Proses Mediasi Pada Penyelesaian Konflik Pertanahan (Studi Kasus Pada PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang dengan Masyarakat Desa Penggalian di Kabupaten Serdang Bedagai)

(1)

LAMPIRAN 1

Gambar Lokasi Penelitian

1. Gambar Pintu Masuk Perkebunan PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang


(2)

3. Gambar Proses Wawancara dengan Masyarakat Desa


(3)

LAMPIRAN 2

Draft Wawancara

Tim Mediasi

Nama : Umur : Agama : Pekerjaan : Alamat :

A. Kronologi Konflik dan Kondisi Konflik Saat Ini

1. Bagaimana kronologi awal sehingga terjadi konflik pertanahan antara masyarakat dengan pihak PT. NPK?

2. Apa yang melatarbelakangi tuntutan masyarakat atas lahan tersebut? 3. Bagaimana kondisi konflik saat ini?

4. Sudah berapa lama masyarakat menduduki lahan tersebut? 5. Apakah sampai saat ini masyarakat masih menduduki lahan?

B. Pembentukan Tim Mediasi

6. Apa latar belakang pembentukan tim mediasi tersebut? 7. Apa tujuan dibentuknya tim mediasi tersebut?

8. Sebelum melakukan pembentukan tim mediasi apakah pihak pemerintah sudah mendapat persetujuan dari kedua belah pihak yang berkonflik? 9. Apakah ada kriteria khusus dalam perekrutan anggota tim mediasi? 10.Jika ada, apa saja kriterianya?


(4)

11.Bagaimana susunan/struktur tim mediasi yang dibentuk?

12.Apakah tim mediasi tersebut seluruhnya berasal dari pihak Pemerintah Kabupaten atau ada pihak lain dari luar (independen/profesional)? jika ada, dari pihak apa?

13.(Berhubungan dgn pertanyaan sebelumnya, jika tidak ada) Mengapa pemerintah tidak merekrut orang yang lebih independent/profesional dalam bidang mediasi?

C. Tahapan Mediasi

14.Apa langkah pertama yang dilakukan sebelum proses mediasi dilaksanakan?

15.Kapan (tanggal dan tempat) pertemuan mediasi pertama dilakukan? 16.Dalam melakukan mediasi apa saja tahap-tahap yang dilakukan?

17.Apakah ada kesulitan dalam melalui tahapan tersebut? Jika ada sebutkan.

D. Proses Mediasi

18.Sebelum proses mediasi tersebut dilakukan, apakah pihak pemerintah pernah melakukan pertemuan dengan kedua belah pihak yang berkonflik? Bagaimana hasilnya?

19.Selama proses mediasi berlangsung apakah ada hambatan yang dialami? Jika ada, apa saja?

20.Berapa lama proses mediasi tersebut dilakukan? 21.Berapa kali pertemuan mediasi dilakukan?

22.Bagaimana strategi yang dilakukan dalam proses mediasi tersebut? 23.Bagaimana hasil proses mediasi tersebut?


(5)

25.Sebagai tim mediasi, apakah anda merasa sudah bekerja secara maksimal dan netral dalam menjalankan tugas?

26.Apa harapan anda kepada kedua belah pihak yang berkonflik?

E. Jenis Mediasi

27.Dari proses mediasi yang telah dilakukan, bagaimana cara tim mediasi tersebut menyelesaikan konflik?

a. Content Mediation, Mediator hanya berfungsi untuk mengarahkan negosiator untuk kembali ke akar permasalahan dan arah tujuan dari negosiasi itu sendiri sehingga diharapkan akan dicapai kata mufakat.

b. Issue Identification, Mediasi dijalankan dengan memprioritaskan isu yang akan diselesaikan sehingga kedua pihak sama-sama fokus dalam satu isu dan mencari solusi penyelesaiannya.

c. Positive Framing of The Issue, Mediasi dilakukan dengan cara memfokuskan pada hasil yang ingin dicapai oleh pihak-pihak negosiator.

28.Apakah jenis mediasi tersebut sesuai dengan yang diharapkan dan dapat memberikan solusi?

29.Apakah ada hambatan yang terjadi pada saat melakukan mediasi dengan jenis mediasi tersebut?

F. Para Aktor Dan Peran Aktor

30.Sebagai apa kedudukan anda dalam proses mediasi tersebut? 31.Apa tugas anda dalam proses mediasi tersebut?

32.Sebagai orang yang berperan aktif dalam proses mediasi, apa yang anda harapkan dari hasil mediasi tersebut?

33.Sebagai tim mediasi yang dituntut bersikap netral, apakah anda pernah mendapatkan ancaman (intimidasi) dari kedua belah pihak yang berkonflik? Jika ada bagaimana cara anda menyikapinya.


(6)

G. Hubungan Antar Aktor

34.Sebagai orang yang berperan aktif dalam proses mediasi, bagaimana anda berinteraksi dengan seluruh pihak yang terlibat dalam proses tersebut? 35.Apakah di luar proses mediasi anda pernah melakukan pertemuan dengan

salah satu pihak yang berkonflik?

Pihak PT. NPK

Nama : Umur : Agama : Pekerjaan : Lama Bekerja : Alamat :

A. Kronologi Konflik dan Kondisi Konflik Saat Ini

1. Bagaimana kronologi awal sehingga terjadi konflik pertanahan antara masyarakat dengan pihak PT. NPK?

2. Apa yang melatarbelakangi tuntutan masyarakat atas lahan tersebut? 3. Apakah sampai saat ini masyarakat masih menduduki lahan?

4. Sebelum dilakukan upaya mediasi, apakah masyarakat pernah melakukan pertemuan dengan pihak perusahaan membahas tentang tuntutan tersebut? Apa hasilnya?

B. Proses Mediasi

5. Sebelum proses mediasi tersebut dilakukan, apakah pihak perusahaan pernah melakukan pertemuan dengan masyarakat? Bagaimana hasilnya?


(7)

6. Selama proses mediasi berlangsung apakah ada hambatan yang dialami? Jika ada, apa saja?

7. Berapa lama proses mediasi tersebut dilakukan? 8. Berapa kali pertemuan mediasi dilakukan? 9. Apa pendapat anda tentang kinerja tim mediasi?

10.Apakah menurut anda tim mediasi sudah bersikap netral dan maksimal dalam menjalankan tugasnya? Jika iya/tidak, kenapa?

11.Bagaimana hasil akhir dari proses mediasi tersebut?

12.Bagaimana kondisi sosial antara pihak perusahaan dengan masyarakat setelah proses mediasi selesai? Apakah masih ada ketegangan?

13.Jika masih ada ketegangan, bagaimana pihak perusahaan menyikapi hal tersebut?

14.Apakah ada saran/kritik untuk kinerja tim mediasi?

C. Para Aktor Dan Peran Aktor

15.Sebagai apa kedudukan anda dalam proses mediasi tersebut? 16.Apa tugas anda dalam proses mediasi tersebut?

17.Sebagai orang yang berperan aktif dalam proses mediasi, apa yang anda harapkan dari hasil mediasi tersebut?

18.Sebagai pihak yang berkonflik apakah anda pernah mendapatkan ancaman dari pihak-pihak tertentu? Jika ada bagaimana cara anda menyikapinya.

D. Hubungan Antar Aktor

19.Sebagai orang yang berperan aktif dalam proses mediasi, bagaimana anda berinteraksi dengan seluruh pihak yang terlibat dalam proses tersebut? 20.Apakah di luar proses mediasi anda pernah melakukan pertemuan lain


(8)

Pihak Masyarakat Desa Penggalian

Nama : Umur : Agama : Pekerjaan : Alamat :

A. Kronologi Konflik dan Kondisi Konflik Saat Ini

1. Bagaimana kronologi awal sehingga terjadi konflik pertanahan antara masyarakat dengan pihak PT. NPK?

2. Apa yang melatarbelakangi tuntutan masyarakat atas lahan tersebut? 3. Apakah ada faktor-faktor lain yang menyebabkan tuntutan masyarakat

tersebut? Jika ada sebutkan.

4. Bagaimana kondisi konflik saat ini?

5. Sudah berapa lama masyarakat menduduki lahan tersebut?

6. Apakah masyarakat masih menduduki lahan? Jika masih, mengapa? 7. Sebelum dilakukan upaya mediasi, apakah masyarakat pernah melakukan

pertemuan dengan pihak perusahaan membahas tentang tuntutan tersebut? Apa hasilnya?

B. Proses Mediasi

8. Apa yang anda ketahui tentang mediasi?

9. Apakah anda setuju dengan pembentukan tim mediasi dalam penyelesaian konflik tersebut? Mengapa?

10.Sebelum proses mediasi tersebut dilakukan, apakah pihak perusahaan pernah melakukan pertemuan dengan masyarakat? Bagaimana hasilnya?


(9)

11.Selama proses mediasi berlangsung apakah ada hambatan yang dialami? Jika ada, apa saja?

12.Berapa lama proses mediasi tersebut dilakukan? 13.Berapa kali pertemuan mediasi dilakukan? 14.Bagaimana hasil proses mediasi tersebut?

15.Apakah menurut anda tim mediasi sudah bersikap netral dan maksimal dalam menjalankan tugasnya? Jika iya/tidak, kenapa?

16.Bagaimana kondisi sosial antara masyarakat dengan pihak perusahaan setelah proses mediasi berakhir? Masih adakah ketegangan?

17.Jika masih ada, mengapa dan bagaimana cara anda menyikapinya? 18.Apakah masyarakat akan mengambil langkah lain jika merasa tidak puas

dengan hasil proses mediasi tersebut?

19.Apakah ada saran/kritik untuk kinerja tim mediasi?

C. Para Aktor Dan Peran Aktor

21.Sebagai apa kedudukan anda dalam proses mediasi tersebut? 22.Apa tugas anda dalam proses mediasi tersebut?

23.Sebagai orang yang berperan aktif dalam proses mediasi, apa yang anda harapkan dari hasil mediasi tersebut?

24.Sebagai pihak yang berkonflik apakah anda pernah mendapatkan ancaman dari pihak-pihak tertentu? Jika ada bagaimana cara anda menyikapinya.

D. Hubungan Antar Aktor

25.Sebagai orang yang berperan aktif dalam proses mediasi, bagaimana anda berinteraksi dengan seluruh pihak yang terlibat dalam proses tersebut? 26.Apakah di luar proses mediasi anda pernah melakukan pertemuan lain


(10)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Syahrial. 2009. Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional. Jakarta: Kencana.

Bungin, Burhan. 2007. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Bungin, H. Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group.

Elly M.Setiadi. Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi : Pemahaman Fakta Dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, Dan Pemecahannya.

Jakarta : Kencana Prenanda Media Group.

Faisal, Sanifah. 2007. Format-Format Penelitian Sosial, Dasar-Dasar dan Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Gatot, Sumartono. 2006. Arbitrase dan Mediasi di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Gunawan, Widjaja. 2001. Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jakarta: Raja Grafindo Press.

Hamzah, A. 1991. Hukum Pertanahan di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Harris, Peter., dan Reilly, Ben. 2000. Demokrasi dan Konflik yang Mengakar: Sejumlah Pilihan untuk Negosiator. Lembaga Penerbitan, Pendidikan dan Pengembangan Pers Mahasiswa (LP4M): Jakarta.

Husein, Sofwan, Ali, SH. 1997. Konflik Pertanahan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.


(11)

Laurence, Boulle. 1996. Mediation Principle, Process, Practice. Sydney: Butterworths.

Lewicki, Roy J. et al. 1999. Negotiation. New York: McGraw Hill.

Limbong, Bernhard. 2012. Konflik Pertanahan. Jakarta: Margaretha Pustaka.

Maria S.W. Sumardjono.dkk. 2008. Mediasi Sengketa Tanah (Potensi Penerapan Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR) Di Bidang Pertanahan. Jakarta: Kompas.

Meleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Karya.

Nasution, M. Arif, dkk. 2008. Metode Penelitian. Medan: Fisip USU Press.

Nawawi, dan Martini Hadari. 2006. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Partanto, dkk. 1994. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola.

Soemartono, Gatot. 2006, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Soekanto, Soerjono. 1982. Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum. Jakarta: CV. Rajawali.

________________. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. CV. Rajawali: Jakarta. ________________. 2003. Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: PT Raja

Gralindo Persada.

Suyanto, Bagong., Sutinah. 2011. Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan (Edisi Revisi). Jakarta: Kecana Prenada Media Group.


(12)

Sumarto. 2012. Penanganan Dan Penyelesaian Konflik Pertanahan Dengan Prinsip Win-Win Solution Oleh Badan Pertanahan Nasional RI. Diklat Penanganan Konflik Pertanahan Kementerian Dalam Negeri.

Susan, Novri. 2009. Pengantar Sosiologi Konflik Dan Isu-isu Konflik Kontemporer. Jakarta: Kencana.

Widjaja, Gunawan. 2001. Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Zartman, I.William, dan J. Lewis Rasmussen (ed.). 1997. Peacemaking in International Conflict: Methods and Technique. Washington DC: United States Institute of Peace Press.

Jurnal:

Agustono, Budi. dkk. Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia vs PTPN II (Sengketa Tanah di Sumatera Utara) .

Asmawati, 2014. Mediasi Salah Satu Cara Dalam Penyelesaian Sengketa Pertanahan. Universitas Jambi.

Fairuza, 2009. Studi Tentang Kekerasan Dan Fungsi Konflik. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Handoko, Putut. 2007. Mediasi Konflik Kerusakan Pantai. Tesis. Universitas Diponegoro.

Khairina. 2013. Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah. Universitas Hasanuddin Makassar.


(13)

Lusia, Henny. 2010. Mediasi yang Efektif dalam Konflik Internal (Studi Kasus: Mediasi oleh Crisis Management Initiative dalam Proses Perdamaian Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah Republik Indonesia). Universitas Indonesia.

Lubis, Azrul Aziz. 2014. Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik. Universitas Sumatera Utara.

Nasution, Nina Hasanah. 2014. Fungsi Mediasi yang Dijalankan Indonesia dalam Konflik Kepulauan Spartly. Skripsi: Universitas Andalas.

Nugroho, Kristianto Yohanes. 2012. Dinamika Kehidupan Sosial Masyarakat Temanggung Pasca Kerusuhan. Universitas Negeri Yogyakarta.

Prabowo, Raden M. Khalid. 2010. Gerakan Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI) Dalam Konflik Tanah Dengan PTPN II. Universitas Sumatera Utara.

Sakti, Trie. 2012. Peran Mediasi Dalam Penanganan Konflik Pertanahan. Jurnal Pertanahan: Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

Tarigan, Rosmalemna. 2010. Konflik Sosial di Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran. Universitas Sumatera Utara.

Tambunan, Naomi Helena. 2010. Peran Lembaga Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah yang Diselenggarakan oleh Kantor Pertanahan Kotamadya Jambi. Universitas Indonesia.


(14)

Sumber lain:

Rahmat, Said Syahrul. 2014. Sengketa Tanah HGU vs Tanah Garapan. Diunduh dari website

http://www.acehinstitute.org/en/public-corner/social-cultural/item/254-sengketa-tanah-hgu-vs-tanah-garapan.html (diakses pada

20 desember 2014)

Yono, Adi. 2011. Definisi Mediasi. Diunduh dari website http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2242578-definisi-mediasi/

(diakses pada 23 Desember 2014)

www.bpn.go.id (pada 20 Desember 2014)

http://perpustakaan.bpn.go.id/e-library/Digital%20Documents/Koleksi_5757.pdf

(diakses pada 10 Februari 2015)


(15)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Penelitian kualitatif merupakan metode yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian dengan metode studi kasus sebagai kajian yang rinci atas suatu latar atau peristiwa tertentu. Studi Kasus (case study) merupakan penelitian yang penelaahannya kepada suatu kasus dilakukan secara intensif, mendalam dan mendetail. Pendekatan kualitatif juga diartikan sebagai pendekatan yang dapat menghasilkan data, tulisan dan tingkah laku yang dapat diamati. Penelitian ini bersifat mengungkap fakta. Hasil penelitian lebih ditekankan pada pemberian gambaran secara objektif tentang keadaan sebenarnya dari objek yang diselidiki. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti akan memperoleh informasi atau data yang lebih mendalam mengenai bagaimana sebenarnya proses mediasi yang dilakukan oleh tim mediasi dalam penyelesaian konflik pertanahan yang terjadi antara PT.Nusa Pusaka Kencana Bahilang dengan masyarakat Desa Penggalian (Kelompok Tani Reformasi Karya Sejati) di Kabupaten Serdang Bedagai.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang Kabupaten Serdang Bedagai. Alasan peneliti memilih lokasi ini karena pada PT.Nusa Pusaka Kencana terdapat kasus konflik pertanahan milik PT. Nusa


(16)

Pusaka Kencana Bahilang dengan masyarakat dari Desa Penggalian (Kelompok Tani Reformasi Karya Sejati) yang memicu konflik sosial antara pihak perusahaan dan masyarakat sehingga dilakukan usaha untuk menyelesaikan konflik tersebut dengan jalur mediasi oleh pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai dan peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana proses mediasi yang dilakukan oleh tim mediasi tersebut berjalan dalam penyelesaian konflik pertanahan.

3.3 Unit Analisis dan Informan

3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah hal-hal yang diperhitungkan menjadi subjek penelitian keseluruhan unsur yang menjadi fokus penelitian (Bungin, 2007). Dalam penelitian ini, yang menjadi unit analisisnya atau objek kajiannya adalah perwakilan masyarakat desa Bahilang yang ikut dalam proses mediasi dengan PT. Nusa Pusaka Kencana, perwakilan PT. Nusa Pusaka Kencana yang ikut dalam proses mediasi, dan ketua tim mediasi yang dibentuk oleh pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai dalam penyelesaian konflik pertanahan tersebut.

3.3.2 Informan

Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian (Bungin, 2007:76). Adapun yang menjadi informan sebagai sumber informasi bagi peneliti adalah:

1. Ketua Tim Mediasi Kabupaten Serdang Bedagai, 1 orang.


(17)

3. Ketua Kelompok Tani Menggugat Kabupaten Serdang Bedagai, 1 orang.

4. Masyarakat Desa Penggalian, 3 orang.

5. Pihak perusahaan PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang, 2 orang.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam proses pengumpulan data, peneliti akan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data agar nanti mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

3.4.1 Data Primer

Data Primer adalah data yang didapatkan secara langsung dari obyek penelitian pada saat penelitian dilakukan melalui observasi dan wawancara. Observasi yaitu pengamatan oleh peneliti baik secara langsung ataupun tidak langsung. Metode observasi langsung dilakukan melalui pengamatan gejala-gejala yang tampak pada obyek penelitian pada saat peristiwa sedang berlangsung (Nawawi, 2006). Metode observasi langsung ini dilakukan jika informan tidak dapat menjelaskan mengenai tindakan yang ia lakukan atau karena ia tidak ingin menjelaskan mengenai tindakannya. Oleh karena itu data dari metode observasi langsung diharapkan dapat menjadi penunjang data dari metode wawancara. Adapun yang akan dilihat pada observasi adalah tempat-tempat yang digunakan selama proses mediasi berlangsung.

Wawancara merupakan salah satu metode yang penting untuk memperoleh data di lapangan. Teknik wawancara adalah teknik yang dilakukan dengan


(18)

percakapan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam dengan teknik wawancara terstruktur dimana draft pertanyaan telah disiapkan oleh peneliti sebagai pedoman untuk proses mewawancarai informan. Draft pertanyaan tersebut disiapkan dengan tujuan agar pertanyaan yang akan ditanyakan terstruktur dan agar peneliti tidak lupa dengan apa yang harusnya ditanyakan kembali. Dalam proses wawancara tersebut peneliti akan menggunakan alat bantu berupa perekam suara untuk membantu peneliti dalam mendapatkan hasil wawancara.

3.4 2 Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang berkaitan dengan objek penelitian namun bukan dari penelitian di lapangan. Data sekunder dalam penelitian ini dapat diperoleh dari studi kepustakaan yakni dengan mencari data dari artikel, surat kabar, tabloid, buku, internet, ataupun sumber lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan pencatatan dokumen, yaitu dengan mengumpulkan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan dan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari buku-buku referensi, dokumen, majalah dan jurnal.

Data sekunder lainnya berasal dari penelusuran data online yang merupakan tata cara melakukan penelusuran data melalui media online seperti internet atau media jaringan lainnya yang menyediakan fasilitas online. Informasi


(19)

online yang berupa data maupun informasi teori, secepat atau semudah mungkin dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis (Bungin, 2007).

3.5 Interpretasi Data

Interpretasi data merupakan suatu tahap pengelolaan data, baik itu data primer dan data sekunder yang telah didapatkan dari catatan lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data melalui hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi. Semua data akan dianalisis dengan pengolahan dan penafsiran data yang diperoleh dari setiap informasi baik pengamatan, wawancara atau catatan lapangan lainnya yang kemudian ditelaah dan dipelajari. Langkah selanjutnya adalah melakukan reduksi data dengan cara abstraksi. Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian dan penyederhanaan data kasar yang muncul dari catatan-catatan lapangan, dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan memudahkan peneliti untuk mengumpulkan data selanjutnya sesuai dengan masalah penelitian. Abstraksi merupakan rangkuman yang terperinci dan merujuk pada inti temuan data dengan cara menelaah pernyataan-pernyataan yang diperlukan agar tetap berada pada fokus penelitian. Data kemudian disusun dan dikategorisasikan berdasarkan masalah yang berhubungan dengan konteks penelitian serta diinterpretasikan secara kualitatif sesuasi dengan metode penelitian yang digunakan.


(20)

3.6Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini mencakup kemampuan dan pengalaman peneliti untuk melakukan penelitian ilmiah. Terkait dengan keterbatasan waktu terutama pada informan membuat peneliti harus membuat jadwal pertemuan. Terlepas dari kendala diatas peneliti menyadari keterbatasan dalam proses penelitian yang dilakukan. Meskipun demikian peneliti berusaha untuk melakukan penelitian semaksimal mungkin agar mendapatkan hasil yang akurat.


(21)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Profil PT.Nusa Pusaka Kencana Bahilang

PT. Nusa Pusaka Kencana adalah perusahaan swasta nasional yang berkedudukan di Medan dan mengelola perkebunan kelapa sawit di areal kebun seluas 1.018,7 ha berdasarkan Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 1 di Desa Bahilang Kecamatan Tebing Syahbandar Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara (dahulu sebelum terbentuknya Kabupaten Serdang Bedagai dikenal sebagai Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Deli Serdang).

Perusahaan ini diberi nama “Perseroan Terbatas Nusa Pusaka Kencana”

berdasarkan Akta Pendirian Nomor 61 tanggal 19 Desember 1983 yang dibuat di hadapan Chairani Bustami, Sarjana Hukum, Notaris di Medan, dan telah mendapatkan pengesahan Menteri Kehakiman Republik Indonesia tertanggal 11 April 1984 dengan nomor C2-2214-HT.01.01 TH.84.

Selanjutnya akta pendirian ini telah mengalami beberapa kali perubahan Akta perubahan terakhir kali adalah melalui Akta Pernyataan Keputusan Para Pemegang Saham Nomor 170 tertanggal 28 April 2008 yang dibuat di hadapan Linda Herawati Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta yang mana Akta perubahan ini telah memperoleh persetujuan Menteri Kehakiman Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan hak Asasi Manusia tertanggal 26 Februari 2009 dengan nomor : AHU-05 250.AH-01.02 Tahun 2009.


(22)

Perusahaan Perseroan Terbatas PT. Nusa Pusaka Kencana juga merupakan PMDN PT. Nusa Pusaka Kencana telah memperoleh izin UsahaTetap dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berdasarkan Keputusan Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 634/T/Pertanian/1997 tertanggal 23 Desember 1997.

4.1.1 Corporate Social Responsibility (CSR)

Sesuai dengan Program Pemerintah dan Ketentuan Perundangan yang berlaku PT Nusa Pusaka Kencana sejak tahun 2008 telah melaksanakan kewajiban perusahaan kepada masyarakat yaitu program CSR. Program CSR adalah program tanggung jawab sosial perusahaan yang dilaksanakan untuk mengurangi kemiskinan masyarakat di sekitar kebun perusahaan dan hal ini merupakan kewajiban perusahaan yang dilaksanakan berdasarkan pendekatan dan tujuan strategis jangka panjang.

Program CSR terbagi dalam 4 pilar utama yaitu pendidikan, ekonomi, kesehatan dan program bersifat karitatif. Keempat pilar program dilaksanakan di sekitar kebun PT Nusa Pusaka Kencana dengan memperhatikan kebutuhan dan kondisi sosial, ekonomi dan budaya setempat. Program juga bersinergi dengan stake holder terkait seperti pemerintah pusat maupun daerah. Dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat dan bersinergi dengan stakeholder, program-program CSR diharapkan dapat berkesinambungan dan berdampak positif baik bagi masyarakat maupun perusahaan. Adapun program CSR yang telah dilakukan perusahaan selama ini di antaranya adalah:


(23)

Program pendidikan dilaksanakan berkolaborasi dengan Tanoto Foundation melalui program:

1. Renovasi Sekolah yaitu telah dilakukan di beberapa sekolah antara lain di bulan Oktober tahun 2008. Bantuan Rehap Gedung Sekolah SD Desa Penggalian, Bulan November 2010 Bantuan Rehab Gedung Sekolah SD Desa Bahilang.

2. Pelita Pusaka, yaitu memberikan pelatihan kepada para guru tentang Pengelolaan perpustakaan sekolah, memberikan bantuan buku-buku bacaan dan pemanfaatan ruang untuk perpustakaan sekolah telah dilakukan di SDN 105437 Bahilang, SDN 165717 Pdg Hulu, SDN 162091 Tualang, SDN 104322 Penggalian, dan SLB Pdg Hulu.

3. Pelatihan Guru, yakni memberikan pelatihan bagi para guru di sekitar operasional perusahaan untuk meningkatkan motivasi dan teknik mengajar para guru, sehingga proses belajar-mengajar menjadi lebih menyenangkan dan disukai oleh murid-murid.

4. Pelatihan Pengelolaan Sampah (Reduce, Reuse, & Recycle) diberikan kepada para guru sehingga guru-guru dapat melatih siswanya untuk dapat melakukan pengelolaan sampah dan pemanfaatannya. Untuk melengkapi program ini juga diberikan bantuan alat-alat kebersihan sekolah yaitu: tong – tong sampah dan pohon – pohon untuk ditanam di sekitar sekolah, sehingga sekolah tersebut bukan saja menjadi bersih, namun juga menjadi asri, bantuan ini dilakukan di SDN 105437 Bahilang, SDN 165717 Pdg Hulu, SDN 162091 Tualang, SDN 104322 Penggalian, SLB Pdg Hulu.


(24)

Program Perekonomian, karena wilayah ini terletak di Desa Bahilang dimana penduduknya banyak melakukan budidaya ikan mas. Oleh karena itu perusahaan melakukan program CSR berupa pengguliran bibit dan pakan ikan untuk kelompok pekolam ikan yang berada di desa tersebut. Budidaya ikan mas dilakukan di Desa Penggalian, Kecamatan Tebing Syahbandar, Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2009 hingga tahun 2011 dengan jumlah awal anggota kelompok 17 Kepala Keluarga dan hingga tahun 2011 berkembang anggotanya menjadi 27 Kepala Keluarga. Budidaya ikan mas ini dilakukan dengan sistem perguliran biaya modal, dimana setiap anggota yang sudah melakukan panen 4 kali akan memberikan modalnya kepada anggota lain yang belum dapat modal.

Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam program ini adalah pertemuan kelompok rutin tiap bulan, monitoring rutin, dan penyuluhan yang melibatkan Dinas Perikanan Serdang Bedagai. Selain itu, untuk hari besar keagamaan, perusahaan juga memberikan bantuan Hari Besar Keagamaan Lebaran / Natal untuk kaum Dhuafa. Hal ini merupakan kegiatan rutin yang sudah dilakukan perusahaan bertahun-tahun. Adapun paket yang dibagikan berupa sarung, gula pasir, roti, dan sirup. Paket ini diberikan kepada masyarakat sekitar kebun PT. Nusa Pusaka Kencana dimana banyaknya paket ± 160 paket (disesuikan dengan jumlah yang ada). Selain dari bantuan tersebut di atas PT NPK juga turut berpartisipasi untuk pelaksanaan kegiatan MTQ di Kabupaten Serdang Bedagai ataupun kegiatan keagamaan.


(25)

4.2 Profil Desa Penggalian

4.2.1 Sejarah Singkat Desa Penggalian

Menurut sejarah asal kata penggalian diambil dari penggalian emas. Jauh sebelum kemerdekaan RI, menurut bangsa Jepang di Desa ini terdapat tempat-tempat penyimpanan emas yang tidak diketahui dimana letaknya yang pasti. Lalu oleh masyarakat setempat yang mayoritas adalah suku batak simalungun dinamai lah desa tersebut menjadi Desa Penggalian. Masyarakat menganggap bahwa penggalian emas yang dilakukan berulang-ulang tersebut memiliki nilai historis tersendiri dan merupakan ciri khas dari desa tersebut.

Pada tahun 1980 Jepang pernah kembali lagi untuk melakukan pencarian emas tersebut dan memfokuskan penggalian pada satu titik namun tetap tidak menemukan apapun. Desa Penggalian adalah desa yang berada di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai, tepatnya di Kecamatan Tebing Syahbandar. Sejak Indonesia merdeka tahun 1945, Desa Penggalian silih berganti dipimpin oleh Kepala Kampung dan Kepala Desa. Adapun Kepala Kampung dan Kepala Desa yang pernah memimpin Desa Penggalian adalah:

1. Penghulu Tamat Saragih (1930-1941)

2. Tuan Garung dan Tuan Jahamti (1941-1949)

3. Usup Sinaga (1949-1952)

4. Abdul Rahman Damanik (1952-1963)


(26)

6. Ahmadsyah Saragih (1964-1992)

7. Railam Damanik (1992-1994)

8. Ridwan Damanik (1994-2008)

9. Rosminto SP (2008-2015)

Karena masa jabatan Kepala Desa Pak Rosminto SP telah habis, maka pada bulan April 2015 Pak Syamsul Budiman Damanik selaku Sekretaris Desa dilantik menjadi Penjabat Kepala Desa Penggalian sekarang.

4.2.2 Kondisi Geografis

a. Luas Wilayah

Luas Desa Penggalian adalah 784 Ha dengan jumlah 1144 Kepala Keluarga atau 3724 jiwa. Desa Penggalian terletak 62 meter diatas permukaan laut dengan suhu 30 derajat celcius.

Adapun rincian luas wilayah Desa Penggalian:

- Pemukiman : 40 Ha

- Tegal/Ladang : 39 Ha

- Perkebunan Rakyat : 430 Ha

- Sekolah dan Perkantoran : 0,5 Ha

- Perkuburan : 5,5 Ha


(27)

- Lain- lain : 21 Ha

b. Batas Desa

Desa Penggalian merupakan Desa yang dikelilingi oleh perkebunan-perkebunan milik swasta, adapun batas-batas Desa Penggalian sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Perkebunan NPK Bahilang dan Paya Pinang.

- Sebelah Timur berbatasan dengan Perkebunan Paya Pinang dan Desa -Kota Pinang.

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Perkebunan Sibulan.

- Sebelah Barat berbatasan dengan Perkebunan NPK Bahilang dan Pabat.

4.2.3 Kondisi Demografi

a. Jumlah Penduduk

Masyarakat Desa Penggalian terdiri dari berbagai etnis/suku, yaitu Suku Batak, Melayu, Jawa, Minang, Tionghoa, dll. Pada tahun 2012 Desa Penggalian berpenduduk 3171 jiwa dengan 840 KK, pada tahun 2013 berpenduduk 3158 jiwa dengan 850 KK, dan pada tahun 2014 berpenduduk 3744 jiwa. Desa Penggalian terdiri dari 9 dusun. Adapun rincian penduduk berdasarkan suku/etnis di Desa Penggalian dapat dilihat pada tabel berikut:


(28)

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku Tahun 2014

No. Dusun Etnis/Suku Jumlah

Melayu Batak Jawa Minang Tionghoa dll

1. Dusun I 39 183 522 22 - -

2. Dusun II 22 238 241 12 - -

3. Dusun III 30 9 245 - - -

4. Dusun IV 38 103 319 - 6 -

5. Dusun V 10 4 139 - - -

6. Dusun VI 30 115 298 - - -

7. Dusun VII 21 83 503 13 - 7

8. Dusun VIII 14 16 201 15 - -

9. Dusun IX - 6 240 - - -

Jumlah 204 757 2708 62 6 7 3744


(29)

4.2.4 Sarana dan Prasarana Desa Penggalian

a. Sarana Pendidikan

Tabel 4.2 Sarana Pendidikan

No. Dusun TK/PAUD SD SMP/MTs SMA

1. Dusun I 1 2 1 -

2. Dusun II - - - -

3. Dusun III - - - -

4. Dusun IV 1 1 - -

5. Dusun V - - - -

6. Dusun VI 1 - - -

7. Dusun VII - - - -

8. Dusun VIII - - - -

9 Dusun IX - - - -

Jumlah 3 3 1 0

Sumber: Expose Desa Penggalian, 2014.

Berdasarkan data tabel 4.2 di atas, sarana pendidikan di Desa Penggalian masih sangat minim. Hal ini dapat dilihat dari beberapa dusun yang sama sekali tidak memiliki bangunan sekolah, di desa ini juga hanya memiliki satu bangunan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan tidak memiliki bangunan Sekolah Menengah Atas (SMA) sehingga untuk melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya masyarakat harus mencari sekolah yang berada di luar Desa Penggalian.


(30)

b. Sarana Keagamaan

Desa Penggalian adalah desa dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Data statistik Desa Penggalian menyatakan bahwa 3304 jiwa bergama Islam, 404 jiwa beragama Kristen, 6 jiwa beragama Budha, dan 7 jiwa beragama Hindu. Dalam menjalankan kegiatan beribadah, masyarakat Desa Penggalian didukung beberapa bangunan rumah ibadah yang ada di desa tersebut.

Tabel 4.3 Sarana Keagamaan

No. Dusun Masjid Musholla Gereja Vihara Pura

1. Dusun I 1 - - - -

2. Dusun II 1 - 2 - -

3. Dusun III 1 1 - - -

4. Dusun IV 1 1 - - -

5. Dusun V - 2 - - -

6. Dusun VI 1 1 - - -

7. Dusun VII 1 1 - - -

8. Dusun VIII 1 1 - - -

9. Dusun IX 1 1 - - -

Jumlah 8 8 2 0 0

Sumber: Monografi Kantor Kepala Desa Penggalian, 2014.

Berdasarkan data tabel 4.3 sarana kegamaan untuk agama mayoritas di desa ini sudah cukup memadai, hal tersebut dapat dilihat bahwa di setiap dusun sudah ada bangunan masjid ataupun musholla. Untuk masyarakat yang beragama Kristen juga terdapat bangunan gereja di Dusun II, sementara untuk masyarakat yang beragama Hindu dan Budha belum tersedia bangunan rumah ibadah


(31)

sehingga untuk beribadah masyarakat harus mencari rumah ibadah yang berada di luar Desa Penggalian.

4.2.5 Struktur Organisasi Pemerintahan

Struktur pemerintahan Desa Penggalian terdiri dari Kepala Desa dan seluruh perangkatnya, adapun perangkat desa tersebut Sekretaris Desa, Kepala Urusan Pemerintahan, Kepala Urusan Pembangunan, Kepala Urusan Umum dan Kepala Dusun. Adapun struktur pemerintahan Desa Penggalian dapat dilihat pada bagan berikut:

Gambar 1

Bagan Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Penggalian

KEPALA DESA

SEKRETARIS DESA

Kepala Urusan Pemerintahan

Kepala Urusan Pembangunan

Kepala Urusan Umum

Ka. Dus V

Ka. Dus VII Ka. Dus VIII Ka. Dus IX Ka. Dus VI

Ka. Dus IV

Ka. Dus III Ka. Dus II


(32)

4.3 Profil Informan

1. Nama : Rudy

Umur : 58 Tahun

Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Alamat : Jl. Tuasan Medan

Pak Rudy merupakan salah satu tim mediasi yang menangani konflik antara PT.NPK dengan masyarakat Desa Penggalian. Beliau sudah bertugas di Kabupaten Serdang Bedagai selama 10 tahun sejak terbentuknya Kabupaten Serdang Bedagai. Saat ini beliau menjabat sebagai Staff Ahli Bupati bidang hukum dan politik. Pada tahun 2012 saat surat keputusan bupati tentang pembentukan tim mediasi dan susunan tim mediasi dikeluarkan, beliau menjabat sebagai Asisten Pemerintahan Umum dan berperan sebagai Ketua Tim Mediasi.

Beliau merupakan salah satu informan kunci dalam penelitian tersebut karena peran beliau sebagai ketua tim mediasi dalam penanganan konflik pertanahan yang terjadi antara PT.NPK dan masyarakat Desa Penggalian. Dalam menjalankan proses mediasi beliau mengaku sudah melakukannya semaksimal mungkin dan bersikap netral tanpa memihak salah satu pihak yang berkonflik. Beliau juga pernah mendapat ancaman dari beberapa pihak melalui telepon ataupun sms tetapi beliau menyikapinya dengan tenang dan wajar namun tetap berpedoman pada prinsip netral.


(33)

2. Nama : Hanafi

Umur : 52 Tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Alamat : Medan

Pak Hanafi adalah salah satu anggota tim mediasi yang ikut dalam proses mediasi antara masyarakat Desa Penggalian dengan PT.Nusa Pusaka Kencana. Pak Hanafi menjabat sebagai Kepala Subbagian Pertanahan dan Perbatasan Pada Bagian Pemerintahan dan Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. Juga berkedudukan sebagai anggota di dalam susunan tim mediasi.

Dalam menjalankan perannya sebagai anggota mediasi, beliau mengaku tidak banyak berbicara di dalam forum. Kehadiran beliau pada setiap proses mediasi hanya sebagai saksi dalam mediasi dan berbicara seperlunya saja. Sebagai anggota mediasi beliau juga mengaku tidak pernah melakukan pertemuan diluar forum mediasi dengan salah satu dari kedua belah pihak berkonflik dan tidak ada mendapatkan ancaman atau intimidasi dari pihak manapun.

3. Nama : Chairin

Umur : 40 Tahun

Agama : Islam


(34)

Alamat : Jl. Pancing Medan

Pak Chairin adalah Kepala Bagian Pemerintahan dan Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten Serdang Bedagai, beliau juga berkedudukan sebagai sekretaris tim mediasi. Dalam menjalankan perannya sebagai skretaris tim mediasi, beliau lebih banyak bertindak sebagai notulen di setiap pertemuan. Beliau hanya menerima arahan dari ketua tim mediasi untuk melakukan apa-apa saja yang diperlukan. Sebagai sekretaris tim mediasi beliau merasa bahwa usaha yang mereka lakukan untuk menemukan kata sepakat bagi kedua belah pihak yang berkonflik sudah maksimal, hanya saja hal tersebut selalu terbentur dengan bukti-bukti yang dimiliki oleh masyarakat menurut mereka tidak sah dan masyarakat yang gampang tersulut emosi.

4. Nama : Irwansyah Damanik

Umur : 41 Tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Dusun 1 Desa Penggalian

Pak Irwansyah adalah salah satu pengurus Kelompok Tani Reformasi Karya Sejati Desa Penggalian yang menjabat sebagai sekretaris. Beliau dan keluarga sudah tinggal di Desa Penggalian selama. Dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, mereka memiliki usaha kedai yang menjual bahan-bahan makanan dan sayur mayur, kedai ini dijalankan oleh istri beliau. Kelompok Tani Reformasi Karya Sejati tersebut adalah perwakilan dari seluruh masyarakat Desa


(35)

Penggalian yang mengklaim bahwa ada hak atas tanah yang seharusnya di distribusikan kepada mereka tetapi masih diduduki oleh pihak perusahaan. Meskipun berlatar belakang pendidikan SD (Sekolah Dasar), beliau sangat baik dalam cara berkomunikasi dan menceritakan setiap kejadian yang telah mereka alami dengan jelas.

Pada saat melakukan aksi-aksi protes (demonstrasi) ke Kantor Bupati Serdang Bedagai, Pak Irwansyah bertugas sebagai Koordinator Lapangan. Dalam menjalankan aksi-aksi protes mereka, beliau mengaku kerap kali mendapatkan intimidasi dari pihak yang berwajib dan juga pernah mendapatkan ancaman akan diculik jika mereka masih meributkan tentang perebutan lahan tersebut. Menurut beliau setelah proses mediasi dilakukan, kondisi sosial antara masyarakat desa dengan pihak perusahaan berjalan seperti biasa saja dan tidak ada permusuhan.

5. Nama : Wendi Hutabarat

Umur : 40 Tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Desa Naga Siangan

Pak Wendi Hutabarat adalah Ketua dari Kelompok Tani Menggugat (KTM) Serdang Bedagai. KTM ini sendiri sudah berjalan selama 4 tahun, KTM dibentuk untuk menjadi wadah bagi seluruh kelompok tani yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai dalam menuntut hak-hak mereka. Menurut Pak Wendi, tercetusnya ide untuk membentuk KTM tersebut karena banyaknya kasus


(36)

pertanahan yang terjadi antara masyarakat dengan perusahaan swasta maupun BUMN di Serdang Bedagai, tercatat ada 18 kasus pertanahan. Dan dari keseluruhan kasus, menurut beliau kasus antara masyarakat Desa Penggalian dengan PT. NPK tersebut adalah kasus yang paling menarik dikarenakan masyarakatnya mempunyai bukti dengan alas hukum yang sah.

Pak Wendi adalah orang yang berperan aktif (koordinator) dalam aksi-aksi protes yang dilakukan oleh kelompok tani di Kabupaten Serdang Bedagai. Dalam proses mediasi yang dilakukan antara PT.NPK dengan masyarakat Desa Penggalian, beliau juga cukup aktif dalam menjawab setiap pertanyaan yang diajukan dalam forum. Karena kedudukan beliau sebagai Ketua Kelompok Tani Menggugat (KTM), beliau dituntut untuk menguasai perkara yang sedang mereka perjuangkan.

6. Nama : Syahrin Damanik

Umur : 38 Tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Dusun I Desa Penggalian

Pak Syahrin Damanik adalah salah satu masyarakat Desa Penggalian yang ikut dalam proses mediasi. Beliau sudah tinggal di desa ini sejak lahir, pendidikan terakhir beliau adalah SMP. Dalam proses mediasi, beliau hanya berperan sebagai anggota masyarakat dan menjadi saksi. Beliau juga mengaku pernah tertangkap dan dipenjara oleh pihak kepolisian karena memasuki lahan yang sedang


(37)

diperkarakan, menurut penuturan beliau pada saat itu dia merasa terjebak karena tidak mengetahui adanya perjanjian yang mereka tandatangani bahwa masyarakat desa yang memasuki lahan tersebut akan dipenjarakan.

7. Nama : Syamsul Budiman

Umur : 40 Tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Alamat : Dusun I Desa Penggalian

Beliau adalah pelaksana tugas Kepala Desa Penggalian yang telah menjabat sejak bulan April 2015, meskipun baru menjabat sebagai kepala desa tetapi beliau pernah menghadiri proses mediasi terakhir yang dilakukan pada bulan Mei 2015 di Kantor Polsek Tebing Tinggi. Meskipun baru satu kali menghadiri proses mediasi, beliau tetap mengetahui perkembangan kasus tersebut. Berbeda dengan kepala desa sebelumnya yang tidak pernah menghadiri proses mediasi sama sekali. Menurut Pak Syamsul, mediasi yang telah dilakukan beberapa kali antara PT.NPK dengan masyarakat Desa Penggalian berjalan begitu-begitu saja tanpa ada hasil yang jelas.

8. Nama : Supriadi

Umur : 55 Tahun

Agama : Islam


(38)

Alamat : Medan

Pak Supriadi adalah karyawan PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang yang berkantor di Medan yaitu di gedung Uniland. Beliau turut hadir dalam proses mediasi sebagai anggota dari perusahaan, dan sering mendapatkan kesempatan untuk berbicara di dalam forum. Kehadiran beliau dalam setiap forum mediasi adalah juga sebagai perpanjangan tangan Direktur Perusahaan PT.NPK yang didampingi juga oleh kuasa hukum perusahaan.

Pada saat mengetahui adanya tuntutan masyarakat yang menganggap bahwa ada lahan mereka yang diduduki oleh perusahaan, pihak perusahaan mengaku terkejut dan terusik akan hal tersebut karena mereka merasa tuntutan tersebut tidak beralasan. Dan sampai pada proses mediasi yang dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan konflik, beliau mengaku sudah memberikan bukti-bukti yang sah bahwa perusahaan tidak pernah menduduki lahan diluar HGU yang diberikan pemerintah. Beliau juga mengaku tidak pernah melakukan pertemuan dengan tim mediasi untuk meminta bantuan agar membela mereka pada proses mediasi, sehingga hubungan komunikasi yang terjalin dengan tim mediasi hanya selama berada di forum mediasi.

9. Nama : Rita

Umur : 50 Tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Manajer PT.NPK


(39)

Ibu Rita adalah Manajer Perkebunan PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang yang sehari-harinya berkantor di Perkebunan Desa Bahilang, Kabupaten Serdang Bedagai. Ibu Rita sudah menjadi manajer perkebunan selama 2 tahun terakhir. Dalam menjalankan perannya sebagai manajer perusahaan, beliau mengaku selalu berusaha untuk menjaga keharmonisan antara perusahaan dengan masyarakat desa yang berbatasan langsung dengan lokasi perkebunan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya program CSR perusahaan yaitu program tanggung jawab sosial perusahaan yang dilaksanakan untuk mengurangi kemiskinan masyarakat di sekitar kebun perusahaan dan hal ini merupakan kewajiban perusahaan yang dilaksanakan berdasarkan pendekatan dan tujuan strategis jangka panjang.

4.4 Intepretasi data

4.4.1 Kronologi Konflik

Konflik yang terjadi antara PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang (NPK) dengan masyarakat Desa Penggalian adalah konflik tanah dimana ada suatu perbedaan pendapat tentang status kepemilikan lahan seluas 286 Ha yang menurut masyarakat tanah/lahan tersebut adalah tanah rakyat yang dikuasai oleh pihak PT. NPK. Konflik berawal dari adanya laporan masyarakat kepada Gubernur Sumatera Utara tentang penguasaan tanah (lahan) milik masyarakat Desa Penggalian oleh PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang, menanggapi hal tersebut pada tanggal 1 April 2004 Gubernur Sumatera Utara menyurati pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai untuk meneliti laporan masyarakat tersebut.

Menurut masyarakat Desa Penggalian, pada tahun 1960 di desa tersebut terdapat perkebunan Belanda bernama PT. Horison Estate dan pada saat itu


(40)

masyarakat tidak pernah diusik oleh pihak perkebunan, masyarakat juga mendapatkan surat KPRT dari Asisten Wedana Kecamatan Tebing Tinggi. Kemudian perkebunan diambil alih oleh Dwi Kora II dan pada tahun 1961 beralih lagi ke PT. Oriental Hapinis. Pada tahun 1965 bertepatan dengan pemberontakan PKI dan berlanjut pada penumpasan PKI, PT.Oriental Hapinis mengusir masyarakat dari daerah perkebunan dengan alasan masyarakat terlibat dengan PKI. Kemudian lahan-lahan yang ditinggalkan masyarakat ditanami pohon jati oleh PT. Oriental Hapinis. Pada tahun 1985 PT. Oriental Hapinis mengalami pailit, lalu beralih ke PT. Nusa Pusaka Kencana. Hal senada juga disampaikan oleh informan Pak Irwansyah

“Sebenarnya awal mula perampasan tanah masyarakat itu oleh PT.Hapinis, sesudah Hapinis pailit maka diganti sama PT.NPK. Di masa NPK mereka tidak mengakui bahwasanya ada lahan masyarakat yang masih disitu, padahal kami punya data yang akurat dan bahkan kami masih punya saksi-saksi hidup.”

Latar belakang tuntutan masyarakat kepada PT.NPK juga sudah sangat jelas bahwa mereka menginginkan pengembalian lahan-lahan masyarakat yang dirampas oleh perusahaan terdahulu. Masyarakat juga menuntut bukan tanpa alasan, mereka berpegang pada alas hak yang mereka miliki seperti Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : SK.178/DJA/1986 tertanggal 17 Mei 1986 yang mengamanahkan kepada Camat Tebing Tinggi (sekarang Kecamatan Tebing Syahbandar) agar tanah seluas 286 Ha yang menjadi objek Landreform harus didistribusikan kepada masyarakat.

“Disamping kami punya data dari masyarakat, kami juga punya data dari pemerintah. Terutama ya, dari Menteri Dalam Negeri yang mengeluarkan SK bahwasanya ada lahan masyarakat di Perkebunan Bahilang seluas


(41)

286 Ha itu harus dikembalikan kepada masyarakat. Kemudian Mendagri memerintahkan kepada waktu itu kami kan masih Deli Serdang, sekarang jadi Serdang Bedagai, agar pemerintah Deli Serdang segera mendistribusikan tanah masyarakat tersebut bekerja sama dengan camat ataupun kepala desa. Tapi ya sampai sekarang begini saja tidak ada pembagian.”

Dari beberapa pernyataan di atas dapat dilihat bahwa masyarakat sangat berharap tanah objek Landreform tersebut segera didistribusikan oleh pemerintah karena sudah ada arahan dari Mendagri. Namun hal tidak senada diberikan oleh pihak perusahaan, mereka beranggapan bahwa lahan yang dituntut oleh masyarakat tersebut berada di luar HGU (Hak Guna Usaha) yang diberikan kepada mereka.

PT. Nusa Pusaka Kencana menginginkan dalam menjalankan aktifitas perusahaan adanya suasana yang aman dan tenteram di dalam maupun di luar lingkungan perusahaan. Untuk itu, perusahaan yang berinvestasi di bidang usaha perkebunan ini mendambakan jaminan kepastian hukum. Di tengah perjalanan perusahaan, PT. Nusa Pusaka Kencana yang semula sudah nyaman menjalankan usaha perkebunan di atas areal HGU yang diperoleh dari Pemerintah R.I melalui proses dan prosedur yang berlaku yaitu HGU Nomor 1 Bahilang seluas 1.018,74 Ha, tiba-tiba merasa terusik dengan adanya sekelompok masyarakat yang mengaku dari Desa Penggalian (dan terakhir menggunakan nama Kelompok Tani Reformasi Karya Sejati) mengklaim bahwa ada tanah (lahan) masyarakat seluas 286 Ha yang dikuasai oleh PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang. Seperti terlihat pada kutipan wawancara dengan Pak Supriadi dari pihak perkebunan:

“Klaim ini tentunya sangat mengagetkan kami, karena sesungguhnya perusahaan kami hanya menguasai dan mengusahai lahan seluas yang diberikan Pemerintah R.I dalam HGU.”


(42)

Permasalahan tersebut semakin memanas karena masyarakat merasa tuntutan mereka tidak ditanggapi dengan baik, kemudian mereka menduduki lahan di dalam perkebunan secara paksa dan melarang pihak perkebunan untuk memanen di areal klaim sampai masalah tersebut selesai. Bentrokan fisik antara masyarakat dan pihak perusahaan hampir terjadi karena tenaga panen dari perusahaan hendak memanen hasil perkebunan, pada saat itu pihak perusahaan dikawal oleh pihak kepolisian demi mengantisipasi gangguan yang mungkin terjadi di lapangan.

“Pada saat itu hari sebelumnya kalo ga salah oktober 2013 kami dari perusahaan melakukan panen di lokasi klaim penggarap, saat itu tidak ada gangguan. Lalu hari berikutnya dilakukan lagi proses memanen, pada hari itulah kami mengalami gangguan dari masyarakat yang meneror tenaga kerja dengan membawa bambu runcing dan mendesak tenaga kerja tidak boleh memanen.”

Kemudian untuk menghindari resiko buruk, tenaga panen ditarik dan dipulangkan oleh pihak perusahaan. Situasi menjadi reda setelah datang anggota DPR-D Komisi A, Kabupaten Serdang Bedagai melakukan pertemuan kecil di lapangan dengan masyarakat dan pihak perusahaan dengan hasil bahwa akan dilakukan mediasi untuk membahas dan menyelesaikan konflik tersebut.


(43)

AKIBAT:

PERMASALAHAN:

AKAR:

Gambar 4.1: Pohon konflik pertanahan antara PT. Nusa Pusaka Kencana dengan Masyarakat Desa Penggalian

Jika dilihat secara kronologis, tanah mulai menjadi kendali dalam kekuasaan ketika dipegang oleh kalangan adat atau yang dikenal dengan feodalisme. Kemudian dalam feodalisme diteruskan ke dalam kendali kolonialisme. Selanjutnya pada masa periode kemerdekaan, tanah masuk dalam kendali negara. Periode pasar bebas, tanah berada di bawah kendali negara dan

Reclaiming

Lahan

Perkebunan

Bentrok antara masyarakat dan

perusahaan

Pendudukan lahan oleh masyarakat. Demonstrasi

SK Mendagri Perbedaan

Pendapat/Kepentingan

Intimidasi Kepolisian


(44)

pasar (kapitalisme). Dalam hal ini, kepemilikan tanah lebih didasarkan pada struktur kekuasaan (power).

Teori konflik yang dicetuskan oleh Dahrendorf (2011) dapat menjelaskan sengketa tanah dari aspek penggunaan otoritas yang bersifat dikotomis antara otoritas negara berhadapan dengan masyarakat, otoritas perusahaan berhadapan dengan masyarakat, kemudian otoritas militer berhadapan dengan masyarakat. Dan bila dilihat dalam hal ini otoritas negara berada dalam otoritas yang paling kuat, kemudian otoritas tersebut dapat terbagi ke perusahaan, militer, dan masyarakat yang berada pada posisi terakhir. Dahrendorf juga mengatakan bahwa setiap asosiasi pada dasarnya berusaha mempertahankan atau memperkuat posisi dominan. Dalam kasus yang terjadi antara Masyarakat Desa Penggalian dan PT. NPK, dapat dilihat bahwa masyarakat merasa pemerintah terlalu membela pihak perusahaan. Hal ini tampak karena masyarakat mengatakan bahwa tuntutan mereka agar pendistribusian lahan dilakukan, tetapi tidak juga dilaksanakan sehingga memicu konflik dan menimbulkan dugaan dari masyarakat bahwa pemerintah sengaja mengabaikan tuntutan mereka. Sehingga muncul inisiatif dari masyarakat untuk menduduki lahan untuk mencuri perhatian pemerintah dan pihak perusahaan.

4.4.2 Faktor-Faktor Penyebab Konflik

Secara umum proses terjadinya konflik pertanahan di beberapa daerah di Indonesia hampir sama, dimana faktor utamanya adalah adanya perbedaan kepentingan yang terjadi dalam masyarakat. Seperti yang diutarakan oleh Dahrendorf (2011) bahwa masyarakat terintegrasi karena adanya kelompok


(45)

bahwa kelas-kelas dianggap sebagai kelompok sosial yang mempunyai kepentingan sendiri dan bertentangan satu sama lain.

Dalam kasus antara PT.NPK dengan masyarakat Desa Penggalian ini, yang menjadi faktor utama terjadinya konflik adalah adanya perbedaan kepentingan. Perbedaan kepentingan yang dimaksud dalam hal ini adalah masyarakat yang menginginkan agar permasalahan mereka diselesaikan terlebih dahulu, sementara pihak perusahaan tidak ingin aktifitas perusahaannya terganggu dan mengalami kerugian akibat tidak dapat memanen hasil perkebunan dari lahan yang diduduki oleh masyarakat sampai masalah tersebut diselesaikan. Sehingga akibat dari adanya perbedaan kepentingan tersebut hampir terjadi bentrokan fisik antara masyarakat dengan pihak perusahaan.

Seperti yang diutarakan oleh Marx (2011) bahwa kelas-kelas sebagai kelompok sosial memiliki kepentingan sendiri dan bertentangan satu sama lain, masyarakat dalam kasus tersebut bersikeras dengan bukti-bukti yang mereka miliki untuk mendapatkan lahan di dalam areal perkebunan yang seharusnya dibagikan kepada masyarakat Desa Penggalian, sementara pihak perusahaan juga bersikeras bahwa lahan yang dituntut oleh masyarakat tersebut bukanlah tanggung jawab dari PT.NPK karena mereka hanya menjalankan dalam tanah HGU (Hak Guna Usaha) yang diberikan oleh pemerintah.

Menurut analisa penulis, faktor lain yang menyebabkan masyarakat untuk terus menuntut hak mereka tersebut adalah karena adanya faktor ekonomi. Tanah/lahan dalam hal ini dapat digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka, mengingat nilai ekonomis tanah yang sangat tinggi


(46)

sehingga memicu konflik bukan saja mengenai kepemilikan tanah tetapi juga menyangkut penguasaan areal untuk perkebunan. Masayarakat tetap bersikeras untuk mendapatkan lahan tersebut karena mereka memiliki keinginan untuk memanfaatkan lahan untuk kehidupan mereka yang lebih baik. Hal ini terlihat dari hasil wawancara dengan masyarakat Desa Penggalian yang mengatakan :

“Kalau saja pemerintah berbaik hati membantu kami membantu kami mendapatkan lahan, dibagi-bagikan merata, pasti keadaan kami ga akan seperti ini dan pasti jadi lebih baik. Lahan yang dibagi bisa kami manfaatkan untuk memenuhi kebutuhan. Mbak lihat saja, jalan di desa kami ini yang paling parah dan bisa dibilang kami seperti desa tertinggal.”

4.4.3 Kondisi Konflik Saat Ini

Kondisi konflik saat ini sudah tidak memanas lagi dan masyarakat juga sudah tidak menduduki lahan, hal ini karena sudah diadakannya beberapa kali pertemuan antara pihak yang berkonflik dengan tim mediasi dari pihak Pemerintah Kabupaten serdang Bedagai untuk menyelesaikan konflik pertanahan yang terjadi antara masyarakat Desa Penggalian dengan PT. Nusa Pusaka Kencana bahilang. Dalam kegiatan aktifitas sehari-hari juga antara masyarakat dengan pekerja perkebunan berjalan normal dan biasa saja, meskipun masyarakat tetap memperjuangkan hak mereka tapi dalam kehidupan sosial mereka tidak lagi mengalami ketegangan. Hal ini senada dengan pernyataan dari masyarakat desa yaitu Pak Syahrin yang diambil pada proses wawancara:

“Kalau kondisi sosial kami saat ini dengan pihak perusahaan ya biasa -biasa saja gitu, tidak ada istilah merasa saling bermusuhan karena ini. Apalagi kan letak desa kita berbatasan langsung dengan areal perkebunan NPK, jadi ya sama semua pekerja kebun kami sudah biasa-biasa saja tidak ada ketegangan. Cuma waktu konflik memanas tahun 2013 itu,


(47)

masyarakat hampir bentrok sama pekerja kebun karena mau panen bawa-bawa polisi.”

Dalam kondisi sosial antara masyarakat dengan pihak perusahaan memang sudah tidak ada lagi ketegangan, tetapi masyarakat masih akan tetap memperjuangkan tuntutan mereka. Dalam mediasi yang sudah berulang kali dilakukan masyarakat masih merasa tidak puas dan tidak mendapatkan hasil, oleh karena itu masyarakat masih berencana untuk mengambil langkah selanjutnya dengan melakukan aksi-aksi protes berikutnya. Seperti pernyataan dari masyarakat Desa Penggalian yang dikutip dari hasil wawancara:

“Kami memang terpaksa harus mengambil langkah selanjutnya, salah satu contoh yang masih kami rencanakan adalah kami akan mengepung instansi pemerintahan kecamatan karena dalam surat perintah Mendagri itu sudah jelas bahwa Camat diperintahkan untuk mendistribusikan lahan tapi sampai sekarang kami belum menerima dan Camat tidak terlihat mau membantu kami.”

Chang dalam Lubis (2014) mengungkapkan bahwa konflik sosial tidak hanya berakar pada ketidakpuasan batin, kecemburuan, iri hati, kebencian, masalah perut, masalah tanah, masalah tempat tinggal, masalah pekerjaan, masalah uang dan masalah kekuasaan. Namun menurutnya, emosi sesaat manusiapun bisa memicu terjadinya konflik sosial. Dari teori yang disampaikan oleh William Chang tersebut, dapat dilihat bahwa teori ini berkaitan dengan kasus yang terjadi antara masyarakat Desa Penggalian dengan PT.NPK. Dimana konflik yang terjadi berakar dari masalah tanah yang kemudian berlarut-larut sehingga sulit untuk menyelesaikannya.


(48)

4.5 Mediasi Oleh Pemerintah : Alternatif Penyelesaian Konflik

4.5.1 Pembentukan Tim Mediasi

Mengingat banyaknya kasus pertanahan yang terjadi di Kabupaten Serdang Bedagai maka pada tahun 2012 Bupati Serdang Bedagai mengeluarkan Surat Keputusan Bupati Serdang Bedagai momor 38/100/Tahun 2012 tentang Pembentukan Tim Mediasi Penanganan Sengketa Tanah Di Kabupaten Serdang Bedagai. Pembentukan tim mediasi tersebut dilakukan karena penanganan kasus-kasus pertanahan secara Non Yustisi (di luar jalur hukum) di Kabupaten Serdang Bedagai sangat diperlukan kesamaan sudut pandang dalam penanganannya. Pemerintah melakukan upaya memfasilitasi pihak-pihak yang berkonflik untuk mencari solusi penyelesaian konflik dan membentuk tim mediasi. Latar belakang pembentukan tim mediasi tersebut dapat dilihat juga dari pernyataan Ketua Tim Mediasi yaitu Pak Rudy dalam kutipan wawancara penelitian:

Latar belakangnya ya karena adanya beberapa kasus konflik pertanahan antara masyarakat ataupun kelompok tani dengan perusahaan perkebunan swasta dan BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Konflik ini sudah berlangsung relatif cukup lama tanpa ada penyelesaian karena masyarakat enggan mengajukan gugatan melalui jalur hukum karena merasa tidak mampu melawan perusahaan-perusahaan besar. Selama ini tidak ada jalur yang dianggap tepat untuk mempertemukan pihak masyarakat dan perusahaan melakukan suatu perundingan untuk mencari solusi, oleh karena ini pemerintah kabupaten berinisiatif membentuk tim mediasi yang dimaksudkan dapat memfasilitasi para pihak yang berkonflik dengan harapan dapat dicari solusinya di luar pengadilan”.

Dari pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa tujuan utama dibentuknya tim mediasi tersebut adalah untuk memfasilitasi para pihak yang berkonflik dan mencari solusi dari masalah yang dihadapi secara kekeluargaan. Penyelesaian


(49)

konflik di luar ranah hukum memang sangat diperlukan, mengingat masyarakat yang beranggapan bahwa untuk mengajukan kasus ke pengadilan akan memerlukan dana yang cukup besar dan masyarakat merasa tidak mampu untuk melawan perusahaan-perusahaan besar. Atas dasar inilah Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai berinisiatif membentuk tim mediasi penanganan masalah pertanahan sebagai alternatif penyelesaian masalah pertanahan di luar ranah hukum.

Dalam perekrutan anggota tim mediasi, pemerintah mengaku tidak memiliki kriteria khusus dalam perekrutan anggotanya karena anggota tim mediasi diambil berdasarkan tugas dan fungi atau kewenangan instansi-instansi yang terkait. Sekretariat Tim Mediasi Kabupaten Serdang Bedagai berkedudukan di Bagian Pemerintahan dan Kerjasama Setdakab Serdang Bedagai. Susunan anggota tim mediasi juga sudah tercantum dalam lampiran Surat Keputusan Bupati dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keputusan tersebut. Anggota tim mediasi tersebut melibatkan unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD) Kabupaten Serdang Bedagai. Adapun susunan tim mediasi penanganan sengketa tanah di Kabupaten Serdang Bedagai, adalah:

Pembina : 1.Bupati Serdang Bedagai.

2.Wakil Bupati Serdang Bedagai.

Pengarah : Sekretaris Daerah Kabupaten Serdang Bedagai.

Ketua : Asisten Pemerintahan Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Serdang Bedagai.


(50)

Wakil Ketua I : Asisten Administrasi Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Serdang Bedagai

Wakil Ketua II : Staf Ahli Bidang Hukum dan Politik Kabupaten Serdang Bedagai.

Sekretaris : Kepala Bagian Pemerintahan Dan Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten Serdang Bedagai.

Wakil Sekretaris : Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Serdang Bedagai.

Anggota : 1. Ketua Komisi A DPRD Serdang Bedagai.

2. Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Serdang Bedagai.

3. Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Serdang Bedagai.

4. Staf Ahli Bupati Bidang Pemerintahan Kabupaten Serdang Bedagai.

5. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Serdang Bedagai.

6. Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Serdang Bedagai.

7. Unsur Kepolisian Resort Kabupaten Serdang Bedagai.


(51)

8. Unsur Kepolisian Resort Kota Tebing Tinggi.

9. Unsur Dandim 0204 Deli Serdang.

10. Unsur Kejaksaan Negeri Sei Rampah.

11. Kepala Subbagian Fasilitasi dan Kerjasama Pada Bagian Pemerintahan dan Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten Serdang Bedagai.

12. Kepala Subbagian Perundang-undangan dan Dokumentasi Pada Bagian Hukum Setdakab Serdang Bedagai.

Staf Sekretariat : Seluruh Staf Bagian Pemerintahan Dan Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten Serdang Bedagai

Anggota Tim Mediasi seluruhnya berasal dari Pemerintah Kabupaten yang juga bekerjasama dengan instansi vertikal seperti BPN (Badan Pertanahan Negara), Kejaksaan, Kepolisian, dan Kodim yang keseluruhannya tergabung dalam Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD) bekerjasama untuk menjadi fasilitator antara pihak yang berkonflik untuk mencari solusi secara musyawarah dan mufakat.

Wawancara yang dilakukan dengan salah satu anggota tim mediasi Pak Hanafi mengatakan bahwa:

“Fungsi dari tim mediasi ini hanya untuk memfasilitasi perundingan atau pertemuan antara pihak yang berkonflik saja, oleh karena itu keterlibatan pihak profesional dalam hal ini dibawa oleh masing-masing pihak yang


(52)

berkonflik seperti pengacara, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) ataupun tenaga-tenaga teknis pengukur (ahli)”

Hal ini menunjukkan bahwa keterlibatan pihak independen ataupun profesional dalam proses mediasi hanyalah berasal dari pihak yang berkonflik, dalam tim mediasi tidak ada pihak independen dan hanya berasal dari elemen Pemerintah Kabupaten.

Pembentukan tim mediasi tersebut juga bersifat sukarela dan inisiatif dari pemerintah sendiri, hal ini dikarenakan beberapa kasus pertanahan yang terjadi di Kabupaten Serdang Bedagai belum bisa diselesaikan. Selain itu, kedua belah pihak yang berkonflik juga membutuhkan pihak ketiga untuk melakukan pertemuan dalam rangka menyelesaikan permasalahan. Maka dari itu untuk menghindari konflik yang sangat beresiko dan mengancam stabilitas serta kondusifitas pemerintahan, dibentuklah tim mediasi sebagai pihak ketiga yang akan memfasilitasi para pihak yang berkonflik untuk sama-sama berdiskusi dan menemukan titik temu dari permasalahan tersebut.

Berdasarkan mediator ditinjau dari segi power, ruang lingkup, dan jenis negosiator, mediasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu mediasi internal dan mediasi eksternal. Mediasi internal adalah mediasi yang mediatornya berasal dari golongan atau kalangan sejajar dengan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Sedangkan mediasi eksternal merupakan mediasi yang mediatornya berasal dari pihak-pihak yang lebih tinggi atau berada di luar ruang lingkup konflik. Menurut analisa penulis, mediasi yang dilakukan di Kabupaten Serdang Bedagai merupakan mediasi eksternal. Hal ini terlihat sangat jelas karena tim mediasi yang


(53)

berasal dari jajaran pemerintahan tersebut memiliki status dan jabatan tinggi dalam pemerintahan, sehingga tim mediasi tersebut memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari kedua belah pihak yang berkonflik.

4.5.2 Tahapan Mediasi

Sebelum memasuki proses mediasi yang akan dilakukan, tim mediasi lebih dulu membuat pertemuan internal dengan seluruh anggota untuk membahas langkah apa yang akan dilakukan pada proses mediasi. Dalam hasil wawancara dengan Ketua Tim Mediasi Kabupaten Serdang Bedagai Bapak Rudy disimpulkan bahwa tahapan yang dilakukan dalam proses mediasi tersebut adalah:

1. Memanggil para pihak yang berkonflik.

2. Mendengarkan kronologis konflik yang disampaikan masing-masing pihak.

3. Meminta para pihak untuk membawa bukti atau saksi.

4. Melakukan sosialisasi tentang hak kepemilikan tanah.

5. Memberikan solusi atau saran bagi pihak yang berkonflik.

Tahapan yang telah disusun oleh tim mediasi tersebut diharapkan dapat memberikan hasil yang terbaik para pihak yang berkonflik nantinya. Tahapan tersebut juga sama seperti yang disampaikan oleh Boulle (1996) yang membagi proses mediasi ke dalam tiga tahapan, yaitu:


(54)

1. Tahapan Persiapan

Dalam tahapan ini, para mediator mengadakan pertemuan internal untuk pembagian tugas kemudian melakukan pengumpulan informasi tentang masalah yang akan diangkat dan melakukan pertemuan awal dengan pihak yang berkonflik dengan kesepakatan untuk menempuh mediasi.

2. Tahapan Pertemuan Mediasi

Pada tahap ini, mediator mendengarkan penyampaian masalah dari para pihak lalu mengidentifikasi hal-hal yang disepakati dan melakukan pembahasan masalah-masalah. Pada tahap ini juga akan dilakukan pengambilan keputusan akhir.

3. Tahapan Pasca Mediasi

Pada tahap terakhir setelah proses mediasi berakhir, akan dilakukan pengesahan kesepakatan dan dikenakan sanksi jika melanggar kesepakatan.

4.5.3 Proses Mediasi Oleh Pemerintah

Proses Mediasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai terhadap Masyarakat Desa Penggalian dengan PT. NPK (Nusa Pusaka Kencana) Bahilang hanya terfokus pada mengadakan pertemuan dan diskusi. Pertemuan mediasi yang dilakukan pada kasus tersebut sebanyak 6 (enam) kali dan diadakan di Aula Pangeran Bedagai Kantor Bupati Kabupaten Serdang Bedagai. Strategi yang dilakukan oleh tim mediasi untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah dengan melakukan diskusi dan memberikan kesempatan bagi


(55)

pihak yang berkonflik untuk memberikan argumen mereka masing-masing. Seperti yang disampaikan oleh Pak Rudy selaku ketua tim mediasi pada saat itu:

“Secara bergantian kedua belah pihak diberikan kesempatan untuk mengurai permasalahan dan mengajukan argumentasi mereka yang disertai dengan bukti-bukti ataupun dokumen pendukung. Kemudian kami selaku tim mediasi meminta BPN (Badan Pertanahan Negara) memberikan tanggapan dan penjelasan atas keterangan-keterangan yang telah disampaikan para pihak yang berkonflik, kemudian secara bergantian anggota tim mediasi dipersilahkan untuk memberikan tanggapan, pendapat, dan saran apabila diperlukan peninjauan lapangan. Kemudian tim membuat suatu kesimpulan sementara dan mengajukan kepada para pihak yang berkonflik untuk menyelesaikan permasalahan ini secara non litigasi.”

Hal ini menunjukkan bahwa tim mediasi menyarankan untuk menyelesaikan masalah ini secara non litigasi atau musyawarah. Dalam proses mediasi yang telah dilakukan, tim mediasi dapat dikatakan telah berhasil meredam konflik yang terjadi hal ini dapat dilihat dari masyarakat yang tidak lagi menduduki lahan perkebunan sehingga pihak perusahaan tidak terganggu lagi dalam melakukan aktifitas perusahaannya, tetapi tidak berhasil menyelesaikan konflik karena masyarakat masih berusaha untuk mendapatkan lahan yang menurut mereka memang harus dibagikan tersebut.

Hasil dari proses mediasi yang telah dilakukan adalah tim mediasi mendesak BPN (Badan Pertanahan Negara) selaku instansi yang berwenang dan sah diakui oleh negara untuk melakukan pengukuran kembali atas lahan yang dipermasalahkan, dan hasilnya bahwa tanah yang dikelola oleh PT.NPK masih kurang dari luas HGU yang diberikan Pemerintah seluas 1.018, 74 Ha (seribu delapan belas koma tujuh puluh empat hektar) sehingga PT. NPK menganggap bahwa lahan seluas 286, 06 Ha (dua ratus delapan puluh enam koma enak hektar)


(56)

yang diklaim oleh kelompok masyarakat tersebut merupakan bukan tanggung jawab mereka. Akan tetapi masyarakat tidak menerima hasil pengukuran tersebut dengan alasan perusahaan telah bekerjasama dengan pihak BPN (Badan Pertanahan Negara) untuk memanipulasi data hasil pengukuran.

Adapun bagan proses mediasi yang dilakukan oleh pemerintah untuk menyelesaikan kasus antara PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang dengan masyarakat Desa Penggalian dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 4.2 : Skema Proses Mediasi

PROSES MEDIASI

Pemaparan Laporan Kasus Oleh Tim Mediasi

Pembukaan Oleh Tim Mediasi

Pemaparan Kronologi Dari Pihak Berkonflik

Pemberian Bukti Penguat Dari Pihak Berkonflik

Sesi Diskusi

Pemaparan Hasil Mediasi Oleh Tim Mediasi


(57)

Proses mediasi yang dilakukan sesuai dengan skema di atas dapat dijelaskan sebagai sebagai berikut:

 Pembukaan oleh Tim Mediasi : Pada proses ini, tim mediasi terlebih dahulu membuka forum mediasi secara dan membacakan apa saja yang akan dibahas dalam forum tersebut serta memastikan bahwa kedua belah pihak yang berkonflik sudah hadir di tempat.

 Pemaparan Laporan Kasus oleh Tim Mediasi : Disini tim mediasi akan memaparkan laporan kasus yang akan dibahas pada forum, dalam hal ini Ketua Tim Mediasi bertindak sebagai pemapar dan menjelaskan kembali apa tujuan diadakannya forum mediasi tersebut.

 Pemaparan Kronologi Dari Pihak Berkonflik : Kedua belah pihak yang berkonflik dalam hal ini Masyarakat Desa Penggalian dengan PT.NPK diberikan kesempatan untuk menyampaikan kronologi konflik versi mereka masing-masing.

 Pemberian Bukti Penguat Dari Pihak Berkonflik : Pada tahap ini tim mediasi meminta para pihak yang berkonflik untuk menunjukkan bukti-bukti yang berkaitan dengan tuntutan mereka. Tim mediasi dalam hal ini juga memeriksa keabsahan bukti yang diberikan oleh para pihak berkonflik.

 Sesi Diskusi : Pada sesi diskusi, tim mediasi memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak yang berkonflik untuk saling mengajukan pertanyaan terkait konflik yang sedang terjadi. Tim mediasi dalam hal ini


(58)

bertindak sebagai penengah dan memberikan solusi apa yang akan diberikan kepada pihak berkonflik.

 Pemaparan Hasil Mediasi : Setelah sesi diskusi berakhir, kemudian tim mediasi membacakan kembali apa saja yang telah dibahas dalam forum kemudian memberikan solusi dari tuntutan pihak yang berkonflik.

Proses mediasi tersebut telah dilakukan sebanyak 6 (enam) kali dan berjalan buntu. Dari hasil wawancara dengan masyarakat Desa Penggalian, mereka menyampaikan bahwa pada sesi diskusi suasana kerap kali menjadi panas dikarenakan setiap bukti yang mereka tunjukkan selalu disalahkan oleh tim mediasi dan dianggap tidak sah. Oleh karena itu suasana forum mediasi yang seharusnya berjalan tertib dan lancar malah menimbulkan kisruh dan tidak mendapatkan hasil.

Tim Mediasi sebagai pihak ketiga dalam menyelesaikan masalah dituntut untuk bersikap netral dan tidak memihak, selaku tim mediasi mereka merasa sudah bersikap netral dalam melakukan proses mediasi. Hal senada juga disampaikan oleh pihak perusahaan seperti pada kutipan wawancara dengan Pak Supriadi berikut ini:

“Menurut saya tim mediasi sudah bersikap netral, karena tugas mereka memang hanya sebagai fasilitator antara masyarakat dengan kami. Tim mediasi juga sudah melakukan usaha yang maksimal dan kami memberikan saran jika memang masyarakat merasa dirugikan silahkan mengajukan masalah tersebut ke pengadilan saja.”

Hal yang kontras dan tidak senada malah disampaikan oleh masyarakat Desa Penggalian, mereka merasa bahwa tim mediasi belum bersikap netral karena


(59)

terkesan membela pihak perusahaan, seperti yang terlihat dalam kutipan wawancara dengan Pak Wendi selaku Ketua KTM (kelompok tani menggugat) Kab. Serdang Bedagai :

“Kalau menurut saya mereka kurang netral, karena setiap mereka meminta bukti dari kami seperti pada waktu mediasi tahun 2013 dilakukan di kantor bupati, disitu dihadiri juga anggota dewan, nah kami sudah saling tunjuk-tunjukan peta sebagai bukti malah mereka tidak menerima peta tersebut karena tidak sah katanya.”

Masyarakat juga menganggap bahwa proses mediasi yang dilakukan hasilnya begitu-begitu saja, tidak ada kemajuan sehingga mereka merasa jenuh dan merasa bahwa mediasi tidak efektif untuk menyelesaikan masalah mereka. Dalam hal ini, menurut analisa penulis tim mediasi memang belum bersikap netral. Tim Mediasi dalam hal ini sudah bertentangan dengan Teori Mediasi Boulle yang mengatakan bahwa mediasi adalah sebuah proses pengambilan keputusan dimana para pihak dibantu oleh mediator, dan mediator berupaya untuk meningkatkan proses pengambilan keputusan dan untuk membantu para pihak mencapai hasil yang mereka inginkan bersama. Tim mediasi tidak dapat membantu para pihak untuk mencapai hasil yang mereka inginkan bersama karena masyarakat merasa dirugikan akan hasil mediasi tersebut.

Dalam hasil wawancara yang dilakukan dengan masyarakat Desa Penggalian pada saat penelitian, diketahui bahwa sebenarnya masyarakat sudah tidak menginginkan lagi proses mediasi tersebut dilakukan karena tidak pernah mendapatkan kejelasan tentang tuntutan mereka. Masyarakat Desa Penggalian malah mengharapkan agar pemerintah membentuk Tim Penyelesaian Konflik


(60)

Pertanahan saja, dan membubarkan Tim Mediasi Penanganan Sengketa Tanah tersebut. Seperti yang disampaikan oleh Pak Syahrin:

“Kami sudah merasa sangat jenuh dengan proses ini, tidak ada hasilnya, setiap akhir mediasi pasti merasa hanya berkata “ya, nanti kami usahakan” apanya yang diusahakan, buktinya sampai sekarang kami tidak mendapat jawaban akan tuntutan kami. Saya rasa tim mediasi tersebut lebih baik dibubarkan dan bentuk tim baru yang lebih fokus untuk menyelesaikan konflik pertanahan saja.”

Hal senada juga disampaikan oleh Pak Wendy selaku Ketua Kelompok Tani Menggugat (KTM) Kab.Serdang Bedagai yang mengatakan bahwa:

“Tim mediasi ini sendiri sudah berjalan selama tiga tahun, dan kalau melihat sepak terjangnya memang tidak pernah memberikan solusi. Jadi lebih baik dibubarkan, nah kalaupun berani Pemkab Sergai itu membentuk Tim Penyelesaian Konflik Sengketa Tanah, itu yang kami harapkan. Apalagi sekarang di pemerintah pusat sudah ada Menteri Agraria, kalaulah bersinerji antara Pemkab Sergai dengan pusat kita yakin akan ada win win solution dalam konflik pertanahan tersebut, jadi tidak ada pihak yang dirugikan seperti ini.”

Proses mediasi dapat dikatakan berhasil apabila dapat mengurangi ketegangan antara kedua belah pihak yang berkonflik dan mendamaikan tuntuan pihak yang terlibat dalam konflik tersebut. Untuk mendamaikan tuntutan, tim mediasi sebenarnya membutuhkan keahlian khusus (skill) dalam menemukan strategi yang dapat membuat setiap pihak yang berkonflik mengurangi tuntutannya dan menerima hasil dari proses mediasi yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Namun dalam kasus antara masyarakat Desa Penggalian dengan PT.NPK ini, tim mediasi dapat dikatakan tidak berhasil untuk mendamaikan tuntutan masyarakat terhadap PT.NPK, bahkan saran yang diberikan oleh tim mediasi untuk membawa kasus tersebut ke pengadilan jika masyarakat merasa dirugikan juga terkesan tidak ditanggapi oleh masyarakat.


(61)

Menurut analisa penulis tim mediasi tidak berhasil melakukan pendekatan terhadap masyarakat, hal ini merupakan kelemahan dari tim mediasi yang dibentuk oleh pemerintah. Struktur keanggotaan tim mediasi yang telah diatur oleh pemerintah sesuai dengan SK (Surat Keputusan) Bupati Serdang Bedagai tersebut adalah salah satu kelemahan tim mediasi karena dalam struktur pemerintahan suatu jabatan (kedudukan) seseorang tidak dapat diperkirakan masa jabatannya. Pergantian struktur anggota tim mediasi yang kerap kali berubah sesuai dengan perubahan jabatan dari anggotanya, menjadikan aktor-aktor baru tersebut dituntut untuk mempelajari kembali kasus-kasus yang mungkin belum terselesaikan sebelumnya. Hal ini juga yang menjadikan masyarakat merasa bahwa pemerintah terkesan tidak serius untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.

4.5.4 Jenis Mediasi Yang Dilakukan

Lewicki (1999) menggolongkan pelaksanaan mediasi ke dalam tiga jenis yaitu content mediation, issue identification, dan positive framming of the issue.

1. Content Mediation merupakan jenis mediasi yang dilakukan dimana mediator berusaha mengembalikan situasi negosiasi ke dalam tahap tawar-menawar agar negosiator berpeluang kembali mencapai kesepakatan. Mediator hanya berfungsi untuk mengarahkan negosiator untuk kembali ke akar permasalahan dan arah tujuan dari negosiasi itu sendiri sehingga diharapkan akan dicapai kata mufakat.

2. Issue Identification merupakan mediasi yang dijalankan dengan memprioritaskan isu yang akan diselesaikan sehingga kedua pihak sama-sama fokus dalam satu isu dan mencari solusi penyelesaiannya.


(62)

3. Positive Framing of The Issue yaitu mediasi yang dilakukan dengan cara memfokuskan pada hasil yang ingin dicapai oleh pihak-pihak negosiator. Dengan memfokuskan hasil maka diharapkan masing-masing pihak memperoleh titik terang dan kesamaan pandangan dalam menyelesaikan masalah sehingga mencapai kesepakatan.

Dari hasil temuan di lapangan melalui hasil wawancara dengan tim mediasi, dapat disimpulkan bahwa proses mediasi yang telah dilakukan antara masyarakat Desa Penggalian dengan PT.Nusa Pusaka Kencana Bahilang adalah Content Mediation, dimana pada jenis mediasi ini fungsi mediator adalah untuk mengarahkan para pihak yang berkonflik untuk kembali ke akar permasalahan dan arah tujuan dari negosiasi yang dilakukan sehingga akan menghasilkan suatu kata mufakat. Hal ini terlihat dari pernyataan Ketua Tim Mediasi yaitu Pak Rudy yang didapatkan dari hasil wawancara:

“Fungsi kami sebagai mediator dalam proses ini memang untuk mendengarkan kembali apa akar permasalahan mereka, seperti yang saya katakan sebelumnya kami hanya sebagai fasilitator yang merngarahkan mereka untuk mencapai kesepakatan secara musyawarah mufakat.”

Hal senada juga disampaikan oleh Pak Chairin selaku Sekretaris Tim Mediasi saat dilakukan wawancara terpisah dengan ketua tim mediasi, mengatakan bahwa:

“Sebagai pihak ketiga atau kita sebut sebagai mediator dalam hal ini kami memang berusaha agar proses mediasi tersebut menghasilkan kesepakatan yang diperoleh berdasarkan kata mufakat. Jadi kami mendengarkan apa saja yang sebenarnya diinginkan oleh kedua belah pihak untuk menyelesaikan masalah ini agar tidak berlarut-larut.”

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat dilihat bahwa tim mediasi berusaha agar akhir dari proses mediasi tersebut menghasilkan sebuah keputusan


(63)

yang sama-sama diinginkan oleh kedua belah pihak berkonflik dan menghasilkan kata mufakat. Tetapi pada kenyataannya, masyarakat masih saja merasa bahwa mereka dirugikan dalam proses mediasi dan belum menghasilkan kata mufakat. Tim Mediasi juga mengatakan bahwa selama proses mediasi dilakukan, ada beberapa kendala yang dialami salah satunya adalah masyarakat yang tidak dapat memberikan bukti otentik. Seperti yang disampaikan oleh anggota tim mediasi, Pak :

“Pada saat proses mediasi dilakukan, kami meminta para pihak untuk menunjukkan bukti mereka masing-masing. Disini kami kewalahan karena masyarakat bersikeras tidak mau mengakui hasil pengukuran tanah yang telah dikeluarkan oleh BPN Sumut, sementara di Indonesia hasil pengukuran tanah yang diakui adalah hasil yang dikeluarkan oleh badan yang berwenang yaitu Badan Pertanahan Negara jadi kami juga berpegang pada keputusan tersebut.”

Dari hasil wawancara tersebut dapat dilihat bahwa hasil dari proses mediasi tersebut memang mengalami kebuntuan dan tidak bisa menyelesaikan konflik yang terjadi antara masyarakat Desa Penggalian dengan PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang. Kurangnya kepercayaan masyarakat dengan hasil pengukuran ulang yang dilakukan oleh BPN (Badan Pertanahan Negara) menjadikan permasalahan tersebut berjalan alot tanpa menemukan titik temunya. Karena hal ini juga, pihak perusahaan merasa mediasi sudah tidak perlu lagi dilakukan dan menyarankan jika masyarakat masih merasa dirugikan agar mengajukan kasus tersebut ke pengadilan saja.

Dalam hal ini menurut analisa penulis, tim mediasi oleh pemerintah tidak berhasil menyadarkan kedua belah pihak yang berkonflik untuk menyelesaikan masalah tersebut secara kekeluargaan. Kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap kenetralan tim mediasi juga menjadi faktor utama yang menyebabkan


(1)

vi DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL

ABSTRAK ... ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 6

1.3Tujuan Penelitian ... 6

1.4Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1Manfaat Teoritis ... 7

1.4.2Manfaat Praktis ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Mediasi ... 8

2.2 Pengertian Mediasi ... 10

2.3 Proses Mediasi ... 13

2.4 Teori Konflik ... 17


(2)

vii

2.6 Defenisi Konsep ... 21

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 23

3.2 Lokasi Penelitian ... 23

3.3 Unit Analisis dan Informan ... 24

3.3.1 Unit Analisis ... 24

3.3.2 Informan ... 24

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 25

3.4.1 Data Primer ... 25

3.4.2 Data Sekunder ... 26

3.5 Interpretasi Data ... 27

3.6 Keterbatasan Penelitian ... 28

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Profil PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang ... 29

4.2 Profil Desa Penggalian ... 33

4.3 Profil Informan ... 40

4.4 Intepretasi Data ... 47

4.4.1 Kronologi Konflik ... 47

4.4.2 Faktor-Faktor Penyebab Konflik ... 52

4.4.3 Kondisi Konflik Saat Ini ... 54

4.5 Mediasi Oleh Pemerintah : Alternatif Penyelesaian Konflik Pertanahan 4.5.1 Pembentukan Tim Mediasi ... 56

4.5.2 Tahapan Mediasi ... 61


(3)

viii

4.5.4 Jenis Mediasi Yang Dilakukan ... 69

4.6 Para Aktor Dan Peran Aktor Dalam Proses Mediasi ... 72

4.6.1 Aktor Dan Peran Aktor ... 72

4.6.2 Hubungan Para Aktor ... 77

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 80

5.2 Saran ... 82


(4)

ix DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku Tahun 2014 ... 36

Tabel 4.2. Sarana Pendidikan ... 37


(5)

x DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Bagan Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Penggalian ... 39

Gambar 4.1. Pohon Konflik ... 51


(6)

xi DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Gambar Lokasi Penelitian ... 89


Dokumen yang terkait

Konflik Pemekaran Wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai (Studi Kasus:Konflik Horisontal yang Bersifat Laten di Desa Pagar Manik, Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai)

8 84 101

Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Bidang Pertanahan Studi Kasus Di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang

1 129 118

Proses Mediasi Pada Penyelesaian Konflik Pertanahan (Studi Kasus Pada PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang dengan Masyarakat Desa Penggalian di Kabupaten Serdang Bedagai)

0 59 110

PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG KINERJA PEGAWAI DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN DI DESA PENGGALIAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI.

0 2 23

Proses Mediasi Pada Penyelesaian Konflik Pertanahan (Studi Kasus Pada PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang dengan Masyarakat Desa Penggalian di Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 12

Proses Mediasi Pada Penyelesaian Konflik Pertanahan (Studi Kasus Pada PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang dengan Masyarakat Desa Penggalian di Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 1

Proses Mediasi Pada Penyelesaian Konflik Pertanahan (Studi Kasus Pada PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang dengan Masyarakat Desa Penggalian di Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 7

Proses Mediasi Pada Penyelesaian Konflik Pertanahan (Studi Kasus Pada PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang dengan Masyarakat Desa Penggalian di Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 15

Proses Mediasi Pada Penyelesaian Konflik Pertanahan (Studi Kasus Pada PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang dengan Masyarakat Desa Penggalian di Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 5

Proses Mediasi Pada Penyelesaian Konflik Pertanahan (Studi Kasus Pada PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang dengan Masyarakat Desa Penggalian di Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 9