Pengujian Asumsi Klasik
B. Pengujian Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis maka harus dilakukan Uji Asumsi Klasik. Salah satu syarat untuk bisa menggunakan persamaan regresi berganda adalah terpenuhinya asumsi klasik. Untuk mendapatkan nilai pemeriksa yang tidak bias dan efisien ( Best Linear Unbias EstimatorBLUE) dari satu persamaan regresi berganda dengan metode kuadrat terkecil ( Least Squares) perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui model regresi yang dihasilkan memenuhi persyaratan asumsi klasik. Persyaratan asumsi klasik yang harus dipenuhi adalah terbatas dari uji normalitas, multikolinieritas, heterokedastisitas, dan autokorelasi :
1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal. Metode yang digunakan untuk menguji normalitas adalah dengan menggunakan Uji Kolmogorov Smirnov. Bila probabilitas hasil Kolmogorov Smirnov lebih besar dari 0,05 (5) maka terdistribusi normal dan apabila sebaliknya maka terdistribusi tidak normal.
Tabel 1 Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Normal Parameters a,b
Mean
Std. Deviation
Most Extreme Absolute
Differences Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Sumber : Lampiran 2 Hasil pengujian menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,703 > 0,05, sehingga asumsi normalitas terpenuhi.
2. Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas merupakan hubungan linier diantara beberapa variabel penjelas atau bebas dari model regresi. Masalah multikolinieritas harus dianggap sebagai suatu kelemahan yang dapat mengurangi keyakinan dalam uji signifikansi konvensional terhadap penaksir kuadrat terkecil. Untuk mendeteksi adanya multikolinieritas dapat dilihat dari Value Inflation Factor (VIF). Apabila nilai VIF > 10 maka terjadi multikolinieritas dan sebaliknya apabila VIF < 10 maka tidak terjadi multikolinieritas. Dalam penelitian ini diperoleh nilai VIF seperti pada tabel berikut:
Tabel 2
Uji Multikolinieritas Value Inflation Factor (VIF)
Variabel Bebas
Nilai VIF
Keterangan
Tingkat inflasi (X 1 )
Non multikolinieritas
Tingkat suku bunga SBI (X 2 ) 1,018 Non multikolinieritas Nilai tukar Rupiah (X 3 ) 1,044 Non multikolinieritas
Sumber: Lampiran 2
Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk variabel (X 1 ,X 2 , dan
X 3 ,) tidak terjadi multikolinieritas dengan ditunjukkan nilai VIF yang lebih kecil dari 10.
3. Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dan residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas. Cara untuk mendeteksi gejala dengan Uji Glejser yaitu melakukan regresi varian gangguan (residual) dengan variabel bebasnya sehingga didapatkan nilai P. Untuk mengetahui adanya gejala gangguan atau tidak adalah apabila P > 0,05 menunjukkan tidak terjadi gangguan begitu pula sebaliknya. Hasil pengujian disajikan pada tabel berikut:
Tabel 3 Uji Heterokedastisitas
Variabel bebas
Prob (P)
Keterangan
Tingkat inflasi (X 1 )
Non-Heteroskedastisitas
Tingkat suku bunga SBI (X 2 ) 0,131 Non-Heteroskedastisitas Nilai tukar Rupiah (X 3 ) 0,325 Non-Heteroskedastisitas
Sumber: Lampiran 2 Hasil pengujian di atas menunjukkan semua nilai P > 0,05 sehingga
asumsi non-heteroskedastisitas terpenuhi.
4. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk melihat apakah terdapat korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu dan ruang. Adanya suatu autokorelasi bertentangan dengan salah satu asumsi dasar dari regresi berganda yaitu tidak adanya korelasi diantara galat acaknya. Artinya jika ada autokorelasi maka dapat dikatakan bahwa koefisien korelasi yang diperoleh kurang akurat. Untuk mengetahui adanya autokorelasi digunakan uji Durbin Watson yang bisa dilihat dari hasil regresi uji berganda. Secara konvensional dapat dikatakan bahwa suatu Durbin Watson mendekati dua atau lebih. Aturan keputusannya adalah jika nilai DW lebih kecil dari minus dua (-2), maka bisa diartikan terjadi gejala autokorelasi positif. Jika nilai DW lebih besar dari dua (2), maka bisa diartikan terjadi gejala autokorelasi negatif. Sedangkan jika nilai DW antara minus dua (-2) sampai dua (+2), maka dapat diartikan tidak terjadi
gejala autokorelasi. Dari pengujian yang telah dilakukan didapatkan nilai
Durbin Watson sebesar 1,469 yang berarti tidak terjadi gejala autokorelasi. Berikut hasil perhitungan.
Tabel 4
Uji Autokorelasi Variabel (X 1 ,X 2 ,X 3 ) terhadap Y
dl du 4-du 4-dl dw Interpretasi
Nilai 1,08 1,44 2,56 2,92 1,469 Tidak ada
autokorelasi
Sumber : Lampiran 2
Dengan demikian tidak ada korelasi serial diantara disturbance terms, sehingga variabel tersebut independen (tidak terjadi autokorelasi) yang ditunjukkan dengan du < dw < 4-du (1,44 < 1,469 < 2,56).