Pd., selaku kepala Sekolah SMA N 1 Terbanggi Besar, Ibu Krisniwati, S.Pd.Kim., selaku guru mitra atas kerja sama dan bimbingannya.

9. Bapak dan Ibuku yang selalu memperjuangkan segalanya baik material maupun spiritual untuk keberhasilan anaknya.

10. Mbak Ani, Mbak Berlina, Adikku Dawam, Mas Eko , Shinta, dan Adzkia yang selalu memberiku semangat, keceriaan, semoga kita selalu kompak. 11. “7 Wonders”, Yusnia “Kyuhyun” teman yang menunjukkan aku kebahagiaan

baru, Fenti “Cinta” partnerku senasib dan seperjuang, Nun “mbul”, Yuri Eonnie, Olein_Endzu, dan Ndesta. Terimakasih atas persahabatan yang begitu indah. Serta seluruh teman-teman kimia R. Mandiri ’08 dan R ‘08.

12. Serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khusus-nya dan pembaca pada umumnya.

Bandar Lampung, Mei 2012 Penulis,


(45)

vi DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1 B. Rumusan Masalah ... 5 C. Tujuan Penelitian ... 5 D. Manfaat Penelitian ... 6 E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Konstruktivisme ... 8 B. Model Pembelajaran Problem Solving... 9 C. Keterampilan Proses Sains ... 12 D. Kerangka Pemikiran ... 14 E. Anggapan Dasar ... 16 F. Hipotesis ... 17 III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian ... 18 B. Jenis dan Sumber Data ... 18 C. Metode Penelitian dan Desain Penelitian... 19


(46)

vii D. Variabel Penelitian ... 20 E. Instrumen Penelitian dan Validitasnya... 21 F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 22 G. Analisis Data Penelitian ... 23 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ... 29 B. Pembahasan ... 33 V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 42 B. Saran ... 42 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Silabus dan Sistem Penilaian Kelas Eksperimen ... 45 2. Silabus dan Sistem Penilaian Kelas Kontrol ... 70 3. RPP Kelas Eksperimen ... 74 4. RPP Kelas Kontrol ... 100 5. Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen ... 111 6. Lembar Kerja Siswa Kelas Kontrol ... 125 7. Kisi-kisi Soal Pretest ... 127 8. Kisi-kisi Soal Posttest ... 133 9. Soal Pretest ... 139 10. Soal Posttest ... 142 11. Rubrik Penskoran Pretest ... 145 12. Rubrik Penskoran Posttest ... 151


(47)

viii 13. Tabel data Skor Pretest, Skor Posttest dan n-Gain ... 157 14. Lembar Penilaian Afektif Siswa ... 159 15. Lembar Penilaian Psikomotor Siswa... 169

16. Perhitungan dan Analisis Data Penelitian ... 172 17. Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian ... 183


(48)

ix DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Indikator Keterampilan Proses Sains Dasar ... 14 2. Desain penelitian ... 17 3. Rata – Rata skor pretest, skor posttest dan n-Gain keterampilan memprediksi

di kelas kontrol dan kelas eksperimen ... 30 4. Uji normalitas keterampilan memprediksi . ... 32 5. Uji homogenitas keterampilan memprediksi . ... 32 6. Uji hipotesis statistik keterampilan memprediksi . ... 33


(49)

x DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Alur penelitian ... 20 2. Diagram rerata perolehan skor pretest dan posttest keterampilan memprediksi

di kelas kontrol dan kelas eksperimen. ... 30 3. Rerata n-Gain pada penilaian keterampilan memprediksi di kelas kontrol dan


(50)

1 I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kurikulum 2006, pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemaham-an ypemaham-ang lebih mendalam tentpemaham-ang alam sekitar (Sudibyo, 2006).

Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang berkem-bang berdasarkan pada fenomena alam. Ada tiga hal yang berkaitan dengan kimia yaitu kimia sebagai produk yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori; kimia sebagai proses atau kerja ilmiah; dan kimia sebagai sikap. Oleh sebab itu pembelajaran kimia harus memperhatikan karakteristik kimia sebagai proses, produk, dan sikap.

Faktanya, pembelajaran kimia di sekolah cenderung hanya menghadirkan konsep-konsep, hukum-hukum, dan teori-teori saja; tanpa menyuguhkan bagaimana proses ditemukannya konsep, hukum, dan teori tersebut; sehingga tidak tumbuh


(51)

2 sikap ilmiah dalam diri siswa. Sebagian besar materi kimia dapat dikaitkan dengan kondisi atau masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari, seperti pada topik asam-basa; misalnya rasa asam pada buah-buahan, pemanfaatan senyawa basa dalam mengobati sakit maag, pemanfaatan kapur untuk menetralkan tanah pertanian yang asam, dan lain sebagainya. Namun yang terjadi selama ini adalah topik asam-basa dalam pembelajaran kimia di SMA lebih dikondisikan untuk dihafal oleh siswa, akibatnya siswa mengalami kesulitan menghubungkannya dengan apa yang terjadi di lingkungan sekitar, dan tidak merasakan manfaat dari pembelajaran asam-basa sehingga keterampilan proses sains siswa rendah (Setiawan, 2011).

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan di SMAN 1 Terbanggi Besar, dapat dilihat bahwa pembelajaran kimia seolah-olah hanya sebatas terjadi di dalam sekolah tanpa adanya keterkaitan dengan lingkungan di sekitar mereka. Pembelajaran kimia yang seolah tak berguna untuk kehidupan mereka ini jelaslah membuat siswa tidak tertarik pada pelajaran kimia. Kenyataan di lapangan, siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Lebih jauh lagi bahkan siswa kurang mampu menentukan masalah dan merumuskannya. Pembelajaran yang dilakukan masih berpusat pada guru (teacher centered learning). Pada pembelajaran ini siswa cenderung hanya bertindak sesuai dengan apa yang diinstruksikan oleh guru, tanpa berusaha sendiri untuk memikirkan apa yang sebaiknya dilakukan untuk mencapai tujuan

belajarnya. Mereka tidak dapat menjadi seorang pembelajar mandiri yang dapat membangun konsep dan pemahamannya sendiri. Guru hendaknya memposisikan


(52)

3 siswa sebagai insan yang harus dihargai kemampuannya dan diberi kesempatan untuk mengembangkan potensinya. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran perlu adanya suasana yang terbuka, akrab dan saling menghargai. Sebaliknya perlu menghindari suasana belajar yang kaku, penuh dengan ketegangan dan sarat dengan perintah dan instruksi yang membuat peserta didik menjadi pasif, tidak bergairah, cepat bosan dan mengalami kebosanan (Budimansyah, 2002).

Dalam melakukan proses pembelajaran guru dapat memilih beberapa model mengajar. Model mengajar banyak sekali jenisnya. Masing-masing Model mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pemilihan suatu model perlu memper-hatikan beberapa hal seperti materi yang disampaikan, tujuan pembelajaran, waktu yang tersedia, jumlah siswa, mata pelajaran, fasilitas dan kondisi siswa dalam pembelajaran serta hal-hal yang berkaitan dengan keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran (Suryabrata, 1993). Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran problem solving. Model pembelajar-an problem solving adalah suatu penyajipembelajar-an materi pelajarpembelajar-an dengpembelajar-an menghadap-kan siswa kepada persoalan yang harus dipecahmenghadap-kan atau diselesaimenghadap-kan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran ini, siswa diharuskan melakukan penyelidikan otentik untuk mencari penyelesaian terhadap masalah yang diberikan. Mereka menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengem-bangkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi, membuat referensi dan merumuskan kesimpulan.

Model pembelajaran problem solving terdiri dari lima tahap yaitu tahap satu yaitu mengorientasikan siswa pada masalah, tahap dua yaitu mencari data atau


(53)

4 keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah, tahap tiga yaitu menetapkan jawaban sementara dari masalah, tahap empat yaitu menguji kebenaran jawaban sementara, dan tahap lima yaitu menarik kesimpulan (Depdiknas, 2008). Pada tahap empat model pembelajaran problem solving ini siswa diminta untuk menguji kebenaran jawaban sementara dari masalah. Siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi

sebanyak-banyaknya sehingga siswa lebih aktif dalam proses belajar. Kemudian siswa diminta memprediksikan gejala yang akan terjadi berdasarkan gejala yang ada atau gejala yang telah diamati sebelumnya, sehingga diharapkan siswa dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa yaitu keterampilan memprediksi. Salah satu keterampilan proses sains adalah keterampilan meramalkan (mempre-diksi). Memprediksi merupakan keterampilan meramal yang akan terjadi, berda-sarkan gejala yang ada. Keteraturan dalam lingkungan kita mengizinkan kita untuk mengenal pola dan untuk memprediksi terhadap pola-pola apa yang mung-kin dapat diamati. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002) memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam pengetahuan.

Terampil memprediksi sekilas bukanlah keterampilan yang begitu penting untuk dikuasai siswa, namun sebaliknya keterampilan inilah yang harus menjadi dasar dalam pengamatan-pengamatan langsung yang mereka lakukan terhadap suatu permasalahan serta prospek kerja yang mungkin akan dijalani mereka di esok hari yang sangat memerlukan keterampilan ini. Hal ini menunjukkan bahwa secara


(54)

5 tidak langsung model pembelajaran problem solving ini mampu meningkatkan keterampilan memprediksi siswa.

Hasil penelitian Purwani (2009), yang dilakukan pada siswa SMA kelas X di SMAN 1 Jombang, menunjukkan bahwa pembelajaran dengan melalui strategi problem solving memberikan kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa serta hasil penelitian Hotang (2010) yang dilakukan pada siswa di salah satu SMP di Bandung, menunjukkan bahwa pembelajaran berdasarkan fenomena pada materi panas dapat meningkatkan keterampilan problem solving pada siswa. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian guna melihat efektivitas model pembelajaran ini dalam upaya meningkatkan kemampu-an memprediksi siswa khususnya pada materi asam-basa. Berdasarkkemampu-an uraikemampu-an di atas, maka dilakukanlah penelitian dengan judul “Efektivitas Model

Pembelajaran Problem Solving pada Materi Asam-Basa Dalam Meningkat-kan Keterampilan Memprediksi pada Siswa”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana efektivitas model pembelajaran problem solving dalam meningkatkan keterampilan memprediksi pada materi asam-basa pada siswa SMA N 1 Terbanggi Besar?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan karakteristik model pembelajaran problem solving yang efektif


(55)

6 dalam meningkatkan keterampilan memprediksi pada materi asam-basa pada siswa SMA N 1 Terbanggi Besar.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah: 1. Bagi siswa:

Dengan diterapkannya model pembelajaran problem solving mempermudah siswa untuk memahami dan menghasilkan pengetahuan yang bermakna khususnya pada materi asam-basa.

2. Bagi guru dan calon guru:

Guru dan calon guru memperoleh model pembelajaran yang efektif pada materi asam-basa.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Lokasi penelitian di SMA N 1 Terbanggi Besar.

2. Materi yang dibahas dalam penelitian ini adalah asam-basa Arrhenius. Meliputi pengertian teori asam-basa Arrhenius; konsep pH, pOH, dan pKw; Kekuatan asam-basa; serta indikator asam-basa.

3. Menurut Nuraeni dkk (2010), model pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan pemahaman setelah pembelajaran (ditunjukkan dengan gain yang signifikan).


(56)

7 4. menurut Burrowes (Juliantara, 2009), model pembelajaran konvensional

menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasi-kannya kepada situasi kehidupan nyata. Pembelajaran konvensional ini merupakan pembelajaran yang selama ini digunakan di SMA N 1 Terbanggi Besar. Model pembelajaran konvensional yang diterapkan diawali dengan guru memberi apersepsi, guru menyampaikan indikator dari materi yang disampaikan, guru mengajarkan konsep secara langsung tanpa membimbing siswa untuk menemukan konsep (metode ceramah), guru melakukan tanya jawab dengan siswa, lalu guru memberi latihan. Praktikum dilakukan pada submateri-submateri tertentu dan praktikum hanya untuk membuktikan konsep.

5. Model pembelajaran problem solving terdiri dari lima tahap. Tahap satu yaitu mengorientasikan siswa pada masalah, tahap dua yaitu mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah, tahap tiga yaitu menetapkan jawaban sementara dari masalah, tahap empat yaitu menguji kebenaran jawaban sementara, dan tahap lima yaitu menarik kesimpulan (Depdiknas, 2008).

6. Menurut Hartono(2007), keterampilan memprediksi adalah indikator dalam keterampilan proses sains tingkat dasar yang berarti menggunakan pola/pola hasil pengamatan, mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati.


(57)

8 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Konstruktivisme

Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan di kelompokkan dalam teori pembel-ajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Nur dalam Trianto, 2010).

Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi. Asimilasi ialah pemaduan data baru dengan stuktur kognitif yang ada. Akomodasi ialah penye-suaian stuktur kognitif terhadap situasi baru, dan equilibrasi ialah penyesuaian kembali yang terus dilakukan antara asimilasi dan akomodasi (Bell, 1994).

Prespektif kognitif-konstruktivis, yang menjadi landasan pembelajaran problem solving, banyak meminjam pendapat Piaget (1954). Prespektif ini mengata-kan, seperti yang dikatakan Piaget, bahwa pelajar dengan umur berapapun terlibat secara aktif dalam proses mendapatkan informasi dan mengonstruksikan pengeta-huannya sendiri. Pengetahuan tidak statis, tetapi berevolusi dan berubah secara


(58)

9 konstan selama pelajar mengkonstruksikan pengalaman-pengalaman baru yang memaksa mereka untuk mendasarkan diri pada dan memodifikasi pengetahuan sebelumnya. Keyakinan Piaget ini berbeda dengan keyakinan Vygotsky dalam beberapa hal penting. Bila Piaget memfokuskan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang dilalui anak terlepas dari konteks sosial atau kulturalnya, Vygot-sky menekankan pentingnya aspek sosial belajar. VygotVygot-sky percaya bahwa interaksi sosial dengan orang lain memacu pengonstruksian ide-ide baru dan meningkatkan perkembangan intelektual pelajar. Salah satu ide kunci yang berasal dari minat Vygotsky pada aspek sosial pembelajaran adalah konsepnya tentang zone of proximal development. Menurut Vygotsky, pelajar memiliki dua tingkat perkembangan yang berbeda yakni tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual, menentukan fungsi intelektual individu saat ini dan kemampuannya untuk mempelajari sendiri hal-hal tertentu. Individu juga memiliki tingkat perkembangan potensial, yang oleh Vygotsky didefinisikan sebagai tingkat yang dapat difungsikan atau dicapai oleh individu dengan bantuan orang lain, misalnya guru, orang tua, atau teman sebayanya yang lebih maju. Zona yang terletak diantara kedua tingkat perkem-bangan inilah yang disebutnya sebagai zone of proximal development (Arends, 2007).

B. Model Pembelajaran Problem Solving

Masalah pada hakikatnya merupakan bagian dalam kehidupan manusia. Masalah yang sederhana dapat dijawab melalui proses berpikir yang sederhana, sedangkan masalah yang rumit memerlukan tahap-tahap pemecahan yang rumit pula.


(59)

10 Masalah pada hakikatnya adalah suatu pertanyaan yang mengandung jawaban. Suatu pertanyaan mempunyai peluang tertentu untuk dijawab dengan tepat, bila pertanyaan itu dirumuskan dengan baik dan sistematis. Ini berarti, pemecahan suatu masalah menuntut kemampuan tertentu pada diri individu yang hendak memecahkan masalah tersebut (Rofiana, 2005).

Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan suatu masalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. Proses problem solv-ing memberikan kesempatan siswa berperan aktif dalam mempelajari, mencari, dan menemukan sendiri informasi untuk diolah menjadi konsep, prinsip, teori, atau kesimpulan. Dengan kata lain, problem solving menuntut kemampuan memproses informasi untuk membuat keputusan tertentu (Hidayati, 2006).

Tahap-tahap model problem solving dalam proses pembelajaran dikemukakan oleh John Dewey dalam Nasution (1999), yakni :

1. siswa menghadapi masalah, artinya dia menyadari adanya suatu masalah tertentu

2. siswa merumuskan masalah, artinya menjabarkan masalah dengan jelas dan spesifik

3. siswa merumuskan hipotesis, artinya merumuskan kemungkinan-kemungkinan jawaban atas masalah tersebut yang masih perlu diuji kebenarannya

4. siswa mengumpulkan dan mengolah data/informasi

5. siswa menguji hipotesis berdasarkan data/informasi yang telah dikumpulkan dan diolah

6. menarik kesimpulan berdasarkan pengujian hipotesis dan jika ujinya salah maka kembali ke tahap 3 dan 4 dan seterusnya

7. siswa menerapkan hasil problem solving pada situasi baru.

Problem solving bukan perbuatan yang sederhana, akan tetapi lebih kompleks daripada yang diduga. Problem solving memerlukan keterampilan berpikir yang


(60)

11 banyak ragamnya termasuk mengamati, melaporkan, mendeskripsi, menganalisis, mengklasifikasi, menafsirkan, mengkritik, meramalkan, menarik kesimpulan, dan membuat generalisasi berdasarkan informasi yang dikumpulkan dan diolah. Untuk memecahkan masalah kita harus melokasi informasi, menampilkannya dari ingatan lalu memprosesnya dengan maksud untuk mencari hubungan, pola, atau pilihan baru. Ada pula proses problem solving yang dikemukakan oleh Karl Albrecht yang terdiri dari enam tahap yang dapat digolongkan dalam dua tahap utama yaitu (1) tahap perluasan atau ekspansi yang pada pokoknya bersifat divergen dan (2) tahap penyelesaian yang bersifat konvergen.

Tahap-tahap model pembelajaran problem solving (Depdiknas, 2008) yaitu meliputi :

1. Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.

2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya dan lain-lain.

3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada tahap kedua di atas.

4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam tahap ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan model-model lainnya seperti demonstrasi, tugas, diskusi, dan lain-lain.

5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.

Kelebihan dan kekurangan pembelajran problem solving menurut Djamarah dan Zain (2002) adalah sebagai berikut.

1. Kelebihan pembelajaran problem solving

a. Membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan. b. Membiasakan siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara


(61)

12 c. Model pembelajaran ini merangsang pengembangan kemampuan berfikir

siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya siswa banyak menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahannya.

2. Kekurangan pembelajaran problem solving

a. Memerlukan keterampilan dan kemampuan guru. Hal ini sangat penting karena tanpa keterampilan dan kemampuan guru dalam mengelola kelas pada saat strategi ini digunakan maka tujuan pengajaran tidak akan tercapai karena siswa menjadi tidak teratur dan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan dalam pembelajaran

b. Memerlukan banyak waktu. Penggunaan model pembelajaran problem solving untuk suatu topik permasalahan tidak akan maksimal jika waktunya sedikit, karena bagaimanapun juga akan banyak langkah-langkah yang harus diterapkan terlebih dahulu dimana masing-masing langkah membutuhkan kecekatan siswa dalam berpikir untuk

menyelesaikan topik permasalahan yang diberikan dan semua itu

berhubungan dengan kemampuan kognitif dan daya nalar masing-masing siswa

c. Mengubah kebiasaan siswa belajar dari mendengarkan dan menerima informasi yang disampaikan guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan masalah sendiri dan kelompok memerlukan banyak sumber belajar sehingga menjadi kesulitan tersendiri bagi siswa. Sumber-sumber belajar ini bisa di dapat dari berbagai media dan buku-buku lain. Jika sumber-sumber ini tidak ada dan siswa hanya mempunyai satu buku / bahan saja maka topik permasalahan yang diberikan tidak akan bisa diselesaikan dengan baik.

C. Keterampilan Proses Sains

1. Pengertian Keterampilan Proses Sains

Prosedur yang dilakukan para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam usaha mendapatkan pengetahuan tentang alam biasa dikenal dengan istilah metode ilmiah. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para ilmuwan untuk mendapatkan atau menemukan suatu ilmu pengetahuan membutuhkan kecakapan dan

keterampilan dasar untuk melakukan kegiatan ilmiah tersebut. Kemampuan dasar tersebut dikenal dengan istilah keterampilan proses IPA/sains. Untuk


(62)

13 mengenalkan alam pada siswa, perlu diajarkan bagaimana pengetahuan alam tersebut didapat, dengan melatihkan keterampilan proses sains pada siswa. Keterampilan proses dapat berkembang pada diri siswa bila diberi kesempatan untuk berlatih menggunakan keterampilan berpikirnya. Dengan keterampilan proses siswa dapat mempelajari sains sesuai dengan keinginannya.

Menurut Gagne dalam Dahar (1996) keterampilan proses sains adalah kemam-puan-kemampuan dasar tertentu yang dibutuhkan untuk menggunakan dan memahami sains. Setiap keterampilan proses merupakan keterampilan yang khas yang digunakan oleh semua ilmuwan, serta dapat digunakan untuk memahami fenomena apapun juga. Keterampilan proses sains mempunyai cakupan yang sangat luas, sehingga aspek-aspek keterampilan proses sains dapat digunakan dalam beberapa pendekatan dan model pembelajaran. Demikian halnya dalam model pembelajaran yang dikembangkan yaitu problem solving, keterampilan proses sains menjadi bagian yang tidak terpisah dalam kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan.

2. Indikator Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses merupakan konsep yang luas. Para ahli banyak yang menco-ba menjamenco-barkan keterampilan proses menjadi aspek-aspek yang lebih rinci, seperti yang dikemukakan oleh Funk dalam Nur (1996) keterampilan proses terdiri dari: Keterampilan proses tingkat dasar yang terdiri dari mengobservasi, mengklasifi-kasi, mengkomunikasikan, mengukur, memprediksi, menyimpulkan, dan keteram-pilan proses terpadu yang terdiri dari menentukan variabel, menyusun tabel data, membuat grafik, menghubungkan antar variabel, memproses data, menganalisis


(63)

14 penyelidikan, menyusun hipotesis, menentukan variabel, merencanakan penyeli-dikan, dan bereksperimen.

Hartono (2007) menyusun indikator keterampilan proses sains dasar seperti pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Indikator Keterampilan Proses Sains Dasar Keterampilan

Dasar Indikator

Mengamati (observing)

Mampu menggunakan semua indera (penglihatan, pembau, pendengaran, pengecap, peraba) untuk

mengamati, mengidentifikasi, dan menamai sifat benda dan kejadian secara teliti dari hasil pengamatan. Inferensi

(inferring)

Mampu membuat suatu kesimpulan tentang suatu benda atau fenomena setelah mengumpulkan, menginterpretasi data dan informasi.

Klasifikasi (classifying)

Mampu menentukan perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentukan dasar penggolongan terhadap suatu obyek. Menafsirkan

(predicting)

Mampu mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan fakta dan yang menunjukkan suatu, misalkan memprediksi kecenderungan atau pola yang sudah ada menggunakan grafik untuk

menginterpolasi dan mengekstrapolasi dugaan. Meramalkan

(prediksi)

Menggunakan pola/pola hasil pengamatan,

mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati.

Berkomunikasi (Communicating)

memberikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan grafik/ tabel/ diagram, menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis, menjelaskan hasil percobaan atau penelitian, membaca grafik/ tabel/ diagram, mendiskusikan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa.

D. Kerangka Pemikiran

Model pembelajaran problem solving membiasakan siswa untuk tidak terjebak pada solusi atas pikiran yang sempit melainkan membiasakan siswa untuk melihat opsi-opsi yang terbuka luas. Dengan memiliki lebih banyak opsi solusi


(64)

kemung-15 kinan untuk berhasil mengatasi masalah juga akan semakin besar. Model

pembelajaran problem solving ini memiliki sintak pembelajaran yang sesuai dengan komponen perkembangan kognitif Piaget yaitu asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Pada tahap satu, mereka diorientasikan pada masalah. Pada tahap ini terjadi proses asimilasi yaitu terjadi perpaduan data baru dengan struktur kognitif yang ada. Siswa akan mengalami kebingungan dan mempunyai rasa keingintahu-an ykeingintahu-ang tinggi terhadap fakta baru ykeingintahu-ang mengarah pada berkembkeingintahu-angnya daya nalar tingkat tinggi yang diawali dengan kata-kata seperti mengapa dan bagai-mana. Lalu pada tahap dua diminta mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini terjadi proses akomodasi Piaget yaitu terjadi penyesuaian stuktur kognitif siswa terhadap situasi baru. Siswa ingin memahami konsep baru atau permasalahan yang timbul melalui kegiatan akomodasi ini. Pada tahap tiga siswa diminta menetapkan jawaban sementara dari masalah. Pada tahap ini, setelah melalui kegiatan asimilasi dan akomodasi siswa akan mengalami ketidakseimbangan struktur kognitif (coqnitive disequilibrium) yaitu ada fakta-fakta yang telah dimiliki siswa sebelumnya (pengetahuan lama siswa) yang tidak sesuai dengan pengetahuan baru siswa. Pada tahap empat siswa diminta menguji kebenaran jawaban sementara. Pada tahap ini siswa akan mencari tahu jawaban atas pertanyaan mengapa dan bagaimana dengan cara membuktikannya melalui praktikum dan menjawab pertanyaan yang ada pada LKS. Sehingga terjadi proses menuju kesetimbangan antara konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dengan konsep-konsep yang baru dipelajari, begitu seterusnya sehingga terjadi kesetimbangan antara struktur kognitif dengan pengetahuan yang baru (ekuilibrasi). Pada tahap lima siswa


(65)

16 diminta untuk menarik kesimpulan dari pemecahan masalah. Pada tahap ini terlihat apakah siswa sudah mencapai proses ekuilibrasi atau belum.

Pada tahap empat model pembelajaran problem solving ini, siswa diminta untuk menguji kebenaran hipotesis atau jawaban sementara dari masalah yang telah dirumuskan. Pada tahap ini siswa melakukan percobaan yang bertujuan memberi kesempatan siswa untuk memanfaatkan panca indera semaksimal mungkin untuk mengamati fenomena-fenomena yang terjadi. Kegiatan ini mampu meningkatkan kemampuan psikomotor siswa. Kemudian siswa diberi kesempatan untuk

mengajukan pertanyaan dan mencari informasi sebanyak-banyaknya sehingga dapat meningkatkan keterampilan afektif siswa. Kemudian siswa diminta memprediksi gejala yang akan terjadi berdasarkan gejala yang ada atau gejala yang telah diamati sebelumnya. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa yaitu keterampilan memprediksi.

E. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:

1. Perbedaan gain keterampilan mengkomunikasikan dan pencapaian kom-petensi siswa semata-mata terjadi karena perubahan perlakuan dalam proses belajar siswa memperoleh materi yang sama oleh guru yang sama.

2. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan keterampilan

memprediksi siswa kelas XI IPA semester genap SMA N 1 Terbanggi Besar tahun pelajaran 2011/2012 diabaikan.


(66)

17 F. Hipotesis

Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah:

Model pembelajaran problem solving pada materi asam-basa lebih efektif dalam meningkatkan keterampilan memprediksi daripada pembelajaran konvensional.


(67)

18 III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA N 1 Terbanggi Besar tahun ajaran 2011/2012 yang berjumlah 118 siswa dan tersebar dalam empat kelas.

Dalam penelitian ini yang bertindak sebagai sampel adalah siswa kelas XI IPA1

dan XI IPA2 SMA N 1 Terbanggi Besar. Pengambilan sampel dilakukan dengan

teknik sampel purposif, yaitu teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu per-timbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Maka ditentukan kelas XI IPA1 dan XI IPA2 sebagai sampel. Kelas XI IPA1 sebagai kelompok

eksperimen yang mengalami pembelajaran problem solving, sedangkan kelompok berikutnya adalah kelompok kontrol yang mengalami pembelajaran konvensional.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data hasil tes sebelum pembelajaran diterapkan (pretest) dan hasil tes setelah pembelajaran dite-rapkan (posttest) siswa. Sedangkan sumber data adalah siswa kelas


(68)

19 C. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian ini adalah quasi eksperimen. Rancangan penelitian yang digunakan adalah non equivalent control group design yaitu desain kuasi eksperimen dengan melihat perbedaan pretest maupun posttest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Tabel 2. desain penelitian

Pretest Perlakuan Posttest

Kelas kontrol O1 - O2

Kelas eksperimen O1 X O2

Keterangan:

X : Pembelajaran kimia dengan menggunakan model pembelajaran problem solving.

- : Pembelajaran kimia dengan menggunakan model pembelajaran Konvensional

O1: Kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi pretest

O2: Kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi posttest

Di dalam penelitian ini tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Tes yang dilakukan sebelum perlakuan disebut pretest dan sesudah perlakuan disebut posttest.

Pada penelitian ini dikembangkan alur penelitian dengan langkah-langkah penelitian seperti pada gambar 1.


(69)

20 Gambar 1. Alur penelitian

D. Variabel Penelitian

Sebagai variabel bebas adalah model pembelajaran yang digunakan, yaitu model pembelajaran problem solving dan pembelajaran konvensional. Sebagai variabel

Penyusunan perangkat pembelajaran konvensional

1. Penyusunan kisi-kisi butir soal (pretest dan posttest) 2. Butir soal tes (pretest dan

posttest)

Penyusunan perangkat pembelajaran problem solving

Validasi pretest dan posttest

Kelas kontrol Kelas eksperimen

Pretest Pretest

Pembelajaran konvensional

Pembelajaran problem solving

Posttest Posttest

Tabulasi dan analisis data


(70)

21 terikat adalah keterampilan memprediksi pada materi asam-basa siswa SMA N 1 Terbanggi Besar.

E. Instrumen Penelitian dan Validitasnya

Instrumen adalah alat yang berfungsi untuk mempermudah pelaksanaan sesuatu. Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul data untuk melaksanakan tugasnya mengumpulkan data (Arikunto, 1997). Pada peneliti-an ini, instrumen yang digunakan berupa soal-soal pretest dan posttest yang masing-masing terdiri dari soal-soal keterampilan memprediksi dalam bentuk soal uraian.

Dalam pelaksanaannya kelas kontrol dan kelas eksperimen diberikan soal yang sama. Soal pretest adalah materi asam-basa (pengetahuan awal siswa pada materi asam-basa) yang terdiri lima soal uraian yang mewakili soal keterampilan

memprediksi. Sedangkan soal posttest adalah materi asam-basa yang terdiri dari terdiri lima soal uraian yang juga mewakili soal keterampilan memprediksi.

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan kesahihan suatu instrumen. Sebu-ah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Dalam

konteks pengujian kevalidan instrumen dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu cara judgment atau penilaian, dan pengujian empirik.

Instrumen ini menggunakan validitas isi. Validitas isi adalah kesesuaian antara instrumen dengan ranah atau domain yang diukur (Ali, 1992). Adapun pengujian kevalidan isi ini dilakukan dengan cara judgment. Dalam hal ini pengujian


(71)

22 dilakukan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian antara tujuan

penelitian, tujuan pengukuran, indikator, dan butir-butir pertanyaannya. Bila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa instrumen dianggap valid untuk digunakan dalam mengumpulkan data sesuai kepentingan penelitian yang bersang-kutan. Oleh karena dalam melakukan judgment diperlukan ketelitian dan keahlian penilai, maka peneliti meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini dilakukan oleh Ibu Dr. Noor Fadiawati, M.Si. dan Dra. Ila Rosilawati, M.Si. sebagai dosen pembimbing penelitian untuk

melakukannya.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan adalah : 1. Observasi pendahuluan

a. Peneliti meminta izin kepada Kepala SMA Negeri 1 Terbanggi Besar untuk melaksanakan penelitian.

b. Peneliti menentukan populasi kemudian menentukan sampel penelitian sebanyak 2 kelas.

2. Pelaksanaan penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu: a. Tahap persiapan

Peneliti menyusun silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan instrumen tes.


(72)

23 1. Memberikan pretest dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan

kelas kontrol.

2. Melaksanakan pembelajaran pada materi asam-basa sesuai model pembelajaran pada masing-masing kelas.

3. Memberikan posttest dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

4. Tabulasi dan analisis data

5. Penulisan pembahasan dan simpulan.

G. Analisis Data Penelitian

1. Hipotesis kerja

Rata-rata n-Gain keterampilan memprediksi siswa pada materi asam-basa di kelas yang diterapkan pembelajaran problem solving lebih tinggi dari keterampilan memprediksi siswa dikelas yang diterapkan pembelajaran konvensional.

2. Hipotesis statistik

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik, hipotesis dirumuskan dalam bentuk pasangan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif

(H1).

Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah:

H0 : Rata-rata n-Gain keterampilan memprediksi pada materi asam-basa

dengan model pembelajaran problem solving lebih rendah atau sama dengan rata- rata n-Gain keterampilan memprediksi dengan pembelajaran konvensional.


(73)

24 H0: µ1x≤ µ2x

H1 : Rata-rata n-Gain keterampilan memprediksi pada materi asam-basa

dengan model pembelajaran problem solving lebih tinggi daripada rata-rata n-Gain keterampilan memprediksi dengan pembelajaran

konvensional.

H1: µ1x > µ2x

Keterangan:

µ1 : Rata-rata n-Gain (x) keterampilan memprediksi pada materi asam-basa pada

kelas yang diterapkan pembelajaran problem solving.

µ2 : Rata-rata n-Gain (x) keterampilan memprediksi pada materi asam-basa pada

kelas dengan pembelajaran konvensional x : keterampilan memprediksi.

3. Teknik analisis data

Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

Nilai akhir pretest atau posttest dirumuskan sebagai berikut:

Nilai Akhir = ∑ × 100 ...(1)

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menghitung Gain yang


(74)

25 a) Perhitungan gain ternormalisasi

N-Gain merupakan perbandingan antara selisih skor pretest dan skor posttest dengan selisih skor maksimum dan skor pretest. N-Gain digunakan untuk mengukur efekti-vitas suatu pembelajaran. Melalui perhitungan ini didapatkan data n-Gain sejumlah siswa yang mengikuti test tersebut. Dalam hal ini 29 data pada kelas XI IPA1 (kelas eksperimen) dan 29 data pada kelas XI IPA2 (kelas

kontrol). N-Gain dirumuskan sebagai berikut:

Rumus − = ( )

( ) ...(2)

b) Uji normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data dari kedua kelompok terdistribusi normal atau tidak dan untuk menentukan uji selanjutnya apakah memakai statistik parametrik atau non parametrik. Hipotesis untuk uji normalitas :

Ho = data penelitian berdistribusi normal H1 = data penelitian berdistribusi tidak normal

Untuk uji normalitas data digunakan rumus sebagai berikut :

=

( )

Keterangan : = uji Chi-kuadrat fo = frekuensi observasi

fe = frekuensi harapan


(75)

26 c) Uji homogenitas dua varians

Uji homogenitas dua varians digunakan untuk mengetahui apakah dua kelompok sampel mempunyai varians yang homogen atau tidak.

H0 = data penelitian mempunyai variansi yang homogen

H1 = data penelitian mempunyai variansi yang tidak homogen

a. Rumusan hipotesis

H0∶ = (Sampel mempunyai varian yang homogen)

H1∶ ≠ (Sampel mempunyai varian yang tidak homogen)

Keterangan:

= varians skor kelompok I

= varians skor kelompok II dimana dk1 = (n1-1) dan dk2 = (n2-1)

b. Rumus statistik yang digunakan adalah uji-F:

=

...(3)

Keterangan :

= varians terbesar

= varians terkecil c. Kriteria uji

Pada taraf 0.05, tolak Ho hanya jika F hitung ³ F ½a (u 1 , u 2) dan tolak


(76)

27 d) Teknik pengujian hipotesis

Untuk data sampel yang berasal dari populasi berdistribusi normal, maka uji hipo-tesis yang digunakan adalah uji parametrik (Sudjana, 1996). Teknik pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik yaitu uji perbedaan dua rata - rata, hipotesis dirumuskan dalam bentuk pasangan hipotesis nol (H0)

dan hipotesis alternatif (H1). Sehingga rumusan hipotesis menjadi:

H0 : µ1x≤µ2x : Rata-rata n-Gain keterampilan memprediksi siswa pada materi

asam basa yang diterapkan model pembelajaran problem solving lebih rendah atau sama dengan keterampilan memprediksi yang diterapkan model pembelajaran konvensional siswa SMA Negeri 1 Terbanggi Besar.

H1 : µ1x> µ2x : Rata-rata n-Gain keterampilan memprediksi siswa pada materi

asam-basa yang diterapkan model pembelajaran problem solving lebih tinggi dibandingkan keterampilan memprediksi yang diterapkan dengan yang diberi model pembelajaran konvensinal siswa SMA Negeri 1 Terbanggi Besar.

Keterangan:

µ1 : Rata-rata n-Gain (x) pada materi asam-basa pada kelas yang diterapkan model

pembelajaran Problem Solving.

µ2 : Rata-rata n-Gain (x) pada materi asam-basa pada kelas dengan model

pembelajaran konvensional. x: keterampilan memprediksi.


(77)

28 Uji statistik ini sangatlah bergantung homogenitas kedua varians data, karena kedua varians kelas sampel homogen ( = ) maka uji yang dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut:

=

...(4)

=

( ) ( ) ...(5)

Keterangan:

= rata-rata n-Gain keterampilan memprediksi pada materi asam-basa yang diberi model pembelajaran menggunakan pembelajaran problem solving. = rata-rata n-Gain keterampilan memprediksi pada materi asam-basa yang

diberi model pembelajaran konvensional. = Simpangan baku gabungan.

= Jumlah siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran problem solving.

= Jumlah siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. = Simpangan baku siswa yang menggunakan model pembelajaran problem

solving.

= Simpangan baku siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.


(78)

29

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian dan Analisis Data

Berdasarkan pretest dan posttest keterampilan prediksi yang diujikan pada dua kelas sampel yaitu kelas IX IPA1 sebagai kelas eksperimen dan IX IPA2 sebagai

kelas kontrol, diperoleh data berupa skor pretest dan posttest keterampilan memprediksi. Data tersebut selanjutnya dianalisis untuk menghitung n-Gain

masing-masing siswa (perhitungan terlampir dalam lampiran 16 hal. 215). Dari n-Gain yang diperoleh, selanjutnya dilakukan uji statistik yaitu uji normalitas, homogenitas, dan uji hipotesis statistik.

1. Perhitungan n-Gain

Efektivitas model pembelajaran problem solving pada penelitian ini ditentukan dari n-Gain yang diperoleh dari nilai pretest dan posttest keterampilan

memprediksi kelas eksperimen dan kontrol. N-Gain dihitung dengan rumus:

− ( ) = nil ai −nil ai

nil ai maksi mal ideal−nil ai

Berdasarkan hasil perhitungan, nilai n-Gain keterampilan memprediksi kelas eksperimen dan kontrol sebagai berikut:


(79)

30 Tabel 2. Rata-rata skor pretest, skor posttest dan n-Gain keterampilan

memprediksi di kelas kontrol dan kelas eksperimen.

Untuk memudahkan dalam melihat perbedaan skor pretest dan posttest keteram-pilan memprediksi disajikan pada gambar 2.

Gambar 2. Diagram skor pretest dan posttest keterampilan memprediksi di kelas kontrol dan kelas eksperimen

Pada Gambar 2 terlihat bahwa rerata skor keterampilan memprediksi awal kelas kontrol sebesar 31,61; setelah ditest keterampilan memprediksi akhir diperoleh rerata skor sebesar 76,09; sedangkan pada kelas eksperimen, rerata skor keteram-pilan memprediksi awal siswa sebesar 38,28 setelah ditest keteramketeram-pilan

mempre-31.61 38.28 76.09 65.06 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Kont rol Eksperim en

re ra ta p e ro le h a n s k o r p re te st d a p o st te st

Pret est Post t est

KELAS EKSPERIMEN KELAS KONTROL

PRETEST POSTTEST N-GAIN PRETEST POSTTEST N-GAIN RATA-


(80)

31

diksi akhir diperoleh rerata skor sebesar 65,06. Setelah pembelajaran diterapkan, tampak terjadi peningkatan keterampilan memprediksi, baik pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Pada kelas kontrol peningkatan keterampilan mem-prediksi lebih besar yaitu sebesar 44,48; sedangkan pada kelas eksperimen peningkatan keterampilan memprediksi lebih kecil yaitu 26,78. Hal ini menun-jukkan bahwa keterampilan memprediksi kelas eksperimen lebih rendah bila dibandingkan kelas kontrol. Didapatkan n-Gain seperti yang disajikan pada gambar 3.

Gambar 3. Rata-rata n-Gain keterampilan memprediksi di kelas kontrol dan kelas eksperimen.

Pada gambar 3 tampak bahwa rerata n-Gain dalam keterampilan memprediksi kelas kontrol sebesar 0,65 sedangkan kelas eksperimen sebesar 0,42, hal tersebut menunjukkan bahwa rerata n-Gain keterampilan memprediksi kelas eksperimen lebih rendah bila dibandingkan kelas kontrol.

0.65 0.42 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

ket eram pilan m em prediksi

R e ra ta n -G a in k e te ra m p il a n m e m p re d k si


(81)

32 2. Uji normalitas

Hasil uji normalitas keterampilan memprediksi asam-basa siswa kelas eksperimen dan kontrol berdasarkan n-Gain yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Uji normalitas keterampilan memprediksi

Kelas x2tabel x2hitung Keterangan

Eksperimen 7,81 3,43 Normal

Kontrol 7,81 5,02 Normal

Dengan kriteria uji terima H0 jika c 2hitung< c 2tabel dan pada taraf kepercayaan

(α) = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa n-Gain keterampilan memprediksi kedua kelas berdistribusi normal.

3. Uji homogenitas

Hasil uji homogenitas keterampilan memprediksi asam-basa siswa kelas eksperimen dan kontrol berdasarkan n-Gain yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Uji homogenitas keterampilan memprediksi

Kelas Varians F F Keterangan

Eksperimen 0,108706896

1,72 1,897 homogen

Kontrol 0,063300492

Dengan kriteria uji terima H0 jika < pada taraf nyata 5%, maka


(82)

33 4. Uji hipotesis statistik

Hasil uji hipotesis statistik keterampilan memprediksi asam-basa siswa kelas eksperimen dan kontrol sebagai berikut:

Tabel 5. Uji hipotesis statistik keterampilan memprediksi

Kelas x S2 t ttabel Keterangan

Eksperimen 0,41 0,31

1,594 1,678 Terima H0

Kontrol 0,63 0,25

Dengan kriteria uji terima H0 jika thitung < ttabel dengan derajat kebebasan (dk) = n1

+ n2 – 2 = 29 +29 – 2 = 56 pada taraf signifikan(α) = 5% maka terima H0 dan

tolak H1. Artinya rata-rata keterampilan memprediksi pada materi asam-basa

yang diterapkan pembelajaran problem solving lebih rendah daripada rata-rata keterampilan memprediksi dengan pembelajaran konvensional. Sehingga disimpulkan bahwa model pembelajaran problem solving tidak efektif dalam meningkatkan keterampilan memprediksi pada materi asam-basa siswa SMAN 1 Terbanggi Besar.

B.Pembahasan

Berdasarkan data penelitian dan analisisnya, rata-rata n-Gain keterampilan memprediksi siswa pada pembelajaran problem solving lebih rendah daripada rata-rata n-Gain keterampilan memprediksi siswa pada pembelajaran konvensio-nal. Berdasarkan uji hipotesis statistik, diperoleh bahwa pembelajaran problem solving tidak efektif dalam meningkatkan keterampilan memprediksi siswa pada materi asam-basa pada siswa kelas XI IPA SMA N 1 Terbanggi Besar.


(83)

34 Ketidakefektifan model pembelajaran problem solving ini dipengaruhi oleh ketidakmampuan guru dalam menciptakan suasana belajar yang optimal dengan menerapkan model pemebelajaran yang menyebabkan siswa kehilangan daya tarik dalam kegiatan pembelajaran. Selama ini siswa memperoleh konsep secara lang-sung dari guru mereka, namun dalam pembelajaran problem solving ini mereka harus menemukan dan membangun konsep sendiri, sehingga guru dituntut untuk dapat mengalokasikan waktu dengan baik agar kegiatan pembelajaran dapat ber-jalan dengan efektif. Namun pada pelaksanaannya, guru tidak mampu mengalo-kasikan waktu dengan baik,. Kegiatan pembelajaran terlalu lama pada tahap satu dan tiga yaitu guru membimbing siswa dalam merumuskan masalah dan meru-muskan hipotesis. Akibatnya alokasi waktu untuk tahap empat hanya sebentar sehingga siswa kurang maksimal dilatih keterampilan memprediksinya.

Walaupun model pembelajaran problem solving ini tidak efektif dalam mening-katkan keterampilan memprediksi, namun dalam kegiatan pembelajarannya siswa lebih aktif dalam berdiskusi dalam kelompoknya, mengisi LKS, bertanya pada guru, dan membuat kesimpulan. Selain itu siswa juga lebih aktif mengembangkan karakter rasa ingin tahu dan lebih komunikatif serta meningkatkan keterampilan sosial siswa yaitu bertanya, mengemukakan pendapat, menjadi pendengar yang baik, berkomunikasi, dan bekerja sama. Hal ini sesuai dengan tahap-tahap model problem solving yang dapat meningkatkan kegiatan pembelajaran siswa yang lebih aktif seperti kegiatan-kegiatan di atas, yaitu :


(84)

35 Tahap 1. Mengorientasikan siswa pada masalah. Pada pelaksanaan kelas eksperimen, guru memulai pembelajaran dengan menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran. Kemudian guru mengajukan fenomena untuk memunculkan masalah dan mengembangkan rasa ingin tahu siswa dalam rangka memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah tesebut. Siswa diberikan fakta-fakta tentang sifat-sifat larutan asam-basa agar siswa mampu mendeskripsikan teori-teori asam-basa dengan menentukan sifat larutan dan menghitung pH larutan.

Setelah itu siswa di minta menentukan permasalahan yang timbul dari fakta-fakta yang diberikan. Dalam pelaksanaannya, setelah diberikan pertanyaan-pertanyaan yang menggali rasa keingintahuan siswa, siswa mulai memikirkan adanya suatu masalah tertentu mengenai materi asam-basa. Terlihat beberapa siswa mulai memberikan pendapatnya yaitu dengan memberikan penjelasan sederhana tentang sifat-sifat larutan asam, basa, dan netral. Serta menyampaikan rumusan masalah yang timbul dari fakta-fakta itu.

Hal ini sesuai dengan kegiatan asimilasi yang diungkapkan Piaget dalam Bell (1994), yaitu terjadi perpaduan data baru dengan struktur kognitif yang ada. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan bertujuan agar siswa memikirkan perma-salahan yang timbul pada fenomena itu. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya. Siswa akan mengalami kebingungan dan mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi terhadap fakta baru yang mengarah pada berkembangnya daya nalar tingkat tinggi yang diawali dengan kata-kata seperti mengapa dan bagaimana. Munculnya pertanyaan-pertanyaan tersebut


(85)

36 sekaligus merupakan indikator kesiapan siswa untuk menempuh tahap-tahap berikutnya.

Tahap 2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Siswa mencari data misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya dan lain-lain. Selama pembelajaran siswa

dikelompokkan secara heterogen dan diberi LKS eksperimen. Siswa dikondisikan untuk duduk berdasarkan kelompoknya. Pada tahap ini setelah siswa merumus-kan masalah, guru mendorong siswa agar mendapatmerumus-kan informasi yang sesuai dan sebanyak-banyaknya untuk mendapatkan penjelasan dari permasalahan yang diajukan atau menjabarkan masalah dengan jelas dan spesifik. Fakta yang terjadi pada kelas eksperimen sesuai dengan kegiatan akomodasi yang dikemukakan Piaget yaitu terjadi penyesuaian stuktur kognitif siswa terhadap situasi baru. De-ngan kata lain, karena siswa sudah mengalami asimilasi pada tahap satu, siswa ingin memahami konsep baru atau permasalahan yang timbul melalui kegiatan akomodasi.

Pada awalnya ditahap dua ini, setelah siswa dikelompokkan siswa mulai melaku-kan banyak hal untuk mencari infomasi misalnya ada yang membaca buku, men-cermati LKS, berdiskusi dengan teman kelompoknya, dan lain-lain. Selama diskusi, ada dua kelompok yang membagi lembar-lembar LKS dan dikerjakan secara individu sehingga kegiatan diskusi tidak berjalan dengan baik, tetapi lebih banyak siswa yang mengerjakan LKS secara bersama-sama. Lewat diskusi kelompok, banyak pendapat yang muncul dari setiap siswa sehingga mereka dapat mempertimbangkan jawaban yang benar dari beberapa pendapat tersebut sehingga


(86)

37 jawaban dari kelompok yang mengerjakan LKS secara bersama-sama lebih leng-kap dan benar. Kemudian guru membimbing siswa agar siswa bekerjasama untuk mengerjakan LKS, kemudian seluruh kelompok siswa mengerjakan LKS bersa-ma-sama dan kegiatan diskusipun dapat berlangsung. Semakin lama kegiatan diskusi siswa semakin baik pada setiap pertemuan dan jawaban yang diberikan siswa semakin lengkap, detail, dan benar.

Pengelompokan siswa yang dilakukan pada tahap ini ternyata memberi pengaruh besar bagi perkembangan potensi siswa. Siswa menjadi lebih aktif berdiskusi ketika mereka berada dalam kelompok dan bekerjasama dengan temannya. Siswa yang pendiam justru aktif berbicara ketika berada dalam diskusi kelompoknya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Vygotsky dalam Arends (2008) yang mendefi-nisikan tingkat perkembangan potensial sebagai tingkat yang dapat difungsikan atau dicapai oleh individu dengan bantuan orang lain, seperti teman sejawat yang kemampuannya lebih tinggi. Selain itu, pengelompokkan siswa dapat meningkat-kan rasa ingin tahu siswa dengan cara bertanya kepada temannya yang lain ataupun dengan gurunya dan juga berani menyampaikan pendapat.

Tahap 3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah. Pada tahap ini, setelah melalui kegiatan asimilasi dan akomodasi siswa akan mengalami ketidak-seimbangan struktur kognitif (coqnitive disequilibrium) yaitu ada fakta-fakta yang telah dimiliki siswa sebelumnya (pengetahuan lama siswa) yang tidak sesuai dengan pengetahuan baru siswa. Pelaksanaan pada kelas eksperimen, guru meminta siswa untuk memberikan hipotesis awal terhadap jawaban atas perma-salahan yang dikemukakan. Siswa kembali berdiskusi dan bekerja sama dalam


(87)

38 kelompok untuk menjawab pertanyaan dan menetapkan hipotesis dari permasalah-an tersebut. Siswa merumuskpermasalah-an hipotesis ypermasalah-ang artinya merumuskpermasalah-an kemungkin-an-kemungkinan jawaban atas masalah tersebut yang masih perlu diuji kebenaran-nya. Pada awalnya, saat siswa diminta merumuskan hipotesis, siswa masih bingung untuk merumuskannya dan rumusan hipotesisnya belum sesuai dengan fakta yang diberikan atau masih sederhana. Setelah melalui proses pembimbingan dan latihan pada setiap pertemuan, siswa pun mampu merumuskan hipotesis dengan baik. Perkembangan ini terlihat jelas pada pertemuan keempat, dimana setiap kelompok telah mampu merumuskan hipotesis dengan baik berdasarkan pengetahuan awal yang mereka miliki dan sesuai fakta yang telah diberikan.

Tahap 4. Menguji kebenaran jawaban sementara. Pada tahap ini, siswa melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan fakta di lapangan mengenai masalah yang diberikan sesuai dengan langkah penyelesaian pada LKS. Dalam pelaksanaanya, siswa melakukan percobaan, percobaan ini bertujuan memberi kesempatan siswa untuk memanfaatkan panca indera semaksimal mungkin untuk mengamati fenomena-fenomena yang terjadi. Diamati bahwa kegiatan ini mampu meningkatkan kemampuan psikomotor yaitu keterampilan menggunakan alat-alat dan bahan dalam praktikum serta kemampuan afektif khususnya keterampilan bertanya siswa. Kebiasaan siswa berbicara dalam kelompok dan motivasi untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya mampu merangsang siswa untuk aktif bertanya dan mengeluarkan pendapat di kelas. Beberapa kelompok misal-nya, termotivasi untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya. Setiap siswa dari kelompok tersebut melakukan percobaan bersama-sama, aktif berdiskusi


(88)

39 untuk menjawab LKS, dan beberapa siswa aktif bertanya dan aktif menyampaikan jawaban atau pendapat bila diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat.

Pada tahap ini siswa akan mencari tahu jawaban atas pertanyaan mengapa dan bagaimana dengan cara membuktikannya melalui praktikum dan menjawab pertanyaan yang ada pada LKS. Sehingga terjadi proses menuju kesetimbangan antara konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dengan konsep-konsep yang baru dipelajari, begitu seterusnya sehingga terjadi kesetimbangan antara struktur kognitif dengan pengetahuan yang baru (ekuilibrasi). Sampai pada tahap empat ini siswa telah dibimbing menjadi pebelajar yang mandiri yang mampu memba-ngun pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan dukungan Jerome Bruner terhadap discovery learning yang menekankan pentingnya membantu siswa memahami kebutuhan akan keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar, dan keyakinan bahwa pembelajaran sejati terjadi melalui personal discovery (penemuan pribadi) (Arends, 2008).

Selanjutnya, siswa diminta untuk memprediksi sifat-sifat larutan dan pH larutan asam-basa. Dalam hal ini siswa diarahkan untuk memprediksi larutan berdasar-kan persamaan ciri-ciri yang diamati pada larutan-larutan sebelumnya. Pada awalnya siswa bingung dalam memprediksi, disinilah peneliti dituntut untuk mengarahkan siswa dengan baik agar dapat memprediksi sifat dan pH larutan berdasarkan ciri-ciri yang sama dengan larutan sebelumnya. Pada tahap ini siswa juga diberi pertanyaan mengenai keterampilan memprediksi pada LKS yang dibe-rikan (untuk mengetahui tingkat keterampilan memprediksi siswa). Pada pelaksa-naannya, guru tidak mampu mengalokasikan waktu dengan baik sehingga


(89)

kegia-40 tan-kegiatan pada tahap ini yang seharusnya dapat melatih keterampilan mempre-diksi siswa tidak dapat berjalan dengan maksimal.

Setelah itu siswa diarahkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pada LKS yang menghubungkan antara hasil pengamatan yang dilakukan dengan masalah yang diberikan. Pertanyaan ini diajukan agar siswa memikirkan tentang kelayak-an hipotesis dkelayak-an metode pemecahkelayak-an masalah serta kualitas informasi ykelayak-ang mereka kumpulkan (Ibrahim & Nur, 2005).

Pada tahap ini diamati bahwa siswa telah berhasil dibimbing untuk menggali pengetahuan mereka secara bebas berdasarkan penyelidikan yang mereka lakukan. Hal ini terlihat dari jawaban tiap kelompok yang sangat variatif menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang diberikan. Sehingga yang terjadi adalah fokus pengajaran tidak begitu banyak pada apa yang dilakukan siswa (perilaku siswa), tetapi terlebih pada apa yang mereka fikirkan (kognisi siswa) pada saat mereka melakukan kegiatan itu (Ibrahim & Nur, 2005). Melalui jawaban-jawaban dari pertanyaan yang diberikan tersebut, akhirnya siswa sampai pada tahap pemecahan masalah.

Tahap 5. Menarik kesimpulan. Dalam tahap ini siswa diberi kesempatan menyimpulkan hasil temuan bersama kelompoknya untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. siswa diberi kebebasan untuk mengolah semua informasi yang mereka dapatkan dan mengaitkannya dengan pengetahuan awal yang mereka miliki, proses ini membawa siswa untuk mengembangkan kemampuan berfikirnya.


(90)

41 Perkembangan siswa terlihat dengan makin baiknya rumusan penyelesaian masa-lah yang mereka buat. Kelompok enam misalnya, latihan rutin yang dilakukan memberikan pengaruh yang berarti pada kelompok ini dalam menyelesaikan masalah. Rumusan penyelesaian masalah yang semula tidak berkaitan dengan masalah yang diberikan, berangsur-angsur terarah; dan pada akhirnya, pada pertemuan keempat, kelompok ini berhasil memberikan penyelesaian masalah dengan rumusan yang baik. Hal ini sesuai dengan tujuan penerapan problem solving, yang dirancang untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berfikir, keterampilan menyelesaikan masalah, dan menjadi pelajar yang mandiri dan otonom (Arends, 2008).

Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa model problem solving tidak efektif dalam meningkatkan keterampilan memprediksi materi asam-basa, namun bukan berarti model tersebut gagal dalam proses pembelajaran karena berdasarkan fakta, model tersebut dapat membuat siswa menjadi lebih aktif berkomunikasi ketika mereka berada dalam diskusi dan bekerjasama. Sesuai dengan pernyataan Vygotsky dalam Arends (2008) yang lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran.


(91)

42 V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Rata-rata n-Gain keterampilan memprediksi dengan model pembelajaran problem solving lebih rendah dari pada rata-rata keterampilan memprediksi dengan pembelajaran konvensional pada materi asam-basa SMA N 1 Terbanggi Besar.

2. Model pembelajaran problem solving tidak efektif dalam meningkatkan keterampilan memprediksi pada materi asam-basa SMA N 1 Terbanggi Besar.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian serupa agar lebih memperhatikan pengelolaan waktu dalam proses pembelajaran sehingga pem-belajaran lebih efektif dan maksimal.

2. Model pembelajaran problem solving dapat dipakai sebagai alternatif model pembelajaran bagi guru dalam kegiatan belajar mengajar yang dapat


(92)

43 DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. 1992. Strategi Penelitian Pendidikan. Angkasa. Bandung.

Arends, R.I. 2007. Learning To Teach. Edisi VII. Pustaka pelajar. Yogyakarta. Arends, R.I. 2008. Learning To Teach. Edisi VII. Pustaka pelajar. Yogyakarta. Arikunto, S. 1997. Penilaian Program Pendidikan. Edisi III. Bina Akasara.

Jakarta.

Bell, G. M. E. 1994. Belajar dan Membelajarkan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Budimansyah, Dasim. 2002. Model Pembelajaran dan Penilaian Portofolio. Ganesindo. Bandung.

Dahar, R.W. 1985. Teori – teori Belajar. Erlangga. Jakarta. Dahar, R.W. 1996. Teori – teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

Depdiknas. 2008. Rambu – Rambu Pengakuan Pengalaman Kerja dan Hasil Belajar (PPKHB). Depdiknas. Jakarta.

Dimyati dan Mudjiono .2002.Belajar dan Pembelajaran.Rineka Cipta.Jakarta. Djamarah, S.B. dan Aswan Zein. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta.

Jakarta.

Hartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program

Pendidikan Jarak Jauh S1 PGSD Universitas Sriwijaya. Seminar Proceeding of The First International Seminar on Science Education, 27 Oktober 2007. Bandung.

Hidayati, M. 2006. Model Problem Solving Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kalor dan Perpindahannya Pada Siswa MTsN 1 Tanjung Karang. (Skripsi). Tidak diterbitkan.

Hotang, Lasma B. dkk. 2010. Curriculum Development of Science Education in 21 Century. Proseeding of The 4th International Seminar on Science Education. UPI. Bandung.


(93)

44 Juliantara, K. 2009. Pendektan Pembelajaran Konvensional. Desember 2009.

http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/20/pendekatan-pembelajaran-konvensional. Desember 2011.

Meltzer, D.E. 2002. Relation between Student’ Problem-Solving Performance and Representation Format. American Journal of Physic. 73. No.5. P.465.

Nur, M. 1996. Proses Belajar Mengajar dengan Metode Pendekatan Keterampilan Proses. SIC. Surabaya.

Nuraeni, N.dkk. 2010. Efektivitas Pembelajaran Generatif untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa dalam Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan

Komunikasi. Makalah. UPI-Bandung. Bandung.

Priyanto dan Harnoko.1997. Perangkat Pembelajaran. Depdikbud. Jakarta. Purba, M. 2006. Kimia SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta.

Purwani, Endah dan Martini. 2009. Implementasi Hasil-Hasil Penelitian untuk Peningkatan Profesionalisme di Bidang Kimia dan Pendidikan Kimia. Prosiding Seminar Nasional Kimia. Unesa University Press. Surabaya. Roestiyah. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Sagala, S. 2010. Konsep dan makna pembelajaran. Alfabeta. Bandung. Setiawan, Puri.A. 2011. Efektifvitas Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk

Meningkatkan Keterampilan Mengelompokkan Dan Penguasaan Konsep Pada Materi Pokok Asam-Basa (Skripsi). Tidak diterbitkan.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Tarsito. Bandung.

Sugiyono. 2002. Statistika untuk Penelitian. CV Alfabeta. Bandung.

Suryabrata, Sumadi. 1993. Metode Penelitian. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Trianto. 2010. Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Bandung.


(94)

45

LAMPIRAN


(95)

45 SILABUS

(Kelas Eksperimen) Nama Sekolah : SMA N 1 Terbanggi Besar

Mata Pelajaran : Kimia Kelas/Program : XI / IPA

Standar Kompetensi : 4. Memahami sifat-sifat larutan asam-basa, metode pengukuran, dan terapannya Kompetensi dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator

Penilaian Alokasi Waktu

Sumber/ bahan/alat Produk Proses

4.1 Mendes-kripsikan teori-teori asam-basa dengan menentu-kan sifat larutan §Pengenalan sifat asam-basa larutan §Teori

asam-basa Arrhenius

§Merancang dan melakukan percobaan tentang pengenalan sifat asam-basa larutan dalam kerja kelompok di laboratorium. A. Kognitif §Menganalisis sifat

asam-basa suatu larutan

berdasarkan percobaan

§Menjelaskan teori

A.Kognitif 1. Menjelaskan hasil pengamatan mengenai perubahan warna kertas lakmus merah dan biru serta

§ Jenis tagihan Tugas individu Tugas kelompok Ulangan · Bentuk

2 x 45 menit §Sumber Buku kimia §Bahan Lembar kerja siswa, Bahan/alat untuk praktikum L AM P IRA N 1


(96)

46 Kompetensi dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator

Penilaian Alokasi Waktu

Sumber/ bahan/alat Produk Proses

dan menghitu ng pH larutan. §Diskusi kelompok mengenai penjelasan sifat asam-basa larutan menurut teori asam-basa Arrhenius, konsep pH, dan perhitungan pH larutan asam kuat dan basa kuat. asam-basa Arrhenius warna trayek pH indikator universal pada percobaan 2. Menjelaskan sifat asam-basa larutan berdasarkan pengamatan yang dilakukan. 3. Mencatat setiap

hasil pengamatan 4. Menyimpulkan sifat asam-basa larutan berdasarkan pengamatan yang dilakukan 5. Mencari perbedaan dan persamaan Instrumen Perfor-mansi (kinerja dan sikap), laporan tertulis, Tes tertulis


(97)

47 Kompetensi dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator

Penilaian Alokasi Waktu

Sumber/ bahan/alat Produk Proses

(membandingka n) perubahan warna dan pH setiap larutan yang diamati. 6. Mengontraskan ciri-ciri (perubahan warna kertas lakmus) dari zat-zat yang diamati. 7. Menuliskan reaksi ionisasi dari larutan yang diuji 8. Memenjelaskan pengertian asam basa menurut Arhenius 9. Memberikan data empiris


(98)

48 Kompetensi dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator

Penilaian Alokasi Waktu

Sumber/ bahan/alat Produk Proses

hasil percobaan dalam suatu tabel

10.Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis. 11.Menjelaskan hasil percobaan. 12.Memprediksika n perubahan warna kertas lakmus pada zat-zar yang diamati dan mendiskusikan permasalahan yang diberikan dalam kelompok berdasarkan hasil yang


(99)

49 Kompetensi dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator

Penilaian Alokasi Waktu

Sumber/ bahan/alat Produk Proses

§Derajat keasaman (pH)

§Merancang dan melakukan percobaan untuk menentukan pH menggunakan indikator universal melalui kerja kelompok di laboratorium §Berdasarkan

percobaan yang dilakukan, dan pengamatan data percobaan siswa

§ Menghitung pH larutan berdasarkan konsentrasi larutan yang diketahui § Menentukan hubungan antara besarnya harga pH terhadap kekuatan asam basa

§ Menentukan hubungan antara pKw, pH, dan pOH diamati 13.Menyimpulkan pengertian asam basa Arrhenius. 1. Menjelaskan hasil pengamatan pH larutan asam pada berbagai konsentrasi menggunakan indikator universal 2. Mencatat setiap hasil pengamatan 3. Membanding-kan antara besarnya konsentrasi § Jenis tagihan Tugas individu Tugas kelompok Ulangan · Bentuk Instrumen Perfor-mansi (kinerja dan sikap), laporan

2 x 45 menit §Sumber Buku kimia §Bahan Lembar kerja siswa, Bahan/alat untuk praktikum


(100)

50 Kompetensi dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator

Penilaian Alokasi Waktu

Sumber/ bahan/alat Produk Proses

menentukan pH dengan menggunakan indikator universal §kemudian menjelakan asam basa menurut Arhenius terhadap nilai pH masing-masing larutan 4. Menghitung pH masing-masing larutan 5.

Membanding-kan pH hasil perhitungan dengan pH hasil pengamatan 6. Mendiskusi-kan masalah yang diberikan dalam kelompok berdasarkan hasil yang diamati 7. Mengkomuni-kasikan hasil tertulis, Tes tertulis


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)