Kajian Organologis Gendang Indung Dan Gendang Anak Buatan Bapak Baji Sembiring Pelawi Di Desa Seberaya, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo
Daftar informan
1. Nama Lengkap : Baji Sembiring Pelawi
Usia : 42 Tahun
Pekerjaan : Pemain Musik dan Pengrajin alat musik Karo sepeti surdam, keteng-keteng dan gendang indung dan gendang anak.
Alamat : Desa Seberaya, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo 2. Nama Lengkap : Norma Br Tarigan
Usia : 67 Tahun
Pekerjaan : Petani
Alamat : Desa Seberaya, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo
3. Nama Lengkap : Darwan Tarigan
Usia : 50 Tahun
Pekerjaan : Pemain Musik dan Petani
Alamat : Jalan Kutacane simpang Melati gang melati 4 Kabanjahe
4. Nama Lengkap : Brevin Tarigan
Usia : 27 Tahun
Pekerjaan : Asisten Dosen
(2)
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.(1995), The Karonese Traditional Musical Instruments. Medan: Pendidikan dan Departemen Kebudayan.
Hood, Mantle, ( 1982 ), The Ethnomusicologist. Ohio : The Kent State, University Press Hornbostel, Erich M. Von and Curt Sach, 1961.Clasification of Musical Instrument. Translate from original German by Anthony Baines and Klausss P. Wachsmann.
Khasima, Susumu, 1978. Ilustrasi dan Pengukuran Instrumen Musik. Terjemahan Rizaldi Siagian.
Koenjaraningrat, 1986. Pengantar Antropologi Sosial dan Budaya. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka
Koentjaraningrat, (1989), Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta : Aksara Koentjaraningrat (1982) , Manusia dan Kebudayaan Indonesia,Jakarta : Djambatan Koentjaraningrat (1980), Metode Penilitian Masyarakat, Jakarta : Balai Pustaka Loebis, Nawawiy.Ir. M. M.Phil, Ph.D. Alamsyah, Bhakti. Ir.MT.Ars. Pane, Faisal.
Imam. ST. Abdillah, Wahyu. ST. (2004), Raibnya Para Dewa Kajian Arsitektur Karo. Medan : Bina Teknik Press.
Merriam, Allan P. ( 1964 ), The Antropology of Music. North Western : University Press
Moleong, Lexi J., 1988. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Poskakarya.
Nettle, Bruno, (1964) Theory and Method Ethnomusicology, New York
Sinaga, T. Saridin, (2009), Kajian Organologis Arbab Simalungun Buatan Bapak Arisden Purba di Huta Maniksaribu Nagori Sait Buttu Saribu Kec.
Pamatang Sidamanik Kab. Simalungun, Departemen Etnomusikologi FS USU, Skripsi Sarjana.
Sitepu, Beripana, (2011), Kajian Organologis Kulcapi Pada Masyarakat Karo Buatan Bapak Pauji Ginting, Departemen Etnomusikologi FIB USU, Skripsi Sarjana
(3)
BAB III
STRUKTUR DAN TEKNIK PEMBUATAN GENDANG INDUNG DAN GENDANG ANAK
3.1 Struktur dan Ukuran Gendang Indung dan Gendang Anak 3.1.1 Struktur Gendang Indung
Gambar 1. Struktur Gendang Indung
Baloh (badan gendang) Kulit (Membran) Bingke atas (bingkai atas/tutup atas)
Nali (tali)
Palu-palu Bingke bawah (bingkai bawah/tutup bawah)
(4)
3.1.1.1 Struktur Gendang Anak
Untuk Gendang Anak, perbedaannya dari gendang indung adalah Gendang Anak mendapat tambahan gendang kecil yang di gendongkan ke gendang indung. Untuk ukuran baloh, nali, kulit serta bingke semua sama hanya saja ukuran pemukul/palu nya berbeda. Berikut gambar Gendang Anak :
Gambar 2. Struktur Gendang Anak
Kulit/Membran Atas
Baloh Bingke Atas
Baloh Anak Gendang Nali
Bingke Bawah
Palu-palu (pemukul) Bingke Atas Anak Gendang
Bingke Bawah Anak Gendang
(5)
3.2 Teknik Pembuatan 3.2.1 Kulit/Membran
Tutup gendang indung dan gendang anak terbuat dari kulit hewan planduk (hewan sejenis kancil) yang dalam istilah Karo disebut napoh. Kulit yang digunakan biasanya hewan planduk yang berumur 1-3 tahun.
Gambar 3. Kulit Napoh
Kulit napoh yang biasa digunakan oleh bapak Baji biasanya diperoleh dari teman sesama pemusik atau juga dipesan dari temannya yang tinggal di Sibolangit. Sebelum kulit napoh tersebut dijemur, kulit harus dibersihkan terlebih dahulu, membuang lemak atau daging yang masih menempel pada kulit napoh, agar mempermudah dalam membului kulit napoh nanti. Setelah bersih, kulit napoh tersebut dijemur sampai kering.
(6)
3.2.2 Baloh
Gambar 4. Baloh
Baloh/badan gendang terbuat dari kayu juhar dan digunakan sebagai badan/resonator gendang, dan bagian yang digunakan untuk membuat baloh ialah bagian tengah pohon. Kayu yang digunakan ialah kayu yang sudah tua karena daya tahan kayu yang kuat. Dalam pembuatan diameter gendang, bapak Baji menggunakan mangkok kecil. Setelah lingkaran gendang dibentuk, batang pohon tersebut mulai dikerjakan melalui tahap kasar dan halus.
(7)
Gambar 5. Batang Kayu Juhar
Tahap kasar yakni menggunakan gergaji untuk membentuk sisi luar dan dalam gendang. Pada tahap ini alat yang digunakan berupa gergaji kayu dan parang. Kemudian tahap halus, mengunakan pahat, ketam dan kertas pasir.
(8)
(b)
(9)
(e) (f)
(10)
(h)
(11)
(k) (l) Gambar 6. Proses pembuatan Baloh
Keterangan :
(a) Kayu juhar diukur menggunakan penggaris untuk menentukan ukuran panjang baloh.
(b) Batang kayu juhar dipotong menggunakan gergaji kayu (c) Bentuk baloh setelah dipotong
(d) Baloh dibulatkan
(e) Membuat ukuran diameter baloh
(f) Batang kayu juhar dipotong menggunakan parang untuk mendapat bentuk kasar baloh
(g) Bentuk kasar baloh
(h) Membuat lubang ditengah baloh menggunakan paku dan palu agar mempermudah ketika melubangi menggunakan bor
(12)
(j) Sisi luar baloh dihaluskan menggunakan grenda mesin
(k) Setelah dilubangi menggunakan bor maka lubang tersebut diperbesar menggunakan pahat
(l) Bentuk baloh
3.2.3 Baloh Anak
Gambar 7. Baloh anak
Beliau memilih batang kayu juhar yang sudah kering karena menurut beliau, batang kayu juhar yang sudah kering dapat menghasilkan bunyi yang lebih bagus.
(13)
(a) (b)
(14)
(e)
(f)
(15)
(i)
(j) (k) Gambar 8. Proses Pembuatan Baloh Anak Gendang Keterangan :
a. Kayu juhar yang sudah dipotong kecil b. Membentuk anak gendang
(16)
d. Membuat tanda ditengah bawah badan anak gendang dengan menggunakan paku e. Bagian bawah gendang anak dihaluskan dengan menggunakan grenda
f. Bagian samping dan atas anak gendang dihaluskan dengan menggunakan grenda g. bentuk anak yang sudah dihaluskan
h. membuat lubang pada bagian tengah atas anak gendang dengan menggunakan bor i. Membuat lubang pada bagian tengah bawah anak gendang dengan bor
j. Lubang tengah anak gendang di perbesar menggunakan pahat k. Bentuk badan anak gendang
3.2.4 Bingke
Bingke terbuat dari bambu yang berfungsi sebagai pengikat antara kulit dan baloh. Bingke yang dibuat unuk gendang ini ada dua, yaitu bingke atas dan bingke bawah. Bapak baji sembiring biasanya menggunakan jenis bambu yang masih muda. Karena menurut beliau bambu yang masih muda bisa lebih kuat dibandingkan dengang bambu yang sudah tua.
Untuk membuat bingke, saya bersama bapak Baji harus ke hutan untuk mencari bambu. Setelah mendapat bambu yang pas kami kembali kerumah bapak baji sembiring. Untuk membuat bingke, bambu dibelah hingga mendapat 12 bilah bambu. Kemudian bambu diiris dan dihaluskan sampai lentur. Setelah itu bilah bambu direbus selama 20 menit agar mudah dibentuk lingkaran. Kemudian bambu tersebut diikat menggunakan tali agar bambu tersebut kuat.
(17)
(a)
(b)
(18)
(d) (e)
(19)
(i)
(j)
(20)
(m) (n)
(o) (p)
Gambar 9. Proses Pembuatan Bingke Keterangan :
a. Pengambilan bambu ke hutan b. Bambu di potong
c. Bambu dibelah menjadi 2 bagian
d. Bagian setengah dari bambu yang sudah dibelah, dbelah kembali menjadi 6 bagian e. Bambu ditipiskan menggunakan pisau pahat
(21)
f. Membuat batas disisi ujung bambu
g. Menipiskan sisi ujung bambu hingga ke batas sisi ditipiskan h. Hasil bentuk setelah ditipiskan
i. Sisi yang lain dari bambu ditipiskan
j. Hasil bentuk sisi yang lain yang sudah ditipiskan
k. Bentuk bambu yang kedua sisi ujungnya setelah ditipiskan l. Bambu direbus
m. Bambu dikeluarkan setelah direbus selama 20 menit n. Bambu dibentuk lingkaran
o. Bambu diikat. p. Bentuk Bingke
3.2.5 Nali
Kulit lembu digunakan untuk mengikat resonator. Kulit lembu diperoleh dari membeli di pasar. Lembu yang digunakan untuk membuat nali yaitu lembu kecil yang beratnya 360 kilo.
(22)
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 10. Proses Pembuatan Nali Keterangan :
a. Kulit lembu yang diperoleh dari pasar
b. Menipiskan kulit lembu sesuai dengan ukuran untuk membuat nali dengan menggunakan pisau daging
c. Kulit setelah ditipiskan lalu di jemur selama seminggu agar dapat dipotong kecil hingga membentuk nali
d. Bentuk nali
3.2.6 Palu-palu
Palu-palu terbuat dari kayu pohon jeruk yang keras dan yang diambil bagian pangkal pohon, berfungsi sebagai pemukul alat pemukul gendang yang digunakan bapak Baji sembiring untuk memainkan alat musik gendang indung dan gendang anak.
(23)
(a) (b)
(24)
(e) (f)
(25)
(i) (j)
Gambar 11. Proses Pembuatan Palu-palu Keterangan :
a. Memotong kayu pohon jeruk purut
b. Bentuk kasar palu palu untuk gendang indung c. Bentuk kasar untuk palu palu gendang anak d. Tahap membentuk palu palu
e. Membentuk sisi bagian atas palu palu f. Membentuk sisi bawah palu palu
g. Membentuk bagian atas palu palu gendang indung dengan pisau pahat yang kecil h. Menghaluskan palu palu dengan cara menggosokkan palu ke kertas pasir (amplas) i. Bentuk palu palu gendang indung, untuk gendang indung palu untuk sebelah
kanan lebih besar daripadaa yang kiri.
(26)
3.3 Ukuran Gendang Indung dan Gendang Anak 3.3.1 Ukuran Kulit/Membran
Ukuran kulit atau membran yang dibutuhkan untuk membuat gendang adalah lebih besar dari diameter badan gendang/resonator gendang. Tujuannya agar kulit yang dilebihkan itu dapat dipakai untuk menutupi bingke nantinya.
Gambar 12. Kulit sebagai membran
3.3.2 Ukuran Baloh
Baloh mempunyai bagian atas yang nantinya akan dilapisi kulit/membran berdiameter 5 centimeter dengan ketebalan 1 centimeter dan tinggi 41 centimeter. Ukuran diameter bagian bawah baloh 10 cm.
(27)
gambar 13. (a) Ukuran tinggi baloh gambar 13. (b) ukuran diameter atas baloh
Gambar 13. (c) ukuran tebal dinding baloh gambar 13. (d) ukran diamter bawah baloh Gambar 13. Ukuran Baloh
41 cm 5 cm
1 cm
(28)
3.3.3 Ukuran Bingke
3.3.3.1 Ukuran Bingke Atas Gendang Indung
Bingke atas mempunyai diameter yang lebih besar dibandingkan dengan bingke bagian bawah. Bingke atas berukuran lebih besar dari pada badan gendang karena bingke ini berfungsi sebagai sumber utama penghasil bunyi.
Gambar 14. Diameter Bingke Atas Gendang Indung
3.3.3.2 Bingke Bawah
Bingke bawah mempunyai diameter yang lebih kecil dibandingkan dengan bingke bagian atas.
(29)
Gambar 15. Diameter Bingke Bawah Gendang Indung
3.3.3.3 Ukuran Bingke Atas Gendang Anak
Untuk ukuran bingke pada gendang anak hanya berbeda satu cm dari gendang indung. Untuk diameter bingke atas 4 cm dan untuk ukuran bingke bawah 3cm.
Gambar 16. Diameter Bingke atas baloh anak
4 Cm
(30)
3.3.3.4 Ukuran Bingke Bawah Gendang Anak
Gambar 17. Diameter Bingke bawah baloh anak
3.3.4 Ukuran Nali
Kulit lembu dipotong sehingga membentuk lingkaran kemudian di potong kecil sehingga menghasilkan panjang 8 M nali.
Gambar 18. Panjang nali 8 Meter 3 Cm
(31)
3.3.5 Ukuran Palu-palu
Ukuran palu-palu untuk Gendang indung
Gambar 19. (a) Ukuran Palu-palu Gendang Indung Ukurang palu-palu untuk gendang anak
Gambar 19. (b) ukuran palu-palu gendang anak Gambar 19. Ukuran Palu-palu
14 Cm
12 Cm
(32)
3.4 Bahan Baku Yang Dipergunakan
Berikut adalah bahan baku yang dipergunakan untuk membuat gendang indung dan gendang anak, yakni :
3.4.1 Kayu Juhar
kayu juhar digunakan sebagai badan/resonator gendang. Pada umumnya yang digunakan untuk membuat resonator tersebut adalah bagian tengah batang pohon juhar. Dalam pemilihan bahan untuk membuat resonator gendang, batang pohon yang digunakan baiknya pohon yang sudah tua karena mempunyai daya tahan kayu yang kuat.
Gambar 20. Kayu Juhar
3.4.2 Kulit Planduk
Kulit planduk adalah bahan yang digunakan untuk membuat membran gendang. Kulit planduk sering juga disebut kulit napoh pada masyarakat Karo. Kulit yang digunakan baiknya mempunyai ketebaan yang tipis. Biasanya bapak Baji Sembiring memakai kulit planduk yang jantan, karena menurut beliau kulit planduk jantan bagus untuk menghasilkan suara.
(33)
Gambar 21. Kulit Planduk
3.4.3 Kulit Lembu
Kulit lembu adalah bahan yang digunakan untuk mengikat antara resonator dengan membran gendang. Kulit lembu yang digunakan oleh bapak Baji Sembiring biasanya diperoleh dengan membeli dipasar. Berat lembu yang dipakai kulitnya sekitar 360 kg.
(34)
3.4.4 Bambu
Bambu adalah bahan untuk membuat bingke pada gendang Indung dan Gendang Anak. Bisanya bapak Baji Sembirig memperoleh bambu dari hutan kemudian dipotong, dibilas dan direbus selama 20 menit sehinga dapat dilenturkan menjadi bentuk lingkaran lalu diikat menggunakan tali rafia agar kuat dan tidak gampang lepas.
Gambar 23. Bambu
3.4.5 Kayu Pohon Jeruk Purut
Kayu pohon jeruk purut adalah bahan yang digunakan untuk membuat palu-palu. Biasanya bagian yang digunakan untuk membuat palu-palu adalah bagian pangkal pohon jeruk purut.
(35)
Gambar 24. Kayu Pohon Jeruk Purut
3.4.6 Air Daun Sirih
Air kunyahan daun sirih ini akan dioleskan di atas kulit gendang apabila semua tahap pembuatan telah selesai. Menurut beliau, air kunyahan daun sirih ini akan mempercantik
(36)
3.5 Peralatan Yang Digunakan 3.5.1 Gergaji Kayu
Digunakan untuk memotong kayu juhar yang akan digunakan untuk bahan pembuatan gendang indung dan gendang anak. Gergaji ini dugunakan dalam tahap kasar.
Gambar 26. Gergaji
3.5.2 Parang
Parang adalah pisau besar (lebih besar dari pisau biasa). Alat ini digunakan untuk memotong kayu sehingga membentuk resonator gendang. Alat ini digunkan beliau pada tahap kasar.
(37)
3.5.3 Bor
Alat yang digunakan untuk membuat lubang resonator pada batang juhar.
(38)
3.5.4 Gerinda
Alat yang digunakan untuk membuat permukaan benda-benda menjadi lebih halus.
Gambar 29. Gerinda
3.5.5 Pisau Pahat
Alat ini digunakan untuk mengikis dan memahat batang pohon juhar untuk membuat resonator gendang.
(39)
Gambar 30. Pisau pahat dan Pahat ukuran panjang
3.5.6 Kelut
Alat ini digunakan untuk menjepit pinggir kulit ke bingke.
(40)
3.5.7 Palu Kayu
Alat ini digunakan untuk memukul pahat untuk melubangi kayu juhar sebagai lubang resonator.
Gambar 32. Palu kayu
3.5.8 Kertas Pasir
Kertas pasir digunakan untuk membuat permukaan benda-benda menjadi lebih halus dengan cara menggosokkan salah satu permukaan amplas yang telah ditambahkan bahan yang kasar kepada permukaan benda tersebut. Amplas atau kertas pasir dipakai pada tahap kerja halus pada pembuatan gendang
(41)
3.5.9 Pensil dan Spidol
Pensil adalah alat tulis yang ujungnya lunak, dipakai untuk menulis dikertas. Bapak Baji menggunakan pensil dan spidol sebagai penanda dalam pembuatan gendang.
Gambar 34. Pensil dan Spidol
3.5.10 Penggaris
Penggaris adalah alat yang berfungsi sebagai alat ukur dengan satuan dasar cm. Penggaris digunakan beliau untuk mengukur bahan bahan untuk membuat gendang.
(42)
3.6 Teknik Pembuatan Gendang
Dalam pembuatan gendang, bapak Baji Sembiring Pelawi tidak mengunakan tenaga mesin. Beliau menggunakan kemampuannya dan alat yg beliau punya untuk membuat alat musik ini. Berikut ini tahap pembuatan gendang galang oleh bapak Sembiring Baji Pelawi di desa Seberaya.
Prosedur Kerja Pembuatan Gendang Indung
No
1 Pemilihan Bahan a. Kulit planduk betina yang sudah pernah melahirkan.
b. Batang pohon juhar yang tua yang sudah berumur 4 atau 5 tahun
c. Kulit Lembu d. Bambu
2 Membentuk bagian
gendang
a. bulu pada kulit napoh harus dibersikan dan dikikis dengan menggunakan pisau
b. Membuat ukuran diameter baloh dengan menggunakan jangka
Tahap selanjutnya pengerjaan kasar dengan menggunakan alat seperti parang, bor, pahat untuk membuat baloh.
Tahap terakhir yakni pengerjaan halus dengan menggunakan kertas pasir atau amplas dan
(43)
kemudian dipernis agar badan gendang kelihatan menarik.
c. Bingke, terbuat dari bambu yang dibelah hingga mendapat 12 bilah bambu dan dihaluskan dengan pisau kemudian direbus selama 20 menit agar mudah mudah/lentur dibentuk lingkaran, lalu diikat
menggunakan tali rafia.
d. Nali terbuat dari kulit lembu yang diiris hingga berbentuk seperti tali.
e. Palu –palu terbuat dari batang pohon jeruk nipis 3 Teknik pembuatan gendang
galang
a. Membran dijepitkan ke bingke
b. Kemudian, membran yang sudah menyatu dengan bingke atas yang terbuat dari bambu menutup dengan menekankan bingke ke bagian atas baloh.
c. Memasang nali pada membran yang sudah menyatu dengan bingke dan diikatkan pada bingke bawah. d. Mengikat secara simetris agar keketatan membran terjaga.
Untuk proses pembuatan Gendang Anak sama saja proses kerjanya dengan pembuatan Gendang indung. Hanya saja Gendang Anak mendapat tambahan gendang kecil yang diikatkan pada sisi badan baloh. Untuk pemilihan bahan sampai proses pembuatannya semua sama.
(44)
3.6.1 Membuat Membran
Pada tahap membuat membran atas gendang, bingke akan dilapisi dengan kulit planduk. Kulit planduk terlebih dahulu direndam selama lebih kurang 2 jam, agar kulit mudah diatur dan dijepit ke bingke. Kemudian kulit dijepitkan ke bingke dan dijemur selama 2 hari. Setelah dijemur kulit akan menyatu dengan sendirinya ke bingke. Kemudian selanjutnya pada kulit membran dibuat lubang sebanyak sepuluh lubang untuk tempat nali sebagai pengikat dengan bingke bawah gendang.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 36. Proses membuat membran
Setelah posisi membran sudah tepat melapisi baloh, maka bingkei yang terbuat dari bambu digunakan sebagai penjaga kerenggangan kulit. Bingkei tersebut menjepit kulit
(45)
dan badan gendang, nali dimasukkan kedalam lubang ditarik dengan tangan agar kulit semakin ketat.
3.6.2 Mengiket
Setelah ketatnya gendang sudah terjaga, proses selanjutnya adalah mengiket. Cara mengiket yakni :
(a) lobang
(b) Memasukkan nali, (c) Menarik nali, (d) Melilit nali
Cara melobang yang dimaksud adalah melobangi diantara kulit dan bingkei. Setelah itu dilobangi kulitnya menggunakan pahat yang ujung tajamnya kecil dan nali pun dimasukkan ke lobang tersebut. Setelah nali masuk, nali ditarik dan dililitkan ke bingkei bawah. Cara melilitnya, simpei dimasukkan dari sisi pinggir bingke atas, kemudian nali masuk melalui sisi dalam bingkei bawah. Dilanjutkan dengan menarik ujungnali dan dimasukkan kecelah yang bingke atas dan begitu seterusnya.
(46)
(1) (2)
(47)
(5) (6)
(7) (8)
Gambar 37. Proses Mengiket Keterangan :
(1) Nali dimasukkan dari lubang membran dalam bingke atas, dan keluar dari membran luar
(2) Nali keluar dari bagian dalam membran sisi atas tutup bingke ke sisi bawah bingke atas
(3) Proses memasukkan nali hampir selesai
(48)
(5) Melubangi tengah nali untuk tempat memasukkan sisi nali yg lain (6) Memasukkan nali ke lubang yang telah dibuat di tengah nali
(7) Disisa nali yang ada di bagian bawah diikatkan pada sisi nali yg lain agar tidak renggang.
(8) setelah nali terpasang semua kemudian gendang dijemur
Begitu pula proses untuk mengiket untuk baloh anak. Semua prosesnya sama, hanya saja ukuran baloh nya yang lebih kecil.
(49)
BAB IV
TEKNIK MEMAINKAN, FUNGSI GENDANG INDUNG DAN GENDANG ANAK DALAM ENSAMBEL GENDANG LIMA SEDALANEN
Pada bab ini, penulis akan membahas mengenai, warna bunyi dari gendang galang, teknik pukulan, posisi memainkan, dan pola dasar ritem gendang galang.
4.1 Posisi Memainkan
4.1.1 Posisi Memainkan Gendang Indung
Gambar 38. Posisi Memainkan Gendang Indung
Beginilah posisi memainkan gendang indung, menjepit bagian bawah gendang dengan jari kaki kanan yg dilipat menimpa kaki kiri. Posisi gendang sengaja dibuat miring agar mudah memaikan gendang.
(50)
4.1.2 Posisi Memainkan Gendang Anak
Gambar 39. Posisi Memainkan Gendang Anak
Inilah posisi memainkan gendang anak. Tidak jauh berbeda dengan posisi memainkan gendang indung. Kaki kanan tetap menjepit bagian bawah gendang agar tidak goyang saat dimainkan. Dan posisi gendang miring agar mudah dimainkan.
4.2 Teknik Memproduksi Bunyi 4.2.1 Warna Bunyi
Ada bermacam versi mengenai warna bunyi yang dihasilkan oleh gendang indung dan gendang anak, menurut bapak Baji Sembiring Pelawi menyatakan warna bunyi untuk gendang ada banyak, hanya saja yang paling mendominan ada dua, yakni warna “tih” dengan memukul bagian pinggir gendang dan warna bunyi “tang” dengan memukul
(51)
banyak, disebabkan gendang anak dalam ensambel gendang lima sedalanen hanya pembawa ritem tetap (konstan). Dan warna suara yang dihasilkan oleh gendang anak yakni “tang” dengan memukul bagian tengah gendang dan “cek” memukul bagian tengah anak gendang.
Warna suara untuk Gendang Indung
Penyaji Warna Bunyi
Bapak Baji Sembiring Pelawi
Tang Tih Dum Tak
Bunyi tih
Bunyi dum
bingkei Bunyi tang
(52)
Warna suara untuk Gendang Anak
Penyaji Warna Bunyi
Bapak Baji Sembiring Pelawi
Tang Cek
Gambar 40. teknik memukul dengan satu stick Bunyi tang
(53)
C
.
.
.
Gambar 41. Teknik memukul dengan dua stick
4.3 Pola Ritem
Ttranskripsi bunyi musik merupakan suatu usaha untuk mendeskripsikan musik, yang mana hal ini merupakan bagian penting dalam disiplin etnomusikologi. Dalam menganalisis pola ritem, penulis melakukan pendekatan yang dikemukakan oleh netll (1964) yakni: dalam menganalisis ritem maka hal-hal yang perlu diperhatikan adalah pola dasar ritem, repetisi, dan variasi dari pola dasar ritem.
4.3.1 Pola Ritem Gendang Indung
Untuk pola ritem gendang indung, penulis mengambil lagu Simalungun Rakyat sebagai contoh pola ritem, dimana didalam lagu ini terdapat pola ritem dari lambat hinga pola ritem cepat.
(54)
(55)
C
.
.
.
4.3.2 Pola Ritem Gendang Anak
Untuk pola ritem gendang anak, penulis mengambil lagu manuk sigurda gurdi dimana lagu ini pernah dinyanyikan Ibu Norma Tarigan di Amerika yang tidak lain Ibunda dari Bapak Baji Sembiring Pelawi.
(56)
(57)
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan
Peranan ilmu Etnomusikologi sangat penting mengangkat suatu konsep dalam sistem musikal disetiap etnis di dunia ini. Seperti pada masyarakat Karo di Kabupaten Karo Kecamatan Tigapanah menggunakan pendekatan onomatope dalam menggambarkan warna bunyi gendang galang. Pendekatan lainnya dalam pengklasifikasian alat musik gendang indung dan gendang anak, gendang ini dapat diklasifikasikan ke dalam double conical single head, tujuannya adalah memudahkan dalam pengklasifikasian alat musik.
Dalam proses pembuatan gendang indung dan gendang anak, bapak Baji Sembiring Pelawi masih menggunakan tenaga dan kemampuannya. Mulai dari pemilihan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan gendang ini, beliau sangat teliti dan lebih mementingkan kualitas suara dan ketahanan gendang walau beliau mengetahui memakan waktu yang cukup lama. Beliau mempunyai teknik-teknik sendiri dalam membuat gendang tersebut. Menurut beliau posisi memainkan gendang indung dan gendang anak juga sangat menentukan suara yang dihasilkan.
Ritem yang dimainkan dalan setiap lagu pada masyarakat Karo di Kabupaten Karo dan ritem setiap lagu memiliki pola dasar yang dimainkan secara konstan hingga akhir komposisi lagu, ternyata ritem tersebut ketika penyajiannya menghasilkan ritem yang mengisi celah ritem yang kosong, ritem saling yang mengisi itu adalah variasi, variasi ini muncul dari suasana hati pemain musik tradisi tersebut.
(58)
5.2 Saran
Penelitian yang penulis lakukan masih dalam tahap kecil namun bermanfaat bagimasyarakat pendukung kebudayaan. Kiranya penelitian ini membuka jalan untuk penelitian berikutnya. Penulis berharap pemerintahan lebih memperhatikan kelestarian budaya dan bukan hanya kelestariannya saja, tetapi kehidupan para pembuat alat musik dan pemain musik tradisional Karo.
(59)
BAB II
GAMBARAN UMUM MASYARAKAT KARO KECAMATAN TIGA
PANAH KABUPATEN KARO, DAN BIOGRAFI RINGKAS BAJI
SEMBIRING PELAWI SEBAGAI SENIMAN MUSIK TRADISIONAL
KARO
Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum Kecamatan Tigapanah yang meliputi : letak geografis, penduduk, bahasa, mata pencaharian, sistem kekerabatan serta agama, kepercayaan adatistiadat serta biografi singkat Bapak Baji Sembiring Pelawi.
2.1 Letak Geografis
Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten Karo memiliki luas wilayah mencapai 2.127,25 Km2 atau 2,97% dari luas Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Karo terletak pada Dataran Tinggi Bukit Barisan dan sebelah barat daya berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia serta merupakan daerah hulu sungai. Secara geografis Kabupaten Karo terletak pada koordinat 2050’ – 3019’ Lintang Utara dan 97055’ - 98038’ Bujur Timur.
Adapun batas wilayah Kabupaten Karo adalah sebagai berikut: a. Sebelah Utara : Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang b. Sebelah Selatan : Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir c. Sebelah Barat : Provinsi Nangroe Aceh Darusalam
d. Sebelah Timur : Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun Keadaan alam Kecamatan Tigapanah adalah dataran tinggi dengan ketinggian rata-rata 1.192- 1.376 meter diatas permukaan laut, dan memiliki luas wilayah 186,86 Km². Kecamatan Tigapah berbatasan dengan :
(60)
b. Sebelah Selatan : Kecamatan Merek
c. Sebelah Barat : Kecamatan Juhar, Munte, dan Kabanjahe d. Sebelah Timur : Kecamatan Barusjahe dan Kecamatan Merek Kecamatan Tigapanah terdiri dari 26 desa, sebagian besar dari wilayah kecamatan ini digunakan sebagai tempat pemukiman penduduk, lahan pertanian dan perkebunan dan salah satunya adalah Desa Seberaya yang merupakan tempat dimana bapak Baji
Sembiring Pelawi tinggal bersama keluarganya, dan sekaligus menjadi tempat dimana beliau membuat instrumen musik karo.
Adapun batas-batas wilayah desa Seberaya adalah : a. Sebelah Utara : Desa Ajimbelang b. Sebelah Selatan : Desa Kutabale c. Sebelah Barat : Desa Leparsamura d. Sebelah Timur : Kutajulu
2.2 Keadaan Penduduk
Penduduk kecamatan Tigapanah pada saat ini berjumlah 29.593 jiwa yang terhimpun dalam 8.257Kepala Keluarga (KK). Mengenai keadaan penduduk dapat dilihat pada tabel-tabel dibawah ini.
(61)
Tabel 2.2.1
Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku di Kecamatan Tigapanah
No Suku Presentase
1 Karo 80 %
2 Toba 6 %
3 Simalungun 5 %
4 Mandailing 3 %
5 Pak Pak 2 %
6 Jawa 4 %
Tabel 2.2.2
Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Tigapanah
No Wanita Pria Jumlah (Jiwa)
1 14.657 14.936 29.593
Tabel 2.2.3
Distribusi Sarana Pendidikan di Kecamatan Tigapanah
No SD SMP SMU
Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta
(62)
Tabel 2.2.4
Distribusi Sarana Kesehatan di Kecamatan Tigapanah
No Rumah Sakit Puskesmas Pustu Polindes Posyandu
1 0 2 14 22 27
Tabel 2.2.5
Distribusi Tempat Peribadatan di Kecamatan Tigapanah
No Masjid/Mushola Gereja Kuil Vihara
1 5 67 0 0
Tabel 2.2.6
Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan di Kecamatan Tigapanah
No Jenis Pekerjaan Presentase
1 Petani 78 %
2 Pedagang 9 %
3 Pegawai Negeri Sipil 4 %
4 Pegawai Swasta 5 %
5 Buruh Harian Lepas 4 %
Sumber : Kantor Camat Pancur Batu Profil Kecamatan Pancur Batu, tahun 2009
Dari tabel 2 tersebut dapat disimpulkan bahwa pekerjaan yang paling mendominasi di Kecamatan Pancur Batu tersebut adalah sebagai petani, yang mencapai persentase hingga 72% dari total keseluruhan. kemudian diikuti oleh pedagang , pegawai
(63)
negeri sipil , karyawan dan buruh/ pegawai swasta. Penduduk di Kecamatan Pancur Batu tersebut tergolong memiliki jenis pekerjaan yang beragam.
Penduduk di Kecamatan Tigapanah menganut agama yang berbeda-beda diantara enam agama yang diakui di Indonesia. Untuk melihat komposisi penduduk di Kecamatan Pancur Batu berdasarkan agama yang dianut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.2.7
Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama di Kecamatan Tigapanah
No Agama Jumlah
1 Islam 2120 Orang
2 Kristen Protestan 19.778 Orang
3 Katholik 7687 Orang
4 Hindu 0
5 Budha 0
Jumlah 29.585 Orang
Sumber Kantor Camat Tigapanah Profil Kecamatan Tigapanah, tahun 2012 Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas penduduk Kecamatan Tigapanah memeluk agama Kristen Protestan dengan jumlah 19.778 orang dari total populasi yang ada. Sedangkan pada urutan yang kedua yaitu agama Khatolik berjumlah sebanyak 7687 orang dan sisanya menganut agama Islam, Hindu dan Budha.
2.3 Sistem Bahasa
Kecamatan Tigapanah adalah salah satu daerah di Kabupaten Tanah Karo yang penduduknya mayoritas suku Karo. Bahasa Karo merupakan bahasa ibu dari masyarakat Karo yang menetap dikecamatan Tigapanah. Hampir seluruh masyarakat Karo
(64)
menggunakan bahasa Karo sebagai media komunikasi dalam percakapan formal maupun percakapan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak penduduk yang tidak bersuku Karo pun mengerti bahasa ini, karena bahasa Karo lebih sering digunakan jika dibandingkan dengan bahasa nasional (bahasa indonesia). Hal ini mengharuskan mereka untuk beradaptasi dengan penduduk asli yang dalam kesehariannya menggunakan bahasa karo.
2.4 Sistem Kekerabatan
Setiap masyarakat memiliki suatu sistem kemasyarakatan yang mana sistem tersebut berfungsi untuk mengatur kehidupan masyarakat tersebut. Tatanan kehidupan bermasyarakat didalam masyarakat Karo yang paling utama adalah suatu sistem yang dikenal dengan Merga Silima. Merga berasal dari kata meherga (mahal), merga ini menunjukkan identitas dan sekaligus penentuan sistem kekerabatan orang Karo. Menurut keputusan Kongres Budaya Karo tahun 1995 di Berastagi, salah satu keputusan yang diambil adalah merga-merga yang terdapat dalam Merga Silima adalah: Ginting, Karo-karo, Tarigan, Sembiring, dan Perangin-angin.
Sementara Sub Merga dipakai dibelakang Merga, sehingga tidak terjadi kerancuan mengenai pemakaian Merga dan Sub Merga tersebut. Berikut akan disajikan Merga dan pembagiannya:
1. Ginting: Pase, Munthe, Manik, Sinusinga, Seragih, Sini Suka, Babo, Sugihen, Guru Patih, Suka, Beras, Bukit, Garamat, Ajar Tambun, Jadi Bata, Jawak, Tumangger, Capah.
2. Karo-karo: Purba, Ketaren, Sinukaban, Karo-karo Sekali, Sinuraya/ Sinuhaji, Jong/ Kemit, Samura, Bukit, Sinulingga, Kaban, Kacaribu, Surbakti, Sitepu, Barus, Manik.
(65)
3. Tarigan: Tua, Bondong, Jampang, Gersang, Cingkes, Gana-gana, Peken, Tambak, Purba, Sibero, Silangit, Kerendam, Tegur, Tambun, Sahing.
4. Sembiring: Kembaren, Keloko, Sinulaki, Sinupayung, Brahmana, Guru Kinayan, Colia, Muham, Pandia, Keling, Depari, Bunuaji, Milala, Pelawi, Sinukapor, Tekang.
5.Perangin-angin: Sukatendel, Kuta Buloh, Jombor Beringen, Jenabun, Kacinambun, Peranginangin Bangun, Keliat, Beliter, Mano, Pinem, Sebayang, Laksa, Penggarun, Uwir, Sinurat, Pincawan, Singarimbun, Limbeng, Prasi.
Dalam perkembangan lebih lanjut, maka merga itu berperan dalam menentukan hubungan kekerabatan antara masyarakat Karo. Garis keturunan yang berlaku pada masyarakat Karo adalah Patrilineal ( garis keturunan ayah). Oleh karena itu setiap orang Karo, pria maupun wanita mempunyai merga menurut merga ayahnya sedangkan untuk perempuan merga ayah ini disebut beru. Bagi masyarakat Karo, hubungan garis keturunan ini dikenal dengan sebutan tutur. Tutur adalah penarikan garis keturunan (lineage) baik dari keturunan ayah (patrilineal) maupun dari garis keturunan ibu (matrilineal) yang memiliki enam lapis, seperti yang terlihat dalam bagan berikut.
(66)
0---X 0---X
Kampah Soler
0---X 0---X
Binuang Kempu
0---X Merga
AKU
Ket : O = Pria X = Wanita
Bagan Sistem Kekerabatan Pada Masyarakat Karo Dikutip Dari Buku : Adat Karo, Hal 15, Darwan Prinst.
Penjelasan:
1. Merga/ Beru adalah nama keluarga yang diberikan (diwariskan) bagi seseorang dari nama keluarga ayahnya secara turun temurun khususnya anak laki-laki. Sedangkan bagi anak perempuan merga ayahnya tidak diwariskan bagi anaknya kemudian. Merga/ Beru anaknya berasal dari nama keluarga suaminya kelak.
2. Bere-bere adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang dari beru ibunya.
3. Binuang adalah nama keluarga yang diwarisi seorang suku Karo dari bere-bere ayahnya. Dengan kata lain binuang merupakan beru dari nenek (orang tua ayah).
(67)
4. Kempu (perkempun) adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang dari bere-bere ibu. Dengan kata lain kempu (perkempun) berasal dari beru nenek (ibu dari ibu) yang dikenal juga sebagai Puang Kalimbubu dalam peradatan dalam masyarakat Karo.
5. Kampah adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang yang berasal dari beru yang dimiliki oleh nenek buyut (nenek dari ayah).
6. Soler adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang beru empong (nenek dari ibu).
Dewasa ini dalam pergaulan sehari-hari yang umum dipergunakan biasanya hingga lapis kedua yaitu bere-bere. Sedangkan untuk lapisan tiga hingga enam biasa diperlukan dalam suatu upacara adat seperti perkawinan, masuk rumah baru, atau pada peristiwa kematian dan acara adat lainnya.
Setelah sistem kekerabatan dapat ditentukan dengan seorang Karo lainnya melalui ertutur ini, maka jalinan hubungan kekerabatan itu dapat dikelompokkan menjadi tiga ikatan yang dikenal dengan istilah Rakut Si Telu (ikatan yang tiga).
Kalimbumbu Senina
(68)
Rakut si telu pada masyarakat Karo terdiri dari:
a. Kalimbubu
Kalimbubu adalah kelompok pihak pemberi wanita dan sangat dihormati dalam sistem kekerabatan masyarakat Karo. Masyarakat Karo menyakini bahwa kalimbubu adalah pembawa berkat sehingga kalimbubu itu disebut juga dengan Dibata Ni Idah(Tuhan yang nampak). Sikap menentang dan menyakiti hati kalimbubu sangat dicela. Kalau dahulu pada acara jamuan makan, pihak kalimbubu selalu mendapat prioritas utama, para anakberu (kelompok pihak penerima istri) tidak akan berani mendahului makan sebelum pihak kalimbubu memulainya, demikian juga bila selesai makan, pihak anakberu tidak akan berani menutup piringnya sebelum pihak kalimbubunya selesai makan, bila ini tidak ditaati dianggap tidak sopan. Dalam hal nasehat, semua nasehat yang diberikan kalimbubu dalam suatu musyawarah keluarga menjadi masukan yang harus dihormati, perihal dilaksanakan atau tidak masalah lain.
Darwan Prints mengatakan, kalimbubu diumpamakan sebagai legislatif, pembuat undang-undang.
Kalimbubu dapat dibagi atas dua yaitu Kalimbubu berdasarkan tutur dan kalimbubu
berdasarkan kekerabatan (perkawinan). 1. Kalimbubu berdasarkan tutur
a. Kalimbubu Bena-Bena disebut juga kalimbubu tua adalah kelompok keluarga
(69)
pemberi dara kepada keluarga tertentu yang dianggap sebagai keluarga pemberi anak dara awal dari keluarga itu. Dikategorikan kalimbubu Bena-Bena, karena kelompok ini telah berfungsi sebagai pemberi dara sekurang-kurangnya tiga generasi.
b. Kalimbubu Simajek Lulang adalah golongan kalimbubu yang ikut mendirikan kampung. Status kalimbubu ini selamanya dan diwariskan secara turun temurun.
Penentuan kalimbubu ini dilihat berdasarkan merga. Kalimbubu ini selalu diundang bila diadakan pesta-pesta adat di desa di Tanah Karo.
2. Kalimbubu berdasarkan kekerabatan (perkawinan)
Kalimbubu Simupus/Simada Dareh adalah pihak pemberi wanita terhadap generasi ayah, atau pihak clan (semarga) dari ibu kandung ego (paman kandung ego). (Petra : ego maksudnya orang, objek yang dibicarakan) a. Kalimbubu I Perdemui atau (kalimbubu si erkimbang), adalah pihak kelompok dari mertua ego. Dalam bahasa yang populer adalah bapak mertua berserta seluruh senina dan sembuyaknya dengan ketentuan bahwa si pemberi wanita ini tidak tergolong kepada tipe Kalimbubu Bena-Bena dan Kalimbubu Si Mada Dareh.
b. Puang Kalimbubu adalah kalimbubu dari kalimbubu, yaitu pihak subclan pemberi anak dara terhadap kalimbubu ego. Dalam bahasa sederhana pihak subclan dari istri saudara laki-laki istri ego.
c. Kalimbubu Senina. Golongan kalimbubu ini berhubungan erat dengan jalursenina darikalimbubu ego. Dalam pesta-pesta adat, kedudukannya berada pada golongan kalimbubuego, peranannya adalah sebagai juru bicara bagi kelompok subclan kalimbubu ego.
(70)
d. Kalimbubu Sendalanen/Sepengalon. Golongankalimbubu ini berhubungan erat dengan kekerabatan dalam jalur kalimbubu dari senina sendalanen,vsepengalon (akan dijelaskan pada halaman-halaman selanjutnya) pemilik pesta.
Hak kalimbubu ini dalam struktur masyarakat Karo : a. Dihormati oleh anakberunya
b. Dapat memberikan perintah kepada pihak anakberunya Tugas dan kewajiban kalimbubu :
a. Memberikan saran-saran kalau diminta oleh anakberunya
b. Memerintahkan pendamaian kepada anakberu yang saling berselisih c. Sebagai lambang supremasi kehormatan keluarga
d. Mengosei anak berunya (meminjamkan dan mengenakan pakaian adat) di dalam acara-acara adat
e. Berhak menerima ulu mas, bere-bere (bagian dari mahar) dari sebuah perkawinan, maneh-maneh (tanda mata atau kenang-kenangan) dari salah seorang 16 anggota anakberunya yang meninggal, yang menerima seperti ini disebut Kalimbubu Simada Dareh.
b. Senina/Sembuyak
Hubungan perkerabatan senina disebabkan seclan, atau hubungan lain yang berdasarkan kekerabatan. Senina ini dapat dibagi dua :
1. Senina berdasarkan tutur yaitu senina semerga. Mereka bersaudara karena satu clan (merga).
2. Senina berdasarkan kekerabatan :
(71)
b. Senina Sepemeren, mereka yang berkerabat karena ibu mereka saling bersaudara, sehingga mereka mempunyai bebere (beru (clan) ibu) yang sama.
c. Senina Sepengalon (Sendalanen) persaudaraan karena pemberi wanita yang berbeda merga dan berada dalam kaitan wanita yang sama. Atau mereka yang bersaudara karena satu subclan (beru) istri mereka sama. Tetapi dibedakan berdasarkan jauh dekatnya hubungan mereka dengan clan istri. Dalam musyawarah adat, mereka tidak akan memberikan tanggapan atau pendapat apabila tidak diminta.
d. Senina Secimbangen (untuk wanita)
Tugas senina adalah memimpin pembicaraan dalam musyawarah, bila dikondisikan dengan situasi sebuah organisasi adalah sebagai ketua dewan. Fungsinya adalah sebagai17 sekaku, sekat dalam pembicaraan adat, agar tidak terjadi friksi-friksi ketika akan memusyawarahkan pekerjaan yang akan didelegasikan kepada anakberu.
Sembuyak adalah mereka yang satu subclan, atau orang-orang yang seketurunan (dilahirkan dari satu rahim), tetapi tidak terbatas pada lingkungan keluarga batih, melainkan mencakup saudara seketurunan di dalam batas sejarah yang masih jelas diketahui. Saudara perempuan tidak termasuk sembuyak walaupun dilahirkan dari satu rahim, hal ini karena perempuan mengikuti suaminya.
Peranan sembuyak adalah bertanggungjawab kepada setiap upacara adat sembuyaksembuyaknya, baik ke dalam maupun keluar. Bila perlu mengadopsi anak yatim piatu yang ditinggalkan oleh saudara yang satu clan. Mekanisme ini sesuai dengan konsep
(72)
sembuyak, sama dengan seperut, sama dengan saudara kandung. Satu subclan sama dengan saudarakandung.
Sembuyak dapat dibagi dua bagian :
1. Sembuyak berdasarkan tutur. Mereka bersaudara karena sesubklen (merga). 2. Sembuyak berdasarkan kekerabatan, ini dapat dibagi atas:
a) Sembuyak Kakek adalah kakek yang bersaudara kandung. b) Sembuyak Bapa adalah bapak yang bersaudara kandung. c) Sembuyak Nande adalah ibu yang bersaudara kandung. c. Anakberu
Anakberu adalah pihak pengambil anak dara atau penerima anak gadis untuk diperistri. Darwan Prints mengatakan, anakberu ini diumpamakan sebagai yudikatif, kekuasaan peradilan.
Hal ini maka anakberu disebut pula hakim moral, karena bila terjadi perselisihan dalam keluarga kalimbubunya, tugasnyalah mendamaikan perselisihan tersebut.
Anakberu dapat dibagi atas 2:
1. Anakberu berdasarkan tutur :
a. Anakberu Tua adalah pihak penerima anak wanita dalam tingkatan nenek moyang yang secara bertingkat terus menerus
minimal tiga generasi.
b. Anakberu Taneh adalah penerima wanita pertama, ketika sebuah kampung
selesai didirikan.
2. Anakberu berdasarkan kekerabatan :
(73)
kalimbubunya. Dipercaya dan diberi kekuasaan seperti ini karena dia merupakan anak kandung saudara perempuan ayah.
b. Anakberu Iangkip, adalah penerima wanita yang menciptakan jalinan keluarga yang pertama karena di atas generasinya belum pernah mengambil anak wanita dari pihak kalimbubunya yang sekarang. Anakberu ini disebut juga anakberu langsung yaitu karena dia langsung mengawini anak wanita dari keluarga tertentu. Masalah peranannya di dalam tugas-tugas adat, harus dipilah lagi, kalau masih orang pertama yang menikahi keluarga tersebut, dia tidak dibenarkan mencampuri urusan warisan adat dari pihak mertuanya.
Yang boleh mencampurinya hanyalah Anakberu Jabu.
c. Anakberu Menteri adalah anakberu darianakberu. Fungsinya menjaga penyimpangan-penyimpangan adat, baik dalam bermusyawarah maupun ketika acara adat sedang berlangsung. Anakberu Menteri ini memberi dukungan kepadakalimbubunya yaitu anakberu dari pemilik acara adat. d. Anakberu Singikuri adalah anakberu darianakberu menteri, fungsinya memberi saran, petunjuk di dalam landasan adat dan sekaligus memberi dukungan tenaga yang diperlukan.
Dalam pelaksanaan acara adat peran anakberu adalah yang paling penting. Anakberulah yang pertama datang dan juga yang terakhir pada acara adat tersebut. Lebih lanjut tugastugasnya
antara lain :
1. Mengatur jalannya pembicaraan runggu (musyawarah) adat. 2. Menyiapkan hidangan pada pesta.
(74)
4. Menanggulangi sementara semua biaya pesta.
5. Mengawasi semua harta milik kalimbubunya yaitu wajib menjaga dan mengetahui harta benda kalimbubunya.
6. Menjadwal pertemuan keluarga.
7. Memberi khabar kepada para kerabat yang lain bila ada pihak kalimbubunya berduka cita.
8. Memberi pesan kepada puang kalimbubunya agar membawa ose (pakaian adat) bagi kalimbubunya.
9. Menjadi juru damai bagi pihak kalimbubunya,
Anakberu berhak untuk :
1. Berhak mengawini putri kalimbubunya, dan biasanya para kalimbubu tidak berhak menolak.
2. Berhak mendapat warisan kalimbubu yang meninggal dunia. Warisan ini berupa barang dan disebut morah-morah atau maneh-maneh, seperti parang, pisau, pakaian almarhum dan lainnya sebagai kenang-kenangan.
Karena pentingnya kedudukan anakberu, biasanya pihak kalimbubu menunjukkan kemurahan hati dengan :
1. Meminjamkan tanah perladangan secara cuma-cuma kepada anakberunya.
2. Memberikan hak untuk mengambil hasil hutan (dahulu karena pihak kalimbubu adalah pendiri kampung, mereka mempunyai hutan sendiri di sekeliling desanya). 3. Merasa bangga dan senang bila anak perempuannya dipinang oleh pihak
anakberunya. Ini akan melanjutkan dan mempererat hubungan kekerabatan yang sudah terjalin.
(75)
4. Mengantarkan makanan kepada anaknya pada waktu tertentu misalnya pada waktu menanti kelahiran bayi atau lanjut usia.
5. Membawa pakaian atau ose (seperangkat pakaian kebesaran adat) bagi anakberunya pada waktu pesta besar di dalam clan anakberunya.
Adapun istilah-istilah yang diberikan kalimbubu, kepadaanakberunya adalah :
1. Tumpak Perang, atau Lemba-lemba. Artinya adalah ujung tombak. Maksudnya, bila kalimbubunya ingin pergi ke satu daerah, maka yang berada di depan sebagai pengaman jalan dan sebagai perisai dari bahaya adalah pihakanakberu. Dalam bahasa lain anakberu sebagai tim pengaman jalan.
2. Kuda Dalan (Kuda jalan/beban). Dahulu sebelum ada alat transportasi hanya kuda, untuk membawa barang-barang atau untuk menyampaikan informasi dari satu desa ke desa lain, dipergunakanlah kuda. Arti Kuda Dalam dalam istilah ini adalah alat atau kenderaan yang dipakai kemana saja, termasuk untuk berperang, untuk 21membawa barang-barang yang diperlukan pihak kalimbubunya atau untuk menyampaikan berita tentang kalimbubunya, dan sekaligus sebagai hiasan bagi kewibawaan martabatkalimbubunya.
3. Piso Entelap (pisau tajam). Dalam pesta adat atau pekerjaan adat pisau tajam dipergunakan untuk memotong daging atau kayu api atau untuk mendirikan teratak tempat berkumpul. Setiap anakberu harus memiliki pisau yang yang demikian agar tangkas dan sempurna mengerjakan pekerjaan yang diberikan kalimbubunya.
Menjadi kebiasaan dalam tradisi Karo, pisau dari pihak kalimbubu yang meninggal dunia diserahkan kepada anakberunya. Pisau ini disebut maneh-maneh, pemberiannya bertujuan agar pekerjaankalimbubu terus tetap dilanjutkan oleh penerimanya. Dalam pengertian lain dalam acara-acara adat di dalam keluarga
(76)
kalimbubu, anakberulah yang menjadi ujung tombak pelaksanaan tugas tersebut, mulai dari menyediakan makanan sampai menyusun acaranya. Ketiga jenis pekerjaan di atas, dikerjakan tanpa mendapat imbalan materi apapun maka anakberu yang selalu lupa kepada kalimbubunya dianggap tercela di mata masyarakat. Bahkan dipercayai bila terjadi sesuatu bencana di dalam lingkungan keluarga dari anakberuyang melupakan kalimbubunya, ini dianggap sebagai kutukan dari arwah nenek moyang mereka yang tetap melindungi kalimbubu.
Kemudian orang Karo juga mengenal istilah Tutur Si Waluh yang sebenarnya kurang tepat artinya. Tutur itu ada 23, sedangkan yang disebut waluh (delapan) adalah sangkep nggeluh. Jadi sebenarnya sangkep nggeluh si waluh (delapan kelengkapan hidup), yang merupakan pengembangan fungsi dari rakut si telu.
Sangkep nggeluh si waluh itu antara lain adalah: pertama, pengembangan dari tegun kalimbubu adalah (1) puang kalimbubu, dan (2) kalimbubu. Kedua, pengembangan dari tegun senina adalah (1) senina, (2) sembuyak, (3) senina sepemeren, dan (4) senina siparibanen. Ketiga, pengembangan dari tegun anak beru adalah (1) anak beru dan (2) anak beru menteri. Kesemuanya ini yang disebut sebagai sangkep nggeluh si waluh dalam masyarakat Karo.
2.5 Mata Pencaharian
Mata pencaharian masyarakat Kecamatan Tigapanah desa Seberaya sangat beragam. Dari hasil wawancara dengan beberapa narasumber, pekerjaan yang paling banyak digeluti oleh masyarakat Desa Seberaya adalah bertani. Ada juga yang bekerja
(77)
sebagai pedagang, PNS, dan juga membuka usaha sesuai keahlian individu. Dari wawancara dengan bapak Baji Sembiring Pelawi, selain sebagai seniman beliau juga bekerja sebagai petani. Diakui oleh bapak Baji, penghasilan sebagai seorang seniman di kabupaten Karo tidakklah cukup dibandingkan dengan biaya hidup sekarang, sehingga dibantu dengan menjual alat musik yang dilakukannya sedikit membantu beban ekonomi keluarga.
2.6 Kesenian
Suku Karo adalah salah satu etnis yang memiliki keunikan kesenian tersendiri. Keunikan Kesenian Karo ini lah yang menjadi kebanggaan suku Karo dalam menjalankan tutur budayanya. Kesenian yang paling berkembang dan menonjol dalam kebudayaan masyarakat Karo adalah seni musik, seni tari dan seni suara. Karena ketiga bentuk kesenian tersebut tidak pernah terlepas dari pelaksanaan acara-acara adat, termasuk dalam upacara adat perkawinan.
Pada masyarakat Karo penyebutan musik dikenal dengan istilah Gendang. Dalam masyarakat Karo gendang itu sendiri mempunyai beberapa pengertian, diantaranya;
1. Gendang, sebagai nama sebuah instrumen musik (Gendang singindungi,Gendang singanaki),
2. Gendang, untuk menunjukkan jenis lagu atau komposisi tertentu (Gendang simalungun rayat, Gendang peselukken),
3. Gendang untuk mengartikan sebuah upacara tertentu (Gendang cawir metua, Gendang guro-guro aron)
4. Gendang, untuk menunjukkan ensembel musik tertentu (Gendang Lima Sendalanen, Gendang telu sendalanen)
(78)
2.7 Pengertian Biografi
Dalam disiplin ilmu sejarah biografi dapat didefenisiskan sebagai sebuah riwayat hidup seseorang. Sebuah tulisan biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja, namun
juga dapat berupa tulisan yang lebih dari satu buku. Perbedaannya adalah, biografi singkat
hanya memaparkan tentang fakta-fakta kehidupan seseorang dan peranan pentingnya dalam
masyarakat. Sedangkan biografi yang lengkap biasanya memuat dan mengkaji informasi- informasi penting, yang dipaparkan lebih detail dan tentu saja dituliskan dengan penulisan yang baik dan jelas.
Sebuah biografi biasanya menganalisa dan menerangkan kejadian-kejadian pada hidup seorang tokoh yang menjadi objek pembahasannya. Dengan membaca biografi, pembaca akan menemukan hubungan keterangan dari tindakan yang dilakukan dalam kehidupan seseorang tersebut, juga mengenai cerita-cerita atau pengalaman-pengalaman selama hidupnya.
Tulisan biografi biasanya bercerita mengenai seorang tokoh yang sudah meninggal dunia, namun tidak jarang juga mengenai orang atau tokoh yang masih hidup. Banyak biografi yang ditulis secara kronologis atau memiliki suatu alur tertentu, misalnya memulai dengan menceritakan masa anak-anak sampai masa dewasa seseorang, namun ada juga beberapa biografi yang lebih berfokus pada suatu topik-topik pencapaian tertentu.
Sebelum menuliskan sebuah biografi seseorang, ada beberapa pertanyaan yang dapat dijadikan pertimbangan, misalnya: (a) Apa yang membuat orang tersebut istimewa
(79)
dalam suatu bidang tertentu juga bagi orang lain; (c) Sifat apa yang akan sering penulis gunakan untuk menggambarkan orang tersebut; (d) Contoh apa yang dapat dilihat dari hidupnya yang menggambarkan sifat tersebut; (e) Kejadian apa yang membentuk atau mengubah kehidupan orang tersebut; (f) Apakah beliau memiliki banyak jalan keluar untuk mengatasi masalah dalam hidupnya; (g) Apakah beliau mengatasi masalahnya dengan mengambil resiko, atau karena keberuntungan; (h) Apakah dunia atau suatu hal yang terkait dengan beliau akan menjadi lebih buruk atau lebih baik jika orang tersebut hidup ataupun tidak hidup, bagaimana, dan mengapa demikian.
2.8 Alasan Memilih Baji Sembiring Pelawi
Dalam tulisan ini, penulis memilih Baji Sembiring Pelawi sebagai objek penelitian, dikarenakan beliau mampu memainkan dan membuat alat musik tradisional Karo, diantaranya adalah:
1. Beliau adalah satu-satunya orang yang dapat membuat gendang idung dan gendang anak yang merupakan alat musik tradisional Karo yang ada di desa seberaya kecamatan Tigapanah
2. Beliau dapat memainkan alat musik tradisional Karo dengan sangat baik
3. Gendang indung dan gendang anak hasil buatan Baji Sembiring Pelawi banyak dipakai oleh para masyarakat baik di daerah Sitepu tinggal ataupun di luar daerah tersebut.
4. Hasil karya beliau juga dikirim ke daerah-daerah lainnya seperti Bandung, Jakarta, Medan, maupun dari Kabupaten Karo sendiri.
Hal-hal tersebut penulis ketahui dari hasil percakapan/wawancara dengan Bapak Baji Sembiring dan juga dari ibu beliau, dan rekan-rekan. Peranan dan pengalaman beliau yang banyak ini menjadi alasan ketertarikan penulis menemukan fakta-fakta mengenai
(80)
kehidupan beliau, dalam hal ini penulis lebih fokus kepada kehidupan beliau sebagai pembuat alat musik dan lebih dikhususkan kepada instrumen musik gendang buatan beliau.
Melalui wawancara penulis akan mencatat kehidupan beliau dalam pembuatan instrumen musik tradisional Karo serta kehidupan beliau dalam bermain musik seni tradisi masyarakat karo, dan dalam hal ini gendang indung dan gendang anak adalah instrumen musik tradisional Karo dan juga akan membahas bagaimana pengalaman hidup beliau, dan bagaimana pendapat orang mengenai dirinya, dan hal-hal lain.
2.9 Biografi Baji Sembiring Pelawi
Biografi Baji Sembiring Pelawi yang akan dideskrpsikan dalam tulisan ini, mencakup aspek-aspek:
1. latar belakang keluarga 2. pendidikan beliau
3. kehidupan sebagai pemusik,
4. kehidupan sebagai pembuat alat musik
5. tanggapan masyarakat khususnya para masyarakat di desa seberaya mengenai keberadaan Baji Sembiring Pelawi, khususnya mengenai gendang buatan beliau tersebut.
2.9.1 Latar Belakang Keluarga
Bapak Baji Sembiring Pelawi lahir di Desa Lau Mulgao, Kecamatan Mardinding Tanah Karo pada tangaal 19 Agustus 1972, anak dari Ayah Dirman Sembiring Pelawi dan Ibu Norma Br Tarigan. Baji lahir dari keluarga seniman tradisi Karo, dimana ibu beliau
(81)
diturunkan kepada beliau. Latar belakang keluarga yang berkecimpung dengan seni tradisi Karo membuat Baji sembiring Pelawi sudah sangat akrab dengan musik tradisional Karo, baik dalam memainkan instrumen dan juga pembuatannya.
Bapak Baji Sembiring Pelawi anak pertama dari 5 bersaudara masing-masing adalah
sebagai berikut:
1. Baji Sembiring Pelawi (Pemain sekaligus Pembuat Gendang, Laki-laki) 2. Ependi Sembiring Pelawi ( Almarhun, Laki-laki)
3. Albina Br Sembiring Pelawi (Almarhum, Perempuan) 4. Ampli Sembiring Pelawi ( Pemain Musik/Petani, Laki-laki) 5. Dahlia Br Sembiring Pelawi ( Perempuan)
2.9.2 Latar Belakang Pendidikan
Baji Sembiring Pelawi hanya sempat menginjakkan dirinya di bangku SD di desa seberaya pada tahun 1978 dan SMP di SMP Negeri 1Tigapanah pada tahun 1981, setelah tamat di bangku SMP beliau tidak lagi melanjutkan sekolah dikarenakan ikut bermain musik bersama seniman-seniman tradisi Karo.
2.9.3 Berumah Tangga
Baji Sembiring Pelawi menikah pada tanggal 1 Desember 2005 dengan istrinya Hramtalina Br Sinuhaji, dan dari penikahan mereka lahirlah 2 orang anak, 1 orang putra dan 1 orang putri, yaitu
1. Kenny Brata Sembiring Pelawi (Laki-laki)
(82)
Setelah menikah beliau memilih untuk berprofesi sebagai petani dan juga sekaligus sebagai pemain dan pembuat alat musik tradisional Karo dirumah beliau yang beralamat di desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.
2.10 Baji Sembiring Pelawi Sebagai Pemusik Tradisional Karo
Pada tahun 1987, beliau sudah ikut bermain musik bersama seniman-seniman pemusik tradisi Karo pada acara-acara adat perkawinan maupun adat orang meninggal, hanya saja beliau masih menjadi pemain gung dang penganak saja, dan tahun berikutnya beliau main di acara Pesta Tahunan masyarakata karo atau sekarang lebih dikenal dengan Kerja Tahun.
Kemampuan bermusik beliau sudah semakin baik dan bagus, terbukti dari beberapa acara yang pernah diikutinya seperti pada tahun 1992 beliau bermain pada acara kampanye Golkar, dan pada tahun 1993 sampai 2002 beliau menetap di kota Medan dan tetap jadi pemain musik tradisi Karo dan dipanggil untuk main di acara pesta tahunan, nampeken tulan-tulan,pernikahan maupun orang meninggal, di daerah Tanah Karo, Deli Serdang dan Langkat. Pada Oktober 2004, beliau mendapat undangan untuk main di acara tour keliling Pertunjukan Seni Tradisi Sumatera Utara di Eropa dan di acara tersebut beliau bermain sarune.
Dari wawancara bersama beliau, banyak hal yang ingin dicapai beliau belum tercapai, salah satunya beliau ingin mempunyai sanggar seni di Desa Seberaya, dan beliau sangat menikmati pekerjaannya sebgai pemain musik.
Baji Sembiring Pelawi pernah berkolaborasi dengan beberapa pemain musik tradisi karo, yaitu:
(83)
3) Alvin Tarigan (Pemain Gung dan Penganak) 4) Fender Ginting (Pemain Sarune)
5) Darwan Tarigan (Pemain Sarune) 6) Jimi Tarigan (Pemain Gendang)
7) Yusuf Perangin-nangin (Pemain Sarune) 8) Lingkup Perangin-nangin (Pemain Gendang) 9) Johanes Kaban (Pemain Gung)
10) Jinis Tarigan (Pemain Sarune) 11) Santi Tarigan (Pemain Gendang)
12) Pendi Perangin-nangin (Pemain Sarune) 13) Sehat Sembiring (Pemain Gendang) 14) Susanto Ginting (Pemain Gendang)
2.11 Baji Sembiring Pelawi Sebagai Pembuat Alat Musik Tradisi Karo
Kemampuan membuat intrumen musik tradisi Karo diperoleh Bapak Baji Sembiring Pelawi semenjak beliau sering ikut bermain musik bersama seniman tradisi Karo dan juga bila ada alat musik yang rusak, beliau bertanya kepada pemusik sekaligus yang ahli dalam membuat dan mempebaiki alat musik.
Diakui beliau, awal karirnya sebagai pembuat alat musik didasari oleh rasa ingin tahunya ketika alat musik beliau rusak. Beliau membongkar ulang alat musik tersebut dan menyusunnya kembali hinggat utuh dan dapat dipergunakan kembali pada acara-acara adat maupun pertunjukan seni tradisi Karo. Dan dari situ beliau mulai rajin bertanya kepada pembuat alat musik tradisi Karo bagaimana membuat alat musik tradisi Karo yang benar beserta ukuran alat musik tersebut. Beberapa alat musik yang sering dibuat oleh
(84)
bapak Baji adalah gendang indung, gendang anak, kulcapi, keteng-keteng, dan sarune. Kelima instrumen tersebuta kerap digunakan oleh bapak Baji dalam acara pertunjukan musik maupun acara pernikahan dan adat orang meninggal, akan tetapi beberapa tahun belakangan ini beliau lebih nyaman bermain sarune. Lambat laun pemusik tradisi Karo lainnya mengetahui bahwa bapak Baji mahir dalam membuat alat musik dan mereka mulai meminta bapak Baji untuk dibuatkan alat musik yang serupa. Beberapa gendang yang dibuat oleh beliau sudah dikirim kelar daerah Tanah Karo seperti ke Jakarta dan Bandung. Untuk harga, Bapak Baji Sembiring Pelawi tidak pernah mematokkan harga satu alat musik yang dibuat oleh beliau, “berapa yang dikasih oleh pembeli ya saya terima” begitu ucap beliau.
(85)
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Suku Karo adalah salah satu suku yang ada di Sumatera Utara. Suku Karo memiliki beragam kesenian, antara lain seni suara (ende-enden), seni tari (landek), seni pahat (ukir), seni tenun (mbayu), dan seni musik. Dalam kesenian masyarakat Karo terdapat dua jenis ansambel musik tradisional yang dipakai dalam upacara ritual maupun pertunjukan kesenian yaitu Gendang Lima Sedalanen1 dan Gendang Telu Sedalanen. GendangLima Sedalanen adalah ensambel musik yang ada pada suku karo, dan yang dimaksud dengan Gendang Lima Sedalanen itu adalah lima perangkat alat musik dan dimainkan oleh lima orang pemusik. Disebut Gendang Lima Sedalanen karena ensambel musik tersebut terdiri dari lima instrumen musik, yaitu sarune (aerofon), Gendang Indung(membranofon), Gendang Anak(membranofon), gung dan penganak.
Ensambel gendang lima sedalanen dianggap sebagai identitas suku Karo. Walaupun sekarang ini musik karo sudah ditampilkan secara modern melalui keyboard, tetapi di beberapa daerah masih memilih menggunakan musik tradisi dengan menampilkan ensambel gendang lima sedalanen.
Ensambel Gendang Lima Sedalanen ini sering dipergunakan pada upacara ritual seperti Erpangir Ku Lau, upacara adat Karo seperti Adat Pernikahan, dan pertunjukan kesenian musik Karo seperti Gendang Guro-guro Aron.
Gendang Indung dan Gendang Anak merupakan alat musik yang termasuk dalam klasifikasi membranofon2(Double Conical Single Head). Dalam ensambel musik
(86)
Gendang Lima Sedalanen, Gendang Indung dan Gendang Anak berfungsi sebagai pembawa ritme variasi. Gendang Indung sebagai pembawa ritem variasi dan Gendang Anak sebagai ritem tetap (konstan).
Gendang Indung dan Gendang Anak adalah alat musik yang terbuat dari kayu nangka atau pun kayu juhar. Sebagai penutup rongga atas dan bawah digunakan kulit kancil yang sudah dikeringkan dan sebagai pengikatnya digunakan kulit lembu. Alat musik ini dimainkan oleh pemainnya dengan posisi duduk dengan menggunakan dua buah stick pemukul dan dipukul pada membran gendang tersebut.Minat generasi muda desa Seberaya terhadap pembuatan alat musik Gendang Indung dan Gendang Anak bisa dikatakan sangat minim. Data otentik tentang pembuatan alat musik Gendang Indung dan Gendang Anak sangat sulit ditemukan. Disamping itu hingga saat ini pembuat Gendang Indung dan Gendang Anak hanya tersisa beberapa orang saja.
Hingga sekarang Gendang Lima Sedalanen masih memegang peranan di dalam masyarakat Karo. Sejauh pengetahuan penulis saat wawancara pada tanggal 25 April 2015, pembuat Gendang Indung dan Gendang Anak ada beberapa orang, yaitu : Ropong Tarigan (Bp.Dep) dari Berastagi Kabupaten Karo, Pulungenta Sembiring berasal dari Desa Sarimunte kecamatan Munte Kabupaten Karo, kini beliau tinggal di Kota Medan, Ngemat Tarigan dari Kabanjahe, dan Baji Sembiring Pelawi dari desa Seberaya kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo.
Di dalam skripsi ini, penulis mengkaji gendang indung dan gendang Anak buatan Bapak Baji Sembiring Pelawi karena tertarik dengan prioritas Bapak Baji Sembiring Pelawi yang masih mau melestarikan budaya Karo dengan membuat alat musik dan memainkannya. Dalam hal membuat alat musik Gendang Indung dan Gendang Anak, bapak Baji Sembiring Pelawi dipandang mahir oleh masyarakat di desa Seberaya. Selain
(87)
membuat alat musik Gendang Indung dan Gendang anak, beliau juga aktif dalam kegiatan kesenian karo.
Meskipun dewasa ini musik karo sudah menggunakan alat musik keyboard, yaitu alat musik modern dan memiliki banyak program musik didalamnya, namun menurut hasil wawancara dengan Bapak Baji Sembiring Pelawi pada tanggal 25 April 2015 kelompok musik Gendang Lima Sedalanen tetap dipakai pada acara adat pernikahan, ataupun acara adat kematian, bahkan pada acara Gendang Guro-Guro Aron.
Ada beberapa alasan mendasar mengapa penulis ingin meneliti alat musik Gendang Indung dan Gendang Anak, salah satunya adalah karena kurangnya minat generasi muda Desa Seberaya terhadap pebuatan alat musik Gendang Indung dan Gendang Anak. Sampai saat ini pembuatannya hanya dilakukan secara tradisional. Disamping itu pembuat alat musik Gendang Indung dan Gendang Anak semakin sedikit.
Dari latar belakang tersebut di atas maka penulis tertarik untuk meneliti, mengkaji serta menuliskannya dalam sebuah tulisan ilmiah berupa skripsi dengan judul: “Kajian Organologis Gendang Indung dan Gendang Anak Buatan Bapak Baji Sembiring Pelawi di Desa Seberaya Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo”
1.2 Pokok Permasalahan
Melihat luasnya ruang lingkup yang dapat dijadikan subjek dalam penelitian Gendang Indung dan Gendang Anak, maka untuk penelitian ini, peneliti mengkaji dua pokok masalah saja, yaitu :
(1) Bagaimana teknik pembuatan alat musik Gendang Indung dan Gendang Anak yang dibuat oleh Bapak Baji Sembiring Pelawi.
(88)
(3) Apa fungsi alat Gendang Indung dan Gendang Anak dalam ensambel Gendang Lima Sedalanen
1.3 Tujuan dan Maanfaat
Tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
(1) Untuk mengetahui tekhnik pembuatan Gendang Indung dan Gendang Anak yang dibuat oleh Bapak Baji Sembiring Pelawi.
(2) Untuk mengetahui bagaimana teknik memainkan Gendang Indung dan Gendang Anak.
(3) Untuk mengetahui fungsi alat musik Gendang Indung dan Gendang Anak dalam ensambel musik Gendang Lima Sedalanen.
Didalam penelitian ini ada beberapa manfaat khususnya untuk peneliti dan untuk pembaca pada umumnya, yaitu :
1. Sebagai suatu upaya untuk memelihara kesenian tradisional daerah sebagai bagian dari Budaya Nasional
2. Sebagai informasi kepada masyarakat atau lembaga yang mengemban visi dan misi kebudayaan khususnya di bidang musik tradisional
3. Sebagai bahan literatur agar lebih mengenal alat musik Gendang Indung dan Gendang Anak yang digunakan dalam ensambel Gendang Lima Sedalanen.
4. Sebagai suatu proses pengaplikasian ilmu yang diperoleh penulis selama perkuliahan di Departemen Etnomusikologi.
(89)
1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep
Konsep merupakan rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa kongkrit (Kamus besar bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991 : 431)
Kajian dalam hal ini adalah suatu penelitian atas pemeriksaan yang dilakukan dengan teliti.
Sedangkan Organologi merupakan ilmu tentang instrumen musik (alat musik) yang seharusnya tidak hanya mencakup sejarah dan deskripsi instrumen saja, tetapi juga sama pentingnya, walaupun sebagai aspek yang terabaikan dalam ”ilmu” instrumen musik, seperti teknik-teknik tertentu dalam memainkan, fungsi secara musik, hiasan (yang dibedakan dari konstruksi) dan berbagai pendekatan tentang sosial budaya. (Hood, 1982 : 124)
Dari kedua konsep di atas, dapat disimpulkan bahwa kajian organlogis Gendang Indung dan Gendang Anak buatan Bapak Baji Sembiring Pelawi di Desa Seberaya, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo adalah penelitian secara mendalam mengenai teknik-teknik pembuatan, dan cara memainkan Gendang Indung dan Gendang Anak buatan Bapak Baji tersebut. Pada teknik pembuatan ini penulis meneliti mulai dengan tahap pengambilan bahan, pemilihan bahan berupa kayu, kulit dan nali(tali), lalu masuk pada proses pembuatan.
Gendang Indung dan Gendang Anak merupakan alat musik pukul yang berasal dari suku karo yang terbuat dari kayu nangka dan kayu juhar. Gendang Indung dan Gendang Anak termasuk ke dalam ensambel Gendang Lima Sedalanen merupakan musik pengiring dalam acara gendang guro-guro aron, adat pernikahan ataupun upacara adat kematian yang berperan sebagai pembawa ritem variasi dan ritem konstan.
(90)
Bapak Baji Sembiring Pelawi merupakan pembuat alat musik Gendang Indung dan Gendang Anak di Desa Seberaya, beliau sangat tekun dalam menjalani profesinya sebagai pembuat alat musik, khususnya alat musik Gendang Indung dan Gendang Anak. Selain membuat alat musik Gendang Indung dan Gendang Anak beliau adalah pemusik tradisi khususnya memainkan instrumen musik Karo. Gendang Indung dan Gendang Anak tampak sama. Perbedaannya terletak pada ukuruannya serta tambahan gerantung pada Gendang Anak.
Berdasarkan konsep-konsep diatas, maka dalam tulisan ini penulis mengkaji mengenai proses pembuatan alat musik Gendang Indung dan Gendang Anak, termasuk juga teknik pembuatan, proses pembuatannya oleh Bapak Baji Sembiring Pelawi di Desa Seberaya, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo, juga mengenai teknik-teknik dalam memainkan dan fungsi Gendang Indung dan Gendang Anak dalam ensambel musik Gendang Lima Sedalanen.
1.4.2 Teori
Teori merupakan landasan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa. (Kamus besar bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991 : 1041). Sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, maka penulis menggunakan beberapa landasan teori yang berkaitan (relevan) dengan tulisan ini.
Dalam tulisan ini, penulis juga membahas tentang pendeskripsian alat musik, dan penulis mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Susumu Khasima (1990 : 174) yaitu: Untuk membahas sebuah alat musik kita dapat mempergunakan 2 pendekatan, yakni pendekatan struktural dan fungsional. Secara struktural yaitu; aspek fisik instrumen musik, pengukuran, merekam, serta menggambar bentuk instrumen, ukurannya,
(91)
sebagai alat untuk memproduksi suara, meneliti, melakukan pengukuran dan mencatat metode, memainkan instrumen, penggunaan bunyi yang diproduksi, (dalam kaitannya dengan komposisi musik) dan kekuatan suara.
Untuk mengetahui sistem permainan atau teknik permaianan Gendang Indung dan Gendang Anak oleh Bapak Baji Sembiring Pelawi maka penulis menggunakan dua pendekatan yang dikemukakan oleh Nettl (1964 : 98) yaitu:
Yang pertama, kita dapat menganalisis dan mentranskripsikan musik dari apa yang kita dengar. Yang kedua kita dapat menuliskan musik tersebut di atas kertas dan mendeskripsikan apa yang telah kita lihat.
Menurut teori yang dikemukakan oleh Curt Sach dan Hornbostel (1961) yaitu: Sistem pengklasifikasian alat musik secara umum berdasarkan sumber utama penghasil bunyi. Alat-alat musik di kelompokkan menjadi empat bagian yaitu:
a. Idiofon, ialah alat musik yang penghasil utama bunyinya adalah badan dari alat musik itu sendiri
b. Aerofon, ialah alat musik yang penghasil utama bunyinya adalah udara
c. Membranofon, ialah alat musik yang penghasil utama bunyinya adalah kulit atau membran
d. Chordofon, ialah alat musik yang penghasil utama bunyinya adalah senar atau dawai.
Mengacu pada teori tersebut, maka Gendang Indung dan Gendang Anak adalah alat musik yang dikategorikan kedalam membranofon karena sumber bunyinya berasal dari kulit/membran. Dan lebih spesifik lagi, Gendang Indung dan Gendang Anak termasuk ke dalam sub klasifikasi Double Conis Single Head
(92)
Metode adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. (Koentjaraningrat 1986 : 16). Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif untuk memahami permasalahan yang terdapat dalam pembuatan Gendang Indung dan Gendang Anak buatan Bapak Baji Sembiring Pelawi.
Penulis juga menerapkan penelitian kualitatif, yaitu : tahap sebelum kelapangan (pra lapangan), tahap kerja lapangan, analisis data, penulisan laporan. (Maleong, 1988 : 109)
Untuk mendukung metode penelitian yang dikemukakan oleh Maleong, penulis juga menggunakan metode penelitian lainnya, yaitu: kerja lapangan (field) dan kerja laboratorium (laboratory discipline). Hasil dari kedua disiplin ini kemudian digabungkan menjadi satu hasil akhir (a final study), (Meriam, 1964 : 37).
Untuk memperoleh data dan keterangan yang dibutuhkan dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data, umumnya ada dua macam, yakni: menggunakan daftar pertanyaan (tertulis), dan wawancara (interview).
Untuk melengkapi pengumpulan data dengan daftar pertanyaan maupun wawancara tersebutdapat pula digunakan pengamatan (Observation) dan penggunaan catatan harian, (Djarwanto, 1984 : 25 ).
1.5.1 Studi Kepustakaan
Pada tahap sebelum kelapangan (pra-lapangan), dan sebelum mengerjakan penelitian, penulis terlebih dahulu mencari dan membaca serta mempelajari buku-buku, tulisan-tulisan ilmiah, literatur, majalah, situs internet dan catatan-catatan yang berkaitan dengan objek penelitian.
(93)
Studi pustaka ini diperlukan untuk mendapatkan konsep-konsep dan teori juga informasi yang dapat digunakan sebagai pendukung penelitian pada saat melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.
1.5.2 Kerja Lapangan
Dalam hal ini, penulis juga melakukan observasi langsung ke lokasi penelitian yang telah diketahui sebelumnya, dan melakukan wawancara bebas dan juga wawancara mendalam antara penulis dengan informan, yaitu dengan mengajukan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
1.5.2.1 Wawancara
Dalam proses melakukan wawancara penulis beracuan pada metode wawancara yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1986 : 139), yaitu: Wawancara berfokus (Focused interview), Wawancara bebas (Free interview), Wawancara sambil lalu (Casual interview). Dalam hal ini penulis terlebih dahulu menyiapkan daftar pertanyaan yang akan ditanyakan saat wawancara, pertanyaan yang penulis ajukan bisa beralih dari satu topik ke topik lain secara bebas. Sedangkan data yang terkumpul dalam suatu wawancara bebas sangat beraneka ragam, tetapi tetap materinya berkaitan dengan topik penelitian.
Wawancara dimaksudkan untuk mencatat keterangan-keterangan yang dibutuhkan dengan maksud agar data atau keterangan tersebut tidak ada yang hilang.
Untuk pemotretan dan perekaman wawancara penulis menggunakan kamera dan tape recorder untuk mempermudah perekaman dan penyimpanan data, disamping tulisan atas setiap keterangan yangdiberikan oleh informan.
(94)
1.5.3 Kerja Laboratorium
Keseluruhan data yang telah terkumpul di lapangan, selanjutnya diproses dalam kerja laboratorium. Data-data yang telah di kumpulkan disusun dengan sistematika penulisan ilmiah. Data-data berupa gambar dan rekaman diteliti kembali sesuai ukuran yang telah ditentukan kemudian dianalisis seperlunya. Semua hasil pengolahan data tersebut disusun dalam satu laporan hasil penelitian berbentuk skripsi.
1.5.4 Lokasi Penelitian
Desa Seberaya adalah desa yang masih memproduksi gendang indung dan gendang anak maupun alat musik lainnya seperti surdam dan keteng-keteng yang juga merupakan tempat kediaman narasumber yaitu Bapak Baji Sembiring Pelawi, yang bertempat tinggal di Desa Seberaya, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo. Selain itu, untuk menguatkan kebenaran dari narasumber penulis juga mengumpulkan data-data dari para pemusik yang berdomisili di Kabupaten Karo
(95)
ABSTRAKSI
Skripsi ini berjudul KAJIAN ORGANOLOGIS GENDANG INDUNG DAN GENDANG ANAK BUATAN BAPAK BAJI SEMBIRING PELAWI DI DESA SEBERAYA, KECAMATAN TIGA PANAH, KABUPATEN KARO Melalui skripsi ini, penulis akan mengkaji tentang pembuatan gendang indung dan gendang anak yang dibuat oleh bapak Baji Sembiring Pelawi.
Penelitiannya akan difokuskan kepada bagaimana proses pembuatan gendang indung dan gendang anak. Pendekatan yang akan penulis lakukan adalah dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Adapun dalam proses kerjanya, penulis akan melakukan pengamatan terlibat, wawancara, studi pustaka, perekaman kegiatan, transkripsi, dan analisis laboratorium. Penelitian ini terfokus kepada pendapat informan dalam konteks studi emik, namun diimbangi dengan pendekatan etnik oleh penulis. Informan berjumlah empat orang,yang terdiri dari satu orang Budayawan Pakpak sekaligus pimpinan sanggar Nina Nola, satu orang Budayawan sekaligus penari Pakpak, satu orang pelatih tatak Nantampuk Mas, satu orang penari dan 2 orang pemain musik tatak Nantampuk Mas.
Pada proses pentranskripsian pola rytem perminan gendang indung dan gendang anak akan dituliskan ke dalam notasi balok dengan menggunakan program sibelius. Dari metode dan teknik tersebut di atas akan didapatkan hasil penelitian, yaitu proses pembuatan gendang indung dan gendang anak.
(96)
KAJIAN ORGANOLOGIS GENDANG INDUNG DAN GENDANG ANAK BUATAN BAPAK BAJI SEMBIRING PELAWI DI DESA SEBERAYA, KECAMATAN TIGA PANAH, KABUPATEN KARO
SKRIPSI SARJANA
NAMA : MEI LINDA TARIGAN NIM : 100707009
Disetujui oleh
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dra. Frida Deliana, M.Si Drs. Bebas sembiring, M.Si NIP 196011181988032001 NIP 195703131992031001
UNIVERITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN
(97)
DITERIMA OLEH:
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin ilmu Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada Tanggal : Hari :
Fakultas Ilmu Budaya USU, Dekan,
Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP 195110131976031001
Panitia Ujian: Tanda Tangan
1. Drs. Muhammad Takari, M.Hum.,Ph.D ( )
2. Dra. Frida deliana, M.Si ( )
3. Drs. Bebas sembiring, M.Si ( )
4. Dra. Heristina Dewi, M.Pd ( )
(98)
DISETUJUI OLEH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOOGI KETUA,
Drs. Muhammad Takari, M.Hum.,Ph.D. NIP 196512211991031001
(99)
ABSTRAKSI
Skripsi ini berjudul KAJIAN ORGANOLOGIS GENDANG INDUNG DAN GENDANG ANAK BUATAN BAPAK BAJI SEMBIRING PELAWI DI DESA SEBERAYA, KECAMATAN TIGA PANAH, KABUPATEN KARO Melalui skripsi ini, penulis akan mengkaji tentang pembuatan gendang indung dan gendang anak yang dibuat oleh bapak Baji Sembiring Pelawi.
Penelitiannya akan difokuskan kepada bagaimana proses pembuatan gendang indung dan gendang anak. Pendekatan yang akan penulis lakukan adalah dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Adapun dalam proses kerjanya, penulis akan melakukan pengamatan terlibat, wawancara, studi pustaka, perekaman kegiatan, transkripsi, dan analisis laboratorium. Penelitian ini terfokus kepada pendapat informan dalam konteks studi emik, namun diimbangi dengan pendekatan etnik oleh penulis. Informan berjumlah empat orang,yang terdiri dari satu orang Budayawan Pakpak sekaligus pimpinan sanggar Nina Nola, satu orang Budayawan sekaligus penari Pakpak, satu orang pelatih tatak Nantampuk Mas, satu orang penari dan 2 orang pemain musik tatak Nantampuk Mas.
Pada proses pentranskripsian pola rytem perminan gendang indung dan gendang anak akan dituliskan ke dalam notasi balok dengan menggunakan program sibelius. Dari metode dan teknik tersebut di atas akan didapatkan hasil penelitian, yaitu proses pembuatan gendang indung dan gendang anak.
(1)
Sianipar S.Sn, Bang Boim, Bang Fuad S.Sn, Bang Batoan S.Sn, Bang David Simanungkalit S.Sn, Bang Freddy, Bang Muek, Benny Yogi Purba S.Sn, Rendy Pradan, Ferry Sihombing, Dolok, Woyo, Coy, Erick, Rony, Yusuf Siregar S.Sn, dan seluruh keluarga besar Black Canal Community yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Terimakasih penulis ucapkan untuk Rumah Karya Indonesia yaitu Bang Ojax Manalu, Bang Jhon Fawer Siahaan, Bang Adie Damanik, Bang Brevin Tarigan, Bang Ori Sembiring, Kak Hanna Pagit, Bang Roy Manta, Andika Ginting, Bang Idris Pasaribu serta Bang Mangaliat Simarmata.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman muda mudi katolik Gereja Hati Kudus Yesus Cinta Dame, terkhusu kepada ; Riska Surbakty S.Pd, Junita Fransiska Sembiring S.Pd, Sri Mulianta Ginting S.Pd, Karina Sembiring A.md, Klara Shinta Ginting, Cristedi Barus S.Sos, Modalta Barus S.Pd, Sapta Prima Barus S.Pd, serta Amos Barus S.pd.
Penulis juga mohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan di hati dan apabila ada nama yang lupa penulis cantumkan. Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang sudah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi masyarakat Pakpak, bagi pembaca, dan juga kepada peneliti berikutnya.
Medan, 25 agustus 2015
Penulis
Mei Linda Tarigan
(2)
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI... V KATA PENGANTAR... VI DAFTAR ISI... IX DAFTAR GAMBAR... XII
BAB I: PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Pokok Permasalahan... 3
1.3 Tujuan dan Manfaat... 4
1.4 Konsep dan Teori... 5
1.4.1 Konsep... 5
1.4.2 Teori... 6
1.5 Metode Penelitian... 8
1.5.1 Studi Kepustakaan... 8
1.5.2 Kerja Lapangan... 9
1.5.2.1 Wawancara... 9
1.5.3 Kerja Laboratorium... 1.5.4Penelitian... 10 10 BAB II: GAMBARAN UMUM MASYARAKAT KARO KECAMATAN TIGA PANAH KABUPATEN KARO, DAN BIOGRAFI RINGKAS BAJI SEMBIRING PELAWI SEBAGAI SENIMAN MUSIK TRADISIONAL KARO... 11 2.1 Letak Geografis Kabupaten Karo... 11
2.2 Keadaan Penduduk... 12
2.2.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku... 13
2.2.2 Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin... 13
2.2.3 Distribusi Sarana Pendidikan... 2.2.4 Distribusi Sarana Kesehatan... 2.2.5 Distribusi Tempat Peribadatan... 2.2.6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan... 2.2.7 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama... 2.3 Sistem Bahasa... 13 14 14 14 15 15 2.4 Sistem Kekerabatan... 16
2.5 Mata Pencaharian... 29
2.6 Kesenian... 29
2.7 Pengertian Biografi... 30
2.8 Alasan Memilih Baji Sembiring Pelawi... 31
(3)
2.9.1 Latar Belakang Keluarga... 2.9.2 Latar Belakang Pendidikan... 2.9.3 Berumah Tangga... 2.10 Baji Sembiring Pelawi Sebagai Pemusik Tradisional Karo... 2.11 Baji Sembiring Pelawi Sebagai Pembuat Alat Musik Tradisi
Karo... BAB III: STRUKTUR DAN TEKNIK PEMBUATAN GENDANG INDUNG DAN GENDANG ANAK...
33 33 34 34 35
37
3.1 Struktur dan Ukuran Gendang Indung dan Gendang Anak... 37
3.1.1 Struktur Gendang Indung... 3.1.1.1 Struktutr Gendang Anak... 3.2 Teknik Pembuatan... 3.2.1 Kulit/Membran (Tutup Gendang)... 3.2.2 Baloh... 3.2.3 Baloh Anak... 3.2.4 Bingke... 3.2.5 Nali... 3.2.6 Palu-palu... 3.3 Ukuran Gendang Indung dan Gendang Anak... 37 38 39 39 40 46 50 55 56 60 3.3.1 Ukuran Kulit/Membran... 60
3.3.2 Ukuran Baloh... 60
3.3.3 Ukuran Bingke... 62
3.3.3.1 Ukuran Bingke Atas Gendang Indung... 62
3.3.3.2 Ukuran Bingke Bawah Gendang Indung... 62
3.3.3.3 Ukuran Bingke Atas Gendang Anak... 63
3.3.3.4 Ukuran Bingke Bawah Gendang Anak... 64
3.3.4 Ukuran Nali... 64
3.3.5 Ukuran Palu-palu... 65
3.4 Bahan Baku Yang Diperlukan... 3.4.1 Kayu Juhar... 66 66 3.4.2. Kulit Planduk... 66
3.4.3. Kulit Lembu... 67
3.4.4. Bambu... 68
3.4.5 Kayu Pohon Jeruk... 68
3.4.6 Air Daun Sirih... 69 3.5 Peralatan Yang Digunakan...
3.5.1 Gergaji Kayu... 3.5.2 Parang... 3.5.3 Bor... 3.5.4 Gerinda... 3.5.5 Pisau Pahat... 3.5.6 Kelut...
70 70 70 71 72 72 73
(4)
3.5.7 Palu Kayu... 3.5.8 Kertas Pasir(Amplas)... 3.5.9 Pensil dan Spidol... 3.5.10 Penggaris... 3.6 Teknik Pembuatan Gendang...
3.6.1 Membuat Membran... 3.6.2 Mengiket...
74 74 75 75 76 78 79 BAB IV: TEKNIK MEMAINKAN, FUNGSI GENDANG INDUNG DAN GENDANG ANAK DALAM ENSAMBEL LIMA SEDALANEN...
83
4.1 Posisi Memainkan... 83
4.1.1 Posisi Memainkan Gendang Indung... 83
4.1.2 Posisi Memainkan Gendang Anak... 84
4.2 Teknik Memproduksi Bunyi... 84
4.2.1Warna Bunyi... 4.3 Pola Ritem... 4.3.1 Pola Ritem Gendang Indung... 4.3.2 Pola Ritem Gendang Anak... 84 87 87 89 BAB V: PENUTUP... 91
5.1 Kesimpulan... 91
5.2 Saran... 92
DAFTAR PUSTAKA ... 93
(5)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Struktur Gendang Indung... 36
Gambar 2 Struktur Gendang Anak... 37
Gambar 3 Kulit Napoh... 38
Gambar 4 Baloh... 39
Gambar 5 Batang Kayu Juhar... 40
Gambar 6 Proses Pembuatan Baloh... 43
Gambar 7 Baloh Anak... 44
Gambar 8 Proses Pembuatan Baloh Anak Gendang... 46
Gambar 9 Proses Pembuatan Bingke... 51
Gambar 10 Proses Pembuatan Nali... 54
Gambar 11 Proses Pembuatan Palu-palu... 55
Gambar 12 Kulit Sebagai Membran... 56
Gambar 13 Ukuran Baloh... 57 Gambar 14
Gambar 15 Gambar 16 Gambar 17 Gambar 18 Gambar 19 Gambar 20 Gambar 21 Gambar 22 Gambar 23 Gambar 24 Gambar 25 Gambar 26 Gambar 27 Gambar 28
Diameter Bingke Atas Gendang Indung... Diameter Bingke Bawah Gendang Indung... Diameter Bingke Atas Baloh Anak... Diameter Bingke Bawah Baloh Anak... Panjang Nali... Ukuran Palu-palu... Kayu Juhar... Kulit Planduk... Kulit Lembu... Bambu... Kayu Pohon Jeruk Purut... Air Daun Sirih... Gergaji... Parang... Bor...
58 59 60 60 61 62 63 63 64 65 65 66 66 67 67
(6)
Gambar 29 Gambar 30 Gambar 31 Gambar 32 Gambar 33 Gambar 34 Gambar 35 Gambar 36 Gambar 37 Gambar 38 Gambar 39 Gambar 40 Gambar 41
Gerinda ... Pisau Pahat... Kelut... Palu Kayu... Kertas Pasir(amplas)... Pensil dan Spidol... Penggaris... Proses Membuat Membran... Proses Mengiket... Posisi Memainkan Gendang Indung... Posisi Memainkan Gendang Anak... Teknik Memukul Dengan Satu Stick... Teknik Memukul Dengan Dua Stick...
68 69 69 70 70 71 71 74 77 78 79 81 81