Pembuatan Isolasi Fungi Identifikasi Fungi

sesuai dengan konsentrasi perlakuan. Larva ulat grayak dimasukkan ke dalam wadah pengujian sebanyak 15 ekor per wadah dan disemprot lagi dengan ekstrak mindi. Sebelumnya bagian dasar wadah telah diberi tanah setinggi ± 1 cm. Untuk menjaga kesegaran daun maka pada pangkal daun ditutup dengan kapas basah. Gambar 10. Wadah Pengujian S. litura Perhitungan Larva S. litura yang Mati Perhitungan larva ulat grayak yang mati dilakukan setiap dua hari setelah dilakukan penyemprotan, dan diamati selama 12 hari. Perhitungan nilai mortaslitas dilakukan setiap dua hari setelah penyemprotan dengan menggunakan rumus Schneider- Orelli yaitu : Ki = 15 Mi X 100 Hennarti, 1996 Keterangan: Ki = Persen kematian ulat grayak pada contoh uji Mi = Jumlah mortalitas ulat grayak pada contoh uji. Penyediaan Biakan Fungi Phytium sp

a. Pembuatan

Potato Dextrose Agar PDA Kentang yang telah dikupas dan dipotong-potong dengan ukuran ± 1 x 1 x 1 cm 3 sebanyak 200 gram direbus dalam 500 ml air suling sampai cukup Universitas Sumatera Utara empuk. Hal ini dapat diketahui dengan menusuk kentang dengan garpu jika ditusuk terasa mudah berarti kentang telah mengeluarkan sarinya. Kemudian 15 gram agar-agar dimasak dengan menggunakan air steril sebanyak 500 ml sampai agar-agar larut, selanjutnya dekstrosa dapat diganti dengan gula pasir sebanyak 15 gram dimasukkan ke dalamnya. Air ekstrak kentang selanjutnya dituangkan ke dalam larutan agar-agar. Larutan ini kemudian disaring dengan kain katun yang tipis. Larutan ditambahkan air steril sampai volumenya menjadi 1000 ml. Setelah dididihkan, larutan PDA dimasukkan ke dalam Erlenmeyer kemudian ditutup dengan kapas steril dan ditutup lagi dengan menggunakan alumunium foil. Kemudian disterilkan di dalam autoclave selama lebih kurang 15 menit dengan suhu 121-124 o C pada tekanan 1,25 atm. Setelah itu, PDA dikeluarkan dan dibiarkan hingga dingin 10-20 o C, kemudian dituangkan ke dalam cawan petri.

b. Isolasi Fungi

Bagian batang atau daun tembakau yang terinfeksi Phytium sp diambil dari persemaian tembakau deli PTPN II, kemudian dibersihkan dengan menggunakan air steril, dipotong persegi 0,5 x 0,5 x 0,2 cm 3 lalu disterilkan dengan chlorox 1 selama 15 – 30 detik lalu potongan tersebut diambil dengan menggunakan pinset dan dicuci dengan air dan dikeringkan di atas kertas tissue steril. Selanjutnya bagian tersebut ditanam dalam media PDA, dimana tiap cawan petri ditanam secara tiga ulangan dan dibiarkan sampai miselium fungi tumbuh pada media biakan tersebut. Lalu diisolasi kembali sampai didapat biakan murni dari tiap warna biakan. Hal ini dilakukan berkali-kali sampai diperoleh biakan yang benar- benar murni. Universitas Sumatera Utara Gambar 11. Biakan Murni Phytium sp

c. Identifikasi Fungi

Biakan murni fungi yang tumbuh pada media biakan diisolasi dan diletakkan di atas gelas benda yang telah steril lalu ditutup dengan gelas penutup kemudian diamati di bawah mikroskop untuk diidentifikasi dengan menggunakan buku acuan hama dan penyakit tembakau deli. Perlakuan Fungi Phytium sp dengan Ekstraktif Daun Mindi Media PDA yang berada di dalam cawan petri diinokulasi dengan cendawan yang telah tumbuh aktif, dengan cara meletakan satu isolat seukuran 12 mm 2 . Sebelumnya pada media tersebut diteteskan 1 tetes ekstraktif daun mindi 0,5 ml sesuai konsentrasinya dan digoyang-goyang supaya merata pada seluruh media cawan petri tersebut. Sedangkan kontrol ditetesi pelarut aseton, metanol, akuades untuk mengetahui pengaruh murni dari fungisida terhadap pertumbuhan fungi. Masing-masing perlakuan terdiri dari 3 cawan petri sebagai ulangan. Universitas Sumatera Utara Gambar 12. Cawan Petri yang Berisi Biakan Murni Phytium sp Pengukuran Penekanan Pertumbuhan Fungi Pengamatan pertumbuhan fungi dilakukan setiap hari dengan mengukur luasan pertumbuhan miselium fungi. Pengukuran dilakukan sampai dengan hari ke-5. Perhitungan Penekanan Pertumbuhan Fungi Perhitungan penekanan pertumbuhan fungi didasarkan pada rumus : Penekanan Pertumbuhan = 100 X MK MP MK  MK = Luas pertumbuhan miselium fungi dari perlakuan kontrol mm 2 MP = Luas pertumbuhan miselium fungi dari perlakuan fungisida mm 2 Tingkatan penekanan pertumbuhan fungi untuk mengetahui yang paling berpengaruh terhdap pertumbuhan fungi ditentukan sebagai berikut : a. Sehat, bila pertumbuhan fungi tidak tertekan sama sekali b. Tertekan ringan, bila penekanan pertumbuhan fungi 0-25 c. Tertekan sedang, bila penekanan pertumbuhan fungi 25-50 d. Tertekan berat, bila penekanan pertumbuhan fungi 50-75 e. Tertekan sangat berat, bila penekanan pertumbuhan fungi 75-99 f. Mati, bila tidak ada tanda-tanda pertumbuhan fungi. Philip, 1994 dalam Batubara, 2005. Universitas Sumatera Utara Uji Fitokimia Gambar 13. Pereaksi-pereaksi dalam Pengujian Fitokimia Adapun prosedur pengujian fitokimia yang dilakukan adalah : a. Pengujian Triterpenoida Sebelum melakukan uji triterpenoida terlebih dahulu disiapkan larutan pereaksi Salkowsky, CeSO 4 1, Liebermann-Burchard. Sebanyak 20 bagian asam asetat anhidrat dicampurkan dengan 1 bagian asam sulfat pekat, setelah selesai melakukan pelarutan maka kita melakukan pengujian triterpenoida yaitu : Sebanyak 1 gr serbuk dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam, kemudian disaring, lalu filtrat diuapkan dalam cawan penguap, dan pada sisanya ditambahkan 2 tetes peraksi Salkowsky, CeSO 4 1, Liebermann-Burchard. Apabila terbentuk warna merah kecoklatan, orange dan biru kehijauan adanya triterpenoida. Jika langsung terjadi perubahan warna setelah dilakukan 3 tetes pereaksi maka menghasilkan banyak +++ senyawa triterpenoida, dan apabila belum terjadi perubahan warna dapat ditambah 3 tetes pereaksi kembali baru terjadi perubahan warna maka menghasilkan sedang ++ senyawa triterpenoida, serta apabila belum juga terjadi perubahan warna setelah ditetes kembali sebanyak 3 tetes pereaksi maka menghasilkan sedikit + senyawa triterpenoida. Universitas Sumatera Utara b. Pengujian Saponin Sebanyak 0,5 gr serbuk dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian tambahkan air panas 10 ml kemudian didinginkan. Kocok kuat-kuat selama 10 detik bila terdapat senyawa saponin akan terbentuk buih stabil kurang lebih 10 menit, dengan ketinggian buih 1-10 cm dan buih tidak hilang jika ditambahkan 1 tetes HCl 2N. Jika ketinggian buih mencapai 1-10 cm maka menghasilkan senyawa saponin yang banyak +++, pada ketinggian buih 1-7 menghasilkan senyawa saponin sedang ++, dan ketinggian buih 1-4 menghasilkan senyawa saponin sedikit +. c. Pengujian Flavonoida Sebanyak 0,5 gr serbuk disaring dengan 10 ml metanol, direfluks selama 10 menit, kemudian disaring, filtrat diencerkan dengan 10 ml air suling. Setelah dingin ditambahkan 5 ml eter minyak tanah, dikocok hati-hati, didiamkan. Lapisan metanol diambil, diuapkan pada temperatur 40 o C. sisa dilarutkan dalam 5 ml etil asetat, kemudian disaring. Filtrat digunakan untuk uji flavonoida dengan cara : 1. Sebanyak 1 ml larutan percobaan diuapkan sampai kering, sisanya dilarutkan dalam 1-2 ml etanol 95 lalu ditambahkan 0,5 gr serbuk seng dan 2 ml asam klorida 2N. Didiamkan selama 1 menit, kemudian ditambahkan 10 tetes asam klorida pekat, jika dalam 2-5 menit terjadi perubahan warna merah intensif menunjukan adanya flavonoida. 2. Sebanyak 1 ml larutan percobaan diuapkan sampai kering, sisanya dilarutkan dalam 1 ml etanol 95 lalu ditambah 0,1 gr magnesium dan 10 Universitas Sumatera Utara tetes asam kolorida pekat. Jika terjadi perubahan warna jingga sampai merah ungu menunjukkan adanya flavonoida. Jika langsung terjadi perubahan warna setelah dilakukan 3 tetes pereaksi maka menghasilkan banyak +++ senyawa flavonoida, dan apabila belum terjadi perubahan warna dapat ditambah 3 tetes pereaksi kembali baru terjadi perubahan warna maka menghasilkan sedang ++ senyawa flavonoida, serta apabila belum juga terjadi perubahan warna setelah ditetes kembali sebanyak 3 tetes pereaksi maka menghasilkan sedikit + senyawa flavonoida. d. Pengujian Alkaloida Serbuk ditimbang sebanyak 0,5 gr, kemudian ditambah 1 ml asam klorida 2N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut : 1. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Mayer, akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih kuning. 2. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Dragendoff, akan terbentuk warna merah jingga. 3. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Bouchardat dan Wagner akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam. Jika langsung terjadi perubahan warna setelah dilakukan 3 tetes pereaksi maka menghasilkan banyak +++ senyawa alkaloida, dan apabila belum terjadi perubahan warna dapat ditambah 3 tetes pereaksi kembali baru terjadi perubahan warna maka menghasilkan sedang ++ senyawa alkaloida, serta apabila belum juga terjadi perubahan warna setelah ditetes kembali sebanyak 3 tetes pereaksi maka menghasilkan sedikit + senyawa alkaloida. Universitas Sumatera Utara Analisa Data Analisa data dilakukan untuk mengetahui pengaruh pelarut ekstraktif daun mindi dengan perbedaan perlakuan pelarut dan konsentrasi dengan menggunakan statistik Rancangan Acak Lengkap RAL Faktorial dengan menggunakan 2 faktor yaitu : Faktor 1 : jenis pelarut P yang digunakan terdiri dari : P1 = aseton P2 = metanol P3 = akuades Faktor 2 : Konsentrasi K bahan pelarut yang dibuat menjadi 5 taraf terdiri dari : K1 = 0 K4 = 3 K2 = 1 K5 = 4 K3 = 2 Dengan ulangan sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 45 satuan percobaan. Kombinasi perlakuan yang dibuat adalah sebagai berikut : P1K1 P1K2 P1K3 P1K4 P1K5 P2K1 P2K2 P2K3 P2K4 P2K5 P3K1 P3K2 P3K3 P3K4 P3K5 Model analisa yang digunakan dalam percobaan ini adalah : Yijk = μ + αi + βj + αβij + Σijk Yijk = nilai pengamatan bahan pelarut ke-i, dengan konsentrasi ke-j, dan pada ulangan ke-k μ = rata-rata umum αi = pengaruh jenis pelarut ke-i βj = pengaruh konsentrasi larutan ke-j αβij = pengaruh interaksi antara jenis pelarut ke-i dengan konsentrasi ke-j Universitas Sumatera Utara Σijk = pengaruh acak galad percobaan pelarut ke-i dan konsentrasi larutan ke-j serta pada ulangan ke-k Untuk mengetahui pengaruh dari faktor perlakuan yang dicoba, dilakukan analisis keragaman dengan kriteria uji jika F hitung  F tabel maka H diterima dan jika F hitung  F tabel maka H ditolak. Untuk mengetahui taraf perlakuan mana yang berpengaruh diantara faktor perlakuan maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan Duncan Multi Range Test. Hipotesis yang digunakan adalah: Pengaruh utama jenis pelarut H :Jenis pelarut tidak berpengaruh terhadap mortalitas hama S. litura ulat grayak dan penekanan pertumbuhan fungi Phytium sp H 1 :Jenis pelarut berpengaruh terhadap mortalitas hama S. litura dan penekanan pertumbuhan fungi Phytium sp Pengaruh utama variasi konsentrasi H :Variasi konsentrasi tidak berpengaruh terhadap mortalitas hama S. litura ulat grayak dan penekanan pertumbuhan fungi Phytium sp H 1 :Variasi konsentrasi berpengaruh terhadap mortalitas hama S. litura ulat grayak dan penekanan pertumbuhan fungi Phytium sp Pengaruh interaksi jenis pelarut dan variasi konsentrasi H :Interaksi jenis pelarut dan variasi konsentrasi tidak berpengaruh terhadap mortalitas hama S. litura ulat grayak dan penekanan pertumbuhan fungi Phytium sp Universitas Sumatera Utara H 1 :Interaksi jenis pelarut dan variasi konsentrasi berpengaruh terhadap mortalitas hama S. litura ulat grayak dan penekanan pertumbuhan fungi Phytium sp HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Ekstraktif Daun Mindi Serbuk daun mindi sebelum diekstrak memiliki kadar air rata-rata sebesar 11,11 Lampiran 1. Zat ekstraktif dari serbuk daun mindi yang direndam dengan pelarut aseton, metanol dan akuades menghasilkan ekstrak yang berwarna coklat kehitaman. Kandungan zat ekstraktif daun mindi pada pelarut aseton sebesar 24,8, metanol sebesar 20,2 sedangkan akuades sebesar 18,6. Kandungan zat ekstraktif tertinggi diperoleh dari pelarut aseton dan yang terendah diperoleh dari jenis pelarut akuades. Secara lengkap kandungan zat ekstratif daun mindi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Zat Ekstraktif Daun Mindi M. azedarach Jenis Pelarut Berat padatan ekstrak gram Persentase kadar zat ekstrak Aseton Metanol Akuades 124 101 93 24,8 20,2 18,6 Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi jumlah zat ekstraktif yang didapat dari proses ekstraksi, karena kandungan zat ekstraktif tidak terlepas dari beberapa faktor yaitu: jenis kayu, jenis pelarut, proses ekstraksinya dan ukuran dari serbuk yang digunakan. Guenther 1987 dalam Batubara 2006 menyatakan banyaknya zat ekstraktif yang dapat larut tidak terlepas dari faktor pemilihan pelarutnya. Pelarut yang ideal digunakan untuk proses ekstraksi harus memenuhi Universitas Sumatera Utara syarat-syarat yaitu dapat melarutkan zat ekstraktif, pelarut harus bersifat inert tidak bereaksi dengan zat yang akan diekstraksi dan mempunyai titik didih yang rendah agar pelarut mudah diuapkan tanpa menggunakan suhu yang tinggi. Ekstraktif terdiri atas sejumlah besar dari senyawa-senyawa tinggal tipe lipofil maupun hidrofil. Kandungan total kedua ekstraktif lipofil dan hidrofil biasanya lebih tinggi dalam kulit dibandingkan dalam kayu, dan bervariasi diantara spesies-spesies yang berbeda, sekitar 20-40 dari berat kering kulit. Ekstraktif dapat dipandang sebagai konstituen kayu yang tidak struktural, hampir seluruhnya terbentuk dari senyawa-senyawa ekstraseluler dan berat molekulnya yang rendah, meskipun ada kesamaan terdapatnya zat ekstraktif kayu di dalam suatu famili, namun ada perbedaan-perbedaan yang jelas dalam komposisinya bahkan diantara spesies-spesies kayu yang sangat dekat Sjöström, 1998 Menurut Browning 1967 dalam Mariyati 2000 kadar ekstraktif yang diperoleh tergantung pada pengeringan dan pengkondisian serbuk kayu sebelum diekstrak. Kadar air serbuk mempengaruhi proses ekstraksi. Banyaknya zat ekstraktif yang dapat larut dalam pelarut polar biasanya lebih sedikit, namun adanya pengeringan serbuk sebelum proses ekstraksi, jumlah bahan yang akan terlarut lebih banyak. Zat ekstraktif yang terkandung di dalam kayu bisa bersifat sebagai fungisida atau insektisida. Sifat ini membantu dalam membentuk keawetan alami kayu. Zat yang berperan antara lain zat fenol, terpentene, saponin, flavonoid dan tanin. Uji Fitokimia Hasil pengujian fitokimia yang dilakukan dengan beberapa pengujian dengan ekstrak daun mindi M. azedarach mengandung senyawa alkoloida, Universitas Sumatera Utara flavanoida, triterpenoida dan saponin pada ekstrak metanol, aseton, dan akuades. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 2, 3, 4 dan 5. Uji Alkaloida Pengujian fitokimia dilakukan pada beberapa pengujian diantaranya yaitu uji alkaloida, dimana hasil yang diperoleh menunjukkan adanya senyawa alkaloida yang terkandung pada ekstrak daun mindi Tabel 2. Tabel 2. Hasil Uji Alkaloida Pereaksi Perubahan Warna Estrak Metanol Ekstrak Aseton Ekstrak Akuades Bouchardat Endapan coklat +++ ++ +++ Meyer Endapan putih kekuningan ++ ++ ++ Wagner Endapan coklat + ++ + Dragendroff Endapan merah kecoklatan ++ +++ ++ Keterangan: + = ada sedikit ++ = ada sedang +++ = ada banyak Hasil uji alkoloida dengan menggunakan pereaksi Bouchardat terjadi perubahan warna menjadi endapan coklat dan menghasilkan banyak senyawa alkaloida pada ekstrak metanol dan akuades, sedangkan ekstrak aseton sedang. Pada pereaksi Meyer terjadi perubahan warna menjadi endapan putih kekuningan dan menghasilkan sedang senyawa alkaloida pada ekstrak aseton, metanol dan akuades. Pada pereaksi Wagner terjadi perubahan warna menjadi endapan coklat dan menghasilkan sedikit senyawa alkaloida pada ekstrak metanol dan akuades sedangkan ekstrak aseton sedang. Pada pereaksi Dragendroff terjadi perubahan warna menjadi endapan merah kecoklatan dan menghasilkan sedang senyawa alkaloida pada ekstrak metanol dan akuades, sedangkan ekstrak aseton banyak. Uji Flavonoida Universitas Sumatera Utara Pengujian fitokimia dilakukan pada beberapa pengujian diantaranya yaitu uji flavonoida, dimana hasil yang diperoleh menunjukkan adanya senyawa flavonoida yang terkandung pada ekstrak daun mindi Tabel 3. Tabel 3. Hasil Uji Flavonoida Pereaksi Perubahan Warna Estrak Metanol Ekstrak Aseton Ekstrak Akuades FeCl 3 1 Endapan hitam +++ +++ +++ NaOH 1 Merah jambu + + + H 2 SO 4 p Orange kekuningan ++ ++ ++ MgHCl Merah jambu + + + Keterangan: + = ada sedikit ++ = ada sedang +++ = ada banyak Hasil uji flavonoida dengan menggunakan pereaksi FeCl 3 1 terjadi perubahan warna menjadi endapan hitam dan menghasilkan banyak senyawa flavonoida pada ekstrak metanol, aseton dan akuades. Pada pereaksi NaOH 1 terjadi perubahan warna menjadi merah jambu dan menghasilkan sedikit senyawa flavonoida pada ekstrak metanol, aseton dan akuades. Pada pereaksi H 2 SO 4 p terjadi perubahan warna menjadi orange kekuningan dan menghasilkan sedang senyawa flavonoida pada ekstrak metanol, aseton dan akuades. Pada pereaksi MgHCl terjadi perubahan warna menjadi merah jambu dan menghasilkan sedikit senyawa flavonoida pada ekstrak metanol, aseton dan akuades. Uji Triterpenoida Pengujian fitokimia dilakukan pada beberapa pengujian diantaranya yaitu uji triterpenoida, dimana hasil yang diperoleh menunjukkan senyawa triterpenoida yang terkandung pada ekstrak daun mindi tidak begitu banyak Tabel 4. Tabel 4. Hasil Uji Triterpenoida Pereaksi Perubahan Warna Estrak Metanol Ekstrak Aseton Ekstrak Akuades Salkowsky Orange kekuningan ++ ++ ++ Universitas Sumatera Utara CeSO 4 1 Merah kecoklatan - - - Lieberman Bouchard Biru kehijauan ++ - ++ Keterangan: + = ada sedikit ++ = ada sedang +++ = ada banyak = Tidak ada Hasil uji triterpenoida dengan menggunakan pereaksi Salkowsky terjadi perubahan warna menjadi orange kekuningan dan menghasilkan sedang senyawa triterpenoida pada ekstrak metanol, aseton dan akuades. Pada pereaksi CeSO 4 1 terjadi perubahan warna menjadi merah kecoklatan dan tidak ada senyawa triterpenoida pada ekstrak metanol, aseton dan akuades. Pada pereaksi Lieberman Bouchard mengalami perubahan warna menjadi biru kehijauan dan menghasilkan sedang senyawa triterpenoida pada ekstrak metanol dan akuades sedangkan ekstrak aseton tidak ada mengandung senyawa triterpenoida. Kesimpulannya bahwa pada uji triterpenoida tidak begitu dominan ditemukannya senyawa- senyawa triterpenoid dilihat dari pereaksi-pereaksi yang digunakan walaupun pada pereaksi Salkowsky dan Lieberman Bouchard ada sedang tetapi pada pereaksi CeSO 4 1 sama sekali tidak ditemukan senyawa triterpenoida. Uji Saponin Pengujian fitokimia dilakukan pada beberapa pengujian diantaranya yaitu uji saponin, dimana hasil yang diperoleh menunjukkan adanya senyawa saponin yang terkandung pada ekstrak daun mindi Tabel 5. Tabel 5. Hasil Uji Saponin Pereaksi Ekstrak Metanol Estrak Aseton Ekstrak Akuades Dengan penambahan Akuades, dikocok menghasilkan busa, ditambah HCl busa stabil ++ ++ ++ Keterangan: + = ada sedikit ++ = ada sedang Universitas Sumatera Utara Hasil uji saponin dengan penambahan akuades, dikocok menghasilkan busa, ditambah HCl busa stabil menghasilkan senyawa saponin pada ekstrak metanol, aseton dan akuades dalam jumlah sedang. Perkembangan Mortalitas Larva Ulat Grayak S. litura Selama 12 Hari

a. Perkembangan Mortalitas Larva pada Pelarut Aseton