Skala Peta

3. Skala Peta

Skala peta merupakan komponen peta yang sangat penting karena dengan skala peta kita dapat mengetahui jarak antara dua tempat. Skala peta adalah perbandingan antara jarak di peta dengan jarak sebenarnya di permukaan bumi.

Misalnya jarak antara kota A ke kota B di peta adalah 10 cm sedangkan jarak sesungguhnya di lapangan adalah 200 meter (20.000 cm), maka skala peta yang digunakan adalah :

S = 10 / 20,0000

S = 1 / 2.000 (Skala 1 : 2.000)

Setiap peta hendaknya mencantumkan skalanya agar pembaca dapat menghitung dan memperkirakan perbesaran pada keadaan yang sebenarnya.

Macam-macam skala :

  1. Skala Angka / Numerik

Adalah skala yang ditampilkan dengan simbol angka.

Contoh : Skala 1:2.000

  1. Skala Grafik / Batang

Adalah skala yang ditampilkan dalam bentuk grafik/gambar yang menyatakan perbandingan panjang ukuran di peta dengan ukuran sebenarnya di lapangan.

C ontoh :

Berdasarkan skalanya peta dapat digolongkan menjadi empat jenis, yaitu :

1. Peta kadaster/teknik adalah peta yang mempunyai skala antara 1:100 sampai 1:5.000.

2. Peta skala besar adalah peta yang mempunyai skala 1:5.000 sampai 1:250.000.

3. Peta skala sedang adalah peta yang mempunyai skala antara 1:250.000 sampai 1:500.000.

4. Peta skala kecil adalah peta yang mempunyai skala 1:500.000 sampai 1:1.000.000 atau lebih.

Sampai di sini apakah Anda dapat memahami ? Selanjutnya, dalam pembahasan skala peta yang harus Anda ingat adalah semakin besar skalanya, maka akan semakin kecil kenampakan wilayah yang digambarkan. Sebaliknya semakin kecil skalanya semakin luas areal kenampakan permukaan bumi yang tergambar dalam peta. Untuk memahami skala termasuk besar atau kecil dapat dicontohkan sebagai berikut:

-

Skala 1 : 50.000

lebih besar dari

1 : 100.000

-

Skala 1 : 200.000

lebih besar dari

1 : 2.000.000

-

Skala 1 : 250.000

lebih kecil dari

1 : 50.000

2.1.4. Sistem Koordinat Peta

Koordinat adalah pernyataan besaran geometrik yang menentukan posisi satu titik dengan mengukur besar vektor terhadap satu posisi acuan yang telah didefinisikan. Posisi acuan dapat ditetapkan dengan asumsi atau ditetapkan dengan suatu kesepakatan matematis yang diakui secara universal dan baku. Jika penetapan titik acuan tersebut secara asumsi, maka sistem koordinat tersebut bersifat Lokal atau disebut Koordinat Lokal dan jika ditetapkan sebagai kesepakatan berdasar matematis maka koordinat itu disebut koordinat yang mempunyai sistem kesepakatan dasar matematisnya.

Sistem koordinat adalah kesepakatan tentang sistem penentuan posisi suatu obyek di muka bumi sehingga bisa ditampilkan ke dalam suatu peta. Dengan adanya sistem koordinat, maka dapat memudahkan untuk mengetahui dan memahami posisi di muka bumi. Selain itu juga akan mempermudah untuk melakukan pekerjaan pemetaan.

Pada dasarnya sistem koordinat terdiri dari dua macam yaitu sistem koordinat geografis dan sistem koordinat grid (kartesian).

A. Sistem Koordinat Geografis

Sistem koordinat geografis digunakan untuk menunjukkan suatu titik di bumi berdasarkan garis lintang dan garis bujur.

Garis lintang yaitu garis vertikal yang mengukur sudut antara suatu titik dengan garis khatulistiwa. Titik di utara garis khatulistiwa dinamakan Lintang Utara sedangkan titik di selatan khatulistiwa dinamakan Lintang Selatan.

Garis bujur yaitu garis horizontal yang mengukur sudut antara suatu titik dengan titik nol di bumi yaitu Greenwich di London Britania Raya yang merupakan titik bujur 0° atau 360° yang diterima secara internasional. Titik di barat bujur 0° dinamakan Bujur Barat sedangkan titik di timur 0° dinamakan Bujur Timur.

Gambar 2.2. Sistem koordinat geografis

Ciri – ciri sistem koordinat geografis :

■ Posisi titik dianggap berada pada suatu bidang bola bumi yang berbentuk elips

■ Menggunakan satuan derajat, menit, detik (⁰, ‘, “)

■ Format Latitude (arah utara selatan) dan Longitude (arah timur barat)

■ Contoh koordinat geografis : (105⁰ 05’ 13“ E ; 01⁰ 05’ 46” N)

B. Sistem Koordinat Grid (Kartesian)

Sistem koordinat kartesius dalam dua dimensi umumnya didefinisikan dengan dua sumbu yang saling bertegak lurus antara satu dengan yang lainnya, yang keduanya terletak pada satu bidang (bidang xy). Sumbu horizontal diberi label x, dan sumbu vertikal diberi label y. Pada sistem koordinat tiga dimensi, ditambahkan sumbu yang lain yang sering diberi label z. Sumbu-sumbu tersebut orthogonal antara satu dengan yang lainnya. (Satu sumbu dengan sumbu lain bertegak lurus).

Titik pertemuan antara kedua sumbu, titik asal, umumnya diberi label 0. Setiap sumbu juga mempunyai besaran panjang unit, dan setiap panjang tersebut diberi tanda dan ini membentuk semacam grid. Untuk mendeskripsikan suatu titik tertentu dalam sistem koordinat dua dimensi, nilai x ditulis (absis), lalu diikuti dengan nilai y (ordinat). Dengan demikian, format yang dipakai selalu (x,y) dan urutannya tidak dibalik-balik.

Y

( X, Y)


X


Gambar 2.3. Sistem koordinat grid (kartesian)

Ciri – ciri sistem koordinat grid (kartesian) :

■ Posisi titik dianggap berada pada suatu bidang datar

■ Menggunakan satuan ukuran meter (m)

■ Format XY (X searah timur barat dan Y searah utara selatan)

■ Contoh koordinat grid : (547683,21 E ; 9678450,42 S)

2.1.5. Proyeksi Peta

Apabila Anda ingin menggambarkan perubahan benda yang berukuran tiga dimensi ke benda yang berukuran dua dimensi, benda itu harus diproyeksikan ke bidang datar.

Teknik proyeksi ini juga berlaku untuk memindahkan letak titik-titik pada permukaan bumi ke bidang datar yang dinamakan Proyeksi Peta.

Secara khusus pengertian dari proyeksi peta adalah cara memindahkan sistem paralel (garis lintang) dan meridian (garis bujur) berbentuk bola (globe) ke bidang datar (peta). Hasil pemindahan dari globe ke bidang datar ini akan menjadi peta. Pemindahan dari globe ke bidang datar harus diusahakan akurat. Agar kesalahan diperkecil sampai tidak ada kesalahan maka proses pemindahan harus memperhatikan syarat-syarat di bawah ini :

1. Bentuk-bentuk di permukaan bumi tidak mengalami perubahan (harus tetap), persis seperti pada gambar peta di globe bumi.

2. Luas permukaan yang diubah harus tetap.

3. Jarak antara satu titik dengan titik lain di atas permukaan bumi yang diubah harus tetap.

Di dalam proses pembuatan peta untuk dapat memenuhi ketiga syarat di atas sekaligus adalah suatu hal yang tidak mungkin. Bahkan untuk dapat memenuhi satu syarat saja untuk seluruh bola dunia juga merupakan hal yang tidak mungkin, yang bisa dipenuhi hanyalah satu saja dari syarat-syarat di atas dan ini hanya untuk sebagian kecil dari muka bumi.

Anda paham penjelasan di atas ? Belum ? Baiklah ! Secara sederhana dapat dikatakan bahwa dalam membuat peta kita hanya dapat menggambar beberapa bagian permukaan bumi. Untuk dapat membuat peta yang meliputi wilayah yang lebih luas atau bahkan seluruh permukaan bumi kita harus mengadakan kompromi antara ketiga syarat di atas. Sebagian dampak kompromi tersebut, keluarlah bermacam-macam jenis proyeksi peta. Masing-masing proyeksi mempunyai kelebihan dan kelemahan sesuai dengan tujuan peta dan bagian muka bumi yang digambarkan.

Bila diminta untuk memetakan seluruh permukaan bumi, maka Anda dituntut harus tepat dalam memilih proyeksi yang digunakan. Pemilihan proyeksi tergantung pada :

- Bentuk, luas, dan letak daerah yang dipetakan

- Ciri-ciri tertentu/ciri asli yang akan dipertahankan

Salah satu sistem koordinat grid yang dipakai untuk seluruh dunia dan pada peta-peta umum di Indonesia yang merupakan hasil dari suatu proyeksi peta adalah sistem koordinat UTM (Universal Transverse Mercator).

UTM menggunakan silinder yang membungkus elipsoid dengan kedudukan sumbu silindernya tegak lurus sumbu tegak elipsoid (sumbu perputaran bumi) sehingga garis singgung elipsoid dan silinder merupakan garis yang berhimpit dengan garis bujur pada elipsoid. Pada sistem proyeksi UTM didefinisikan posisi horizontal dua dimensi (x,y) menggunakan proyeksi silinder, transversal, dan conform yang memotong bumi pada dua meridian standar.

Gambar 2.4. Sistem Proyeksi UTM

Pada sistem koordinat UTM, seluruh permukaan bumi dibagi atas 60 bagian yang disebut dengan UTM zone. Setiap zone dibatasi oleh dua meridian sebesar 6° dan memiliki meridian tengah sendiri. Sebagai contoh, zone 1 dimulai dari 180° BB hingga 174° BB, zone 2 dimulai dari 174° BB hingga 168° BB, terus ke arah timur hingga zone 60 yang dimulai dari 174° BT sampai 180° BT. Batas lintang dalam sistem koordinat ini adalah 80° LS hingga 84° LU. Setiap bagian derajat memiliki lebar 8 yang pembagiannya dimulai dari 80° LS ke arah utara. Bagian derajat dari bawah (LS) dinotasikan dimulai dari C,D,E,F, hingga X (huruf I dan O tidak digunakan). Jadi bagian derajat 80° LS hingga 72° LS diberi notasi C, 72° LS hingga 64° LS diberi notasi D, 64° LS hingga 56° LS diberi notasi E, dan seterusnya.

Gambar 2.5. Pembagian Grid UTM


Setiap zone UTM memiliki sistem koordinat sendiri dengan titik nol pada perpotongan antara meridian sentralnya dengan ekuator. Untuk menghindari koordinat negatif, meridian tengah diberi nilai awal absis (x) 500.000 meter. Untuk zone yang terletak di bagian selatan ekuator (LS), juga untuk menghindari koordinat negatif ekuator diberi nilai awal ordinat (y) 10.000.000 meter. Sedangkan untuk zone yang terletak di bagian utara ekuator, ekuator tetap memiliki nilai ordinat 0.

Sumbu Utama

500,000 mT


Zona 49

Zona 48


Gambar 2.6. Zona Bujur UTM

Zona 48

Zona 49


100,000 mU


10,000 mU


Garis Khatulistiwa

0 mU


10,000,000 mS mU


9,000,000 mS mU


Gambar 2.7. Zona Lintang UTM

Untuk wilayah Indonesia terbagi atas sembilan zone UTM, dimulai dari meridian 90° BT sampai dengan 144° BT dengan batas pararel (lintang) 11° LS hingga 6° LU. Dengan demikian wilayah Indonesia dimulai dari zone 46 (meridian sentral 93° BT) hingga zone 54 (meridian sentral 141° BT).

2.1.6. Transformasi Koordinat

Seringkali pada pekerjaan pemetaan kita dihadapkan atau mendapat kendala sistem koordinat yang digunakan berbeda. Hal ini tentulah akan menimbulkan kesulitan dalam proses pemasukan posisi objek yang akan dipetakan ke dalam peta yang mempunyai sistem koordinat yang berbeda. Misalnya koordinat lokasi A adalah koordinat geografis sedangkan peta yang digunakan adalah peta dalam sistem koordinat UTM.

Untuk kasus demikian, maka agar proses plotting peta dapat dilakukan harus dilakukan proses “transformasi koordinat”. Transformasi koordinat merupakan proses perubahan koordinat dari sistem koordinat yang satu menjadi sistem koordinat yang lain.

Gambar 2.8. Proses Transformasi Koordinat

2.1.7. Plotting Peta

Bila kita diminta untuk menentukan posisi suatu objek di dalam suatu peta, maka kita harus memposisikan objek tersebut ke dalam peta. Proses tersebut yang biasa sering dikenal dengan istilah plotting peta. Plotting peta adalah proses pemindahan/penempatan posisi suatu titik (koordinat) dari pengukuran di lapangan atau sumber informasi lain ke dalam peta.

Hal yang harus diingat untuk proses plotting peta adalah bahwa kita harus mempunyai sistem koordinat yang sama antara koordinat posisi objek yang diplot dengan sistem koordinat yang digunakan pada peta. Proses plotting peta dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan penggaris skala atau dengan bantuan busur jangka.

Pada dasarnya tahapan plotting peta yang biasa dilakukan bila menggunakan sistem koordinat UTM (Universal Transverse Mercator) adalah dengan rincian sebagai berikut :

  1. Lihat bacaan koordinat yang akan diplot untuk menentukan acuan garis grid yang akan dipakai baik koordinat X maupun koordinat Y.