“Webuk wangkape yang jauh berbeda diikat menjadi dekatsatu”. Nilai-nilai budaya ini masih dihormati dalam kelembagaan adat, dan jauh lebih ampuh
sebagai alat penyelesaian konflik konflik horisontal dan atau berbagai aspek pembangunan lainnya.
Seharusnya dalam kerangka otonomi daerah, nilai-nilai budaya ini haruslah mendapat tempat yang lebih strategis, untuk menjawab tantangan pembangunan
wilayah, namun nilai – nilai budaya dan peran kelembagaan adat dan lembaga non formal lainnya belum diintigrasikan secara optimal dalam pengambilan
kebijakan pembangunan wilayah. Seharusnya diperlukan suatu “regulasi “ yang mengintegrasikan peran kelembagaan adat dan nilai – nilai budaya sebagai
suatu modal sosial yang menggerakan dan memberdayakan ekonomi penduduk dan aspek pembangunan lainnya untuk berkembang maju adalah suatu prestise
sosial yang lebih humanis dan dinamis.
4.1.2.3. Ekonomi wilayah.
Perkembangan ekonomi wilayah dapat ditunjukkan oleh beberapa indikator pembangunan sebagai berikut :
a.Produk Domestik Regional Bruto PDRB.
Perkembangan pertumbuhan ekonomi wilayah yang ditunjukkan dengan nilai PDRB sebagaimana pada Tabel 2, pada tahun 1998 menunjukkan minus 2,50
persen dan tahun 1999 0,44, namun mulai berangsur membaik menjadi 5,63 persen pada Tahun 2003, namun dari sisi prosentase kontribusi PDRB
Kabupaten Alor tehadap PDB Nasional pada tahun 2000-2003 masih sangat rendah rata-rata 0,03 persen. Sedangkan kontribusinya terhadap PDRB Propinsi
NTT pada tahun 2000 sebesar 3,97 persen, tahun 2001 3,96 , tahun 2002 3,91 dan tahun 2003 3,92
b.Pendapatan Perkapita.
Perkembangan pendapatan perkapita yang ditunjukkan oleh PDRB perkapita, memperlihatkan peningkatan yang cukup signifikan. Namun demikian
bagaimana rasio perkembangan PDRB perkapita Kabupaten Alor terhadap PDB Nasional dan Provisi NTT dapat ditunjukkan pada Tabel 15
Tabel 15 memperlihatkan bahwa rasio perkembangan PDRB perkapita Kabupaten Alor terhadap PDB Nasional masih rendah yakni pada tahun 2000
dan 2001 hanya mencapai 0,11 , sedangkan tahun 2002 dan 2003 sedikit bergeser menjadi 0,12 . Sedangkan rasio pertumbuhan PDRB per kapita
Kabupaten Alor terhadap PDRB Provinsi NTT cukup tinggi, pada tahun 2000
mencapai 88,17 persen, dan sedikit menurun tahun 2001 87,62, kemudian meningkat menjadi 90,35 persen pada tahun 2002 dan tahun 2003 94,94.
Tabel 15 Ratio Pertumbuhan PDRB Perkapita Kabupaten Alor terhadap PDRB Per kapita Provinsi NTT dan PDB Per kapita Indonesia
Tahun 2000-2003
Tahun Kabupaten Alor
Provinsi NTT
Indonesia PDRB
Per kapita Rp
PDRB Per kapita
Rp Ratio PDRB Alor
terhadap Per kapita NTT
PDB Per kapita
Rp Ratio PDRB Alor
terhadap Per kapita Indonesia
2000 1443624 1637322
88.17 1264918748
0.11 2001 1667071
1902590 87.62
1467654835 0.11
2002 1954572 2163295
90.35 1610564951
0.12 2003 2177729
2293762 94.94
1786690919 0.12
Sumber : BPS, 2003 PDRB Kabupaten Alor Tahun 2003 dan PDB Indonesia Tahun 2003.
Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi PDRB Kabupaten Alor terhadap rata-rata PDRB Perkapita NTT cukup signifikan, namun terhadap PDB Nasional amat
lemah.
C. Struktur ekonomi.
Struktur ekonomi wilayah, sebagaimana pada Tabel 3 masih didominasi pada sektor pertanian primer, walaupun prosentase proporsi sektor primer dari
tahun 1998-2003 menunjukkan pergeseran yang menurun. Pada Tahun 1998 prosentase proporsi Sektor pertanian terhadap PDRB sebesar 42,2 persen
menurun menjadi 34,58 persen, bila dibanding tahun 1988 sebagai tahun dasar penyusunan RUTRW Kabupaten Alor, proporsi Sektor pertanian terhadap
PDRB mencapai 56,9 persen. Pertambangan dan penggalian tahun 1998 sebesar 1,38 persen, tahun 2003 menurun menjadi 1,2 persen , sedangkan
tahun 1988 0,6 . Kemudian sektor industri sekunder perkembangannya masih tidak menentu
berfluktuatif, tahun 1988 sebesar 0,8 persen meningkat 2,17 persen pada tahun 1998, namun menurun drastis menjadi 1,91 persen pada tahun 2003. Namun
ada peningkatan sektor sekunder pada sektor bangunan dan konstruksi, pada tahun 1988 sebesar 0,4 persen, meningkat menjadi 5,47 persen pada tahun
1998 dan 5,76 persen tahun 2003. Sedangkan Sektor tersier perdagangan , komunikasi dan jasa mengalami peningkatan yang berfluktuatif kecuali sektor
sektor angkutan dan jasa-jasa, mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Sektor perdagangan, rumah makan dan hotel pada tahun 1988
memberikan kontribusi terhadap PDRB sebesar 10,7 persen, tahun 1998 12,81 persen dan sedikit menurun menjadi 12,7 persen tahun 2003. Pengangkutan dan
komunikasi tahun 1988 sebesar 5,4 persen, tahun 1998 sebesar 5.72 persen dan tahun 2003 6.57 persen. Sektor jasa keuangan , persewahan dan jasa
perusahaan, tahun 1988 sebesar 3.3 persen, tahun 1998 sebesar 4.67 persen dan tahun 2003 sedikit menurun menjadi 4.12 persen. Sedangkan jasa
pemerintahan umum, listrik dan air minum serta jasa swasta pada tahun 1988 sebesar 16,8 persen, meningkat menjadi 25,58 persen tahun 1998 dan 35,15
persen pada tahun 2003. Secara Grafik prosentase perkembangan Struktur ekonomi Kabupaten Alor tahun 1998 – 2003 dapat dilihat pada Gambar 7.
0.6 0.8
5.1 0.4
10.7 5.4
3.3 16.8
56.9
24.97 4.67
5.72 12.81
5.47 0.61
2.17 42.2
1.38 39.34
1.39 2.15
0.61 5.69
14.47 5.86
4.6 25.89
27.57 4.52
6.09 13.45
5.98 0.59
2.1 38.34
1.35 37.08
1.3 2.04
0.57 5.74
13.01 6.1
4.41 29.76
31.85
4.22 6.68
12.7 0.55
1.97 5.59
35.21
1.24 5.76
4.12 34.58
1.2 1.91
0.55 12.7
6.57 32.6
-10 10
20 30
40 50
60
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
1988 1998
1999 2000
2001 2002
2003
Sektor
Tah
Gambar 7 Prosentase Perkembangan Struktur ekonomi Kabupaten Alor Tahun 1988 dan Tahun 1998-203.
Secara parsial Tabel 3 dan Gambar 7 menunjukkan keterkaitan perkembangan struktur ekonomi wilayah yang lemah, pergeseran sektor
pertanian yang menurun tidak diimbangi dengan laju pertumbuhan sektor industri yang signifikan. Hal ini bisa dilihat dari prosentase proporsi sektor
industri terhadap PDRB Kabupaten Alor yang semakin menurun. Perkembangan industri masih terbatas pada industri kecil dan rumah tangga. Sedangkan
keterkaitan antara sektor primer pertanian dengan sektor tersier menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan, walaupun pada beberapa komoditi
menunjukkan fluktuatif. Hal ini bisa dilihat dari data perdagangan komoditi antar pulau di Kabupaten Alor Tahun 2002 – 2004 pada Tabel 16.
Penerimaan jasa sumbangan Pihak ketiga SP3, sebagaimana pada Tabel 16 adalah jasa perizinan perdagangan komoditi antar pulau sebagai salah satu
Pos penerimaan Pendapatan Asli Daerah PAD. Namun dalam realitasnya
Tabel 16 Perkembangan perdagangan komoditi Antar pulaueksport dan Penerimaan sumbangan Pihak ketiga SP3 di Kabupaten Alor
periode 2002-2004
No Jenis
komoditi 2002
2003 2004
Jumlah komoditi
KgLiterP SP3
Rp Jumlah
komoditi KgLiterP
SP3 Rp
Jumlah komoditi
KgLiterP SP3
Rp
1
Kemiri
2074102 534572008 819285 157079975 2387397
4,559,931,341 2
Kopra
102455 6813805 36456 3624500
28701 1808100 3
Biji Mente
369501 66769600 263005 43088250
717959 113669440
4
Serlack
64120 10777000 30175 5270249
148909 29005800 5
Asam
816418 49875957 358787 18178850
446495 24323975 6
Cengkeh
2900 2925000 530
99000 11337 5818375
7
Pinang
59667 18834997 51063 4151175
91812 4560985 8
Kenari
5155 4161450 375 168750
1600 759500 9
Vanili
2761 17949425 15
10
Kunyit
35817 7772537 18150 1471050
38250 3059200 11
Madu
217 283075 160 156000
1240 620000 12
Ubur- ubur
25000 3250000 438.006 0 15.426
13
Anakan Mutiara
10000 1000000 14
Agar-agar R.laut
3200 351000 15
Batu hitam
3810780 342970200 3268640 309518250
3550980 355098000 16
Batu puyu
0 0 190350
10895625 88380
4419000
Total
7382093 1068306054 5037429.006 55370167
7513075.426 5103073716
Sumber : Dispenda 2005 Laporan Bulanan Penerimaan SP3 Komoditi Antar Pulau di Kabupaten Alor Tahun 2002-2004.
terdapat indikasi kebocoran wilayah penyulundupan yang tidak terkendali karena regulasinya yang masih lemah. Jumlah komoditi yang diantarpulaukan
selalu melampoui izin yang diberikan, rata-rata 23.50 persentahun dan atau menimbulkan kerugian daerah sebesar Rp 2 803 934 615 Dua Milyart
Delapan ratus tiga juta Sembilan ratus tiga puluh empat ribu enam ratus lima belas rupiah tahun. Selisih perhitungan ini diperoleh dari jasa perizinan
perdagangan komoditi yang di keluarkan oleh Dinas pendapatan Kabupaten Alor Tahun 2002-2004 sebagaimana pada Tabel 16, dibandingkan dengan data
perdagangan komoditi pada tahun yang sama, pada Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat TKBM Pelabuhan Kalabahi. Data TKBM dianggap cukup
konsisten, karena upah tenaga kerja pelabuhan dibayar berdasarkan berat barang yang diangkut setiap bongkar muat Kapal. Kondisi ini apabila tidak
segera dieleminir dengan suatu Peraturan Daerah yang mengatur tugas dan fungsi serta mekanisme pengelolaan SP3 komoditi antar pulau, maka kebocoran
wilayah akan lebih besar dan juga tidak menutup kemungkinan adanya indikasi “
rent seekers “ yang turut mengkerdilkan struktur ekonomi wilayah.
4.1. 3. Perkembangan infrastrukturfasilitas sosial dan ekonomi.