Gerakan Nasional Turki

3. Gerakan Nasional Turki

Golongan nasionalis Turki semakin menunjukkan perkembangannya setelah Perang Dunia I. Pergerakan-pergerakan golongan ini semakin gencar dalam melawan sekutu maupun pihak yang mendukungnya, seperti pihak Kerajaan. Selain aktivitas-aktivitas bawah tanah mereka, pihak nasionalis berinisiatif untik memperoleh dukungan publik di masing-masing propinsi. Perkumpulan-perkumpulan didirikan untuk mempertahankan hak-hak nasional negara Turki. Pihak Unionis yang berada di balik organisasi biasanya berupaya merekrut para tokoh terkemuka dan para pemuka agama untuk bertindak sebagai ketua-ketua perkumpulan untuk menarik dukungan luas. Perkumpulan- perkumpulan itu di antaranya didirikan antara bulan Desember 1918 dan Oktober 1920. Perkumpulan-perkumpulan itu kemudian akan menyatakan karakter Turki dan Muslim di satu wilayah dan tekadnya untuk tetap menyatu dengan tanah airnya (Erik J. Zurcher, 2003: 188-189).

Pergeseran dari nasionalisme multi ras atau bangsa dan agama menjadi nasionalisme Turki hampir tidak terasa, dan mungkin tidak akan melangkah terlalu jauh apabila Sultan Mahmud Vehideddin tidak memutuskan untuk melawan para nasionalis dan bekerja sama dengan Sekutu yang menduduki negeri itu. Kelompok nasionalis bebas bergerak di pedalaman Anatolia dan daerah perbatasan di timur laut karena lepas dari kontrol asing. Cita-cita mereka adalah Pergeseran dari nasionalisme multi ras atau bangsa dan agama menjadi nasionalisme Turki hampir tidak terasa, dan mungkin tidak akan melangkah terlalu jauh apabila Sultan Mahmud Vehideddin tidak memutuskan untuk melawan para nasionalis dan bekerja sama dengan Sekutu yang menduduki negeri itu. Kelompok nasionalis bebas bergerak di pedalaman Anatolia dan daerah perbatasan di timur laut karena lepas dari kontrol asing. Cita-cita mereka adalah

Mustafa kemal, yang ditempatkan di Samsun sebagai Inspektur jenderal Angkatan Darat kesembilan, muncul dari Anatolia Timur empat hari setelah invasi Yunani. Ia menolak perintah kembali ke Istambul dan memusatkan perhatiannya pada finalisasi program perjuangan nasional bersama Kazim Karabekir, Ali Fuad Pasha, dan Husein Rauf (Siti Maryam, 2002: 156). Ia kemudian megadakan propaganda yang menghimbau kebanggaan nasional bangsa Turki. Didukung oleh segala kemampuannya, Kemal berhasil membangun bangsanya (George Lenczowski, 1993: 70).

Berdasarkan propaganda dari Mustafa Kemal tentang kebanggaan nasional bangsa Turki, golongan nasionalis menyelenggarakan sebuah kongres delegasi propinsi-propinsi timur di Erzerum dari tanggal 23 Juli sampai 19 Agustus 1919. Kongres ini menghasilkan resolusi yang antara lain menyatakan tuntutan atas kemerdekaan dan terciptanya persatuan bagi rakyat Turki yang bersatu dalam agama, ras, dan tujuan. Resolusi tersebut dikukuhkan oleh kongres di Sivas pada tanggal 4 September 1919 yang dihadiri oleh delegasi-delegasi dari seluruh kerajaan. Kelompok-kelompok perjuangan meleburkan diri di bawah Liga Pertahanan dan Hak-hak di Anatolia dan Rumelia. Resolusi yang sudah diformulasikan dalam bentuk program enam pasal yang dinamakan Pakta Nasional. Pakta Nasional itu kemudian diajukan ke Parlemen di Istambul tanggal

28 Januari 1920 (Siti Maryam, 2002: 156). Isi program enam pasal (George Lenczowski, 1993: 70) tersebut adalah: (1) Pengakuan atas penentuan nasib sendiri bangsa Arab serta tuntutan atas kemerdekaan dan terciptannya persatuan bagi seluruh Imperium yang dihuni oleh mayoritas Muslim Utsmaniah, yaitu mayoritas bangsa Turki dan Kurdi. (2) Penerimaan plebisit bagi Batum, Karz, dan Ardahan. (3) Penerimaan plebisit bagi Thrace Timur. (4) Permintaan akan keamanan Constantinopel yang merupakan kedudukan Khalifah dan Sultan. Jika 28 Januari 1920 (Siti Maryam, 2002: 156). Isi program enam pasal (George Lenczowski, 1993: 70) tersebut adalah: (1) Pengakuan atas penentuan nasib sendiri bangsa Arab serta tuntutan atas kemerdekaan dan terciptannya persatuan bagi seluruh Imperium yang dihuni oleh mayoritas Muslim Utsmaniah, yaitu mayoritas bangsa Turki dan Kurdi. (2) Penerimaan plebisit bagi Batum, Karz, dan Ardahan. (3) Penerimaan plebisit bagi Thrace Timur. (4) Permintaan akan keamanan Constantinopel yang merupakan kedudukan Khalifah dan Sultan. Jika

Parlemen mengesahkan Pakta Nasional pada bulan Februari 1920. Hal itu menyebabkan sekutu meningkatkan pengawasannya terhadap Istambul. Pasukan Inggris menangkap simpatisan Nasionalis, termasuk beberapa anggota Parlemen pada 16 Maret 1920. Hal ini dibiarkan oleh Sultan. Dua hari berikutnya, Parlemen mengadakan sidang untuk menyatakan protes atas penagkapan- penangkapan terhadap anggota-anggotanya. Pada waktu yang hampir sama, Mustafa Kemal mengadakan pemungutan suara untuk majelis darurat baru yang segera bersidang di Ankara, markas tokoh nasionalis. Sedangkan Sultan membubarkan Parlemen pada tanggal 11 April 1920. Dikeluarkan pula fatwa dari Syekh al-Islam yang menyatakan bahwa para pemimpin nasionalis adalah gerombolan pemberontak dan kewajiban muslim untuk membunuhnya atas perintah Khalifah. Pihak Sultan merekrut suatu Laskar Khalifah untuk melawan kaum nasionalis. Pihak nasionalis tidak gentar dan terus berusaha untuk melakukan perlawanan dengan melibatkan anggota parlemen.

Mustafa Kemal mengundang beberapa anggota parlemen ke Ankara untuk untuk ambil bagian dari majelis nasional. Sembilan puluh dua anggota parlemen memenuhi undangan tersebut dan bersama 232 wakil yang dipilih oleh cabang-cabang lokal gerakan perlindungan Hak-hak membentuk Majelis Tinggi Nasional.

Majelis Tinggi Nasional bersidang di Ankara tanggal 23 April. Sidang memutuskan Mustafa Kemal menjadi Presiden Majelis Tinggi Nasional yang mempunyai kekuasaan legislatif dan eksekutif, dan suatu dewan yang terdiri dari sebelas orang menteri. Meskipun Kemal menyatakan kesetiaannya tetap pada Khalifah, perlawanan terhadap para nasionalis terus berlanjut (Siti Maryam, 2002: 157 ; Erik J. Zurcher, 2003 : 194). Konfrontasi semakin dekat karena kaum nasionalis tidak akan pernah menerima syarat-syarat persetujuan yang disetujui Majelis Tinggi Nasional bersidang di Ankara tanggal 23 April. Sidang memutuskan Mustafa Kemal menjadi Presiden Majelis Tinggi Nasional yang mempunyai kekuasaan legislatif dan eksekutif, dan suatu dewan yang terdiri dari sebelas orang menteri. Meskipun Kemal menyatakan kesetiaannya tetap pada Khalifah, perlawanan terhadap para nasionalis terus berlanjut (Siti Maryam, 2002: 157 ; Erik J. Zurcher, 2003 : 194). Konfrontasi semakin dekat karena kaum nasionalis tidak akan pernah menerima syarat-syarat persetujuan yang disetujui