Pelaksanaan Mediasi Dalam Penyelesaian Laporan Masyarakat Di Ombudsman Republik Indonesia

MASYARAKAT DI OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA (STUDI KASUS PEMBAYARAN GANTI RUGI DAN KOMPENSASI DARI PEMBANGUNAN JARINGAN SUTT OLEH PT. PLN (PERSERO) DI DESA NGLEGI, DESA BUNDER, DESA BEJI DAN DESA SALAM, KECAMATAN PATHUK, KABUPATEN GUNUNG KIDUL)

Penulisan Hukum ( Skripsi )

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh: DWI RETNO WULANDARI NIM. E0008144 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

Penulisan Hukum (Skripsi)

PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN LAPORAN MASYARAKAT DI OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA (STUDI KASUS PEMBAYARAN GANTI RUGI DAN KOMPENSASI DARI PEMBANGUNAN JARINGAN SUTT OLEH PT. PLN (PERSERO)

DI DESA NGLEGI, DESA BUNDER, DESA BEJI DAN DESA SALAM, KECAMATAN PATHUK, KABUPATEN GUNUNG KIDUL)

Oleh: Dwi Retno Wulandari NIM E0008144

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 10 Desember 2012 Dosen Pembimbing

Pius Triwahyudi, S.H., M.Si. NIP. 19560212 198503 1 004

Penulisan Hukum (Skripsi)

PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN LAPORAN MASYARAKAT DI OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA (STUDI KASUS PEMBAYARAN GANTI RUGI DAN KOMPENSASI DARI PEMBANGUNAN JARINGAN SUTT OLEH PT. PLN (PERSERO)

DI DESA NGLEGI, DESA BUNDER, DESA BEJI DAN DESA SALAM, KECAMATAN PATHUK, KABUPATEN GUNUNG KIDUL)

Oleh:

Dwi Retno Wulandari NIM E0008144

Telah diterima dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada:

Hari

: Kamis Tanggal : 10 Januari 2013

DEWAN PENGUJI

Rahayu Subekti S.H., M.Hum.

Ketua

Wida Astuti, S.H., M.H.

Sekretaris

Pius Triwahyudi, S.H., M.Si.

Anggota

Mengetahui Dekan,

Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. NIP. 19570203 198503 2 001

PERNYATAAN

Nama : Dwi Retno Wulandari NIM : E0008144

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:

PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN LAPORAN MASYARAKAT DI OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA (STUDI KASUS PEMBAYARAN GANTI RUGI DAN KOMPENSASI DARI PEMBANGUNAN JARINGAN SUTT OLEH PT. PLN (PERSERO) DI DESA NGLEGI, DESA BUNDER, DESA BEJI DAN DESA SALAM,

KECAMATAN PATHUK, KABUPATEN GUNUNG KIDUL) adalah betul- betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditujukan dalam daftar pustaka. Apabila kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 10 Desember 2012 Yang Membuat Pernyataan,

DWI RETNO WULANDARI NIM. E0008144

Dwi Retno Wulandari, E0008144. 2012. PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN LAPORAN MASYARAKAT DI OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA (STUDI KASUS PEMBAYARAN GANTI RUGI DAN KOMPENSASI DARI PEMBANGUNAN JARINGAN SUTT OLEH PT. PLN (PERSERO) DI DESA NGLEGI, DESA BUNDER, DESA BEJI DAN DESA SALAM, KECAMATAN PATHUK, KABUPATEN GUNUNG KIDUL). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan mediasi dalam penyelesaian laporan masyarakat di Ombudsman Republik Indonesia dengan studi kasus pada pelaksanaan mediasi terkait pembayaran ganti rugi dan kompensasi dari pembangunan jaringan SUTT oleh PT. PLN (Persero) di Desa Nglegi, Desa Bunder, Desa Beji, dan Desa Salam, Kecamatan Pathuk, Kabupaten Gunung Kidul.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal bersifat preskriptif dan terapan. Sifat perskriptif dapat terlihat dari keadaan senyatanya dan melihat aspek hukum mediasi di luar pengadilan di Indonesia yang berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan, dan norma hukum lain berupa kebiasaan umum dalam mediasi berdasar pendapat ahli. Sedangkan terapan terlihat pada pelaksanaan mediasi dalam menyelesaikan sengketa pembayaran ganti rugi dan kompensasi dari pembangunan jaringan SUTT oleh PT. PLN (Persero) di Desa Nglegi, Desa Bunder, Desa Beji, dan Desa Salam, Kecamatan Pathuk, Kabupaten Gunung Kidul dan hasilnya bagi kedua belah pihak. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undang-undang, pendekatan kasus dan pendekatan konseptual. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum. Teknik pengumpulan data yang digunakan melalui study kepustakaan, pengamatan dan wawancara. Teknik analisa yang digunakan adalah metode silogisme deduktif dan intepretasi, yaitu berpangkal pada prinsip-prinsip dasar (premis mayor), kemudian peneliti menghadirkan obyek yang sedang diteliti (premis minor) kemudian di tarik kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan mediasi dalam penyelesaian laporan masyarakat di Ombudsman sudah sesuai dengan norma-norma umum yang berlaku dalam mediasi di luar pengadilan (Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan) namun terdapat kekhususan bila dibandingkan dengan mediasi umumnya. Kekhususan ini disebabkan mediasi yang dilakukan Ombudsman merupakan mediasi pada ranah sengketa pelayanan publik. Hasil yang dicapai dalam mediasi ini merupakan kesepakatan win-win solution bagi para pihak.

Kata Kunci: Ombudsman, mediasi, pelayanan publik, win-win solution

Dwi Retno Wulandari, E0008144. 2012. THE IMPLEMENTATION OF MEDIATION TO SOLVED THE PUBLIK COMPLAINT ON OMBUDSMAN REPUBLIK OF INDONESIA (A CASE STUDY OF COMPENSATION PAYMENT OF CONSTRUCTION SUTT BY PT. PLN (PERSERO) IN NGLEGI VILLAGE, BUNDER VILLAGE, BEJI VILLAGE, AND SALAM VILLAGE, DISTRICT OF PATHUK, REGENCY OF GUNUNG KIDUL. Faculty of Law Sebelas Maret University.

This study aims to determine the implementation of mediation to solved the public complaint on Ombudsman Republic of Indonesia with a case study of payment compensation of construction SUTT by PT. PLN (Persero) in Nglegi Village, Bunder Village, Beji Village, And Salam Village, District of Pathuk, Regency of Gunung Kidul.

This study is a doctrinal study of law with prescriptive and applied. Prescriptive nature can be seen from the actual situation and look at the legal aspect of Court-Anexxed Mediation in Indonesia which based on Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan and other legal norms in the form of common mediation norm based on professionals opinion. Meanwhile, look at the implementation of mediation to solving the dispute of compensation payment of construction SUTT by PT. PLN (Persero) in Ngledi Village, Bunder Village, Beji Village and Salam Village, District of Pathuk, Regency of Gunung Kidul and the agreement for the parties. The approach used is legal approach, case approach and conceptual approaches. Type of data used are secondary data include primary legal materials, secondary legal materials and non-legal materials. Data collection used through the study of literature, observation and interview. Analysis of the data by using the method of syllogistic deduction, which stems from the basic principles (major premise), then the reseaecher presenting the object being studied (minor premise) and then draw conclusions.

Based on the results of research can be concluded that the implementation of mediation to solved the public complaint on Ombudsman is in accordance common Court-Anexxed Mediation norm (Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan), however the implementation of mediaton have special rules, because Ombudsman mediation in the land of public services dispute. The results of the mediation is a win-win solution for the parties.

Key Words: Ombudsman, mediation, public services, win-win solution

MOTTO SESUNGGUHNYA ALLAH TIADA MERUBAH KEADAAN SUATU KAUM SEHINGGA MEREKA MERUBAH KEADAAN YANG ADA PADA DIRI

-RAD: 11) MAN JADDA WAJADA -SUNGGUH PASTI AKAN MENUAI MAN SHABARA ZHAFIRA MAN SARA ALA DARBI WASHALA -NYA AKAN SAMPAI

(THOMAS ALVA EDISON)

HAL YANG LENGKAP DAN TIDAK DAPAT BERUBAH, DAN HANYA HILL) KEBAHAGIAAN DATANG DARI RASA SYUKUR (ANONIM)

PERSEMBAHAN

Penulisan hukum (skripsi) ini penulis persembahkan untuk:

1. kesabaran, cinta, motivasi, rizki dan nikmat-nikmat lain yang tak terhitung banyaknya yang telah Engkau berikan kepada hamba-Mu yang dzalim hingga akhirnya bisa menyelesaikan Skripsi ini.

2. Orang tua Penulis Bapak (Lamidi Kartomihardjo Alm.) serta khususnya Ibu

motivasi, pengorbanan, perhatian dan pengertian meskipun sudah mempunyai beban berat sebagai single parent, Love You Mom.

3. Sahabat-sahabat di SMA yang menginspirasi, (Dwika Sastriana Putri, Dian Kusumawati, Riky Dwi P., Dhani Wirawan), dan khususnya Shinta Purniawati, terima kasih karena disela-sela kesibukannya telah memberikan support, doa, dan motivasi.

4. Tri Sulistyanto yang telah memberikan dukungan moral dan materiil.

5. Teman-teman magang di Ombudsman Republik Indonesia perwakilan DIY- Jateng (Ferawati Nainggolan, Noviana Daruwati Kusuma Adi, Tita Tri Yunita, Satria Adiyasa Sindhuwijaya).

6. Semua Boss dan rekan kerja di beberapa tempat saya pernah bekerja, yang telah memberikan kesempatan untuk bekerja dan membutkan jadwal menyesuaikan jadwal kuliah.

7. Costumers yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu yang telah memberikan kepercayaan dalam bisnis dan motivasi dalam penulisan hukum ini.

KATA PENGATAR

Puji Syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas limpahan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (Skripsi)

PELAKSANAAN

MEDIASI DALAM PENYELESAIAN LAPORAN MASYARAKAT DI OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA (STUDI KASUS PEMBAYARAN GANTI RUGI DAN KOMPENSASI DARI PEMBANGUNAN JARINGAN SUTT OLEH PT. PLN (PERSERO) DI DESA NGLEGI, DESA BUNDER, DESA BEJI DAN DESA SALAM, KECAMATAN PATHUK, KABUPATEN

Penulis menyadari tidak mungkin menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret beserta seluruh Pembantu Rektor;

2. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret;

3. Bapak Pius Triwahyudi, S.H., M.Si., selaku Pembimbing Sripsi sekaligus ketua bagian Hukum Administrasi Negara, yang didalam kesibukan beliau telah bersedia meluangkan waktu serta pikiran untuk memberikan bimbingan, nasehat, motivasi, dan petunjuk atas tersusunnya skripsi ini;

4. Ibu Wida Astuti, S.H., M.H., selaku Ketua Pengelola Penulisan Hukum (PPH) dan segenap pegawai adminstrasi PPH yang telah membantu dalam mengurus segala administrasi skripsi dari mulai pengajuan judul, pelaksanaan seminar proposal sampai dengan pendaftaran ujian skripsi;

5. Bapak Hernawan Hadi, S.H., M.Hum selaku Pembimbing Akademik Penulis.

6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga 6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga

7. Bapak Budhi Masthuri, S.H., Bapak Jaka Susila Wahyuana, S.H., Bapak Nurkholis Fahmi S.E., dan segenap Staff Ombudsman Perwakilan DIY-Jateng yang telah memberikan penulis kesempatan magang, menjadi nara sumber, memberikan informasi, dan data terkait dengan penulisan hukum ini;

8. Tim Mediasi dari Ombudsman RI Pusat (Bapak Budi Santoso, S.H.,LLM, Bapak Tumpal Simanjuntak S.H., Yustus Yosep Maturbongs S.H.) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk ikut serta dalam identifikasi lapangan, memberikan informasi, dan data terkait dengan penulisan hukum ini;

9. Segenap keluarga Penulis;

10. Teman-Teman seperjuangan FH angkatan 2008 Ananda Megha Wiedar Saputri, Shinta Ayu Wulandari, Agnes Arti Citra Putri, Sinta Dewi Wijayanti teman-teman yang lain yang namanya tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

11. Semua Pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan penulisan hukum ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran yang membangun, sehingga dapat memperkaya penulisan hukum ini. Akhirnya, semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat dan mampu memberikan sumbangan ilmiah bagi perkembangan ilmu hukum.

Surakarta, 10 Desember 2012 Penulis Dwi Retno Wulandari NIM. E0008144

3. Tinjauan Umum tentang Dampak Pembangunan SUTT .....................

a. Pengertian SUTT ...........................................................................

b. Dampak Lingkungan Hidup di Bidang Kelistrikan....................... 36

c. Jarak Aman SUTT dari Benda-benda Lain ..................................

d. Dampak Radiasi Elektromagnetik terhadap Kesehatan ................

e. Ganti Rugi dan Kompensasi terhadap Pembangunan SUTT ........

B. Kerangka Pemikiran ...............................................................................

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................

A. Pelaksanaan Mediasi Ombudsman dalam Menyelesaikan Laporan dari Masyarakat yang terkena Damapak Pembangunan SUTT 150 kV Bantul- Wonosari ................................................................................................

1. Penanganan Laporan dari Masyarakat yang Terkena Dampak Pembangunan SUTT 150 kV Bantul-Wonosari Sebelum Pelaksanaan Proses Mediasi ............................................................................... 52

a. Penanganan Laporan Pertama dengan Substansi Laporan Berupa Keluhan Pelayanan ...................................................................

b. Penanganan Laporan Kedua dengan Substansi Laporan Berupa Permintaan Pelaksanaan Mediasi .............................................

2. Pelaksanaan Mediasi Ombudsman .................................................

a. Deskripsi Mediasi Ombudsman ...............................................

b. Tujuan Mediasi Ombudsman ...................................................

c. Para Pihak yang Terlibat dalam Proses Mediasi ......................

d. Mediator ...................................................................................

e. Tempat dan Biaya Mediasi ......................................................

f. Tahapan Mediasi ......................................................................

g. Waktu Pelaksanaan Mediasi ....................................................

3. Tinjauan Pelaksanaan Mediasi Ombudsman Berdasarkan Norma- Norma Umum Mediasi di Luar Pengadilan dalam Peraturan Perundang-undangan ......................................................................

Alternatif Penyelesaian Sengketa .............................................

b. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan ........................................................

4. Tinjauan Pelaksanaan Mediasi Ombudsman Berdasarkan Pendapat Ahli .................................................................................................

a. Syahrizal Abbas .......................................................................

b. Takdir Rahmadi ........................................................................

B. Hasil Mediasi Ombudsman dalam Menyelesaikan Sengketa Ganti Rugi dan Kompensasi antara PT. PLN (Persero) dengan masyarakat yang terkena dampak pembangunan SUTT 150 kV Bantul-Wonosari .......... 102

1. Pemasalahan dalam Pembayaran Ganti dan Kompensasi serta Hasil Kesepakatan yang Didapat setelah Mediasi ................................... 102

2. Hasil Mediasi bagi Kedua Belah Pihak .......................................... 109

BAB IV PENUTUP ......................................................................................... 117

A. Simpulan ................................................................................................. 117

B. Saran ....................................................................................................... 120 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 118

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Kerangka Pemikiran..........................................................................

49

Bagan 2. Alur Penanganan Keluhan Masyarakat .............................................

53

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tujuan dan cita-cita didirikannya Negara Republik Indonesia tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya adalah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Demi mewujudkan tujuan dan cita-cita tersebut Indonesia selalu berupaya mewujudkan Good Governance . Namun dalam kenyataannya implementasi Good Governance menghadapi banyak masalah didalam keadaan masyarakat politik yang korup dan kekuatan civil society yang masih lemah, seperti yang selama ini terjadi di tanah air (Teten Masduki, 2005:43). Kalau civil society lemah, tidak punya kompetensi untuk mengontrol pemerintahan, maka penyimpangan kekuasaan menjadi tak terhindarkan (Teten Masduki, 2005:42) termasuk dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Hal tersebut menimbulkan kebutuhan akan lembaga pengawasan eksternal yang

bersifat independen untuk mengawasi

penyelenggaraan tugas negara dan pemerintahan, maka dibentuklah Ombudsman di Indonesia.

Ombudsman berasal dari bahasa Swedia umbuðsmann yang artinya

pengawasan. Ombudsman ini mengadopsi dari tata pemerintahan internasional, dimana negara-negara lain ternyata juga mengalami kondisi yang hampir sama dalam hal penyelenggaraan pelayanan publik. Diseluruh dunia sudah lebih dari 130 negara yang mempunyai lembaga Ombudsman, dengan nama yang bervariasi, bahkan lebih dari 50 negara mencantumkan dalam konstitusi (Antonius Sujata, 2009:31). Tujuan dibentuknya Ombudsman di semua negara adalah untuk melindungi masyarakat terhadap kearoganan pejabat atau pegawai penyelenggara sekaligus memantau, mengawasi, dan mengoreksi perilaku koruptif pejabat- pejabat tersebut, agar pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih baik dan berjalan sebagaimana mestinya (Sunaryati Hartono, 2009:13).

yang lahirnya didasari dengan Keppres Nomor 44 Tahun 2000 yang dikeluarkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid dengan nama Komisi Ombudsman Nasional. Seiring dengan berjalannya waktu sadar akan pentingnya keberadaan Ombudsman, untuk mengoptimalkan fungsi, tugas dan wewenang Ombudsman, maka disahkanlah Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia, yang selanjutnya akan disebut Undang-Undang No. 37 Tahun 2008. Dengan diundangkannya Undang-Undang No. 37 Tahun 2008 ini selain tugas dan kewenangannya yang diperluas struktur Ombudsman di negara Indonesia secara kelembagaan juga diperkuat, yang semula hanya berupa Komisi berubah menjadi Lembaga Negara.

Ombudsman di Indonesia mempunyai fungsi sebagai pengawas pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara. Dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawas pelayanan publik Ombudsman mempunyai tugas tertentu. Secara garis besar tugas Ombudsman disebutkan dalam Pasal 7 Undang-Undang No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia yaitu menerima, memeriksa, menindaklanjuti, melakukan investigasi terkait substansi laporan masyarakat serta melakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait guna mencegah terjadinya maladministrasi oleh Penyelenggara Negara.

Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya tersebut Ombudsman didukung dengan kewenangan yang tercantum dalam Pasal 8 Undang-Undang No. 37 Tahun 2008. Kewenangan tersebut antara lain meminta keterangan, memeriksa dokumen, melakukan klarifikasi, melakukan pemanggilan, membuat rekomendasi, melakukan mediasi dan konsiliasi, serta mengumumkan hasil temuan atau kesimpulan yang didapat. Kewenangan yang dimiliki Ombudsman tersebut semuanya berkaitan dengan penyelesaian laporan masyarakat. Hal ini berkaitan dengan metode pengawasan yang digunakan Ombudsman yaitu sistem pelayanan berbasis masyarakat. Artinya Ombudsman melaksanakan pengawasannya terhadap pemberian pelayanan publik berdasarkan laporan dari masyarakat sebagai pengguna layanan yang merasa tidak mendapatkan pelayanan sebagaimana mestinya atau Penyelenggara Negara melakukan maladminstrasi Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya tersebut Ombudsman didukung dengan kewenangan yang tercantum dalam Pasal 8 Undang-Undang No. 37 Tahun 2008. Kewenangan tersebut antara lain meminta keterangan, memeriksa dokumen, melakukan klarifikasi, melakukan pemanggilan, membuat rekomendasi, melakukan mediasi dan konsiliasi, serta mengumumkan hasil temuan atau kesimpulan yang didapat. Kewenangan yang dimiliki Ombudsman tersebut semuanya berkaitan dengan penyelesaian laporan masyarakat. Hal ini berkaitan dengan metode pengawasan yang digunakan Ombudsman yaitu sistem pelayanan berbasis masyarakat. Artinya Ombudsman melaksanakan pengawasannya terhadap pemberian pelayanan publik berdasarkan laporan dari masyarakat sebagai pengguna layanan yang merasa tidak mendapatkan pelayanan sebagaimana mestinya atau Penyelenggara Negara melakukan maladminstrasi

Selain fungsi, tugas dan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 diatas, dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor

25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik (yang selanjutnya disebut Undang- Undang No. 25 Tahun 2009) fungsi, tugas dan kewenangan Ombudsman diperkuat juga terdapat penambahan kewenangan Ombudsman. Penambahan kewenangan ini diantaranya adalah dalam hal ganti rugi Ombudsman dapat melakukan mediasi, konsiliasi dan adjudikasi khusus, yang disebutkan dalam Pasal 50 ayat (5) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009.

Terkait dengan kewenangan Ombudsman dalam melakukan mediasi yang diberikan oleh Undang-Undang No. 37 Tahun 2008 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 diatas penulis tertarik untuk meneliti mengenai salah satu kasus dalam laporan masyarakat yang masuk ke Ombudsman RI Perwakilan DIY-Jawa Tengah terkait pembayaran ganti rugi dan kompensasi yang diselesaikan melalui mekanisme mediasi. Mediasi tersebut dilakukan antara PT. PLN (Persero) selaku pihak yang membangun transmisi SUTT yang melewati tanah milik warga dari beberapa desa di Kabupaten Bantul dengan beberapa orang perwakilan dari warga Desa Nglegi, Desa Bunder, Desa Beji, dan Desa Salam, Kecamatan Pathuk, Kabupaten Gunung Kidul, selaku pemilik lahan yang daerahnya dilalui transmisi SUTT untuk menyelesaikan masalah ketidaksepakatan dalam hal pemberian ganti rugi dan kompensasi. Dalam mediasi ini Ombudsman diminta bertindak sebagai mediator.

Ombudsman dituntut untuk berperan ganda dalam menangani kasus ini disatu sisi sebagai Lembaga Negara yang bertugas mengawasi pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan disisi lain harus bertindak sebagai mediator yang harus membantu menyelesaikan sengketa ganti rugi. Fungsi Ombudsman sebagai pengawas pelayanan publik tentu saja sangat berbeda dengan fungsi Ombudsman sebagai mediator dalam membantu menyelesaikan sengketa Ombudsman dituntut untuk berperan ganda dalam menangani kasus ini disatu sisi sebagai Lembaga Negara yang bertugas mengawasi pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan disisi lain harus bertindak sebagai mediator yang harus membantu menyelesaikan sengketa ganti rugi. Fungsi Ombudsman sebagai pengawas pelayanan publik tentu saja sangat berbeda dengan fungsi Ombudsman sebagai mediator dalam membantu menyelesaikan sengketa

Mediasi yang berlaku di Indonesia terdiri dari proses mediasi di dalam pengadilan dan proses mediasi diluar pengadilan. Pengaturan untuk proses mediasi di Pengadilan diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Proses Mediasi di Pengadilan, sedangkan untuk mediasi di luar pengadilan tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan secara khusus. Hanya saja terdapat beberapa peraturan yang dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan mediasi di luar pengadilan. Peraturan tersebut adalah Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disebut Undang-Undang No. 30 Tahun 1999) serta Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan (selanjutnya disebut PP No. 54 Tahun 2000). PP No. 54 Tahun 2000 mengatur mediasi secara lebih terperinci dibandingkan dengan Undang-Undang No. 30 tahun 1999, namun dalam kedua peraturan tersebut, penaturan mengenai mediasi belum dijabarkan secara lengkap. Oleh sebab itu, proses mediasi di luar pengadilan umumnya selain mengacu pada kedua peraturan diatas juga berpedoman pada hasil pengalaman dan penelitian para praktisi dalam mediasi.

Pedoman proses mediasi di luar pengadilan yang bersumber dari pengalaman dan penelitian para praktisi banyak diuraikan dalam kepustakaan atau diajarkan dalam berbagai pelatihan mediasi. Pada umumnya bahan kepustakaan mediasi banyak didapat dari negara-negara yang masyarakatnya telah menggunakan mediasi sebagai pilihan utama dalam menyelesaikan sengketa seperti Amerika, Australia, Inggris, dan Jepang. Kerena mediasi tidak diatur dalam peraturan perundangan maka proses mediasi cenderung bersifat universal, sehingga proses mediasi yang diterapkan beberapa negara diatas dengan sedikit penyesuaian dapat juga diterapkan di Indonesia (Takdir Rahmadi, 2010:101). Penyesuaian tersebut dilakukan dengan mengambil norma kebiasaan mediasi yang Pedoman proses mediasi di luar pengadilan yang bersumber dari pengalaman dan penelitian para praktisi banyak diuraikan dalam kepustakaan atau diajarkan dalam berbagai pelatihan mediasi. Pada umumnya bahan kepustakaan mediasi banyak didapat dari negara-negara yang masyarakatnya telah menggunakan mediasi sebagai pilihan utama dalam menyelesaikan sengketa seperti Amerika, Australia, Inggris, dan Jepang. Kerena mediasi tidak diatur dalam peraturan perundangan maka proses mediasi cenderung bersifat universal, sehingga proses mediasi yang diterapkan beberapa negara diatas dengan sedikit penyesuaian dapat juga diterapkan di Indonesia (Takdir Rahmadi, 2010:101). Penyesuaian tersebut dilakukan dengan mengambil norma kebiasaan mediasi yang

Pelaksanaan mediasi Ombudsman dalam ranah pelayanan publik untuk menyelesaikan sengketa ganti rugi dan kompensasi antara PT. PLN (Persero) selaku pihak yang membangun transmisi SUTT yang melewati tanah milik warga dengan warga Desa Nglegi, Desa Bunder, Desa Beji, dan Desa Salam, Kecamatan Pathuk, Kabupaten Gunung Kidul diharapkan dapat menghasilkan penyelesaian dengan hasil win-win solution bagi kedua belah pihak mengingat adanya perbedaan kekuatan diantara pihak-pihak yang bersengketa. Mediasi tersebut selain bertujuan untuk menyelesaikan sengketa juga bertujuan untuk memperbaiki pelayanan publik yang dilakukan PT. PLN (Persero) terkait masalah pemberian ganti rugi dan kompensasi.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian terhadap pelaksanaan mediasi yang dilakukan Ombudsman tersebut karena ruang lingkupnya berada pada ranah pelayanan publik sehingga berbeda dengan mediasi pada umumnya dan menyusun kedalam penulisan hukum dengan judul:

PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN LAPORAN MASYARAKAT DI OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA (STUDI KASUS PEMBAYARAN GANTI RUGI DAN KOMPENSASI DARI PEMBANGUNAN JARINGAN SUTT OLEH PT. PLN (PERSERO) DI DESA NGLEGI, DESA BUNDER, DESA BEJI DAN DESA SALAM, KECAMATAN PATHUK, KABUPATEN GUNUNG KIDUL)

Berdasarkan latar belakang masalah diatas dalam penelitian ini penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah pelaksanaan mediasi dalam penyelesaian laporan masyarakat di Ombudsman Republik Indonesia terkait pembayaran ganti rugi dan kompensasi dari Pembangunan SUTT oleh PT PLN Persero sudah sesuai dengan norma-norma umum yang berlaku dalam mediasi di luar pengadilan?

2. Apakah hasil mediasi Ombudsman dalam menyelesaikan sengketa ganti rugi dan kompensasi antara PT. PLN (Persero) dengan masyarakat yang terkena dampak pembangunan SUTT 150 kV Bantul-Wonosari merupakan kesepakatan win-win solution bagi kedua belah pihak?

C. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian pasti mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai, untuk menjadi arahan dalam melaksanakan penelitian tersebut, sehingga mendapatkan hasil yang maksimal dalam menjawab permasalahan yang ada. Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis:

1. Tujuan Obyektif

a. Mengetahui kesesuaian pelaksanaan mediasi yang dilakukan Ombudsman Republik Indonesia dalam menyelesaikan laporan masyarakat korban pembangunan SUTT oleh PT PLN Persero dengan norma-norma umum mediasi diluar pengadilan.

b. Mengetahui hasil pelaksanaan mediasi Ombudsman Republik Indonesia dalam penyelesaian laporan masyarakat terkait ganti rugi dan kompensasi dari dampak pembangunan jaringan SUTT 150 kV Bantul Wonosari oleh PT. PLN Persero di Bantul bagi kedua belah pihak.

2. Tujuan Subyektif

a. Menambah pengetahuan dan pemahaman penulis dalam penelitian hukum di bidang Administrasi Negara, pada khusunya bidang pelayanan publik mengenai peran ombudsman dalam menyelesaikan laporan masyarakat melalui mediasi a. Menambah pengetahuan dan pemahaman penulis dalam penelitian hukum di bidang Administrasi Negara, pada khusunya bidang pelayanan publik mengenai peran ombudsman dalam menyelesaikan laporan masyarakat melalui mediasi

c. Untuk memberikan sumbangan pikiran bagi ilmu hukum agar dapat memberikan wawasaan dan manfaat bagi masyarakat dan civitas academia pada umumnya, serta bagi penulis pada khususnya.

D. Manfaat Penelitian

Sebuah penulisan hukum diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna bagi perkembangan ilmu hukum itu sendiri juga dapat diterapkan dalam praktek. Adapun manfaat yang diharapkan penulis adalah:

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum pada umumnya dan hukum administrasi negara pada khususnya.

b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memperkaya referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan serta sebagai acuan terhadap panelitian sejenis dimasa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan informasi dan gambaran kepada masyarakat pada umumnya dan semua pihak yang berkepentingan pada khususnya mengenai mediasi Ombudsaman dalam menyelesaikan laporan masyarakat.

b. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan penalaran, pola pikir dinamis dan untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu hukum yang diperoleh selama perkuliahan.

c. Penelitian ini diharapkan dapat membantu, memberikan tambahan masukan dan pengetahuan kepada pihak-pihak terkait dengan masalah yang diteliti, juga kepada berbagai pihak yang berminat pada permasalahan yang sama.

Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:35)

1. Jenis Penelitian

Berdasarkan penelitian permasalahan yang diajukan dalam penelitian hukum ini penulis menggunakan penelitian hukum doktrinal atau normatif. Penelitian hukum doktrinal adalah penelitian hukum yang bersifat preskriptif bukan deskriptif sebagaimana ilmu sosial dan ilmu alam (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 33).

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang dikategorikan sebagai penelitian yang bersifat preskriptif dan terapan. Ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif, artinya ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, konsep- konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan ilmu hukum menetapkan standart prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006:22).

Sifat perskriptif dapat terlihat dari keadaan senyatanya dan melihat aspek hukum mediasi di Indonesia yang berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan, dan norma hukum lain berupa kebiasaan umum dalam mediasi berdasar pendapat para ahli. Sedangkan terapan terlihat pada pelaksanaan mediasi dalam menyelesaikan sengketa pembayaran ganti rugi dan kompensasi dari pembangunan jaringan SUTT oleh PT. PLN (Persero) di Desa Nglegi, Desa Bunder, Desa Beji, dan Desa Salam, Kecamatan Pathuk, Kabupaten Gunung Kidul dan hasilnya bagi kedua belah pihak.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah pendekatan perundang-undangan (Statue Approach), pendekatan historis (Historical Approach), pendekatan kasus (Case Approach) dan pendekatan konseptual (Conceptual Approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2005:93). Dalam pelaksanaan penelitian ini penulis menggunakan pendekatan perundang-undangan (Statue Approach), Pendekatan Kasus (Case Approach), dan Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach). Pendekatan perundang- undangan (Statue Approach) dilakukan dengan menelaah semua undang- undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan masalah mediasi dalam penyelesaian laporan masyarakat di Ombudsman Republik Indonesia khususnya berkaitan dengan pemberian ganti rugi dan kompensasi dari dampak pembangunan SUTT, sedangkan Pendekatan Kasus (Case Approach) dilakukan dengan menelaah hasil kesepakatan yang didapat dari hasil mediasi yang dilakukan Ombudsman terhadap PT PLN Persero selaku pembangun jaringan SUTT dengan warga Desa Nglegi, Desa Bunder, Desa Beji, Dan Desa Salam Kabupaten Gunung Kidul sebagai korban pembangunan SUTT 150 kV Bantul-Wonosari terkait masalah pemberian ganti rugi dan kompensasi.

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Penelitian ini merupakan penelitian normatif atau penelitian doktrinal, maka bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Bahan hukum primer

1) Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

2) Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan;

3) Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;

4) Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Repulik Indonesia;

5) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan;

Alternatif Penyelesaian Sengketa;

7) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria;

8) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Kepentingan Umum;

9) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan;

10) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Jenis Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;

Energi Nomor 01.P/47/MPE/1992 tentang Ruang Bebas SUTT dan SUTET serta

Energi Nomer 975.K/47/MPE/1999 tentang Perubahan Terhadap Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 01.P/47/MPE/1992 tentang Ruang Bebas SUTT dan SUTET;

12) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 yang kemudian direvisi menjadi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan;

13) Peraturan Ombudsman Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2009 Tentang Cara Pemeriksaan dan Penyelesaian Laporan.

b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder berupa bahan hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:14). Bahan hukum sekunder terdiri dari buku- buku teks yang ditulis para ahli hukum, pandangan ahli hukum (doktrin), hasil penelitian hukum, kamus hukum, ensiklopedia hukum, artikel, internet, dan sumber lainnya yang memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini. Bahan hukum sekunder b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder berupa bahan hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:14). Bahan hukum sekunder terdiri dari buku- buku teks yang ditulis para ahli hukum, pandangan ahli hukum (doktrin), hasil penelitian hukum, kamus hukum, ensiklopedia hukum, artikel, internet, dan sumber lainnya yang memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini. Bahan hukum sekunder

c. Bahan non hukum Bahan non hukum merupakan bahan penelitian bukan dari disiplin ilmu hukum yang terdiri dari buku teks, artikel, jurnal, internet dan sumber lainnya yang memiliki korelasi dengan penelitian.

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan data adalah suatu cara yang digunakan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Studi Dokumen atau Bahan Pustaka Penulis mengumpulkan, membaca dan mengkaji dokumen, buku- buku, peraturan perundang-undangan, majalah dan bahan pustaka lainnya berbentuk data tertulis yang diperoleh di lokasi penelitian atau tempat lain.

b. Pengamatan atau observasi Pengamatan atau observasi penelitian ini dilakukan dengan mengamati secara langsung proses dan hasil mediasi yang berlangsung antara PT. PLN Persero dengan warga yang tanah beserta benda- benda diatasnya terpaksa dilalui oleh jaringan transmisi SUTT dimana Ombudsman RI yang ditunjuk sebagai mediator oleh kedua belah pihak.

c. Wawancara Wawancara adalah situasi dimana terjadi interaksi antara pewawancara dan yang diwawancarai dengan pedoman wawancara berdasarkan pada hasil tugas/tes yang telah diberikan kepada yang diwawancarai. Wawancara ini digunakan untuk memperoleh data primer yang terbaik sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian Narasumber dalam wawancara ini adalah Mediator dari Ombudsman RI, Perwakilan Warga dari Desa Nglegi, Desa Bunder, Desa Beji, dan Desa Salam di Kabupaten Gunung Kidul dan Manager PLN Jawa-Bali UPK JJP III.

Teknik analisa penelitian ini menggunakan metode silogisme deduktif yaitu dengan cara berpikir pada prinsip-prinsip dasar, kemudian penelitian menghadirkan objek yang akan diteliti yang akan digunakan untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus. Seperti halnya dengan premis mayor yang diintepretasikan terhadap pelaksanaan mediasi Ombudsman yang berlangsung antara PT. PLN Persero dengan warga yang tanah beserta benda- benda diatasnya terpaksa dilalui oleh jaringan transmisi SUTT dimana Ombudsman RI yang ditunjuk sebagai mediator oleh kedua belah pihak, kemudian diintepretasikan kembali dan menuju fakta hukum yang ada pada premis minor setlah itu menghasilkan kesimpulan.

F. Sistematika Penulisan

Sistemaika Penulisan Hukum disajikan guna memberi gambaran secara keseluruhan mengenai pembahasan yang akan dirumuskan sesuai dengan kaidah atau aturan baku penulisan suatu karya ilmiah. Adapun sistematika dalam penulisan hukum ini adalah:

BAB I

: PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, jadwal penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II

: TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini penulis meguraikan kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori terdiri dari teori-teori yang relevan dengan penelitian hukum ini, yaitu: Tinjauan Umum tentang Mediasi, Tinjauan Umum tentang Ombudsman, Tinjauan Umum tentang Dampak Pembangunan SUTT. Kerangka pemikiran digunakan untuk mempermudah pemahaman dalam alur berpikir.

BAB III

: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV

: PENUTUP

Dalam bab ini, penulis akan menguraikan simpulan hasil penelitian dan pembahasan serta saran-saran yang diajukan penulis sebagai implikasi dari simpulan yang didapat.

DAFTAR PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum tentang Mediasi

a. Pengertian Mediasi

Mediasi merupakan salah satu cara menyelesaikan sengketa diluar pengadilan. Di Indonesia mediasi diluar pengadilan diatur dalam Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2000 Tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan. Namun kedua peraturan perundang-undangan tersebut tidak menyebutkan mengenai pengertian mediasi. Beberapa pengertian mediasi didapat dari beberapa sumber lain, yaitu:

1) Mediasi berasal dari bahasa Inggris mediation, yang artinya negosiasi untuk menyelesaikan perbedaan yang dilakukan oleh beberapa imparsial partai (http://id.w3dictionary.org/index.php?q=mediation).

2) Istilah mediation artinya proses mengikutsertakan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasehat (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

3) Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik disebutkan bahwa mediasi adalah penyelesaian sengketa pelayanan publik melalui bantuan, baik oleh ombudsman sendiri maupun melalui mediator yang dibentuk oleh ombudsman .

4) Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 yang kemudian direvisi menjadi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan menyebutkan

tkan

informal dispute resolution process in witch a neutral third person, the mediator, help disputing parties to reach an agreement. The mediator

(Gunawan

Widjaja, 2005: 90-91).

6) Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui perundingan berdasarkan pendekatan mufakat atau konsensus para pihak, yang dalam prosesnya dibantu oleh mediator. Mediator tidak memiliki kewenangan memutus, tetapi hanya membantu para pihak yang bersengketa dalam mencari penyelesaian yang dapat diterima (Takdir Rahmadi, 2010: 13).

7) Mediasi adalah penyelesaian sengketa secara damai dengan bantuan pihak ketiga yang disebut mediator dan dalam menjalankan ia harus bersikap adil, netral (tidak memihak) serta ia tidak berwenang memutuskan karena hanya berperan sebagai fasilitator (Muhammad Saifullah, 2009: 76-77).

8) Menurut Gary Goodpaster, mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan (Syahrizal Abbas, 2011:5).

9) Mediation is a common form of conflict management in international relation. In structural terms, it can be conceived of as extension of negotiations in witch a third party enters a conflict between two or more states or other actors to effect the course of it and help them find

a mutually acceptable solution (Tetsuro Iji and Hideki Fuchinoue, 2009: 137). (Mediasi merupakan sebuah bentuk umum dari managemen konflik

pada hubungan internasional. Secara struktural mediasi bisa diterima sebagai bentuk lebih lanjut dari negosiasi yang dalam hal ini pihak ketiga masuk dalam konflik yang terjadi antara dua atau lebih negara pada hubungan internasional. Secara struktural mediasi bisa diterima sebagai bentuk lebih lanjut dari negosiasi yang dalam hal ini pihak ketiga masuk dalam konflik yang terjadi antara dua atau lebih negara

b. Pengertian, Syarat dan Tugas Mediator

Menurut Pasal 1 angka 6 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Mengenai netralitas mediator ini, Adam T. Rick berpendapat because truly neutral mediation is impossible (karena pelaksanaan mediasi yang benar-benar netral adalah tidak mungkin), dia menyarankan mediators remain free to define their own styles, so long as they properly inform the parties of the process and of that underlying impossibility (mediator dipersilahkan memilih gaya mereka sendiri sepanjang mediator tersebut memberitahu prosesnya secara menyeluruh kepada para pihak dan dasar ketidakmungkinannya) (Adam T. Rick, 2009:1). Sedangkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2000 Tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian

atau Pihak ketiga lainnya adalah seorang atau lebih yang ditunjuk dan diterima oleh para pihak yang bersengketa dalam rangka penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang tidak memiliki kewenangan mengambil

Pada Pasal 6 ayat (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, membedakan mediator berdasarkan yang menunjuknya ada 2 (dua), yaitu:

1) Mediator yang ditunjuk secara bersama oleh para pihak

2) Mediator yang ditunjuk oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang ditunjuk oleh para pihak

Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2000 Tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan, bahwa mediator yang ditunjuk oleh pihak-pihak yang bersengketa tersebut haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) disetujui pihak-pihak yang bersengketa

2) tidak mempunyai hubungan sedarah atau semenda sampai sederajat dengan salah satu pihak yang bersengketa

3) tidak memiliki hubungan kerja dengan salah satu pihak yang bersengketa

4) tidak memiliki kepentingan finansial atau kepentingan lain terhadap kesepakatan para pihak

5) tidak mempunyai kepentingan terhadap proses perundingan yang berlangsung maupun hasilnya (Gunawan Wijaya, 2005:34-35)

Tugas mediator berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 adalah:

1) mempersiapkan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak

2) mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi

3) mendorong para pihak atau principal untuk berperan serta dalam proses mediasi

4) melakukan kaukus bila mana perlu

5) mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka

6) mencari berbagai pilihan atau opsi-opsi penyelesaian yang terbaik bagi para pihak